Professional Documents
Culture Documents
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama : Ny. N
2. Umur : 45 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Suku : Jawa
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Alamat : Kenongo 2/6 Lemahireng
8. Tanggal pemeriksaan : 12 September 2017
9. Tanggal masuk RS : 11 September 2017
10. No. MR : 133206
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Benjolan dileher kanan sejak 3 bulan yang lalu
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Benjolan di leher kanan sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan tidak sakit.
Awalnya benjolan teraba kecil, selama 3 bulan akhirnya membesar seperti
sekarang. Disfagia (-), Dispneu (-). Batuk sejak 1 bulan yang lalu belum
sembuh-sembuh. Jika pasien kelelahan, pasien banyak mengeluarkan
keringat. Sering deg-degan, gelisah, dan susah tidur sejak 1 tahun terakhir.
Sering kecapaian saat bekerja terutama sejak 3 bulan terakhir, jika sudah
capai, penglihatan akan kabur. Pasien tidak tahan udara dingin, lebih
menyukai daerah panas.
3. Riwayat Penyakit dahulu : Hipertensi (-) DM (-) Alergi (-)
4. Riwayat Pengobatan :
Os mengonsumsi obat pereda nyeri untuk meredakan sakit gigi. Pasien lupa
nama obatnya.
5. Riwayat penyakit keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
6. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tinggal di daerah Ungaran yang
merupakan daerah pegunungan. Ada tetangga pasien yang mengalami
2
penyakit serupa. Pasien tidak suka mengonsumsi mie, makanan asin ataupun
MSG.
STATUS PRESENT
I. KESAN UMUM
A. Keadaan Umum : Sedang
Kesan Sakit : Ringan Tinggi Badan : 158cm
Kesadaran : Compos Mentis Berat Badan : 54 kg
Lain lain : (-) Gizi : 21,68 (normorweight)
B. Keadaan Sirkulasi
Sp02 : 99
TekananDarah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
- Tipe : normal
- Isi : Penuh
- Irama : Reguler
C . Keadaan Pernafasan
Frekuensi : 18 x/menit
Corak Pernafasan : Thorakoabdominal
Bau Nafas (Foetor) : (-)
II. PEMERIKSAAN KHUSUS
A. KEPALA :
1. Tengkorak : Normocephali
2. Muka : Simetris
3. Mata :
Letak : Ortophoria Pergerakan : (+/+)
Palpebra : dbn Reaksi Cahaya : (+/+)
Kornea : Jernih Reflek kornea : (+/+)
Pupil : Isokor, RC (+) 2-3mm Reaksi Konvergen : dbn
Sclera : Ikterik (-/-)
Konjungtiva : Pucat (+/+)
3
D. THORAKS :
Inspeksi
Bentuk Umum : Simetris
Sudut Epigastrium : Tajam
Sela Iga : dbn
Frontal dan sagital : dbn
Pergerakan : Simetris
Skletal : dbn
Kulit : dbn
4
E. ABDOMEN :
Inspeksi
Bentuk : simetris(+) Pergerakan saat bernafas : dbn
Kulit : dbn
Palpasi : distensi (-), fenomena papan catur (-) , nyeri tekan di
seluruh abdomen (-), Pembesaran hepar (-), Pembesaran
lien (-), Pembesaran ginjal (-)
Perkusi : tympani seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising Usus (+) , bruit (-).
F. LIPAT PAHA
Pembesaran Kelenjar (-), tumor (-) , Pulsasi a. Femoralis (+)
G. KAKI DAN TANGAN
Inspeksi
Bentuk : simetris(+) Palmar eritem : (-)
Kulit : dbn Clubbing finger : (-)
Pergerakan : dbn Udema : (-)
Palpasi : kulit hangat (+),dbn
H. SENDI
Kelainan bentuk (-), tanda radang (-), Pergerakan dbn
I. NEUROLOGIS
Reflek fisologis : APR (+/+) KPR (+/+)
Reflek patologis : (-)
Rangsangan meningeal : (-)
5
KESIMPULAN
Benjolan di leher kanan sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan tidak sakit.
Awalnya benjolan teraba kecil, selama 3 bulan akhirnya membesar seperti
sekarang. Disfagia (-), Dispneu (-). Batuk sejak 1 bulan yang lalu belum
sembuh-sembuh. Jika pasien kelelahan, pasien banyak mengeluarkan
keringat. Sering deg-degan, gelisah, dan susah tidur sejak 1 tahun terakhir.
Sering kecapaian saat bekerja terutama sejak 3 bulan terakhir, jika sudah
capai, penglihatan akan kabur. Pasien tidak tahan udara dingin, lebih
menyukai daerah panas.
Pasien tinggal di daerah Ungaran yang merupakan daerah pegunungan. Ada
tetangga pasien yang mengalami penyakit serupa. Pasien tidak suka
mengonsumsi mie, makanan asin ataupun MSG.
Keadaan Umum : Sedang
Kesan Sakit : Ringan Tinggi Badan : 158cm
Kesadaran : Compos Mentis Berat Badan : 54 kg
Lain lain : (-) Gizi : 21,68 (normorweight)
. LEHER
- Inspeksi : Kelenjar Tiroid : Kanan membesar
Lokasi : Lobus Kanan
Ukuran : D = 4 cm
Jumlah Nodul :1
Konsistensi : Kenyal
Nyeri Tekan : (-)
Perlekatan : (-)
Pembesaran Vena : Tidak ditemukan
Pulsasi Vena : dbn
Refluks Hepatojugular : Tidak ditemukan
6
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah rutin
7
D. DIAGNOSIS BANDING
- Eutiroid
- Hipotiroid
- Hipertiroid
E. DIAGNOSA KERJA
Struma Nodusa Non-Toksik
F. TERAPI
Infus RL 20 tpm
Cefotaxim 3x1 gr
Op - Isthmulobektomi - Cek Lab PA
8
G. PROGNOSIS
Quod ad vitam : dubia et bonam
Quod ad sanam : dubia et bonam
Quod ad fungsionam : dubia et bonam
9
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma nodosa atau
struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut
struma nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009). Biasanya dianggap
membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat
terjadi pada kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon
tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black
and Hawks, 2009). Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10%
untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding
laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan hormon tiroid
meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui. Pada
umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu
menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic. Struma nodusa
non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda- tanda hipertiroidisme
(Hermus& Huysmans, 2004). Pada penyakit struma nodusa non toxic tiroid
membesar dengan lambat. Struma nodosa toxic ialah keadaan dimana kelenjar
tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik,
yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Dampak struma nodosa terhadap
tubuh dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma nodosa
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia (Rehman, dkk 2006). Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia
11
II.2. Etiologi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium (Black and
Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid
oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam
jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid
14
II.3. Patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus,
masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid.
Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimulasikan
oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin
(T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja
langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolik
yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa obat dan keadaan dapat
mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya
tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan
trakea bila pembesarannya bilateral.
15
Ii.5. Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang untuk struma nodosa antara lain (Tonacchera, dkk, 2009):
2.5.1 Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH
2.5.2 Pemeriksaan radiologi.
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran
struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias diduga, foto rontgen
pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam pemeriksaan
tiroid :
- Untuk menentukan jumlah nodul.
- Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
- Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
- Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak
menangkap yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.
17
2.5.3 Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini
dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
II.6. Penatalaksaan
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
2.6.1 Penatalaksanaan konservatif
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid. Tiroksin digunakan untuk
menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel
kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan
TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan
kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
Terapi Yodium Radioaktif . Yodium radioaktif memberikan radiasi
dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi
jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium
radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif
tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam
bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini
biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat
tiroksin.
18
Ii.8. Komplikasi
Komplikasi umumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis
akut /subakut
Ii.9. Prognosis
Ad bonam.
21
DAFTAR PUSTAKA