You are on page 1of 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang dan Masalah


1.1.1Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh satu dari 4 virus dengue berbeda dan ditularkan melalui
nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di
daerah tropis dan subtropics di antaranya kepulauan di Indonesia hingga
bagian utara Australia (Vyas, 2013). Virus dengue termasuk dalam kelompok
Arboviroses yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4 (Departemen Kesehatan RI, 2004: 1).

Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia


pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD
dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami
DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44
tahun mencapai 33,35% (Departemen Kesehatan RI, 2016: 1).

DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia


pada umumnya dan provinsi Lampung pada khususnya, dimana kasusnya
cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya serta berpotensi
menimbulkan KLB. Angka kesakitan (IR) selama tahun 2010-2015 cenderung
berfluktuasi. Angka kesakitan DBD di provinsi Lampung tahun 2015 sebesar
36,91 per 100.000 penduduk (dibawah IR nasional yaitu 51 per 100.000
penduduk) dengan angka bebas jentik (ABJ) kurang dari 95% serta jumlah
kematian sebanyak 31 kasus. Kelurahan Tanjung Baru merupakan salah satu
kelurahan yang berada di Kecamatan Kedamaian dan merupakan salah satu
dari wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Satelit. Pada bulan Januari-Juni

1
tahun 2017 didapatkan kasus DBD di Kelurahan Tanjung Baru sebanyak 6
kasus (Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015, 2016).

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan


upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya (Soekidjo Notoatmojo, 2007: 137). Upaya pencegahan terhadap
penularan DBD dilakukan dengan pemutusan rantai penularan DBD berupa
pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan yang optimal
adalah melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara “3M”
plus selain itu juga dapat dilakukan dengan larvasidasi dan pengasapan
(fogging) (Kementerian Kesehatan RI, 2012: 39).

Aplikasi dalam pengendalian DBD yaitu dengan pembentukan Juru


Pemantau Jentik atau yang dikenal dengan jumantik yang anggotanya adalah
kader dari masyarakat. Mengingat obat untuk membunuh virus dengue hingga
saat ini belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah penularan DBD masih
dalam tahap uji coba, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah
dengan memberantas nyamuk penular (vektor). Pemberantasan vektor ini
dapat dilakukan pada saat masih berupa jentik atau nyamuk dewasa
(Kementerian Kesehatan RI, 2012: 2). Dalam pembentukan jumantik terdapat
evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi hasil kerja jumantik dan untuk
mengetahui tingkat partisipasi dalam PSN DBD (Kementerian Kesehatan RI,
2012: 43-44). Kendala yang mungkin dapat terjadi adalah macetnya
partisipasi jumantik dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dapat menghambat
laporan pengamatan adanya jentik dan menghambat laporan Angka Bebas
Jentik (ABJ) di daerah yang bersangkutan.

Menurut Sungkar (2007) dalam Arta Sapta Rini dkk (2012),


keberhasilan pemberantasan DBD di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain perilaku penduduk, tenaga kesehatan, sistem peringatan dini
oleh pemerintah, resistensi nyamuk terhadap insektisida, serta alokasi dana.

2
Dalam perilaku penduduk, sebagian besar penduduk Indonesia belum
menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin melakukan


penelitian mengenai hubungan antara perilaku PSN (3M plus) dengan
kejadian demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian
Kota Bandar Lampung.

1.1.2 Rumusan Permasalahan


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka perlu dilakukan
pengkajian mengenai hubungan antara perilaku PSN (3M plus) dengan
kejadian demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian
Kota Bandar Lampung.

1.2.Tujuan dan Manfaat Penulisan


1.2.1 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara perilaku PSN (3M plus) dengan kejadian
demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota
Bandar Lampung.

b. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari mini project ini sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara pendidikan dengan kejadian
demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian
Kota Bandar Lampung?
2. Apakah terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian demam
dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota
Bandar Lampung?
3. Apakah terdapat hubungan antara perilaku PSN (3M plus) dan
kejadian demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan

3
Kedamaian Kota Bandar Lampung, perilaku PSN (3M plus) dapat
mencegah kejadian demam dengue?

1.2.2 Manfaat
1.2.2.1 Manfaat bagi Penulis
- Dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam menggali
hubungan perilaku PSN dengan kejadian demam dengue di Kelurahan
Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota Bandar Lampung.
- Melaksanakan mini project dalam rangka program internship dokter
Indonesia

1.2.2.2 Manfaat bagi Puskesmas


- Dapat memberikan bahan informasi mengenai kejadian demam dengue
menurut perilaku PSN di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian
Kota Bandar Lampung, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi
pengambilan kebijakan dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pengendalian vektor demam dengue.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


2.1.1. Definisi DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai
dengan panas (demam) dan disertai dengan perdarahan. Demam berdarah
dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang hidup di dalam
dan di sekitar rumah yang disebabkan oleh virus dengue (Kementerian
Kesehatan RI, 2012: 23).

2.1.2. Epidemiologi DBD

Demam berdarah dengue yang mewabah di Asia Tenggara, mula-mula


muncul di Filipina pada tahun 1953. Di negara itu, demam berdarah yang
disertai perdarahan dan renjatan menyerang anak-anak. Pada tahun 1958
penyakit demam berdarah dengue muncul di Bangkok (Thailand), dan Hanoi
(Vietnam Utara). Selanjutnya, Malaysia pun terjangkit penyakit ini pada tahun
1962 dan 1964 (Frida N, 2008: 2-3).

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun


1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980
seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang
terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun. KLB DBD
terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per
100.000 penduduk. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi
antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab

5
DBD di setiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik,
selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi
klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah
(Akhsin Zulkoni, 2010: 165-166).

2.1.3. Penyebab

Penyebab penyakit (disease agent) adalah zat, baik hidup maupun tidak
hidup, baik jelas nyata maupun tidak jelas, dimana dalam jumlah yang melebihi
batas tertentu atau mungkin sebaliknya, dimana dalam jumlah yang terlalu
sedikit atau keadaan sama sekali tidak adanya zat tersebut, dapat menimbulkan
proses penyakit (Budioro B, 2001: 38).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2,
DEN 3, dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne
viruses (arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus
dengue dengan tipe 1 dan 3. Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal,
genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun
antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan
perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak
hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga di dalam serotipe itu sendiri
tergantung waktu dan daerah penyebarannya (Akhsin Zulkoni, 2010: 166).

Struktur virus dengue adalah genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb


tersusun dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang
terdiri dari protein envelope (E), protein pre-membran (prM), dan protein core
(C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural
merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 dan NS-5. Dalam
merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan
imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C.

6
Pada protein non-struktural yang paling berperan adalah protein NS-1 (Akhsin
Zulkoni, 2010: 166).

2.1.4. Vektor Nyamuk Aedes aegypti


Berdasarkan Jumali dkk (1979) dalam Sumarmo Sunaryo PS (1988) di
Indonesia, vektor Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) belum diselidiki secara
luas, tetapi Ae. Aegypti sebagai nyamuk stegomyia (Aedes) utama di daerah
perkotaan diperkirakan sebagai vektor terpenting. Di Bantul, suatu daerah
pedesaan berpenduduk padat di Jawa Tengah, Ae. albopictus diduga merupakan
vektor utama wabah DHF pada bulan-bulan akhir tahun 1976 dan permulaan
tahun 1977.

Kedua jenis nyamuk ini mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-


sendiri yang terbatas. Meskipun merupakan vektor yang sangat baik untuk virus
dengue, biasanya Aedes albopictus merupakan vektor epidemi yang kurang
efisien dibanding Aedes aegypti (Akhsin Zulkoni, 2010: 167).

2.1.4.1. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan


ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar hitam
dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu
mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya
(mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan
menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang
terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral (Staf Pengajar Departemen
Parasitologi FKUI, 2008: 265). Sayap berukuran 2,5-3,0 mm bersisik hitam,
gigitannya terasa gatal dan agak panas, dalam keadaan istirahat pantatnya
mendatar (tidak menungging seperti nyamuk Anopheles), pada saat menggigit
tidak mengeluarkan bunyi berdenging, hinggap di tempat yang agak gelap
(Frida N, 2008: 9-10).

7
2.1.4.2. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan demam berdarah dengue adalah


yang berjenis kelamin betina. Nyamuk betina membutuhkan “protein” yang
terdapat dalam darah manusia untuk mematangkan telurnya atau untuk dibuahi
oleh sperma nyamuk jantannya (Frida N, 2008: 10).

Sementara itu, nyamuk jantan akan segera mati setelah melakukan


perkawinan. Rata-rata usia nyamuk jantan 6-7 hari, sedangkan usia nyamuk
betina rata-rata 10 hari, bahkan dapat mencapai 3 bulan, bergantung pada suhu
dan kelembaban udara di habitatnya (Frida N, 2008: 11).

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri atas telur, larva, pupa, dan
nyamuk dewasa. Telur nyamuk Aedes aegypti biasa dijumpai di air jernih dan
terlindung dari cahaya. Telur itu berbentuk oval berwarna abu-abu atau hitam
dengan ukuran 0,80 mm yang diletakkan satu per satu seperti sarang lebah.
Telur itu biasanya berada di bawah permukaan air dalam jarak 2,5 cm dari
dinding tempat perindukan. Tempat air yang tertutup lebih disukai oleh nyamuk
betina untuk bertelur daripada tempat air yang terbuka (Frida N, 2008: 11).

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Anonim, 2015)

8
Telur nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2°C
sampai 42°C. Jika kelembaban lingkungan terlampau rendah, telur dapat
menetas dalam waktu 2 – 4 hari menjadi jentik-jentik. Jika berada di tempat
yang kering, telur dapat terus bertahan hingga 6 bulan. Embrio dalam telur
tersebut berada dalam keadaan tidur dan tidak akan menetas menjadi jentik-
jentik. Jika telur tersebut terendam air, akan menetas menjadi jentik (larva)
(Frida N, 2008: 12).

Larva yang berada di dalam air dapat berusia antara 4 – 10 hari bergantung
pada temperatur dan persediaan jasad renik sebagai makanannya.
Perkembangan larva terdiri atas empat tahapan yang disebut instar.
Perkembangan instar ke-1 hingga instar ke-4 membutuhkan waktu sekitar 6
hari. Larva mempertahankan hidupnya dan berkembang hingga menjadi pupa
(Frida N, 2008: 12).

Pada tahap pupa ini tidak dibutuhkan makanan jasad renik atau mikro-
organisma lagi. Kulit pupa akan menghitam sejalan dengan perkembangan
nyamuk baru di dalamnya. Setelah 10 – 14 hari, kulit pupa akan membelah dan
perlahan-lahan akan muncul nyamuk generasi baru (Frida N, 2008: 13).

2.1.4.3. Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti

1. Telur
a. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak
100 butir.
b. Telur nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran sangat
kecil kira-kira 0,8 mm.
c. Telur ini menempel di tempat yang kering (tanpa air) dan dapat
bertahan sampai 6 bulan.
d. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari
setelah terendam air.

9
Gambar 2.2. Telur Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Kemenkes RI, 2012: 30)

2. Jentik
a. Jentik kecil yang menetas dari telur akan tumbuh menjadi besar yang
panjangnya 0,5 – 1 cm.
b. Jentik selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari
bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara),
kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat,
posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di
sekitar dinding tempat penampungan air.
c. Setelah 6-8 hari jentik tersebut akan berkembang menjadi kepompong.

Gambar 2.3. Jentik Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Kemenkes RI, 2012: 31)

3. Kepompong
a. Berbentuk seperti koma
b. Gerakannya lamban
c. Sering berada di permukaan air
d. Setelah 1-2 hari berkembang menjadi nyamuk

Gambar 2.4. Kepompong Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Kemenkes RI, 2012:31)

10
4. Nyamuk Dewasa
a. Berwarna hitam dengan belang-belang (loreng) putih pada seluruh
tubuhnya.
b. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, dan di tempat-tempat umum
(TTU) seperti sekolah, perkantoran, tempat ibadah, pasar dll.
c. Mampu terbang sampai kurang lebih 100 meter.
d. Hanya nyamuk betina yang aktif menggigit (menghisap) darah
manusia. Waktu menghisap darah pada pagi hari dan sore hari. Protein
darah yang dihisap tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang
dikandungnya. Setelah menghisap darah nyamuk ini akan mencari
tempat untuk hinggap (istirahat).
e. Nyamuk jantan hanya menghisap sari bunga/tumbuhan yang
mengandung gula.
f. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi ada yang dapat
bertahan hingga 2-3 bulan.

Gambar 2.5. Nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Kemenkes RI, 2012: 32)

Nyamuk Aedes aegypti menyenangi hinggap pada benda-benda yang


tergantung seperti: pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat
berkembangbiaknya, dan dalam ruangan yang agak gelap serta lembab. Setelah
masa istirahat selesai, nyamuk itu akan meletakkan telurnya pada dinding bak
mandi/WC, tempayan, drum, kaleng bekas, ban bekas, dan lain-lain. Telur
biasanya diletakkan sedikit di atas permukaan air, dan selanjutnya nyamuk akan
mencari mangsanya (menghisap darah) lagi dan seterusnya (Kementerian
Kesehatan RI, 2012: 29-32).

11
2.1.4.4. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes betina mengisap darah manusia pada waktu siang hari,
dengan puncak kepadatan nyamuk pada jam 08.00-10.00 dan jam 15.00-17.00.
Nyamuk betina menghisap darah yang dipergunakan untuk pematangan telur.
Untuk mengenyangkan perutnya, nyamuk Aedes dapat menghisap darah
beberapa kali dari 1 orang atau lebih, sehingga potensi untuk menularkan
penyakit demam berdarah semakin banyak. Nyamuk Aedes aegypti lebih
banyak menghisap darah manusia di dalam rumah (Kementerian Kesehatan RI,
2014: 33).

Nyamuk Aedes setelah mengisap darah akan beristirahat untuk proses


pematangan telur, setelah bertelur nyamuk beristirahat untuk kemudian
menghisap darah kembali. Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai beristirahat
di tempat yang gelap, lembab, tempat tersembunyi di dalam rumah atau
bangunan, termasuk kolong tempat tidur, kloset, kamar mandi, dan dapur.
Selain itu juga bersembunyi pada benda-benda yang digantungkan seperti baju,
tirai, dan dinding. Walaupun jarang, bisa ditemukan di luar rumah, ditanaman
atau tempat terlindung lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2014: 34).

2.1.4.5. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat penampungan air untuk


keperluan sehari-hari atau barang-barang lain yang memungkinkan air
tergenang dan tidak beralaskan tanah, misalnya:

1. Bak mandi/WC, tempayan, drum


2. Tempat minum burung
3. Vas bunga
4. Kaleng bekas, ban bekas, botol, tempurung kelapa, sampah plastik, dan
lain-lain yang dibuang sembarang tempat (Kementerian Kesehatan RI, 2012:
33).

12
5. Ember, dispenser, kulkas, ketiak daun, tempurung kelapa, lubang bambu,
ataupun pelepah daun (Kementerian Kesehatan RI, 2014: 32-33).

2.1.5. Penularan

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti/Aedes


albopictus dewasa betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam
tumbuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti sering
menggigit manusia pada waktu pagi (setelah matahari terbit) dan siang hari
(sampai sebelum matahari terbenam). Orang yang berisiko terkena demam
berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh (Akhsin Zulkoni,
2010: 168).

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah


Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya
sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor
lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan
laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); kondisi demografi (kepadatan,
mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk
sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat
virus dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu
dengue 1, 2, 3 dan 4 (Akhsin Zulkoni, 2010: 168).

2.1.6. Gejala/Tanda Demam Berdarah Dengue

2.1.6.1. Gejala/Tanda Awal

1. Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu.
2. Seringkali ulu hati terasa nyeri, karena terjadi perdarahan di lambung.
3. Tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk
disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit.

13
4. Untuk membedakannya kulit diregangkan apabila bintik merah itu
hilang, bukan tanda DBD.

2.1.6.2. Gejala/Tanda Lanjutan

1. Kadang-kadang terjadi pendarahan di hidung (mimisan).


2. Mungkin terjadi muntah atau berak bercampur darah.
3. Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin
berkeringat. Bila tidak segera ditolong dapat meninggal dunia.
4. Perdarahan terjadi di seluruh jaringan tubuh. Tanda perdarahan bisa
tampak atau tidak tampak (Kementerian Kesehatan RI, 2012: 25-27).

Menurut WHO (1986) dalam Soegeng Soegijanto (2002) membagi


menjadi empat kategori penderita menurut derajat berat penderita sebagai
berikut:

1. Derajat I : adanya demam tanpa perdarahan spontan, manifestasi


perdarahan hanya berupa torniket tes yang positif.
2. Derajat II : gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya
berupa perdarahan di bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya.
3. Derajat III : adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan
lemah, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), atau hipotensi, dengan
disertai akral yang dingin dan gelisah.
4. Derajat IV : adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan
darah yang tidak terukur.
Keadaan sindrom syok dengue biasanya terjadi pada hari ke 4 – 5 sakit.
Sindrom ini dapat muncul secara tiba-tiba.

14
2.1.7. Tata Laksana

Menurut Soegeng Soegijanto (2002: 61-64), tata laksana DBD sebaiknya


berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang ditemukan antara lain:

1. Kasus DBD yang Diperkenankan Berobat Jalan


Penderita diperkenankan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi
keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi
yang mendadak diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10-
15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika symptom panas masih nyata di
atas 38,5°C. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah
kasus DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari
kedua tanpa menunjukkan penyulit lainnya.

2. Kasus DBD Derajat I dan II


Pada hari ke-3, 4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap, karena penderita ini
mempunyai risiko apabila terjadi syok. Untuk mengantisipasi kejadian
syok tersebut, penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan
tetesan berdasarkan tatanan 7. 5, 3. Pada saat fase panas, penderita
dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk
mengatasi diare. Hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga
normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya
penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun
waktu 12-24 jam.

3. Penatalaksanaan DBD (derajat III & derajat IV)


“Dengue Shock Syndrome” (syndrome renjatan dengue) termasuk kasus
kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu
memperoleh cairan pengganti secara cepat. Penggantian secara cepat
plasma yang hilang digunakan larutan garam isotonik (ringer laktat, 5%
dektrose dalam larutan ringer laktat atau 5% dektrose dalam larutan
ringer asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20
ml/kg/1 jam. Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan

15
bolus 10 ml/kg (1 atau 2x). Jika syok berlangsung terus dengan
hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul
40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma) dapat diberikan
dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

2.1.8. Pencegahan DBD

Upaya pencegahan penularan DBD dilakukan dengan pemutusan rantai


penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Kegiatan yang optimal adalah melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara “3 M” Plus selain itu juga dapat dilakukan dengan
larvasidasi dan pengasapan (fogging).

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M plus


Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus meliputi:

a. Menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC,


drum dan sebagainya sekurang-kurangnya seminggu sekali. Hal ini karena
dengan pertimbangan nyamuk harus dibunuh sebelum menjadi nyamuk dewasa,
karena periode pertumbuhan telur, jentik, dan kepompong selama 8-12 hari,
sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati sebelum menjadi
nyamuk dewasa.

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong


air/tempayan dan lain sebagainya. Namun apabila tetap ditemukan jentik, maka
air harus dikuras dan dapat diisi kembali kemudian ditutup rapat.

c. Menyingkirkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat


menampung air seperti botol plastik, kaleng, ban bekas, dll. Banyak barang-
barang bekas yang dapat digunakan kembali dan bernilai ekonomis, dengan cara
mengolah kembali bahan-bahan media penampungan air menjadi produk atau
barang-barang yang telah diperbaharui bernilai ekonomis.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (plus) yaitu:

16
a. Mengganti air vas bunga, minuman burung, dan tempat lainnya
seminggu sekali.
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon, dan lain-lain
dengan tanah.
d. Membersihkan/mengeringkan tempat-tempat yang dapat menampung
air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya.
e. Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di
pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain
sebagainya. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk. Beberapa ikan
pemakan jentik yaitu ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang, ikan
mujair, dan ikan nila (Janet YP dkk (2011:52-57), Salim Usman dan
Soemarlan (1974: 1-3), Tatik Yuana S (2005), Yulian T dkk (2010:
215-224)).
f. Memasang kawat kasa. Menurut Frida N (2008: 43), memasang kawat
nyamuk (kasa) pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di rumah serta
menggunakan kelambu juga merupakan upaya pencegahan gigitan
nyamuk demam berdarah.
g. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah. Menurut Frida N (2008:
14), nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang hari di tempat yang
agak gelap. Pada malam hari, nyamuk ini bersembunyi di sela-sela
pakaian yang tergantung di dalam kamar yang gelap dan lembab.
h. Tidur menggunakan kelambu.
i. Mengatur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
j. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.
Menurut Nur Purwoko Widodo (2012: 36), obat nyamuk semprot,
bakar, elektrik, serta obat oles anti nyamuk (repellent) masuk dalam
kategori perlindungan diri. Produk insektisida rumah tangga seperti
obat nyamuk semprot/aerosol, bakar dan elektrik, saat ini banyak
digunakan sebagai alat pelindung diri terhadap gigitan nyamuk.

17
k. Melakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya
temephos di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit
air.

2. Larvasidasi
Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian
insektisida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian
larvasida ini dapat menelan kepadatan populasi untuk jangka waktu 2
bulan. Jenis larvasida ada bermacam-macam, diantaranya adalah temephos,
piriproksifen, metopren, dan Bacillus thuringensis.

3. Fogging (Pengasapan)
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan
insektisida (racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup,
karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik
nyamuk tidak mati dengan pengasapan. Selama jentik tidak dibasmi, setiap
hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat
perkembangbiakannya (Kementerian Kesehatan RI, 2012: 39-42, 2014: 15-
17).

18
2.2. KERANGKA TEORI

19
BAB III

GAMBARAN UMUM

BLUD UPT PUSKESMAS RAWAT INAP SATELIT

3.1.LATAR BELAKANG
Dengan diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah maka seluruh upaya pembangunan bertumpu pada
kemampuan daerah Kabupaten/ Kota untuk membawa setiap penduduknya
mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan yang setinggi-tingginya,
maka pemerintah daerah perlu memperhatikan aspek kesehatan dalam
kebijakan pembangunan sektoral serta mewujudkannya dalam Kabupaten /
Kota sehat.

Profil Kesehatan merupakan salah satu hasil dari Sistem Informasi


Kesehatan. Yang di dalamnya ada gambaran situasi kesehatan di wilayah
kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Kecamatan Kedamaian.
Data tersebut memuat data kesehatan dan data pendukung lain yang
berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan dan data
Keluarga Berencana. Data dianalisis dengan analisis sederhana dan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang berisi data tahun 2015.

3.2.VISI DAN MISI


VISI
Prima dalam pelayanan demi terwujudnya masyarakat sehat dan mandiri
untuk mendukung Puskesmas Madya 2017.

MISI
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah mendukung tercapainya misi
pembangunan kesehatan Kota Bandar Lampung.

20
Misi tersebut adalah :

1. Menjadi pusat pelayanan yang berwawasan kesehatan di wilayah


kerja
2. Memberikan pelayanan kesehatan dasar paripurna, bermutu dan
terjangkau kepada seluruh lapisan masyarakat.
3. Meningkatkan kinerja dan kompetensi petugas.
4. Meningkatkan sarana dan prasara yang memadai.
5. Membina peran serta masyarakat.
6. Membudayakan pola hidup bersih dan sehat [PHBS] pada seluruh
lapisan masyarakat
3.3.FUNGSI PUSKESMAS
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator
terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta
dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama.

2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga.


Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang
bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan
potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas
sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.

Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat


non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan
mengambil keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan
benar tanpa atau dengan bantuan lain.

3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama

21
Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat
‘mutlak perlu’, yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
masyarakat serta mempunyai nilai strtegis untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

3.4. SEJARAH PUSKESMAS


BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit berdiri sejak tahun 1960
dalam bentuk Balai Pengobatan Satelit yang dipimpin oleh Bapak Hi.
Burlian, disebabkan pada waktu itu di tengah kota belum ada sarana
pelayanan kesehatan yang memadai. Pada tahun 1975 berubah menjadi
Puskesmas Inpres.

Semula BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit terletak di Jl.


Jendral Sudirman No. 69 Kec. Tanjung Karang Timur dengan wilayah kerja
meliputi 4 Kelurahan yaitu :

1. Kelurahan Kota Baru


2. Kelurahan Rawa Laut
3. Kelurahan Tanjung Gading
4. Kelurahan Tanjung Raya
Sesuai Dengan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor : 60
Tahun 2001. BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Menjadi UPTD
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

Seiring dengan berjalannya waktu sesuai dengan Peraturan Wali


Kota Bandar Lampung Nomor : 81 Tahun 2012 Tentang Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah [BLUD] Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, serta Keputusan Wali Kota Bandar
Lampung Nomor 586/IV.41/HK/2012 Tentang Pemberlakuan Pola
Pengelolaan Keuangan Unit Pelaksana Teknis Puskesmas pada Dinas
Kesehatan Kota Bandar Lampung Sebagai Badan Layanan Umum Daerah
maka BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit menjadi salah satu Badan
Layanan Umum Daerah.

22
Demi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan pada
masyarakat maka mengacu pada Peraturan Wali Kota Bandar Lampung
Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Penataan Dan Pembentukan Kelurahan Dan
Kecamatan, serta Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor
217/IV.41/HK 2013 Tentang Penetapan Nama-Nama dan Wilayah Kerja
Puskesmas Dan Puskesmas Pembantu di Lingkungan Dinas Kesehatan Kota
Bandar Lampung. Maka wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap
Satelit juga mengalami perubahan yang semula berada di Kecamatan
Tanjung Karang Timur maka sesuai dengan ketentuan tersebut BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap Satelit berada di Kecamatan Kedamaian. Dengan
wilayah kerja yaitu :

1. Kelurahan Tanjung Gading


2. Kelurahan Tanjung Raya
3. Kelurahan Kedamaian
4. Kelurahan Bumi Kedamaian
5. Kelurahan Tanjung Baru
6. Kelurahan Kali Balau Kencana
7. Kelurahan Tanjung Agung Raya
Dari waktu-kewaktu dengan adanya tuntutan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lebih terjangkau serta semakin
bertambahnya jumlah penduduk yang disebabkan perluasan wilayah kerja
BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit dari 4 kelurahan menjadi 7
kelurahan, maka perlu ditingkatkan pelayanan puskesmas. Sehingga BLUD
UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit terus berusaha untuk memenuhi tuntutan
masyarakat tersebut dengan keluarnya Keputusan Wali Kota Bandar
Lampung Nomor 226/IV.41/HK/2014 Tentang Penetapan Nama-Nama Dan
Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Jalan Dan Puskesmas Pembantu Pada
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung maka BLUD UPT Puskesmas
Rawat Inap Satelit yang tadinya Puskesmas Rawat Jalan meningkat menjadi
Puskesmas Rawat Inap.

23
BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit sejak berdiri tahun 1960
sampai sekarang telah mengalami beberapa kali berganti pimpinan, yaitu :

1. Tahun 1960-1983 dipimpin oleh Hi. Burlian


2. Tahun 1983-1986 dipimpin oleh dr. Sabarudin Libra
3. Tahun 1986-1987 dipimpin oleh dr. Yunita Shara
4. Tahun 1987-1989 dipimpin oleh dr. Mikie Susilo
5. Tahun 1989-1994 dipimpin oleh dr. Gatot Kusharyoko
6. Tahun 1994-2000 dipimpin oleh dr. Indra Sari Aulia
7. Tahun 2000-2001 dipimpin oleh dr. Ida Salfantina
8. Tahun 2001-2005 dipimpin oleh drg. Dewi Hasanah Kamilah
9. Tahun 2005 dipimpin oleh PLT drg. Nurlita Warganegara
10. Tahun 2005-2006 dipimpin oleh dr. Evi Mutiah Afriyeti
11. Tahun 2006 sampai sekarang dipimpin oleh dr. Ria Sari

3.5.GAMBARAN WILAYAH GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS


GAMBARAN WILAYAH GEOGRAFIS
Wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Satelit seluas 853
Ha dan mempunyai 7 Kelurahan di Kecamatan Kedamaian , yaitu :

1. Kelurahan Tanjung Gading


2. Kelurahan Tanjung Raya
3. Kelurahan Kedamaian
4. Kelurahan Bumi Kedamaian
5. Kelurahan Tanjung Baru
6. Kelurahan Kali Balau Kencana
7. Kelurahan Tanjung Agung Raya

24
Batas wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit :

1. Sebelah Utara : Berbatas dengan Kecamatan Way Halim dan Sukarame


2. Sebelah Selatan : Berbatas dengan Kecamatan Bumi Waras dan Enggal
3. Sebelah Barat : Berbatas dengan Kecamatan Tanjun Karang Timur
4. Sebelah Timur : Berbatas dengan Kecamatan Sukabumi

Secara Topografi merupakan dataran rendah dan berbukit

Demografi

Data jumlah penduduk, jumlah KK, jumlah rumah dan luas wilayah kerja
BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit tahun 2016.

Tabel 1
Data Riil Jumlah Penduduk, Jumlah KK, Jumlah Rumah dan Luas Wilayah Per
Kelurahan
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016
Jumlah Jumlah Jumlah Luas
No Kelurahan
Penduduk Rumah KK Wilayah
1 Tanjung 3.903 780 1.005 165 Ha
2 Gading 6.037 1276 1.539 97 Ha

25
3 Tanjung 6.784 1929 1.731 120 Ha
4 Baru 534 457 91 Ha
5 Tanjung 8.675 1556 2.189 110 Ha
6 Raya 7.371 1538 1.794 155 Ha
7 Tanjung 8.315 2.026 15 Ha
Agung 1926
Raya
Kali Balau 436
Kencana
Bumi
Kedamaian
Kedamaian
Jumlah 41.619 9431 10.751 853 Ha

Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

KELURAHAN

NO PEKERJAAN K K T JUMLAH
T T B T
D B A
G R K B
M K R

PNS 1.
6 2 2 1 1
1 1
6 6 6 2 2 0 3.767
. 8
0 9 8 0 3
9

TNI 4
2 1 3 2
/POLRI 0 1 0 6 581
. 1 3 5
6

TANI 1
3 4 4 2 1
1 0 0 208
. 2 9 9 2
9

TUKANG 1 3 2 3 2 1
4 4
7 0 9 5 3 5 1.459
. 9
4 2 7 3 1 5
BURUH 1. 2
6 1 7 6 3
5 2 4
8 0 4 9 0 6.071
. 1 3
5 3 6 1 2
4 4

PENSIUNAN 1 1 7 1 1
6 4 5
1 3 7 0 0 1.752
. 5 2
4 7 3 5 3

26
2.
4 2 7 2 2 1
7 1
PEDAGANG 2 5 0 7 4 3 4.074
. 9
7 0 5 3 8 7
9

4
1. 1. 3 1. 7
. 2
8 7 7 5 3 3
LAIN-LAIN 6 5 20.325
. 9 7 0 7 8
9 0
0 7 8 8 4
8

Tabel 3
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

KELURAHAN

NO PENDIDIKAN T T JUMLAH
K K
T R B T A
D B
G K B R
M K
3 1 3 6 3 5 2 6429
1 0 2 1 5 5 4 1
SARJANA
. 4 0 5 2 3 5 5
9 1

9 1 2 1 7 8 4918
2
2 SARJANA 0 1 4 4 4 6
9
. MUDA 3 2 5 2
7
0 8

1 1 5 1 9 1 1 8717
3 0 2 6 9 6 7 1
SLTA
. 6 7 3 1 5 8 5
5 5 8 1 0

6 1 8 1 7 2 1 7596
4 6 4 0 3 3 5 0
SLTP
. 5 2 7 2 3 3 5
7 9 0

6 1 5 1 6 2 2 7303
5 6 1 2 6 0 4 2
SD
. 5 8 5 0 1 9 5
7 9 1

6 1 1 5 4 2 4 1516
TK 0
. 3 2 5 0 5 1

27
7 7 4 5 2

9 5 3 8 3 3 1
7 BELUM
7 5 8 8 0 3 3 3574
. SEKOLAH
7 6 3 5 7 4 2

1
8 BUTA 2
0 0 0 2 0 0 155
. HURUF 8
7

Tabel 4
Jumlah Penduduk Menurut Agama
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

KELURAHAN

NO AGAMA T K K T JUMLAH
T R B T A
D B
G K B R
M K
3 5 7 5 4 7 1 36439
1 6 5 4 1 9 8 9
ISLAM
. 3 4 4 3 5 0 3
3 2 0 1 2 7 4

1 6 1 1 2 3 8 2638
2 9 2 4 0 5 7
PROTESTAN
. 2 0 7 4 7 3
1

5 5 1 1 4 1 7 2386
3 8 0 3 0 3 9
KHATOLIK
. 5 6 5 6 4
0

1 7 2 8 2 2 1 927
4
BUDHA 1 5 5 0 0 8 2
.
7 5 7

9 4 4 6 1 1 3 304
5
HINDU 2 9 6 4
.
3

28
B. SASARAN
Data penduduk sasaran BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit
Tahun 2016, berdasarkan Proyeksi Data sasaran kegiatan Bidang
Kesehatan Dinkes Kota Bandar Lampung 2016.

Tabel 5
Data Penduduk Sasaran BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

KELURAHAN

NO SASARAN T K K T JUMLAH
T R B T A
D B
G K B R
M K
1 BAYI 1 2 2 1 2 1 5 1142
0 0 4 9 2 1 7
2 BALITA 5672
6 3 8 8 0 0
2
3 APRAS 2894
5 1 1 9 1 4 8
4 USIA SKLH 2 1 2 8 0 3 4 16088
9 1 3 7 9 6
5 REMAJA 1 4835
0 2 4
2 4 5 3
6 PUS 4 4 5 5 5 2 1 7895
7 BUMIL 4 6 6 5 0 4 1445
7
6 9 5
8 BURISTI 1 2 2 2 288
3 2 3 5 2 9 8
9 BULIN 5 5 1 3 8 1 1323
2
7 9 6 1 0 1
10 BUSUI 1 2519
2 1 8
4 7 8 8
11 WUS 14084
0 7 9 5 8 7
3
12 LANSIA 7 8 4 9 4 3 3064
5
8 8 2
13 BATITA 6 1 1 9 2705
6 1 1 2 1 4
14 BBLR 6 138
9 2 5 4 3 3
5
7 5 8 4 5
1
8 8 8 1
2 2 2
3
2 2 2 2 2 6
3 8 7 5 2 6
2
3 4 2 0
4 4 5
4 5 5 5 2 1
1
7 7 0 1
1 2 2

29
2 2 2 0 2 3 4
1 6 8 3 9
2 6
3 0 1
1 3 4 3
2 4 4 9 4 5 7
0 9 6 4 6
1 1
6 5 0
1 2 2 0
8 2 2 2 2 5 1
8 2 7 1 4 4
1
6 6 6 5 9
1 0
9 7 8
8 5 4 9
8 7 4 8 6 0
6
1 3 0 4 3
5
0 8 4
2 3 4
9 3 4 7 3 3
8 7 9 8 6
1
9 4 9
2 2 2
2 2 2 2 5
2 7 4

C. DATA PENDUDUK MISKIN


Untuk lebih jelasnya data penduduk miskin tahun 2016 dapat dilihat
pada tabel berikut ini :

Tabel 6
Data Penduduk Miskin di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap
Satelit tahun 2016

Jumlah
No Kelurahan Jumlah Penduduk Miskin
Penduduk

1 Tanjung Gading 3.903 1.061


2 Tanjung Raya 6.784 1.928
3 Kedamaian 8.315 2.103
4 Bumi Kedamaian 7.371 1.746
5 Tanjung Baru 6.037 2.537
6 Kali Balau Kencana 8.675 2.000
7 Tanjung Agung Raya 534 1.086
Jumlah 41.619 12.461

30
2.3 SARANA DAN PRASARANA
PENDIDIKAN
Untuk sarana pendidikan yang terdapat di wilayah kerja BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap Satelit dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7
Jumlah Sarana Pendidikan
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

KELURAHAN
SARANA
T T JUMLAH
K K
PENDIDIKAN T R B T A
D B
G K B R
M K
TK 3 2 7 6 3 7 3 31

SD 3 1 1 2 4 3 1 15
SLTP 1 0 1 0 2 1 2 7

SMA 1 0 2 0 1 0 1 5
PT 0 1 0 0 0 0 0 1

Sumber : Data Kec. Kedamaian

AGAMA
Untuk sarana ibadah yang terdapat di wilayah kerja BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap Satelit dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8
Jumlah Sarana Ibadah
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

SARANA KELURAHAN
IBADAH JUMLAH
T T K B T K T
G R D K B B A

31
M K R

Masjid 3 5 6 2 3 5 1 25
Mushola 4 3 5 4 5 4 3 28

Vihara 0 0 0 0 0 0 0 0

Gereja 0 0 0 0 0 0 0 0

Pura 0 0 0 0 0 0 0 0

Sumber : Data Kec. Kedamaian

SARANA PELAYANAN KESEHATAN


Untuk sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di wilayah kerja
BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 9
Sarana Pelayanan Kesehatan
di Wilayah Kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016

No Nama Sarana Jumlah

1 Puskesmas Induk Satelit 1

2 Poskeskel 7
3 Puskesmas Pembantu 3

4 Dokter Gigi 4

5 Dokter Praktek Swasta 3

6 Bidan Praktek Mandiri 4

7 Klinik Swasta 3

8 Toko Obat / Apotek 5

9 Posyandu 30

10 Laboratorium Kes. Swasta 2

11 Rumah Sakit 1

32
PERHUBUNGAN
Letak BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit sangat strategis karena
terletak di jalan raya, dekat dengan perumahan penduduk yang terdekat
cukup jalan kaki dan yang terjauh sesuai wilayah kerja dapat diakses
dengan kendaraan roda 4 , roda 2 dalam waktu kira-kira 30 menit.

2.4 KEADAAN ANGGARAN KESEHATAN


Sumber dana yang digunakan untuk operasional BLUD UPT
Puskesmas Rawat Inap Satelit Tahun 2016 berasal dari dana Operasional
APBD, dana BPJS, dana Retribusi, dana Program Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Kota Bandar Lampung (P2KMBL), dana APBN (BOK) serta
dana Pemeriksaan Jamaah Haji.

A. Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kota Bandar Lampung


(P2KMBL)
Anggaran P2KMBL BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit, tahun
2016 sebesar Rp 155.701.000,-

B. Dana Operasional APBD


Dana Operasional APBD di BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit
pada tahun 2016 sebesar Rp 13.600.000,-

C. Dana Pemeriksaan Jamaah Haji


Dana Pemeriksaan Jamaah Haji Tahun 2016 sebesar Rp 15.750.000,-

D. Dana BPJS
Dana BPJS Tahun 2016 sebesar Rp 2.046.900.600,-

E. Dana BOK (DAK Non Fisik)


Dana BOK (DAK Non Fisik) Tahun 2016 sebesar Rp 332.170.000,-

F. Dana Retribusi
Dana Retribusi Tahun 2016 sebesar Rp 307.040.819,-

33
2.5 KEADAAN TENAGA
Upaya kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna apabila
didukung oleh sumber daya manusia yang mencukupi. Berikut ini adalah
keadaan tenaga kesehatan di BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Satelit.

34
BAB IV
Metode Penelitian

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

penelitian analitik observasional, dan rancangan yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah cross sectional.

4.2.Variabel Penelitian
4.2.1 Variabel
4.2.1.1 Variabel bebas
Perilaku PSN (3M plus).
4.2.1.2 Variabel tergantung
Kejadian demam dengue.
4.3.Waktu dan Tempat Penelitan
4.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September Tahun 2017.
4.3.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Satelit Kota Bandar
Lampung.
4.4 Populasi Dan Sampel

4.4.1 Populasi target adalah seluruh penderita demam dengue di Kelurahan


Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota Bandar Lampung.
4.4.2 Sampel

Sampel penelitian ini berupa 15 orang penderita demam dengue dan 15

orang bukan penderita demam dengue pada bulan Januari – Juni di

Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota Bandar

35
lampung. Teknik sampling yang di gunakan dengan cara purposive

sampling dari populasi berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi yang

ditentukan sebelumnya.

Kriteria sampel yang memenuhi syarat yaitu :


1. Kriteria inklusi
- Penderita demam dengue.
- Tinggal di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota
Bandar lampung.
2. Kriteria eksklusi
- Sampel yang tidak bersedia mengisi kuisioner

4.5.Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan


bagaimana cara mengukur suatu variabel (Siswanto, Susila, Suyanto, 2013).
Definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut :

No. Variabel Definisi Alat ukur Kategori Skala

Variabel
Bebas
1. Menguras Frekuensi Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal
TPA pengurasan tidak
tempat menguras
penampungan air TPA satu
seperti bak minggu
mandi/WC, sekali
drum, dan 2. Baik, jika

36
tempat menguras
penampungan air TPA
lain (*) minimal
satu
minggu
sekali

2. Menutup Kebiasaan Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


TPA menutup secara tidak
rapat tempat menutup
penampungan air rapat
seperti gentong tempat
air/tempayan dan penampung
tempat an air
penampungan air 2. Baik, jika
lain (*) menutup
rapat
tempat
penampung
an air

3. Menying- Kebiasaan Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


kirkan atau menyingkirkan tidak
mendaur atau mendaur menyingkir
ulang ulang barang kan atau
barang bekas seperti Mendaur
bekas botol plastik, Ulang
kaleng, ban Barang

37
bekas, dan Bekas
barang bekas lain
yang dapat
menampung air 2. Baik, jika
(*) menyingkir
kan atau
mendaur
Ulang
Barang
bekas atau

kedua-
duanya

4. Memeliha- Memelihara ikan Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


ra ikan pemakan jentik tidak
pemakan (ikan kepala memelihara
jentik timah, ikan gupi, salah satu
ikan cupang, jenis ikan
ikan mujair, ikan tersebut

nila) (*) 2. Baik, jika


memelihara
salah satu
jenis ikan
tersebut

5. Memasang Memasang Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


kawat kasa kawat kasa pada tidak
lubang ventilasi memasang
rumah (*) kawat kasa
pada lubang

38
ventilasi
rumah
2. Baik, jika
memasang
kawat kasa
pada lubang
ventilasi
rumah

6. Menggan- Menggantung Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


tung pakaian yang menggan-
pakaian di telah dipakai di tung
dalam dalam rumah (*) pakaian
rumah yang telah
dipakai di
dalam
rumah
2. Baik, jika
tidak
menggan-
tung
pakaian
yang telah
dipakai di
dalam
rumah

7. Kebiasaan Menggunakan Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


tidur kelambu saat tidak

39
mengguna- tidur pada pukul mengguna-
kan 08.00-10.00 dan kan
kelambu 15.00-17.00 (*) kelambu
saat tidur
pada pukul
08.00-10.00
dan 15.00-
17.00
2. Baik, jika
mengguna-
kan
kelambu
saat tidur
pada pukul
08.00-10.00
dan 15.00-
17.00 atau
tidak tidur
pada pukul
08.00-10.00
dan 15.00-
17.00

8. Mengguna- Kegiatan untuk Kuesioner 1. Buruk, jika Ordinal


kan obat menghindari tidak
anti gigitan nyamuk, mengguna-
nyamuk berupa kan obat
penggunaan anti
reppelent, obat nyamuk

40
nyamuk bakar, pada pukul
semprot, atau 08.00-10.00
elektrik pada dan 15.00-
pukul 08.00- 17.00
10.00 dan 15.00- 2. Baik, jika
17.00 (*) mengguna-
kan obat
anti
nyamuk
pada pukul
08.00-10.00
dan 15.00-
17.00

4.5. Instrumen Penelitian

4.5.1. Kuesioner

4.5.1.1. Penelitian ini menggunakan instrument berupa kuesioner.

Kuesioner yang digunakan berisi 13 pertanyaan, dan

dibagi menjadi 9 bagian

4.5.1.1.1. Bagian pertama mengenai identitas, pendidikan

terakhir, dan pekerjaan.

4.5.1.1.2. Bagian kedua mengenai kebiasaan menguras

penampungan air.

4.5.1.1.3. Bagian ketiga mengenai kebiasaan menutup

penampungan air.

41
4.5.1.1.4. Bagian keempat mengenai kebiasaan

menyingkirkan barang bekas.

4.5.1.1.5. Bagian kelima mengenai kebiasaan memelihara

ikan pemakan jentik.

4.5.1.1.6. Bagian keenam mengenai penggunaan kawat

kasa pada ventilasi rumah.

4.5.1.1.7. Bagian ketujuh mengenai kebiasaan

menggantung pakaian.

4.5.1.1.8. Bagian kedelapan mengenai kebiasaan tidur

menggunakan kelambu.

4.5.1.1.9. Bagian kesembilan mengenai penggunaan obat

anti nyamuk.

4.6. Pelaksanaan Penelitian

4.6.1. Perencanaan

4.6.1.1. Pengajuan proposal penelitian yang berisi perumusan

masalah, studi pustaka, menetapkan sampel dan populasi

penelitian, serta rancangan penelitian.

4.6.1.2. Mempersiapkan instrumen penelitian

Membuat kuesioner dengan jumlah pertanyaan 15 poin

Pengambilan sampel dan pengumpulan data

4.6.1.3. Sampel diambil menggunakan teknik consecutive

sampling dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi

yang ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan dasar

42
teori. Jumlah responden yang diteliti sebagai responden

sebanyak 30 orang.

4.6.1.4. Teknik pengambilan sampel dimulai dilakukan pada hari

kerja dari jam 08.00 sampai dengan selesai.

4.6.1.5. Pengambilan sampel dilakukan melalui anamnesis kepada

para responden dengan acuan kuesioner yang sudah ada.

4.6.1.6. Setelah semua populasi terkumpul lakukan pemilihan

sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang

telah ditentukan sebelumnya dan tertulis pada item

pertanyaan kuesioner.

4.6.2. Pengolahan Data

Data yang terkumpul akan dianalisis melalui proses tahapan

pengolahan data yang mencakup kegiatan berikut.

4.6.2.1. Editing, data yang sudah dikumpulkan dilakukan

pengecekan kembali untuk menghindari kesalahan atau

kemungkinan adanya pertanyaan yang belum terisi.

4.6.2.2. Coding, data yang ada dikategorikan, diberi kode tertentu

sesuai dengan kriteria yang ada pada daftar pertanyaan.

4.6.2.3. Entry data, pemasukkan data ke program.

4.6.2.4. Tabulating, data dikelompokkan sesuai dengan sifat yang

dimiliki dan dipindahkan ke dalam suatu tabel.

4.6.2.5. Cleaning, sebelum analisis data dilakukan pengecekan dan

perbaikan terhadap data yang sudah masuk.

43
Lalu diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi

dengan program SPSS 17 menggunakan analisis statistik.

4.7. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 11 sampai dengan 29

September 2017di Puskesmas Satelit.

4.8. Analisis Data

4.8.1. Analisis deskriptif untuk mengetahui distribusi pendidikan dan

pekerjaan responden.

4.8.2. Analis bivariat untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel.

44
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11–29 September 2017 di Puskesmas

Satelit menggunakan data primer berupa kuesioner. Dari hasil penelitian

didapatkan 30 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 30

responden dibagi dalam 15 orang penderita demam dengue dan 15 orang bukan

penderita demam dengue.

HASIL

Pada hasil penelitian ini di dapatkan, dari kelompok bukan penderita demam

dengue yang jumlahnya sebanyak 15 orang terdapat 7 orang berperilaku baik dan

8 orang berperilaku buruk. Sedangkan dari kelompok penderita demam dengue

yang jumlahnya sebanyak 15 orang terdapat 5 orang berperilaku baik dan 10

orang berperilaku buruk. Jika dihitung dalam persentase, terdapat 47% orang

berperilaku baik dan 53% orang berperilaku buruk pada kelompok bukan

penderita. Sedangkan pada kelompok penderita demam dengue 33% orang

berperilaku baik dan 67% orang berperilaku buruk. Hasil tersebut dapat di lihat

pada tabel di bawah ini.

45
HASIL
12
10
8
6
4
2
0
BUKAN PENDERITA PENDERITA

BAIK BURUK

BUKAN PENDERITA
BAIK BURUK

47%
53%

PENDERITA
BAIK BURUK

33%

67%

46
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

PENDIDIKAN

17% 10%
TIDAK PERNAH SEKOLAH
TIDAK TAMAT SD
10%
TAMAT SD

46% TAMAT SMP


17%
TAMAT SMA

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berpendidikan tidak tamat sekolah dasar (46%), sebagian lainnya

berpendidikan tamat sekolah dasar (17%), tamat sekolah menengah atas

(17%), tamat sekolah menengah pertama (10%), dan sebagian kecil tidak

pernah sekolah (10%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

PEKERJAAN
Buruh Pedagang Tidak bekerja Lain-lain

20%
43%

27%

10%

47
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden

berprofesi lainnya (43%), sebagian berprofesi sebagai pedagang (27%)

dan buruh (20%), dan sebagian kecil tidak bekerja (10%).

Berdasarkan desain penelitian potong lintang yang dilakukan, hasil


penelitian dituangkan dalam tabel 2x2 seperti berikut:

PENDERITA BUKAN
PENDERITA

BAIK A B
BURUK C D

Hasil penelitian akan dituangkan dalam rumus berikut untuk mencari prevalensi
rate:

𝐴 𝐶
:
𝐴+𝐵 𝐶+𝐷
Jika dituangkan dalam rumus tersebut maka didapatkan hasil:

5 10
: = 0,75
12 18

Hal ini menyatakan bahwa prevalensi rate pada penelitian ini kurang dari 1,

sehingga dapat dinyatakan bahwa perilaku PSN (3M plus) mencegah kejadian

demam dengue.

48
PEMBAHASAN

Pada hasil penelitian ini di dapatkan, dari kelompok bukan penderita

demam dengue yang jumlahnya sebanyak 15 orang terdapat 7 orang berperilaku

baik dan 8 orang berperilaku buruk. Sedangkan dari kelompok penderita demam

dengue yang jumlahnya sebanyak 15 orang terdapat 5 orang berperilaku baik dan

10 orang berperilaku buruk. Jika dihitung dalam persentase, terdapat 47% orang

berperilaku baik dan 53% orang berperilaku buruk pada kelompok bukan

penderita. Sedangkan pada kelompok penderita demam dengue 33% orang

berperilaku baik dan 67% orang berperilaku buruk. Salah satu faktor yang

membentuk perilaku seseorang adalah pengetahuan.

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu

dengan hal yang diajarkan. Menurut Sunaryo (2004), pengetahuan adalah hasil

dari tahu yang terjadi malalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap

objek tertentu. Pengetahuan adalah berbagai gejala yang di terima dan di peroleh

manusia melalui pengamatan indrawi pengetahuan muncul ketika seseorang

menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian

tertentu yang belum pernah dilihat atau di rasakan sebelumnya. Sebagian besar

pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan menurut Suliha (2002), faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah sebagai berikut :

49
1) Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi

perubahan perilaku positif yang meningkat. Sedangkan mayoritas

pendidikan di wilayah Puskesmas Rawat Inap Satelit adalah tingkat SD.

Hal ini sangat berpengaruh dalam penyampaian informasi maupun

penerimaan mereka terhadap suatu informasi yang dianggap baru.

2) Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan

memberikan pengetahuan yang jelas. Sumber informasi yang diharapkan

dapat diberikan dari petugas kesehatan yang memang berwenang

memberikan informasi yang tepat berkenaan dengan ilmu dan

pengetahuan. Namun, masyarakat di wilayah Puskesmas Rawat Inap

Satelit cenderung mencari informasi terhadap pegalaman tetangga ataupun

orang terdekat, sehingga kebenaran informasi terkadang tidak akurat.

Informasi yang tidak akurat ini menyebabkan pengetahuan yang kurang

tepat, yang berujung pada pemilihan sikap yang kurang tepat pula.

3) Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang

memiliki sikap dan kepercayaan. Sikap dan kepercayaan bahwa banyak

anak, semakin banyak rezeki memang sudah menjadi kebiasaan bagi

kebanyakan masyarakat di wilayah Puskesmas Rawat Inap Satelit namun

sayangnya tidak selaras dengan pengetahuan dan sikap yang diambil.

50
4) Pengalaman

Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang

sesuatu yang bersifat non formal. Mubarak (2006) mengemukakan bahwa

umur sangat mempengaruhi ibu dalam memperoleh informasi yang lebih

banyak dan secara langsung ataupun tidak langsung akan meningkatkan

pengetahuan. Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun.

5) Sosial Ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Teori Lawrence Green (1980) berusaha mengungkapkan determinan

perilaku dari analisis beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku, yang

berhubungan dengan kesehatan.

Menurut Green kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2

faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku

(non- behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk

dari 3 faktor, yakni :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

51
sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari

orang dan masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,

sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan

mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Seseorang yang tidak mau

menerapkan perilaku PSN (3M plus) dapat disebabkan karena orang tersebut tidak

tahu atau belum mengetahui manfaat dari perilaku tersebut bagi dirinya dan

keluarganya (predisposing factors).

PENDIDIKAN

17% 10%
TIDAK PERNAH SEKOLAH
TIDAK TAMAT SD
10%
TAMAT SD

46% TAMAT SMP


17%
TAMAT SMA

52
TINGKAT PENDERITA BUKAN PENDERITA
PENDIDIKAN
TIDAK SEKOLAH 2 1
TIDAK TAMAT SD 8 6
SD 2 3
SMP 2 1
SMA 1 4

Dari hasil tabel diatas didapatkan bahwa tingkat pendidikan tidak merata,

sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini apakah ada hubungan

antara tingkat penididkan dengan kejadian demam dengue.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan

pengetahuan, sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat

(Sukanto, 2000).

Penderita Bukan
Pekerjaan penderita Jumlah
Buruh 2 4 6
Pedagang 5 3 8
Tidak 1 2
bekerja 3
Lain-lain 7 6 13

Dari hasil tabel diatas didapatkan bahwa jenis pekerjaan tidak merata,

sehingga tidak dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini apakah ada hubungan

antara jenis pekerjaan dengan kejadian demam dengue.

53
Pada tanggal 17 Oktober 2017 dilakukan follow up kembali untuk melihat

ada tidaknya perubahan perilaku dari yang buruk menjadi baik pada responden

penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perubahan perilaku menjadi

lebih baik dalam beberapa aspek, seperti perilaku menguras tempat penampungan

air, menutup tempat penampungan air, menyingkirkan barang bekas, dan tidak

menggantung pakaian terlalu lama di dalam rumah. Selain itu pemberian

penyuluhan tentang cara pemeriksaan jentik nyamuk juga memiliki efek yang

baik. Para responden diminta untuk memeriksa ada tidaknya jentik nyamuk di

tempat penampungan air mereka sekali dalam seminggu kemudian dilaporkan

kepada petugas pemantau jentik di lingkungannya. Untuk memudahkan

pencatatan data maka kegiatan tersebut dilakukan serentak setiap hari jumat.

Namun masih terdapat perilaku responden yang kurang baik. Seperti belum

adanya kesadaran untuk memasang kawat kasa, memelihara ikan pemakan jentik,

tidak menggunakan kelambu saat tidur, dan tidak menggunakan obat anti nyamuk.

Hal-hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ekonomi,

fasilitas yang kurang memadai, budaya, dan lainnya.

Teori Lawrence Green (1980) berusaha mengungkapkan determinan

perilaku dari analisis beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku, yang

berhubungan dengan kesehatan.

Menurut Green kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2

faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku

(non- behavior causes).

54
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,

yakni :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas

atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,

alat-alat kontrasepsi, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari

orang dan masyarakat yang bersangkutan. Pengetahuan juga berasal dari

pengalaman atau informasi yang diperoleh, seperti media massa, media

elektronik, maupun media cetak ataupun penyuluhan.

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai

pada domain kognitif, dalam arti, subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus

yang berupa materi atau objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan

baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam

55
bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan

yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan

menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan terhadap atau

sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam

kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.

Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui

terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan

seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang baik tidak selalu berarti dapat memprediksikan tindakan

yang dilakukan. Bisa jadi pengetahuan yang baik, tindakan yang dilakukan justru

tidak baik atau sebaliknya. Seseorang telah berperilaku positif, meskipun

pengetahuan dan sikapnya negatif (Notoatmodjo, 2007).

Hal tersebut menunjukkan bahwa bukan hanya pengetahuan yang

mempengaruhi responden dalam berperilaku atau tidak berperilaku PSN (3M

plus), tetapi masih banyak faktor lain selain pengetahuan yang turut

mempengaruhi perilaku responden.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan, diperlukan faktor

pendukung dan kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007).

56
Sikap yang positif atau baik terhadap perilaku PSN (3M plus) belum tentu

menunjukkan tindakan yang positif juga yaitu dengan melakukan atau

menerapkan perilaku PSN (3M plus). Bisa jadi sikap yang positif tindakan yang

dilakukan adalah negatif, begitupun sebaliknya sikap negatif atau kurang baik,

tetapi tindakannya positif. Peneliti menyimpulkan dari hal ini bahwa sikap dapat

berpengaruh pada responden dalam menentukan perilaku PSN (3M plus), akan

tetapi hal-hal lainnya seperti pemahaman, pengaruh dari luar dan faktor lainnya

juga tidak dapat diabaikan.

Pembentukan sikap yang positif menuju suatu tindakan yang positif tidak

dapat diwujudkan dalam waktu yang singkat. Respon seseorang dimulai dari

perhatiannya terhadap suatu stimulus sampai dapat bertanggung jawab atas

dirinya sendiri terhadap stimulus yang diberikan memerlukan proses yang

bertahap. Pembentukan sikap harus dimulai dari adanya kepercayaan terhadap

pemberian stimulus, kehidupan emosional, sampai kecenderungan untuk

bertindak (tend to behave) (Azwar, 2003).

57
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian tentang perilaku PSN (3M plus) dengan

kejadian demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan

Kedamaian Kota Bandar Lampung dengan jumlah sampel 30 orang, dapat

diambil kesimpulan:

1.1.1. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kejadian

demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian

Kota Bandar Lampung.

1.1.2. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian demam

dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian Kota

Bandar Lampung.

1.1.3. Terdapat hubungan antara perilaku PSN (3M plus) dan kejadian

demam dengue di Kelurahan Tanjung Baru Kecamatan Kedamaian

Kota Bandar Lampung, perilaku PSN (3M plus) dapat mencegah

kejadian demam dengue.

1.2. Saran

Untuk penelitian selanjutnya penulis memberikan saran:

1.2.1. Penyuluhan mengenai pentingnya perilaku PSN (3M plus) perlu

dilakukan secara menyeluruh kepada warga di wilayah kerja

Puskesmas Satelit

58
1.2.2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi terhadap perilaku PSN (3M

plus) perlu diteliti lebih lanjut agar kejadian demam dengue di

wilayah kerja Puskesmas Satelit dapat menurun.

1.2.3. Warga diikutsertakan berperan aktif untuk menjadikan wilayah

kerja Puskesmas Satelit menjadi lingkungan yang sehat, dengan

cara menampung aspirasi dan saran dari masyarakat.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Alma, Lucky Radita, 2013, Pengaruh Status Penguasaan Tempat Tinggal dan
Perilaku PSN DBD terhadap Keberadaan Jentik di Kelurahan Sekaran Kota
Semarang. Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
2. Budioro B, 2001, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
3. Departemen Kesehatan RI, 2004, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
4. Deswara, Primadatu, 2012, Hubungan Kepadatan Nyamuk Aedes aegypti di dalam
Rumah dengan Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Masyarakat
di Kota Metro Provinsi Lampung Tahun 2012, Skripsi, Universitas Indonesia.
5. Frida N, 2008, Mengenal Demam Berdarah Dengue, CV Pamularsih, Jakarta.
6. Jatin, M Vyas. 2013. Medline Plus.
7. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik),
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
8. Notoatmojo, Soekidjo, 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,
Jakarta.
9. Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2015, 2016.
10. Pulungtana, JY, Acep Effendi, dan Yendris K. Syamruth, 2011, Uji Beda Kemampuan
Ikan Kepala Timah (Aplocheilus panchax), Ikan Mujair (Tilapia mossambica), dan
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dalam Memakan Jentik Nyamuk Aedes aegypti,
MKM, Vol. 6, No. 1, Desember 2011.
11. Rahman, Deni Abdul, 2012, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Praktik 3M
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas
Blora Kabupaten Blora, Vol. 1, No.2, 2012.
12. Rini, AS, Ferry Efendi, dan Eka Misbahatul M Has, 2012, Hubungan Pemberdayaan
Ibu Pemantau Jentik (Bumantik) dengan Indikator Keberhasilan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) di Kelurahan Wonokromo Surabaya, Indonesian Journal of
Community Health Nursing, Vol. 1, No. 1, 2012-10.

60
13. Safar, Rosdiana, 2010, Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Helmintologi,
Entomologi, CV. Yrama Widya, Bandung.
14. Salawati, Trixie, dkk, 2010, Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor
Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk (Studi Kasus di Wilayah
Kerja Puskesmas Srondol Kecamatan Banyumanik Kota Semarang), Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 6, No. 1, 2010.
15. Sari, Puspita, Martini, dan Praba Ginanjar, 2012, Hubungan Kepadatan Jentik Aedes
sp dan Praktik PSN dengan Kejadian DBD di Sekolah Tingkat Dasar di Kota
Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, No 2, 2012, hlm. 413-422.
16. Soedarmo, SSP, 1998, Demam Berdarah (Dengue) pada Anak, UI Press, Jakarta.
17. Soegijanto, Soegeng, 2002, Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan,
Salemba Medika, Jakarta.
18. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI, 2008, Parasitologi Kedokteran Edisi
Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
19. Taviv, Yulian, Akhmad Saikhu, dan Hotnida Sitorus, 2010, Pengendalian DBD
melalui Pemanfaatan Pemantauan Jentik dan Ikan Cupang di Kota Palembang,
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 4, 2010, hlm. 215-224.
20. Widodo, NP, 2012, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun
2012, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.
21. Winarsih, Sri, 2012, Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku PSN
dengan Kejadian DBD, Unnes Journal of Public Health, Vol. 2, No. 1, 2013.
22. Yatim, Faisal, 2008, Macam-Macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya
Jilid 2, CV. Pamularsih, Jakarta.
23. Zulkoni, Akhsin, 2010, Parasitologi, Nuda Medika, Yogyakarta.

61

You might also like