Professional Documents
Culture Documents
AWATARA
Oleh:
Nama : I Gusti Ayu Agung Handayani
No : 14
Kelas : VII J
Dalam ajaran agama Hindu, Matsya (Dewanagari :मत् स्य; IAST: matsya) adalah
awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri
berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa
pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra
Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu
mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu untuk
segera membuat bahtera besar.
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh, yang konon
membuat bahtera besar untuk melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda bumi.
Kisah dengan tema yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti kisah dari penduduk
asli Amerika dan dari Yunani.
Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: कुमम; Kurma) adalah awatara (penjelmaan)
kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada masa
Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan
mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon
terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa
dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka
membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya.
Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung
tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra
memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta
amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih. Kurma juga nama dari seorang resi,
putra Gretsamada.
Waraha (Sanskerta: वाराह; Varāha) adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa
Wisnu yang berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga (zaman
kebenaran). Kisah mengenai Waraha Awatara selengkapnya terdapat di dalam
kitab Warahapurana dan Purana-Purana lainnya.
Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang
raksasa bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya
(raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan
kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang
memiliki dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh
Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena
dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa
melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan
waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti
bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan kembali
bumi pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud awatara
tersebut.
Dalam agama Hindu, Wamana (Devanagari: वामन ; Vāmana) adalah awatara Wisnu
yang kelima, turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan Kasyapa, seorang Brahmana.
Ia (Wisnu) turun ke dunia guna menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada
raja Bali (Mahabali, seorang Asura, cucu dari Prahlada. Raja Bali telah merebut surga dari
kekuasaan Dewa Indra, karena itu Wisnu turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi
hukuman pada Raja Bali. Wamana awatara dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak
kecil yang membawa payung. Wamana Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu
yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun berwujud Brahmana mungil. Wamana
kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."
6. Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga
Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra (Sanskerta:
रामचन्द्र; Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon
hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari
Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara
Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah
kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang
disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera
sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada
Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan
sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak
kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
8. Kresna Awatara, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga
Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang
dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan
mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang
bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam
kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan
Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum,
ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu.
Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiy Waisnawa, ia dianggap
sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam
tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana,
ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia
digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam
wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan
berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat
Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna
tentang ilmu rohani.
Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu)
sebagai awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu.
Dalam Bhagawatapurana, Beliau disebut sebagai awatara kedua puluh empat di antara dua
puluh lima awatara Wisnu. Kata buddha berarti "Dia yang mendapat pencerahan" dan dapat
mengacu kepada Buddha lainnya selain Gautama Buddha, pendiri Buddhisme yang dikenal
pada masa sekarang.
Berbeda dengan ajaran Hindu, ajaran Gautama Buddha tidak menekankan keberadaan
"Tuhan sang Pencipta" sehingga agama Buddha termasuk bagian dari salah satu
aliran nāstika (heterodoks; secara harfiah berarti "Itu tidak ada") menurut aliran-aliran agama
Dharma lainnya, seperti Dwaita. Namun beberapa aliran lainnya, seperti Adwaita, sangat mirip
dengan ajaran Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya
10. Kalki Awatara, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga
Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Dewanagari: कल्कि; IAST: Kalki; juga ditulis
sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara Wisnu kesepuluh sekaligus yang terakhir, yang akan
datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran) saat ini. Nama kalki
seringkali dipakai sebagai metafora untuk kekekalan dan waktu. Berbagai tradisi memiliki
berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki
muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki yaitu Beliau adalah awatara yang
mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya Devadatta [anugerah
Dewa] dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan
untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali kemudian menegakkan kembali
dharma dan memulai zaman yang baru.