You are on page 1of 41

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA STRUMA

Diposting oleh Abidah Ismawati di 03.45


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu,
akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit struma. Fungsi kelenjar gondok yang
membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang
disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau
penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di
depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya
mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif
memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon
yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran
kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan
tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan
354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak
hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme
(kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting
menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.

B. Tujuan Penulisan
1. Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian Struma
2. Diharapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit Struma

C. Ruang Lingkup Penulisan


1. Pengertian Struma
2. Etiologi Struma
3. Klasifikasi Struma
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Struma
6. Komplikasi Struma
7. Pemerikasaan Diagnostik
8. Penatalaksanaan

D. Metode Penulisan
1. Dengan mengumpulkan literatur dan mencari di internet
2. Berdiskusi dengan teman sekelompok dan teman beda kelompok

E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Struma
B. Etiologi Struma
C. Klasifikasi Struma
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Struma
F. Komplikasi Struma
G. Pemerikasaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Asuhan Keperawatan
C. Jurnal
BAB IV PENUTUP
A. Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Struma
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan
leher (Dorland, 2002).

Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea.
Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon
kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan
oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan
untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai
usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi Struma
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah
dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan
tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma
koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor
jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8. Anomali
9. Peradangan atau tumor/neoplasma

C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan

2. Berdasarkan klinisnya :
2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
a. Difusa : endemik goiter, gravid
b. Nodusa : neoplasma
2.2 Toksik (hipertiroid)
a. Difus : grave, tirotoksikosis primer
b. Nodusa : tirotoksikosis skunder

3. Berdasarkan morfologinya :
3.1 Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi
iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi
dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan
tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang
terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat.
Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan
iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau
kelenjar akan menjadi fase istirahat.
3.2 Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh
karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau
defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan
mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar
membesar.
3.3 Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma
colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari
tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing
periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah
hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan
juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan
akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian.
Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya
sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi
yang berlebihan/mengecil).

D. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid
termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat
memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila
dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau
neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat
membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi
kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan
dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung
meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan
Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai
tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak
disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid,
peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada
sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium.
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari
makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam
kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel
folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya
mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin
(MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah
berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra
iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3)
untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine.
Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea,
sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang
berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang
mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik,
gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan
adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan
terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat
dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang
kembali.
Dampak struma thdp tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea,
esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
berdampak thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan
pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar,
maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan.
perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.

Pathway Terjadinya Struma


E. Manifestasi Klinis Struma
1. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung,
sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini
menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi
hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit
3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-
beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju
filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal,
sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.
2. Keringat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas,
proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir
mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan
mudah berkeringat.
3. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang mengakibat kurangnya atau
tidak adanya nutrisi dan cairan yang bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi
pada penderita struma terganggung.
4. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus
pada tangan
5. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh
karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan
sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien
lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
6. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel lemak tubuh) menyebabkan
berat badan menurun, asam lemak bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke
tubuh. Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya enzim proteolitik
sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan
ekresi urea.
7. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala
mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik
(morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di
belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan
peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar
yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan
pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan
peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
8. Nyeri pada tenggorokan ( Karena area trakea tertekan )
9. Kesulitan bernapas dan menelan ( Karena area trakea tertekan )
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
10. Suara serak
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

F. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak.

3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien
sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat
menebal dan tidak dapat dicubit.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di
auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.

2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian
Alves didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara
pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin)
dalam batas normal.
Nilai normal :
3.1 T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL
3.2 Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL
3.3 T3 serum : 115 - 190 µg/dL
3.4 TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL
3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 %
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)
Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah
padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi
digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun
yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan
ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya
dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran
hipoekoik disekelilingnya.
4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.

USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:

4.1 Dapat menentukan jumlah nodul.


4.2 Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.
4.3 Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.
4.4 Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang
tidak terlihat dengan sidik tiroid.
4.5 Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG
sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
4.6 Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah.
4.7 Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
5. Pemeriksaan sidik tiroid.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral dan setelah
24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :
5.1 Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.Hal ini
menunjukkan fungsi yang rendah.
5.2 Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini
memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
5.3 Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul
itu ganas atau jinak.
6. Dilakukan foto thorak posterior anterior.
Memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal, untuk evaluasi
kondisi jalan nafas.

7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig.
8. Biopsy dan Sitologi Tiroid
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy
aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena
lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik
atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.

A. Jarum yang diletakan ke spuid dan ditahan dalam penahan dimasukan ke dalam
pembengkakan tiroid yang akan menjalani biopsy.
B. Pengisap ditarik pada tangkai spuid.
C. Dengan mempertahankan pengisapan, jarum digerakkan maju mundur pada pembengkakan
dalam berbagai arah.
D. Pengisap dilepaskan dari spuid.
E. Jarum dan spuid lalu ditarik dari pembengkakan tiroid.

Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle
aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma
tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran
tumor, asalkan lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan
anastesi lokal.

A. Jarum diambil dari spuid.


B. Udara ditarik ke dalam spuid.
C. Jarum dan spuid disambung lagi.
D. Penghisap spuid didorong lembut ke bawah, yang mengeluarkan sel ke atas gelas objek
mikroskop

H. Penatalaksanaan
1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.1 Obat antitiroid
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

1.2 Pengobatan dengan yodium radioaktif


Indikasi :
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Iodium radioaktif diberikan melalui mulut, dalam bentuk cairan 1-2 ml, tidak berasa dan
berbau, dan dengan cepat diserap melalui saluran cerna. Iodium radioaktif ini akan masuk ke
kelenjar tiroid melalui aliran darah dan merusak kelenjar tiroid. Walaupun radioaktivitas ini
menetap selama beberapa waktu dalam kelenjar tiroid, iodium radioaktif ini akan dikeluarkan
melalui bagian tubuh dalam beberapa hari.
Efek pada kelenjar tiroid akan terjadi dalam 1-3 bulan dan efek maksimal terjadi antara 3-
6 bulan. Pada sebagian kasus pengobatan iodium radioaktif cukup satu kali saja, akan tetapi
pada keadaan dengan kelenjar gondok yang besar, diperlukan dosis iodium radioaktif yang
kedua untuk mengablasi/mematikan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid yang diablasi lama
kelamaan produksi hormon tiroid akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali dan dalam
jangka panjang dapat terjadi hipotiroid (kebalikan dari hipertiroid).
Oleh karena itu setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif secara berkala setiap 6-12
bulan diperiksa fungsi tiroid dan bila terjadi hipotiroid, harus diberikan pengganti/substitusi
hormon tiroid yang diberikan seumur hidup (karena kelenjar tiroid sudah tidak berfungsi lagi)
dengan dosis sesuai kebutuhan. Pasien cukup minum tablet hormon tiroid secara teratur
seperti halnya minum vitamin.

1.3 Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau
sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris
total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid,
hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap
karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
• Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
• Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid

2. Struma Nodular Toksik


Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya
kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit
Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi
yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan
karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan
subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
3. Struma Non Toksis
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya
kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit
Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi
yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan
karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan
subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah:

3.1 Keganasan
3.2 Penekanan
3.3 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya
satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal
tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga
deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

a. Inoperabel
b. Kontraindikasi operasi

c. Ada residu tumor setelah operasi

d. Metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif
untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik
(TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak
resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral

THYRAX
INDIKASI
 Hipotiroidisme karena berbagai macam sebab.
 Menekan kadar TSH (hormon perangsang tiroid) pada keadaan goiter, nodulus, & setelah
pengobatan kanker tiroid dengan radiologi dan atau pembedahan
 Menekan efek goitrogenik dari obat-obat lain, untuk diagnosis, & pada penekanan tes.

PERHATIAN
Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah dan atau miksoedema berat dan yang
lama terjadi.
Interaksi obat : antikoagulan oral, antidiabetik, Digitalis, Kolestiramin, Fenitoin.

EFEK SAMPING
Takhikardia, kegugupan, gemetar, sakit kepala, kemerahan pada leher & wajah, berkeringat,
kehilangan berat badan. KEMASAN Tablet 100 mcg x 100 biji.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1.1 Identifikasi pasien.
1.2 Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri
akibat luka operasi.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar
sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar
berpenyakit gondok.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.
1.6 Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-
tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.

2.2 Kepala dan leher


Pada pasien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi
yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain.
Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
2.3 Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau
karena adanya darah dalam jalan nafas.
2.4 Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah
yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
2.5 Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi
umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
2.6 Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
2.7 Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
2.8 Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
2.9 Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya
sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
2.10 Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
2.11 Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin
digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat
dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
2.12 Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

B. ASUHAN KAPERAWATAN
DATA FOKUS
Data subjektif Data objektif
- Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan
- Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan
yang rasanya seperti tercekik ditemukan adanya pembengkakan (massa)
- Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan lebih dari satu.
- Pasien mengeluh suara serak - TTV:
- Pasien mengatakan 
sehari-harinya TD: 13/80 mmHg
mengkonsumsi sayur-sayuran dari 
jenis HR: 96x/mnt

Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels RR: 28x/mnt
kecambah dan ketika masak jarang  T: 37,40C
menggunakan garam yang beriodium - BB sebelum: 50, sesudah: 47
- Pasien mengatakan, makan hanya 4-5
- TB: 153
sendok. - IMT: 20,1 kg/m2
- Pasien mengatakan malu terhadap
- Defisit cairan: 2.01 L
keadaannya - Kesadaran composmentis
- Pasien mengatakan cemas karena akan - Pemeriksaan lab:
dilakukannya tindakan operasi
 T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
- Pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya
 T4: 87,8 (N: 45-120)
 TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
 F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat bantu
nafas: cuping hidung
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang
- Skala nyeri: 7
- Pasien tampak gelisah/cemas
- Pasien terlihat berbicara gagap
- Capillary refill
- Hasil AGD:
 pH: 7,30
 PO2: 70
 PCO2: 50
 HCO3: 22
- Stridor
- Ekspresi muka pasien tampak meringis
- Serum: 150
- Anoreksia sekunder
- Interaksi pasien dengan lingkungan
berkurang
- Pasien terlihat bingung dengan keadaannya

ANALISA DATA
Data Fokus Problem Etiologi
DS: Ketidakefektifan bersihan Adanya massa
- Pasien mengeluh sulit bernapas jalan nafas
dan menelan
- Pasien mengeluh suara serak

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
 T3: 1,03 N: 0,15-1,65
 T4: 87,8 N: 45-120
 TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
 F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Stridor
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis

DS: Gangguan pertukaran gas Obstruksi partial


- Pasien mengeluh sulit bernapas mekanik
dan menelan

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Capillary refill
- Hasil AGD:
 pH: 7,30
 PO2: 70
 PCO2: 50
 HCO3: 22
- Kesadaran composmentis

DS: Ketidakefektifan pola nafas Adanya obstruksi


- Pasien mengeluh sulit bernapas trakkeofaringeal
dan menelan

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
 T3: 1,03 N: 0,15-1,65
 T4: 87,8 N: 45-120
 TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
 F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis

DS: Gangguan perfusi jaringan Suplai O2 tidak adekuat


- Pasien mengeluh sulit bernapas
dan menelan

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
 T3: 1,03 N: 0,15-1,65
 T4: 87,8 N: 45-120
 TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
 F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis

DS: Gangguan rasa nyaman Proses penyakit


- Pasien mengeluh nyeri pada nyeri
tenggorokan yang rasanya seperti
tercekik

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- Ekspresi muka pasien tampak
meringis
- Kesadaran composmentis
- Skala nyeri: 7

DS: Gangguan menelan Obstruksi partial


- Pasien mengeluh sulit menelan mekanik
- Pasien mengatakan, makan hanya
4-5 sendok.

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- Pemeriksaan lab:
 T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
 T4: 87,8 (N: 45-120)
 TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
 F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
- Anoreksia sekunder

DS: Gangguan keseimbangan Intake yang tidak


- Pasien mengeluh sulit menelan cairan dan elektrolit adekuat

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- BB sebelum: 50, sesudah: 47
- TB: 153
- Defisit cairan: 2.01 L
- Kesadaran composmentis
- Serum: 150
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang

DS: Gangguan pemenuhan Disfagia


- Pasien mengeluh sulit menelan nutrisi
- Pasien mengatakan, makan hanya
4-5 sendok.

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- BB sebelum: 50, sesudah: 47
- TB: 153
- IMT: 20,1 kg/m2
- Kesadaran composmentis
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang
- Anoreksia sekunder

DS: Kerusakan komunikasi Adanya penekanan


- Pasien mengeluh suara serak verbal pada pita suara

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- Pasien terlihat berbicara gagap

DS: Gangguan citra diri Perubahan fisiologis


- Pasien mengatakan malu terhadap tubuh (pembengkakan
keadaannya leher)

DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- Interaksi pasien dengan
lingkungan berkurang

DS: Cemas Tindakan pre-operasi


- Pasien mengatakan cemas karena
akan dilakukannya tindakan
operasi

DO:
- TTV:
 TD: 13/80 mmHg
 HR: 96x/mnt
 RR: 28x/mnt
 T: 37,40C
- Pasien tampak gelisah/cemas

DS: Kurang pengetahuan Kurang mengenal


- Pasien mengatakan sehari-harinya sumber informasi
mengkonsumsi sayur-sayuran dari tentang penyakit
jenis Brassica seperti kubis, lobak
cina, brussels kecambah dan ketika
masak jarang menggunakan garam
yang beriodium
- Pasien bertanya-tanya tentang
penyakitnya

DO:
- Pasien terlihat bingung dengan
keadaannya
- Pasien tampak gelisah/cemas

DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa
2. Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal
4. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 tidak adekuat
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit
6. Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang
tidak adekuat
8. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d disfagia
9. Kerusakan komunikasi verbal b.d adanya penekanan pada pita
suara
10. Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh
(pembengkakan leher)
11. Cemas b.d tindakan pre-operasi
12. Kurang pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi
tentang penyakit

INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan criteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau frekuensi pernafasan,
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan kedalaman dan kerja pernafasan.
bd adanya massa diharapkan bersihan Rasional :
jalan nafas pasien Pernafasan secara normal kadang-
efektif dengan kriteria kadang cepat, tetapi berkembangnya
hasil: distres pada pernafasan merupakan
indikasi kompresi trakea karena edema
- Mempertahankan
atau perdarahan.
jalan nafas paten
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya
dengan mencegah
suara ronchi.
aspirasi.
Rasional :
- RR normal (16-24 Ronchi merupakan indikasi adanya
x/menit) obstruksi.spasme laringeal yang
membutuhkan evaluasi dan intervensi
yang cepat.
3. Kaji adanya dispnea, stridor, dan
sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan evaluasi dan
intervensi segera.
4. Waspadakan pasien untuk
menghindari ikatan pada leher,
menyokog kepala dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan
pada daerah luka karena pembedahan.
5. Bantu dalam perubahan posisi, latihan
nafas dalam dan atau batuk efektif
sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan
nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak
dianjurkan dan dapat menimbulkan
nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu
untuk membersihkan jalan nafas.
6. Selidiki kesulitan menelan,
penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan
yang membeku pada jaringan sekitar
daerah operasi.
7. Pertahankan alat trakeosnomi di dekat
pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat
menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang darurat.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. kaji frekuensi kedalaman pernapasan.
pertukaran gas bd tindakan keperawatan Catat penggunaan otot aksesori, napas
obstruksi partial diharapkan tidak bibir, ketidakmampuan
mekanik terjadi gangguan berbicara/berbimcang
pertukaran gas dengan R : berguna dalam evaluasi derajat
kriteria hasil: distres pernapasan dan kornisnya
proses penyakit
 Pasien tidak
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu
lagi mengeluh
pasien utnuk memilih posisi yang
sulit bernapas
mudah untuk bernapas. Dorong napas
 Pasien tidak
dalam perlahan
lagi terlihat
R : pengiriman oksigen dapat
pucat
diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan napas untuk menurunkan
kolaps jalan napas, dispnea
3. Kaji/awaso secara rutin kulit dan
warna membran mukosa
R: sianosis mungkin perifer (terlihat
pada kuku) atau sentral( terlihat pada
bibir) . keabu-abuan dan dianosis
sentral mengindikasi hipoksemia berat
4. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas dan
batasi aktifitas pasien
R : istirahat diselingi aktivitas
perawatan penting dari program
pengobatan
5. Awasi tanda vital dan irama jantung
R : takikardi, disritmia, dan perubahan
TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi
jantung

Kolaborasi
1. Awasi seri GDA
R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2
menurun sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil
2. Berikan oksigen tambahan bila
diperlukan
R : dapat memperbaiki/mencegah
memperburuknya hipoksia

3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau frekwensi pernafasan ,


pola nafas bd tindakan keperawatan kedalaman, dan kerja pernafasan
adanya obstruksi diharapkan pola nafas R : Untuk mengetahui adanya
trakkeofaringeal pasien efektif: gangguan pernafasan pada pasien.
RR= 16-20x/ menit 2. Waspadakan pasien agar leher tidak
Kedalaman inspirasi tertekuk/posisikan semi ekstensi atau
dan kedalaman eksensi pada saat beristirahat
bernafas Ekspansi R : Menghindari penekanan pada jalan
dada simetris Tidak nafas untuk meminimalkan
ada penggunaan otot penyempitan jalan nafas
bantu nafas 3. Ajari pasien latihan nafas dalam
R : Untuk menstabilkan pola nafas
4. Persiapkan operasi bila diperlukan.
R : Operasi diperlukan untuk
memperbaiki kondisi pasien

4 Gangguan perfusi Setelah dilakukan Mandiri


jaringan bd suplai tindakan keperawatan1. Berikan posisi datar pada anak dengan
O2 tidak adekuat diharapkan kaki ditinggikan
menunjukkan R: Untuk meningkatkan aliran
peningkatan suplai balik vena. Membantu
darah ke jaringan mempertahankan / meningkatkan
normal dengan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke
kreteria hasil otak.
1. Tanda-tanda vital 2. Catat perubahan dalam tingkat
dalam batas normal kesadaran keluhan sakit kepala,
2. Kapiler refill kurang pusing, terjadi devisi sensori/ motori
dari 3 detik pada anak
3. Akral hangat R: Perubahan dapat menunjukan
4. Tidak terdapat penurunan perfusi pada SSP akibat
sianosis iskemia infark
3. Pantau tanda-tanda vital
R : Perubahan dapat menunjukan
penurunan sirkulasi / hipoksia yang
meningkatkan oklusi kapiler
4. Pertahanan suhu lingkungan
R : Mencegah vasokontriksi membantu
dalam mempertahankan sirkulasi dan
perfusi.

Kolaborasi
1. Kolaborasi, cairan sesuai indikasi, O2
sesuai indikasi dan obat – obatan
Rasional : untuk mengecek cairan
yang telah didokumentasikan

5 Gangguan rasa Se Setelah dilakukan Mandiri


nyaman nyeri bd tindakan keperawatan1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik
proses penyakit diharapkan nyeri verbal maupun non verbal, catat
(pembesaran hilang, dengan kriteria lokasi, intensitas (0-10), dan lamanya.
kelenjar tiroid) hasil: R: Bermanfaat dalam mengevaluasi
1. Pasien tidak lagi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
mengeluh nyeri pada menentukan efektivitas terapi.
tenggorokkannya 2. Anjurkan pasien untuk teknik relaksasi
2. Tanda-tanda vital napas dalam
dalam rentang normal R: Dengan teknik relaksasi dapat
3. Ekspresi muka pasien mengurangi nyeri.
sudah tampak rileks 3. Berikan minuman yang
sejuk/makanan yang lunak ditoleransi
jika pasien mengalami kesulitan
menelan.
Rasional : Menurunkan nyeri
tenggorok tetapi makanan lunak
ditoleransi jika pasien mengalami
kesulitan menelan.

Kolaborasi
1. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional: pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
6 Gangguan menelanSeSetelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan
bd obstruksi partial 1. Bantu pasien dengan mengontrol
diharapkan gangguan
mekanik menelan pasien dapat kepala
teratasi. Dengan
Rasional : menetralkan hiperekstensi,
kriteria hasil:
 Pasien tidak lagi membantu
mengeluh sulit saat mencegah aspirasi dan meningkatkan
menelan. kemampuan untuk menelan
 2.
Berat badan pasien letakan pasien pada posisi duduk /
kembali normal tegak selama dan setelah makan
Rasional : menggunakan gravitasi
untuk memudahkan proses menelan
dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi
3. letakan makan pada mulut yang tidak
terganggu
Rasional : memberikan stimulasi
sensorik (termsuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan

Kolaborasi
1. Berikan cairan melalui IV atau
makanan melalui
selang
Rasiona : mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukan segala sesuatu
kedalam.

7 Gangguan Setelah dilakukan Mandiri :


keseimbangan tindakan keperawatan1. Monitor intake dan output cairan.
cairan dan elektrolit diharapkan pasien R: Memberikan informasi tentang
bd intake yang tidak dapat memenuhi keadaan volume cairan.
adekuat kebutuhan cairan dan2. Kaji turgor kulit, kelembapan dan
elektrolit dengan membran mukosa.
kriteria hasil: R : Peningkatan suhu atau demam
1. Turgor kulit baik. dapat meningkatkan laju metabolik.
2. TTV stabil 3. Ukur berat badan tiap hari.
3. Membran mukosa R: Indikator langsung keadekuatan
lembab cairan dan nutrisi.

Kolaborasi :
1. Berikan cairan tambahan IV sesuai
kebutuhan.
R : Mempertahankan cairan untuk
memperbaiki kehilangan cairan.
8 Gangguan Se Setelah dilakukan Mandiri
pemenuhan nutrisi tindakan keperawatan1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan
bd disfagia diharapkan kebutuhan muntah yang dialami pasien.
nutrisi klien dapat Rasional : Untuk menetapkan cara
teratasi. Dengan mengatasinya.
kriteria hasil: 2. Kaji cara / bagaimana makanan
 Pasien tidak lagi dihidangkan.
mengeluh sulit Rasional : Cara menghidangkan
menelan makanan dapat mempengaruhi nafsu
 Berat badan pasien makan pasien.
pasien 3. Berikan makanan yang mudah ditelan
kembali
normal seperti bubur.
 Pasien sudah mampu Rasional : Membantu mengurangi
makan lebih dari 6 kelelahan pasien dan meningkatkan
suap. asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil
dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang
dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status
gizi pasien

Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai
program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu
pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi
pasien meningkat.
2. Konsultasikan/rujuk ke ahli gizi.
R: agar pasien mendapatkan gizi
seimbang.

9 Kerusakan Se Setelah dilakukan Mandiri


komunikasi verbal tindakan keperawatan
1. Kaji pembicaraan klien secara
bd adanya diharapkan pasien periodik
penekanan pada pita dapat melakukan R : Suara parau dan sakit pada
suara komunikasi dengan tenggorokan merupakan faktor kedua
baik. Dengan kriteria dari odema jaringan / sebagai efek
hasil: pembedahan.
 2.
Pasien tidak lagi Lakukan komunikasi dengan singkat
bicara gagap dengan jawaban ya/tidak.
 Suara pasien tidak R : Mengurangi respon bicara yang
terdengar serak lagi terlalu banyak
3. Kunjungi klien sesering mungkin
R : Mengurangi kecemasan klien
4. Ciptakan lingkungan yang tenang.
R: Klien dapat mendengar dengan
jelas komunikasi antara perawat dan
klien.

Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan / rujuk kepada
ahli terapi wicara
Rasional : pengkajian secara individual
kemampuan bicara sensoris, motoric
dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan terapi

10 Gangguan citra diriSe Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat perubahan rentang


bd perubahan tindakan keperawatan harga diri rendah
fisiologis tubuh diharapkan pasien R : Mengetahui kopping individu
(pembengkakan menunjukkan pasien
leher) Penerimaan diri 2. Pastikan tujuan tindakan yang kita
secara verbal lakukan adalah realistis
Mengerti akan R : Meningkatkan hubungan saling
kekuatan diri percaya dengan pasien
Melakukan perilaku 3. Sampaikan hal-hal yang positif secara
yang dapat mutlak untuk pasien, tingkatkan
meningkatkan rasa pemahaman tentang penerimaan anda
percaya diri pada pasien sebagai seorang individu
yang berharga.
R : Meningkatkan harga diri pasien
4. Diskusikan masa depan pasien, bantu
pasien dalam menetapkan tujuan-
tujuan jangka pendek dan panjang.
R : Membantu pasien menentukan
masa depan yang diinginkan

11 Cemas bd tindakanSe Setelah dilakukan 1. Jelaskan apa yang terjadi selama


pre-operasi tindakan keperawatan periode pra operasi dan pasca operasi,
diharapkan Tujuan : termasuk test laboratorium pra op,
Pasien persiapan kulit, alasan status puasa,
mengungkapkan obat-obatan pre op, aktifitas area
ansietas tunggu, tinggal diruang pemulihan dan
berkurang/hilang. program pasca operasi.
Kriteria evaluasi: R: Pengetahuan tentang apa yang
Pasien melaporkan diper-lukan membantu mengurangi
lebih sedikit perasaan ansie-tas & meningkatkan kerjasama
gugup, pasien selama pemulihan,
mengungkapkan pe- mempertahankan kadar analgesik
mahaman tentang darah konstan, memberikan kontrol
kejadian pra operasi nyeri terbaik
dan pasca operasi, 2. Informasikan pasien bahwa obatnya
postur tubuh riileks tersedia bila diperlukan untuk
mengontrol nyeri, anjurkan untuk
memberitahu nyeri dan meminta obat
nyeri sebelum nyerinya bertambah
hebat.
3. Informasikan pasien bahwa ada suara
serak & ketidaknyamanan menelan
dapat dialami setelah pembedahan,
tetapi akan hilang secara bertahap
dengan berkurangnya bengkak  3-5
hari.
R: Pengetahuan tentang apa yang
diper-kirakan membantu mengurangi
an-sietas.
4. Ajarkan & biarkan pasien
mempraktekkan bagaimana
menyokong leher untuk menghindari
tegangan pada insisi bila turun dari
tempat tidur atau batuk.
R: Praktek aktifitas-aktifitas pasca
ope-rasi membantu menjamin
penurunan program pasca operasi
terkomplikasi
5. Biarkan pasien dan keluarga
mengungkapkan perasaan tentang
pengalaman pembedahan, perbaiki jika
ada kekeliruan konsep. Rujuk
pertanyaan khusus tentang
pembedahan kepada ahli bedah.
R: Dengan mengungkapkan perasaan
membantu pemecahan masalah dan
memungkinkan pemberi perawatan
untuk mengidentifikasi kekeliruan
yang dapat menjadi sumber kekuatan.
Keluarga adalah sistem pendukung
bagi pasien. Agar efektif, sistem
pendukung harus mempunyai
mekanisme yang kuat.
6. Lengkapi daftar aktifitas pada daftar
cek pre op, beritahu dokter jika ada
kelainan dari test Lab. pre op.
R: Daftar cek memastikan semua
aktifi-tas yang diperlukan telah
lengkap. Aktifitas ini dirancang untuk
memas-tikan pasien telah siap secara
fisiologis untuk operasi dan
mengurangi resiko lamanya
penyembuhan.
12 Kurang Se Setelah dilakukan 1. Berikan informasi yang tepat dengan
pengetahuan bd tindakan keperawatan keadaan individu
kurang mengenal diharapkan pasien R: Meningkatkan pengetahuan pasien
sumber informasi Mengikuti pengobatan
2. Identifikasi sumber stress dan
tentang penyakit yang disarankan diskusikan faktor pencetus krisis tiroid
Peningkatan yang terjadi, seperti orang/sosial,
pengetahuan pasien pekerjaan, infeksi, kehamilan
Dapat menghindari R : Agar pasien bisa menghindari
sumber stress sumber stress
3. Berikan informasi tentang tanda dan
gejala dari penyakit gondok serta
penyebabnya
R : Dapat mengidentifikasi gejala awal
dari gondok
4. Diskusikan mengenai terapi obat-
obatan termasuk juga ketaatan
terhadap pengobatan dan tujuan terapi
serta efek samping obat tersebut
R : Pasien bisa mengikuti terapi yang
disarankan

You might also like