Professional Documents
Culture Documents
A. Latar Belakang
Keseimbangan hormon penting untuk menjaga fungsi tubuh tetap normal. Jika terganggu,
akan terjadi masalah kesehatan, termasuk penyakit struma. Fungsi kelenjar gondok yang
membesar dan metabolisme tubuh yang meningkat (hipermetabolisme) juga terkadang
disertai kelelahan, jari-jari gemetar atau tremor dan mata menonjol. Terjadinya goiter atau
penyakit gondok memang terkait kelainan yang menyerang kelenjar tiroid yang letaknya di
depan leher di bawah jakun. Kelenjar ini menghasilkan hormon tiroid yang fungsinya
mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh seseorang. Jika kelenjar kurang aktif
memproduksi hormon, terjadilah defisiensi hormon. Begitu juga jika terlalu aktif, hormon
yang dihasilkan akan berlebihan. Dua kondisi ketidaknormalan ini memicu perbesaran
kelenjar yang hasil akhirnya antara lain penyakit gondok (struma endemik). Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, dan
tersebar hampir di seluruh provinsi. Survei Pemetaan GAKY tahun 1997/1998 menemukan
354 kecamatan di Indonesia merupakan daerah endemik berat. Kekurangan iodium ini tidak
hanya memicu pembesaran kelenjar gondok, bisa juga timbul kelainan lain seperti kretinisme
(kerdil), bisu, tuli, gangguan mental, dan gangguan neuromotor. Untuk itu, penting
menerapkan pola makan sadar iodium sejak dini.
B. Tujuan Penulisan
1. Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian Struma
2. Diharapkan mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan mengenai penyakit Struma
D. Metode Penulisan
1. Dengan mengumpulkan literatur dan mencari di internet
2. Berdiskusi dengan teman sekelompok dan teman beda kelompok
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan.
A. Pengertian Struma
Struma adalah perbesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan di bagian depan
leher (Dorland, 2002).
Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah anterior trakea.
Tiroid menyekresikan dua hormon utama, tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), serta hormon
kalsitonin yang mengatur metabolisme kalsium bersama dengan parathormon yang dihasilkan
oleh kelenjar paratiroid (Guyton and Hall, 2007).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan
untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai
usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
B. Etiologi Struma
Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah
dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan
tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis
Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma
koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor
jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
5. Defisiensi iodium
6. Konsumsi goitrogenik glikosida agent secara berlebihan (memakan sekresi hormon tiroid).
7. Mengkonsumsi obat-obatan anti tiroid jangka panjang
8. Anomali
9. Peradangan atau tumor/neoplasma
C. Klasifikasi Struma
1. Berdasarkan fisiologisnya :
1.1 Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
1.2 Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
1.3 Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
2.1 Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
a. Difusa : endemik goiter, gravid
b. Nodusa : neoplasma
2.2 Toksik (hipertiroid)
a. Difus : grave, tirotoksikosis primer
b. Nodusa : tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
3.1 Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi
iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi
dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan
tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang
terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat.
Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan
iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau
kelenjar akan menjadi fase istirahat.
3.2 Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh
karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau
defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan
mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar
membesar.
3.3 Struma Nodular
Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma
colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari
tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing
periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah
hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan
juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan
akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian.
Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya
sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi
yang berlebihan/mengecil).
D. Patofisiologi
Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertrofi kelenjar tiroid
termasuk didalamnya defisiensi iodium, goitrogenik glikosida agent ( zat atau bahan ini dapat
memakan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila
dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan atau tumor atau
neoplasma. Sedangkan secara fisiologis menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat
membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi
kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan
dikatakan pada kondisi stress sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung
meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.
Berdasarkan kejadian atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan
Sporadis. secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai
tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab, maka struma sporadis banyak
disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid,
peradangan dan neoplasma. Secara endemis dimana kasus-kasus ini struma ini dijumpai pada
sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi iodium.
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah iodium yang diperoleh dari
makanan dan minuman yang mengandung iodium. Ion iodium (iodida) darah masuk kedalam
kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagain sumber energi. selanjutnya sel-sel
folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya
mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk iodotironin (DIT) dan mono iodotironin
(MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah
berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra
iodotironin tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3)
untuk selanjutnya masuk kedalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine.
Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh tiourasil, Tiourea,
sulfonamid dan metilkaptoimidazol.
Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang
berkurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang
mengandung tiourea, tiourasil, sulfonamid, dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik,
gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan
adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. bila kadar hormon-hormon tiroid kurang makan akan
terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktivitas kelenjar meningkat
dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang
kembali.
Dampak struma thdp tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat
mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid
terdapat trakea dan esofagus. Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong trakea,
esofagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan
berdampak thdp gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. penekanan
pada pitasuara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar,
maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia. tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan.
perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.
F. Komplikasi
1. Suara menjadi serak/parau
Struma dapat mengarah kedalam sehingga mendorong pita suara, sehingga terdapat
penekanan pada pita suara yang menyebabkan suara menjadi serak atau parau.
2. Perubahan bentuk leher
Jika terjadi pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris
atau tidak.
3. Disfagia
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong eshopagus sehingga terjadi disfagia yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit.
4. Sulit bernapas
Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trachea dan eshopagus, jika struma
mendorong trachea sehingga terjadi kesulitan bernapas yang akan berdampak pada gangguan
pemenuhan oksigen.
5. Penyakit jantung hipertiroid
Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh
hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai
dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan
lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.
6. Oftalmopati Graves
Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata
yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien
sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.
7. Dermopati Graves
Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah
(miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat
menebal dan tidak dapat dicubit.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi, teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. Jika di
auskultasi terdengar bunyi seperti pluit.
2. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat. Alatnya adalah Dynamic Tele-Thermography. Hasilnya disebut n panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila <0,9°C. Pada penelitian
Alves didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya panas. Dibandingkan dengan cara
pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah paling sensitif dan spesifik.
3. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3 (triyodotironin)
dalam batas normal.
Nilai normal :
3.1 T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL
3.2 Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL
3.3 T3 serum : 115 - 190 µg/dL
3.4 TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL
3.5 FT1 serum : 6.4 - 10 %
4. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi)
Dapat menentukan apakah lesi tersebut kistik ataukah padat. Kebanyakan karsinoma adalah
padat, kebanyakan lesi yang kistik atau campuran adalah jinak. Teknik ultasonografi
digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid, baik yang teraba pada palpasi maupun
yang tidak, merupakan nodul tunggal atau multiple padat atau kistik. Pemeriksaan
ultasonografi ini terbatas nilainya dalam menyingkirkan kemungkinan keganasan tapi hanya
dapat mendeteksi nodul yang berpenampang lebih dari setengah centimeter.
Kelainan- kelainan yang dapat didiagnosis secar USG ialah:
4.1 Kista; kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
4.2 Adenoma/ nodul padat; iso atau hiperekoik, kadang-kadang disertai hal yaitu suatu lingkaran
hipoekoik disekelilingnya.
4.3 Kemungkinan karsinoma; nodul padat, biasanya tanpa halo.
4.4 Tiroditis; hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
7. Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig.
8. Biopsy dan Sitologi Tiroid
Biopsy ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsy
aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan dengan cara ini adalah dapat memberikan hasil negative palsu karena
lokasi biopsy kurang tepat, teknik biopsy kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik
atau positif palsu karena salah interpretasi aleh ahli sitologi.
A. Jarum yang diletakan ke spuid dan ditahan dalam penahan dimasukan ke dalam
pembengkakan tiroid yang akan menjalani biopsy.
B. Pengisap ditarik pada tangkai spuid.
C. Dengan mempertahankan pengisapan, jarum digerakkan maju mundur pada pembengkakan
dalam berbagai arah.
D. Pengisap dilepaskan dari spuid.
E. Jarum dan spuid lalu ditarik dari pembengkakan tiroid.
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan biopsy aspirasi jarum halus ( fine needle
aspioration biopsy, FNA ). Cara pemeriksaan ini cukup akurat untuk mendiagnosis karsinoma
tiroid, tiroiditis, atau limfoma. Biopsy aspirasi tidak mempunyai batasan dalam hal ukuran
tumor, asalkan lesi ini dapat dipalpasi. Saat dilakukan penusukan tidak perlu dilakukan
anastesi lokal.
H. Penatalaksanaan
1. Struma Difus Toksik (Grave's Disease)
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.1 Obat antitiroid
Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5. Pasien dengan krisis tiroid.
Obat antitiroid yang sering digunakan :
1.3 Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme.
Indikasi :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
TIROIDEKTOMI
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau
sebagian dari kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan nyaris
total tiroidektomi. Indikasi dilakukan tiroidektomi adalah gondok, kanker tiroid,
hipertiroidisme, gejala obstruksi, kosmetik.
A. Tiroidektomi parsial atau total dapat dilaksanakan sebagai terapi primer terhadap
karsinoma tiroid, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme
• Tiroidektomi total : kelenjar tiroid diangkata seluruhnya
• Tiroidektomi parsial : mengangkat sebagian kelenjar tiroid
3.1 Keganasan
3.2 Penekanan
3.3 Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya
satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal
tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga
deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung
ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
a. Inoperabel
b. Kontraindikasi operasi
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif
untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik
(TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak
resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
THYRAX
INDIKASI
Hipotiroidisme karena berbagai macam sebab.
Menekan kadar TSH (hormon perangsang tiroid) pada keadaan goiter, nodulus, & setelah
pengobatan kanker tiroid dengan radiologi dan atau pembedahan
Menekan efek goitrogenik dari obat-obat lain, untuk diagnosis, & pada penekanan tes.
PERHATIAN
Hipertiroidisme, penyakit jantung dan pembuluh darah dan atau miksoedema berat dan yang
lama terjadi.
Interaksi obat : antikoagulan oral, antidiabetik, Digitalis, Kolestiramin, Fenitoin.
EFEK SAMPING
Takhikardia, kegugupan, gemetar, sakit kepala, kemerahan pada leher & wajah, berkeringat,
kehilangan berat badan. KEMASAN Tablet 100 mcg x 100 biji.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1.1 Identifikasi pasien.
1.2 Keluhan utama pasien.
Pada pasien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri
akibat luka operasi.
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar
sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus
sehingga perlu dilakukan operasi.
1.4 Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok,
misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar
berpenyakit gondok.
1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.
1.6 Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan pasien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
2.1 Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-
tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
B. ASUHAN KAPERAWATAN
DATA FOKUS
Data subjektif Data objektif
- Pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan
- Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan
yang rasanya seperti tercekik ditemukan adanya pembengkakan (massa)
- Pasien mengeluh sulit bernapas dan menelan lebih dari satu.
- Pasien mengeluh suara serak - TTV:
- Pasien mengatakan
sehari-harinya TD: 13/80 mmHg
mengkonsumsi sayur-sayuran dari
jenis HR: 96x/mnt
Brassica seperti kubis, lobak cina, brussels RR: 28x/mnt
kecambah dan ketika masak jarang T: 37,40C
menggunakan garam yang beriodium - BB sebelum: 50, sesudah: 47
- Pasien mengatakan, makan hanya 4-5
- TB: 153
sendok. - IMT: 20,1 kg/m2
- Pasien mengatakan malu terhadap
- Defisit cairan: 2.01 L
keadaannya - Kesadaran composmentis
- Pasien mengatakan cemas karena akan - Pemeriksaan lab:
dilakukannya tindakan operasi
T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
- Pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya
T4: 87,8 (N: 45-120)
TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat bantu
nafas: cuping hidung
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang
- Skala nyeri: 7
- Pasien tampak gelisah/cemas
- Pasien terlihat berbicara gagap
- Capillary refill
- Hasil AGD:
pH: 7,30
PO2: 70
PCO2: 50
HCO3: 22
- Stridor
- Ekspresi muka pasien tampak meringis
- Serum: 150
- Anoreksia sekunder
- Interaksi pasien dengan lingkungan
berkurang
- Pasien terlihat bingung dengan keadaannya
ANALISA DATA
Data Fokus Problem Etiologi
DS: Ketidakefektifan bersihan Adanya massa
- Pasien mengeluh sulit bernapas jalan nafas
dan menelan
- Pasien mengeluh suara serak
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 N: 0,15-1,65
T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Stridor
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Capillary refill
- Hasil AGD:
pH: 7,30
PO2: 70
PCO2: 50
HCO3: 22
- Kesadaran composmentis
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 N: 0,15-1,65
T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- Pasien tampak pucat
- Pasien terlihat menggunakan alat
bantu nafas: cuping hidung
- Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 N: 0,15-1,65
T4: 87,8 N: 45-120
TSH: 0,145 N: 0,47-5,01
F. T4: 12,3 N: 7,1-18,5
- Capillary refill
- Kesadaran composmentis
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- Ekspresi muka pasien tampak
meringis
- Kesadaran composmentis
- Skala nyeri: 7
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- Pemeriksaan lab:
T3: 1,03 (N: 0,15-1,65)
T4: 87,8 (N: 45-120)
TSH: 0,145 (N: 0,47-5,01)
F. T4: 12,3 (N: 7,1-18,5)
- Anoreksia sekunder
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- BB sebelum: 50, sesudah: 47
- TB: 153
- Defisit cairan: 2.01 L
- Kesadaran composmentis
- Serum: 150
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- BB sebelum: 50, sesudah: 47
- TB: 153
- IMT: 20,1 kg/m2
- Kesadaran composmentis
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit: elastisitas kurang
- Anoreksia sekunder
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- Pasien terlihat berbicara gagap
DO:
- Pemeriksaan fisik pada leher
bawah kanan ditemukan adanya
pembengkakan (massa) lebih dari
satu.
- Interaksi pasien dengan
lingkungan berkurang
DO:
- TTV:
TD: 13/80 mmHg
HR: 96x/mnt
RR: 28x/mnt
T: 37,40C
- Pasien tampak gelisah/cemas
DO:
- Pasien terlihat bingung dengan
keadaannya
- Pasien tampak gelisah/cemas
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya massa
2. Gangguan pertukaran gas b.d obstruksi partial mekanik
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d adanya obstruksi trakkeofaringeal
4. Gangguan perfusi jaringan b.d suplai O2 tidak adekuat
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses penyakit
6. Gangguan menelan b.d obstruksi partial mekanik
7. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d intake yang
tidak adekuat
8. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d disfagia
9. Kerusakan komunikasi verbal b.d adanya penekanan pada pita
suara
10. Gangguan citra diri b.d perubahan fisiologis tubuh
(pembengkakan leher)
11. Cemas b.d tindakan pre-operasi
12. Kurang pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi
tentang penyakit
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi
1. Awasi seri GDA
R : PCO2 biasanya meningkat dan PO2
menurun sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil
2. Berikan oksigen tambahan bila
diperlukan
R : dapat memperbaiki/mencegah
memperburuknya hipoksia
Kolaborasi
1. Kolaborasi, cairan sesuai indikasi, O2
sesuai indikasi dan obat – obatan
Rasional : untuk mengecek cairan
yang telah didokumentasikan
Kolaborasi
1. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional: pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
6 Gangguan menelanSeSetelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan
bd obstruksi partial 1. Bantu pasien dengan mengontrol
diharapkan gangguan
mekanik menelan pasien dapat kepala
teratasi. Dengan
Rasional : menetralkan hiperekstensi,
kriteria hasil:
Pasien tidak lagi membantu
mengeluh sulit saat mencegah aspirasi dan meningkatkan
menelan. kemampuan untuk menelan
2.
Berat badan pasien letakan pasien pada posisi duduk /
kembali normal tegak selama dan setelah makan
Rasional : menggunakan gravitasi
untuk memudahkan proses menelan
dan menurunkan resiko terjadinya
aspirasi
3. letakan makan pada mulut yang tidak
terganggu
Rasional : memberikan stimulasi
sensorik (termsuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
Kolaborasi
1. Berikan cairan melalui IV atau
makanan melalui
selang
Rasiona : mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukan segala sesuatu
kedalam.
Kolaborasi :
1. Berikan cairan tambahan IV sesuai
kebutuhan.
R : Mempertahankan cairan untuk
memperbaiki kehilangan cairan.
8 Gangguan Se Setelah dilakukan Mandiri
pemenuhan nutrisi tindakan keperawatan1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan
bd disfagia diharapkan kebutuhan muntah yang dialami pasien.
nutrisi klien dapat Rasional : Untuk menetapkan cara
teratasi. Dengan mengatasinya.
kriteria hasil: 2. Kaji cara / bagaimana makanan
Pasien tidak lagi dihidangkan.
mengeluh sulit Rasional : Cara menghidangkan
menelan makanan dapat mempengaruhi nafsu
Berat badan pasien makan pasien.
pasien 3. Berikan makanan yang mudah ditelan
kembali
normal seperti bubur.
Pasien sudah mampu Rasional : Membantu mengurangi
makan lebih dari 6 kelelahan pasien dan meningkatkan
suap. asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil
dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang
dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Ukur berat badan pasien setiap
minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status
gizi pasien
Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai
program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu
pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi
pasien meningkat.
2. Konsultasikan/rujuk ke ahli gizi.
R: agar pasien mendapatkan gizi
seimbang.
Kolaborasi
1. Konsultasikan dengan / rujuk kepada
ahli terapi wicara
Rasional : pengkajian secara individual
kemampuan bicara sensoris, motoric
dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan terapi