Professional Documents
Culture Documents
Sahid
Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM
E-mail: fkt@ugm.ac.id
ABSTRACT
The research aim to estimate the basal area of Pinus merkusii combired comprises measurement by
aerial photograph with scale of 1 : 20.000 field and to measurement field. The stand parameters
measured are the number of the trees per hectare (N), the tree height (H) and crown diameter (D).
Whereas, estimation of the stand basal area was based on the measurement of the stem diameter in the
permanent plots. The result of the regression analysis showed that the based area of the Pinus merkusii
stand (lbds) had correlation with the number of the trees per hectare (N), the tree height (H) and crown
diameter (D), the regression is as follows: Basal areas or tree densities of compartement 100 and 102
have been optimum . Therefore, resin production compartement 100 and 102 is higher than compartement
101 having lower basal are or tree density. It is for those reasons, the compartement 101 needs action to
cut the suppressed trees to make optimum basal area.
Keywords: stand parameters, regression, basal area, Pinus merkusii, aerial photograph.
112 Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 - 122
dasar (lbds) tegakan. Pengaturan lbds akan dari diameter batang setinggi dada (1,3 m
berpengaruh terhadap iklim mikro, getah dari permukaan tanah). Besarnya luas
tidak membeku dan saluran getah tidak bidang dasar individu (lbd) pohon dihitung
tertutup pada saat penyadapan, sehingga dengan rumus :
sadapan lancar.
lbd = 0,25 x p x d2 -------------- (1)
Data tentang kondisi tegakan yang
obyektif dan akurat sangat diperlukan guna Dalam hal ini :
menyusun perencanaan, pengelolaan lbd = luas bidang dasar individu pohon
penyadapan Pinus merkusii yang optimal (m2)
(Anggono, 1978). Informasi tentang
kondisi tegakan dapat diperoleh dengan p = konstanta (3,14)
cara inventarisasi atau risalah. Untuk areal d = diameter batang (1,3 m dari
hutan yang sempit, cara ini merupakan cara permukaan tanah)
mudah dan efektif. Namun untuk areal
yang luas dan lokasinya terpencar, cara ini Hardjosoediro (1974) menjelaskan
membutuhkan waktu, dana dan tenaga lbds per hektar mer upakan hasil
yang tidak sedikit. Oleh karena itu Direktur penjumlahan dari lbd individu pohon yang
Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna terdapat dalam kawasan 1 hektar.
Lahan (Dirjen INTAG, 1989) menganjur- Penggunaan lbds ini sebagai petunjuk
kan untuk inventarisasi hutan dengan kerapatan suatu hutan. Dengan demikian
mempergunakan udara skala 1 : 20.000. rumusnya menjadi :
Parameter tegakan yang dapat diukur
langsung melalui foto udara adalah jumlah n −0
π
pohon per hektar (N), tinggi pohon (H) dan lbds = ∑4d
n =t
2
N ------------------ (2)
diameter tajuk (D).
Keterangan :
Penggunaan foto udara untuk
lbds = luas bidang dasar tegakan
menaksir potensi kayu, khusus pada Spesien
Scotch Pine di beberapa negara termasuk Pinus merkusii (m2/ha)
Amerika dan benua Eropa sudah banyak d = diameter batang (1,3 meter
dilaksanakan. Indonesia sendiri sudah dari dasar pohon)
banyak peneliti yang membuat tabel udara N = banyak pohon per ha
hutan tropis luar jawa. Pada penelitian ini,
penulis memanfaatkan foto udara untuk
menaksir luas bidang dasar (lbds) pada Bertitik tolak dari penjelasan di atas,
tegakan Pinus merkusii. Cara yang maka tujuan penelitian ini mengawinkan
digunakan yaitu dengan bantuan statistik, antara interpretasi foto udara di
yakni menggunakan analisis regresi dari laboratorium, yakni pengukuran parameter
parameter tegakan yang diukur pada foto tegakan dan pengukuran lbds lewat analisis
udara skala 1:20.000. Parameter tegakan diameter pohon, dengan bantuan statistik
yang dimaksud adalah jumlah pohon per yakni dengan cara menyusun model regresi
hektar (N), tinggi pohon (H) dan diameter untuk menaksir luas bidang dasar (lbds)
tajuk (D). Pinus merkusii dengan mempergunakan
Luas bidang dasar hutan (lbds) per parameter tegakan hasil pengukuran pada
hektar merupakan penampang melintang foto udara.
)
66 0'
0'
)
107
107 45'
45'
JEPARA
JEPARA
JEPARA
PATI
PATI
PATI
Laut Jaw
Laut Jawaa REMBANG
REMBANG
REMBANG
KUDUS
KUDUS
KUDUS
KOTA
KOTA TEGAL
KOTA TEGAL
KOTA
KOTA PEKALONGAN
KOTA PEKALONGAN
PEKALONGAN DEMAK
DEMAK
PEMALANG
PEMALANG KENDAL
KENDAL
JAWA
JAWA BREBES
BREBES
BREBES TEGAL
TEGAL PEKALONGAN BATANG
PEKALONGAN
PEKALONGAN BATANG
BARAT
BARAT GROBOGAN/PURWODADI
GROBOGAN/PURWODADI BLORA
BLORA
JAWA
JAWA TENGAH
TENGAH
TEMANGGUNG
TEMANGGUNG
TEMANGGUNG
SEMARANG
SEMARANG
PURBALINGGA
PURBALINGGA
BOYOLALI
BOYOLALI SRAGEN
SRAGEN
SRAGEN
BANYUMAS
BANYUMAS WONOSOBO
WONOSOBO
WONOSOBO
MAGELANG
MAGELANG
KARANGANYAR
KARANGANYAR
KARANGANYAR JAWA TIMUR
JAWA TIMUR
CILACAP
CILACAP KARANGANYAR
KARANGANYAR
KEBUMEN
KEBUMEN
KEBUMEN
KLATEN
KLATEN
KLATEN SUKOHARJO
SUKOHARJO
SUKOHARJO
PURWOREJO
PURWOREJO
PURWOREJO
CILACAP
CILACAP
Keterban
Keterban
SSaam
muuddee
ra H
ra DIY
DIY
Hin
inddia
ia
WONOGIRI
WONOGIRI
Daerah
Daerah Penelitian
Penelitian
)
112
112 15'
15'
)
66 30'
30'
114 Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 - 122
Tabel 1. Penggunaan Hutan RPH Katerban
116 Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 - 122
foto udara dan di lapangan tidak berbeda. 95
Adapun model regresi untuk menaksir luas atau × 100% = 3,17% .
3000
bidang dasar (lbds) dengan memper-
gunakan parameter tegakan, hasil Karena beda elevasi pada masing-
pengukuran dari foto udara, adalah : masing pu, dengan bidang rujukan
dibawah 5%, maka pengukuran tinggi
lbds = b0 + b1N + b2H + b3D ------ (6) pohon mempergunakan rumus medan
datar, sebagai berikut:
Keterangan :
H t .dp
lbds = luas bidang dasar per hektar (m2/ h=
hektar) P + dp
N = jumlah tajuk per hektar Keterangan :
H = tinggi pohon rata-rata (m) h = tinggi pohon (m)
D = diameter tajuk rata-rata (m) Ht = tinggi terbang pesawat
b0, b1, b2 dan b3 = adalah konstanta dp = selisih paralaks antara pangkal
dan ujung pohon
P = jarak rata-rata antara pusat
HASIL DAN PEMBAHASAN foto dan pusat foto pindahan
Hasil Interpretasi Foto Udara dari sepasang foto
Pada penelitian ini, banyaknya petak Hasil Pengukuran di Lapangan
ukur dibuat sebanyak 20 unit pada masing-
masing petak. Hasil pengukuran elevasi tiap- Perbandingan hasil pengukuran param-
tiap petak ukur disajikan di dalam Tabel 4. eter tegakan melalui foto udara, yakni tinggi
pohon, diameter tajuk dan jumlah pohon per
Berdasarkan Tabel 4, beda elevasi pu
hektar dari RPH Katerban dan pengukuran
dengan bidang rujukan terbesar untuk
lapangan disajikan di dalam Tabel 5.
petak 100, 101 dan 102 adalah :
1. Elevasi tertinggi di petak ukur 9, sebesar Hasil t signifikan pada taraf uji 0,05.
345 m di atas permukaan air laut. Per- Dari tabel tersebut tampak nyata bahwa
bedaan elevasi tertinggi dengan bidang dari lokasi penelitian untuk pengukuran
rujukan 60 m atau atau tinggi pohon dan jumlah pohon per hektar
60 hasil pengukuran di dalam foto dan di
x 100% = 2,0% .
3000 lapangan tidak berbeda nyata. Namun
2. Elevasi tertinggi di petak ukur 10, untuk pengukuran diameter tajuk di dalam
sebesar 375 m di atas permukaan air foto dan di lapangan berbeda nyata. Grafik
laut. Perbedaan elevasi terting gi pengukuran parameter tegakan baik melalui
dengan bidang rujukan 90 m atau foto dan di lapangan disajikan pada Gambar 2.
90
× 100% = 3% . Uji t-nilai tengah berpasangan mem-
3000 perlihatkan bahwa hubugan antara tinggi
3. Elevasi tertinggi di petak ukur 12, pohon hasil pengukuran di lapangan tidak
sebesar 380 m di atas permukaan air berbeda nyata dengan tinggi pohon yang
laut. Perbedaan elevasi terting gi diperoleh dari pengukuran pada foto udara
dengan bidang rujukan sebesar 95 m (Gambar 3).
Keterangan :
- Elevasi bidang rujukan 285 m, tinggi terbang pesawat dari bidang rujukan 3.075 m (dianalisis dari peta
topografi kawasan Purworejo skala 1 : 25.000).
- m dal : meter di atas permukaan air laut
118 Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 - 122
Tabel 5. Petak Tegakan Pinus Merkusii di Kawasan RPH Katerban
28
24
22
y = 1.5472 + 0.92x
20
18
16
14
12 14 16 18 20 22 24 26 28
Tinggi pohon rata-rata pada foto udara (m)
Sumber:Hasil Analisis
Gambar 2. Hubungan Tinggi Pohon Melalui Foto Udara dan Hasil Pengukuran di Lapangan
Diameter rata-rata di lapangan (m)
5.0
4.5
4.0
y = 1.3057 + 1.367x
3.5
3.0
2.5
0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Diameter rata-rata pada foto udara (m)
Sumber:Hasil Analisis
Gambar 3. Hubungan Diameter Tajuk Melalui Foto Udara dan Hasil Pengukuran di Lapangan
600
Jumlah pohon di lapangan (per ha)
500
300
200
200 300 400 500 600 700
Jumlah pohon pada foto udara (per ha)
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 4. Hubungan Jumlah Pohon Per Hektar Melalui Foto Udara dan Perhitungan di Lapangan
120 Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 - 122
ada perbedaan yang berarti, walaupun lebih kecil bila dibandingkan dengan
umur foto udara sudah 5 tahun. hasil pengukuran di lapangan.
2. Foto udara pankromatik hitam putih
Hasil persamaan regresi lbds tegakan
dan filter kuning sedang minus filter
Pinus merkusii dari masing-masing petak
biru, mampu menyajikan gambar yang
tajam tanpa efek bayangan yang didasarkan pada pertimbangan ketepatan
mengganggu serta memperlihatkan dan kecocokan model, signifikan pada
kontras zona yang cukup baik, dengan taraf uji 0,05 dengan nilai koefisien
resolving power yang cukup dan determinasi (R2) yang mendekati 1, petak
perbutiran yang rendah (Avery, 1990). 100, 101 dan 102, masing-masing sebesar
0,7970, 0,8138 dan 0,8425 dengan
Pengukuran diameter tajuk hasil demikian 79,70%, 81,38% dan 84,25%
pengukuran foto udara dan di lapangan, variasi lbds per hektar dipengaruhi oleh
berdasarkan uji t (uji nilai tengah ber- jumlah pohon per hektar, tinggi pohon
pasangan) berbeda nyata. Perbedaan ini ada dan diameter tajuk secara bersama-sama.
beberapa penyebabnya, antara lain : Sedangkan 20,30%, 18,62% dan15,75%
1. Pengukuran diameter tajuk melalui lainnya disebabkan oleh variabel lain yang
foto udara hanya bagian tajuk yang belum diketahui. Hasil perhitungan lbds
kelihatan. Lebih-lebih dengan skala 1 ini lebih rendah 0,0042% bila dibanding-
: 20.000, maka cabang-cabang tipis kan hasil pengukuran di lapangan.
tidak nampak, dan tidak diperhitung-
kan dalam pengukuran. Sedangkan
pengukuran diameter tajuk di lapangan KESIMPULAN
dilakukan dengan jalan memproyeksi-
Penelitian menentukan besarnya lbds
kan lingkaran tajuk ke tanah. Kendala
dari tegakan Pinus merkusii di RPH
metode ini bila menghadapi topografi
Katerban, dengan menggunakan foto udara
yang miring, sehingga diperlukan
ini, merupakan penggabungan metode
penghitungan goniometri untuk
pengukuran parameter tegakan pada foto
dikonversi menjadi jarak datar.
udara dengan hasil pengamatan lapangan
2. Perbedaan selisih umur dari peng- untuk menghasilkan model persamaan
ambilan foto udara. Pelaksanaan regresi. Dari beberapa model regresi yang
pemotretan di daerah ini pada tahun diajukan, akhirnya dipilih model yang
2005, sedangkan pengukuran di dapat memprediksi besarnya lbds per
lapangan (saat penelitian pada tahun hektar dari tegakan Pinus merkusii yang
2009). Dengan demikian selisih waktu diteliti. Pada petak 100 dan 102, luas
5 tahun ini tajuk-tajuk di lapangan bidang dasar atau kerapatan antar pohon
sudah bertambah diameternya sehingga sudah optimal, maka produksi getahnya
pengukuran diameter tajuk dari foto juga lebih banyak bila dibandingkan
udara akan lebih kecil bila dibanding- dengan petak 101 yang luas bidang
kan dengan pengukuran tajuk di dasarnya atau kerapatan antar pohon masih
lapangan. terlalu sempit. Oleh karena itu untuk petak
3. Kebanyakan dari peneliti pendahulu, 101 perlu tindakan menebangi pohon-
pengukuran diameter tajuk hasil pohon yang tertekan untuk membuat luas
pengukuran pada foto udara selalu bidang dasar menjadi optimal.
Anggono, A. 1978. Studi tentang Variasi Lokasi terhadap Penaksiran Hasil Getah Pinus merkusii,
Skripsi, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.
Avery, TE. 1990. Interpretation of Aerial Photographs, Second Edition. Burgess Publishing
Company, Minneapolis, Terjemahan Imam Abdul Rochman, 1990. Penafsiran Potret
Udara, Cetakan Pertama, Akademika Pressindo, Jakarta.
Das Progo-Bogowanto. 2005. Foto Udara Pankromatik Hitam Putih, Skala 1 : 20.000.
Dirjen INTAG. 1989. Surat Keputusan Dirjen Intag No. 102/Kpts/VII-2/1989 tentang
Ketentuan Teknis dan Tata Cara Pelaksanaan Pemotretan Udara, Pemetaan Vegetasi
dan Pemetaan Garis Bentuk.
Hardjosoediro, S.. 1974. Kelas Hutan, Bagian Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Hardjo Prayitno, S.. 1993, Penafsiran Potret Udara, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Paine, D.P.. 1981, Fotografi Udara dan Penafsiran Citra untuk Pengelolaan Sumber Daya,
Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Imam Abdul Rochman, Gadjah Mada University
Press.
Priwanto. 1999. Penafsiran Produksi Getah Pinus merkusii melalui Foto Udara di RPH
Ngrayun KPH Lawa Ds. Skripsi, Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta.
Sahid. 2006. Menaksir Produksi Getah Pinus Merkusii Menggunakan Foto Udara, Majalah Geografi
Indonesia, Vol. 20 (1), Maret 2006.
____. 2007. Menaksir Luas Bidang Dasar Hutan Rakyat Menggunakan Foto Udara, Majalah
Geografi Indonesia, Vol. 21 (1), Maret 2007.
Siswantoro, J.. 1993. Studi Pengaruh Umur, Bonita, dan Kerapatan Bidang Dasar pada
Produksi Getah Pinus merkusii per Satuan Luas di RPH Loano BKPH Purworejo
KPH Kedu Selatan. Skripsi, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Spurr, HS.. 1980. Photogrametri and Photo Interpretation with a Section on Application to Forestry,
Aerial Photograp in Forestry, The Roland Press Company, New York.
Sunarhadi, M.A., Kartikawati S.M.. 2005. Studi Pemanfaatan Hasil Hutan Suku Dayak
Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Forum Geografi. Vol. 19 (2) Desember 2005: 150.
122 Forum Geografi, Vol. 23, No. 2, Desember 2009: 112 - 122