You are on page 1of 4

1) HUBUNGAN FAKTOR ABIOTIK DENGAN KERAGAMAN ARTHOPODA DARAT

DI NUSA GEDE SITU PANJALU

Kehidupan organisme tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberdaan

dan kepadatan suatu jenis hewan tanah di suatu daeraerah sangat ditentukan keadaan

daerah itu. Dengan perkataan lain keberadaaan dan kepadatan populasi suatu jenis

organisme tanah disuatu daerah sangant bergantung dari faktor lingkungan, yaitu

lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.

Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor fisika dan

faktor kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air, porositas, dan tekstur tanah.

Faktor kimia antara lain adalah salinitas, pH, kadar organik tanah, dan unsur-unsur

mineral tanah. Faktor lingkungan abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-

hewan yang terdapat di suatu habitat.

Arthropoda permukaan tanah sebagai komponen biotik pada ekosistem tanah

sangat tergantung pada faktor lingkungan. Perubahan lingkungan akan berpengaruh

terhadap kehadiran dan kepadatan populasi Arthropoda. Perubahan faktor fisika kimia

tanah berpengaruh terhadap kepadatan hewan tanah. Keanekaragaman hewan tanah lebih

rendah pada daerah yang terganggu daripada daerah yang tidak terganggu. perubahan

komunitas dan komposisi vegetasi tertentu pada suatu ekosistem secara tidak langsung

menunjukkan pula adanya perubahan komunitas hewan dan sebaliknya.

Alat yang digunakan untuk melakukan pengamatan yaitu menggunakan malaise

trap untuk jebakan arthrophoda terbang dan pitfall trap untuk jebakan arthrophoda tanah.

Waktu pengambilan specimen arthopoda darat dilaksanakan pada hari sabtu, 23

Desember 2017 pukul 13.00, 15.00 dan 17.00 dan hari minggu, 24 Desember 2017 pada

pukul 07.30, 09.30 dan 11.30 di Nusa Gede Situ Panjalu.


Adapun faktor abiotik yang mempengaruhi keragaman arthopoda darat yaitu:

a. Suhu

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat

menetukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu

tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah.

Arthropoda permukaan tanah memiliki kisaran suhu tertentu dimana spesies

tersebut dapat hidup, di luar kisaran suhu tersebut arthropoda akan mati

kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu jelas terlihat pada proses fisiologi

arthropoda. Umumnya kisaran suhu minimum 15C, suhu optimum 25C dan

suhu maksimum 45C.

Berdasarkan pengamatan selama dua hari pada tanggal 23-24 Desember

2017 bahwa terdapat 19 spesies yang terjebak dalam perangkap malaise trap

dan pitfall trap dengan jumlah keseluruhan sebanyak 77 spesies. Spesies yang

paling banyak ditemukan adalah spesies nyamuk (Aedes albopictus ) dengan

jumlah 24 ekor. Aedes albopictus termasuk Arthropoda terbang sehingga

spesies ini tepat terjebak dalam malaise trap. Nyamuk ini berkembang biak di

dalam lubang-lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu, dan

buah kelapa yang terbuka. Nyamuk Aedes albopictus lebih sering berada di

kebun-kebun dan rawa-rawa. Pada umumnya nyamuk akan meletakkan

telurnya pada temperatur sekitar 200C–300C. Kondisi lingkungan Nusa Gede

Situ Panjalu mendukung untuk habitat Aedes albopictus yang memiliki banyak

naungan pohon besar sebagai tempat untuk nyamuk berkembang biak dengan

suhu rata-rata 24.60C.

b. Kelembaban
Dalam lingkungan daratan, tanah menjadi faktor pembatas penting. Bagi

daerah tropika kedudukan air dan kelembaban sama pentingnya seperti cahaya,

fotoperiodisme dan fluktuasi suhu bagi daerah temperatur dan daerah dingin.

Kelembapan penting perannya dalam dalam mengubah efek dari suhu,

pada lingkungan daratan terjadi interaksi antar suhu dan kelembapan yang

sangat erat hingga dianggap sebagai bagian yang sangat penting dari kondisi

cuaca dan iklim, temperatur memberikan efek membatasi pertumbuhan

organisme apabila keadaan kelembaban ekstrim tinggi atau rendah, akan tetapi

kelembaban memberikan efek lebih kritis terhadap organisme pada suhu yang

ekstrim tinggi atau ekstrim rendah. Selain itu kelembaban juga sangat

mempengaruhi proses nitrifikasi.

Rata-rata kelembaban di Nusa Gede Situ Panjalu sekitar 230C dengan

kondisi lingkungannya terdapat banyak naungan pohon besar berdaun lebat dan

tanahnya mengandung banyak serasah sebagai tempat Solenopsis richteri untuk

mencari mangsa dan bersembunyi dari sengatan matahari ketika siang hari.

Jika kondisi kelembaban lingkungan sangat tinggi, hewan akan mati atau

bermigran ke tempat lain. Kondisi yang kering kadang-kadang juga

mengurangi adanya jenis tertentu karena berkurangnya populasi. Disamping itu

kelembaban juga mengontrol berbagai macam aktivitas hewan antara lain,

aktivitas bergerak dan makan.

c. pH Tanah

pH tanah merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik

flora maupun fauna tanah. pH tanah dapat menjadikan organisme mengalami

kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan akan mati pada kondisi pH yang

terlalu asam atau terlalu basa.


Agar flora maupun fauna dapat hidup dengan baik harus berada pada

kisaran pH yang netral yaitu antara 6-8. Khusus pada hewan tanah, pH tanah

pengaruhnya bisa secara langsung mengenai organ-organ tubuhnya sehingga

pada suatu daerah tertentu yang mempunyai pH yang terlalu asam atau terlalu

basa jarang sekali terdapat hewan-hewan tanah.

pH tanah di Nusa Gede Situ Panjalu diperoleh pH basa yaitu 6,3

sehingga terdapat 19 spesies arthopoda darat yaitu : Aleoides indiscretu, Kupu-

Kupu (Mycalesis horsfieldi), Ulat (Helicoverpa sp), Nyamuk (Aedes

albopictus), Tenebrio molitor, Laba-laba (Argiope sp.), Stictoleptura rubra,

Drosophila sp, Semut api (Solenopsis richteri), Semut hitam (Dolichoderus

thoracicus), Onthophagus Taurus, Forficula auricularia, Jangkrik (Gryllus sp),

Kumbang dung (Onitis agygulus), Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina),

Belalang Sembah (Mantis religiosa), Stenolophus mixtus, Laba-laba penuai

(Harvestman), Sticloptera cordigera.

You might also like