Professional Documents
Culture Documents
Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan akibat obat.
OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu
terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan
bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat
penenang (valium, xanax, mogadon/BK).
2. Karbonmonoksida
Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak berasa. Absorpsi melalui inhalasi dan kemudian tidak
dimetabolisme; distribusi dalam darah, eliminasi melalui paru dengan cara ekshalasi.
Berikatan dengan sistem sitokrom oksidase; berkompetisi dengan oksigen untuk
berikatan dengan sitokrom A3. Karbon monoksida adalah asfiksan respirasi yang
berikatan dengan hemoglobin dan myoglobin, yang akan mengurangi kemampuan
darah mengangkut oksigen. Waktu paruh dalam tubuh adalah 5-6 jam. Karbon
monoksida memiliki afinitas dengan Hb 250kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen; menyebabkan pergeseran kurva disosiasi kekiri, menghambat pelepasan
oksigen ke jaringan. Karbon monoksida berikatan dengan myoglobin dan
membuatnya menjadi tidak aktif
Sumber :
1) Endogen : CO adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen lain
yang mengandung hem :
a Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan < 10% pada
pasien bukan perokok
b. Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5%
c. Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5%
d. Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6%
2) Eksogen :
a Rokok : saat merokok, ujung batang rokok mengandung 2.5 kali lebih
banyak gas CO dari pada gas yang terhirup
b. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10%
c. Kebakaran : menghirup udara dari kebakaran mengandung lebih dari 10%
gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan untuk menyebabkan kadar
letal COHb)
d. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, penumpang biasanya terpapar
CO karena tempat duduk yang terlalu dekat dengan sistem buangan
kendaraan
e. Metilen chloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant sangat
mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan dimetabolisme menjadi
CO. Perhatikan bahwa waktu paruh COHb karena paparan metilen
chloride dua kali lebih besar daripada inhalasi.
3. NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif
lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan
seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan (intoksikasi/over dosis)
sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan
segera
a. Jenis-jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang
dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi
hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan
ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang
terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain.
Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
a) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya
terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana.
Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi
pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami
yaitu seperti ganja dan daun koka.
b) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,
dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat
menimbulkan dampak sebagai berikut:
2. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
3. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan
merasa badan lebih segar.
4. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran.
c) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi,
ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.
2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam
psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf
menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam
golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin.
Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph.
Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan
dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti
barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat
mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara
fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup
secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan- bahan berbahaya ini adalah zat
adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi
mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan
(Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain:
minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A
(kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B
(kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman
keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy,
wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila
kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami
gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat
adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.
Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold
turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri diberi analgetika kuat
seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya.
Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri
metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas,
Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine.
Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi
morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi
sedikit.
Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai
dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis
diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila
sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi
(Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single
drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim
Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan
anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan
dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara :
Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai
terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10
mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan
karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi
gejala depresi berikan anti depresi.
Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA
- Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Injeksi
Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari.
- Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM.
- Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti
pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol
Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul
dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain :
menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum,
muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan
perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8
jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari
2. Karbonmonoksida
Karbon monoksida menyebabkan demyelisasi sel otak, dengan hasil otopsi
ditemukan adanya edema cerebral, nekrosis pada superfisial substansia putih, globus
pallidus, cerebrum dan hippokampus. Sekuele berupa keterlambatan neuropsikiatri
terjadi pada 40% kasus.
Keracunan gas monoksida sulit untuk didiagnosis karena ada beberapa tanda dan
gejala patognomonis. Gejala ringan tidak spesifik, seperti sakit kepala, mual dan
muntah, pusing. Beberapa anggota keluarga dapat memberikan gejala yang sama
pada saat yang bersamaan seperti yang sering terjadi pada penyakit flu.
Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat pada
table :
ABC
a. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
b. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi
c. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat ke wajah
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan udara
bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas dengan oksigen
100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar
COHb < 10%
Disposisi
Rujuk pasien untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik dengan menghubungi
tempat-tempat lokal yang memiliki sarana terapi hiperbarik baik sipil maupun
militer, sesuai dengan protokol lokal :
a) Seluruh pasien yang pingsan, kelainan neurologis dan kelainan jantung
dengan peningkatan kadar COHb
b) Seluruh pasien dengan kadar COHb > 25%
c) Wanita hamil dengan kadar COHb > 10%
d) Iskemik myocardium
e) Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen
f) Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam
(termasuk kelainan test psikometer dan takikardia)
g) Neonatus
Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO berkurang menjadi 23
menit, kecuali bila terapi dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk melakukan terapi
yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh
Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%, berikan
oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam sampai kadar
COHb kembali ke normal
Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali mengalami
komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen dengan nasihat
untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut :
1. Kesulitan untuk bernafas atau sesak
2. Nyeri dada atau rasa berat didada
3. Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki
4. Gangguan daya ingat
5. Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan
Pasien yang dipulangkan harus dirujuk kebagian psikiatri untuk melakukan
screening neuropsikiatri karbon monoksida untuk mendeteksi deterioration
Pasien harus diberitahu untuk tidak merokok selama 72 jam
3. NAPZA
C = Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar
yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar
dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support).
Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan
penyulit-penyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga
dada dan injuri organ abdomen.
Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa klien dalam
keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba. Cara
melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara meletakkan dua jari
diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke arah samping dan hentikan
disela-sela antara laring dan otot leher. Setelah itu barulah penolong merasakan
denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik.
Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua tangan
ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri dengan posisi
lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni (kepala tengkorak).
Untuk memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi dengan
kecepatan 100x/menit dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus
dilakukan selam nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi yang terlalu
sering. Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio ini
dibuat untuk menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian
hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan
ventilasi.
2. Penilaian Klinik
Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian
karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas,
dan syok.
3. Anamnesis
Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada
tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah
mendapatkan informasi yang penting seperti :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk
obat yang ering dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota
keluarga, teman, atau petugas kesehatan yang biasa mendampingi (jika ada)
tentang obat yang biasa digunakan.
b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik.
c. Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat intosikasi,
yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung, ukuran pupil,
keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan skala
prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik
harus dilakukan berulang.