You are on page 1of 29

2.

1 Definisi Keracunan dan Overdosis Secara Umum


Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun yang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-
paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ
tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.

Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.

Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan akibat obat.
OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu
terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil, heroin digunakan
bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat
penenang (valium, xanax, mogadon/BK).

2.2 Definisi IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA


1. IFO (Insektida fosfat organik)
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia
untuk membasmi hama yang merugikan manusia. Termasuk peptisida ini adalah
insektisida. Ada 2 macam insektisida yang paling benyak digunakan dalam pertanian :
 Insektisida hidrokarbon khlorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
 Insektida fosfat organik ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan
dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun
dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap
diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti
golongan IHK. Macam-macam IFO adalah malathion (Tolly) Paraathion, diazinon,
Basudin, Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan
carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.

2. Karbonmonoksida
Karbon monoksida (gas buangan kendaraan, gas rumah tangga) tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak berasa. Absorpsi melalui inhalasi dan kemudian tidak
dimetabolisme; distribusi dalam darah, eliminasi melalui paru dengan cara ekshalasi.
Berikatan dengan sistem sitokrom oksidase; berkompetisi dengan oksigen untuk
berikatan dengan sitokrom A3. Karbon monoksida adalah asfiksan respirasi yang
berikatan dengan hemoglobin dan myoglobin, yang akan mengurangi kemampuan
darah mengangkut oksigen. Waktu paruh dalam tubuh adalah 5-6 jam. Karbon
monoksida memiliki afinitas dengan Hb 250kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen; menyebabkan pergeseran kurva disosiasi kekiri, menghambat pelepasan
oksigen ke jaringan. Karbon monoksida berikatan dengan myoglobin dan
membuatnya menjadi tidak aktif

 Sumber :
1) Endogen : CO adalah hasil degradasi dari hemoglobin dan komponen lain
yang mengandung hem :
a Kadar karboksihemoglobin (COHb) < 5% pada perokok dan < 10% pada
pasien bukan perokok
b. Pada wanita hamil kadar COHb bisa lebih dari 2-5%
c. Pada bayi normal kadar COHb dapat mencapai 4-5%
d. Pada anemia hemolitik kadarnya dapat mencapai 6%
2) Eksogen :
a Rokok : saat merokok, ujung batang rokok mengandung 2.5 kali lebih
banyak gas CO dari pada gas yang terhirup
b. Perokok seringkali memiliki kadar CO antara 4-10%
c. Kebakaran : menghirup udara dari kebakaran mengandung lebih dari 10%
gas CO (100 kali konsentrasi yang diperlukan untuk menyebabkan kadar
letal COHb)
d. Gas buangan kendaraan terdiri atas 8% CO, penumpang biasanya terpapar
CO karena tempat duduk yang terlalu dekat dengan sistem buangan
kendaraan
e. Metilen chloride pada zat penghilang cat, aerosol dan fumigant sangat
mudah diserap melalui kulit dan secara perlahan dimetabolisme menjadi
CO. Perhatikan bahwa waktu paruh COHb karena paparan metilen
chloride dua kali lebih besar daripada inhalasi.

3. NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif
lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan
seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan (intoksikasi/over dosis)
sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan
segera
a. Jenis-jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang
dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi
hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan
ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang
terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain.
Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun
semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
a) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya
terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana.
Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi
pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami
yaitu seperti ganja dan daun koka.
b) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,
dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat
menimbulkan dampak sebagai berikut:
2. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
3. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan
merasa badan lebih segar.
4. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran.
c) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi,
ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.

2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam
psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf
menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam
golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin.
Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph.
Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan
dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti
barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat
mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara
fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

3. Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup
secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan- bahan berbahaya ini adalah zat
adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi
mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan
(Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain:
minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A
(kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B
(kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman
keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy,
wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila
kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami
gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat
adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

b. Jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA


Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA : Yang dimaksud dengan
intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan prilaku abnormal akibat
penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh.
1. Intoksikasi/Over Dosis
a. Intoksokasi Opioida
Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala penurunan
kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil karena
anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti
napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle track sign), bicara cadel, dan
gangguan atensi atau daya ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan
psikologis yang bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti
oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan fungsi
sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian opioid.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah:
a. Bebaskan jalan napas
b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan
c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika
diperlukan
d. Pemberian antidotum Nalokson
· Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV
· Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV
· Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg Narcan hingga
ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik
· Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum
menunjukkan adanya perbaikan kesadaran
· Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah terjadinya
penurunan kesadaran kembali
· Observasi secara invensif tanda-tanda vital,pernapasan, dan besarnya ukuran
pupil klien dalam 24 jam
· Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG
· Puasakan klien untuk menghindari aspirasi
· Lakukan pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium, yaitu darah
lengkap, urin lengkap dan urinalisis
b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin)
Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat darurat
atau intervensi farmakologi.Intoksikasi benzodiazepin yang fatal sering
terjadi pada anak-anak atau individu dengan gangguan pernapasan atau
bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya seperti opioida.Gejala
intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah hiporefleksia, nistagmus
dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala
berlanjut dengan pemburukan ataksia, letih, lemah, konfusi, somnolent,
koma, pupilmiosis, hip[otermi, depresi sampai dengan henti pernapasan.bila
diketahui segera dan mendapat terapi kardiorespirasi maka dampak
intoksikasi jarang bersifat fatal. Namun pada perawatan yang tidak memadai
maka fungsi respirasi dapat memburuk karena asapirasi isi lambung yang
merupakan faktor resiko yang sangat serius.
Penatalaksanaan adalah dengan memberikan tindakan kolaboratif berupa
pemberian terapi kombinasi yang ditujukan untuk :
1) Mengurangi efek obat didalam tubuh
Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan
Flumazenil 0,2 mg secara IV, kemudian setelah 30 detik diikuti dengan
0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut lalu dapat diberikan lagi sebanyak
0,5 mg setelah 60 detik sampai total kumulatif 3 mg. Tindakan
suppurtive adalah dengan mempertahankan jalan napas, dan
memperbaiki gangguan asam basa.
2) Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
Mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru terjadi pemakaian.
Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka berikan antidot berupa
karbon aktif yang berfungsi untuk menetralkan efek obat.
3) Mencegah komplikasi jangka panjang
Observasi tanda-tanda vital dan depresi pernapasan, aspirasi dan edema
paru.Bila sudah terjadi aspirasi maka dapat diberikan antibiotik.Bila
klien ada usaha untuk bunuh diri maka klien tersebut harus ditempatkan
ditempat khusus dengan pengawasan ketat setelah keadaan darurat
diatasi.
c. Intoksikasi Anfetamin
Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya
dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil,
peningkatan atau penurunan tekanan darah, banyak keringat atau
kedinginan, mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi
psikomotot, kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau
aritmiajantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma.
Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan
pemberian terapi suportife lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll.
d. Intoksikasi alkohol
Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala (satu
atau lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak
dapat memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau koma.
Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan
menidurkan klien terlentang dan posisi ”face down” untuk mencegah
aspirasi, melakukan observasi tanda vital dengan ketat tiap 15
menit,memberikan tindakan kolaboratif dengan pemberian Thiamine 100 mg
secara IV untuk profilaksis terjadinya Wernicke Encephalopaty kemudian
memberikan 50 ml Dextrose 5% secara IV serta dengan memberikan 0,4 – 2
mg Naloksone bila klien memiliki riwayat atau kemungkinan pemakaian
opioida.
Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu waspada
atas perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien agresif,. Untuk itu
diperlukan sikap toleran dari perawat sehingga tidak membuat klien merasa
ketakutan dan terancam.Untuk itu harus diciptakan suasana yang tenang dan
bila perlu tawarkan klien untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif,
dapat diberikan sedatif dengan dosis rendah dan jika perlu dapat diberikan
Halloperidol injeksi secara IM.
e. Intoksikasi Kokain
Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan
psikologis misalnya euforia atau efek mendatar, perubahan dalam stabilitas,
hypervigilance / kewaspadaan yang meningkat, interpersonal sensitivity,
ansietas, kemarahan, tingkah laku yang stereotip, menurunnya fungsi sosial
dan fungsi pekerjaan yang berkembang selama atau setelah penggunaan
kokain.
Tanda dan gejala ( dua atau lebih) yang muncul diantaranya adalah
takikardia atau bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau penurunan
tekanan darah, berkeringat atau rasa dingin, mual atau muntah, penurunan
berat badan, agitasi atau retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi, nyeri
dada atau arimia jantung, bingung (confusion), kejangdyskinesia, dystonia,
hingga dapat menimbulkan koma.
Penatalaksanaan setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah dengan
melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-terapi simtomatik,
misalnya pemberian Benzodiazepin bila timbul gejala agitasi, pemberian
obat-obat anti psikotik jika timbul gejala psikotik , dan pemberian terapi-
terapi lainnya sesuai dengan gejala yang ditemukan.

2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat)


Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu kondisi cukup
berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan fisik yaitu toleransi dan sindrome
putus zat.
Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan
secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat
yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat.
Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu :
 Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi.
Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat
inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda ada yang 1-2 minggu
untuk detoksifikasi konvensional dan ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi
opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment).
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan
dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.

Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :

 Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold
turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri diberi analgetika kuat
seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya.
Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri
metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas,
Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine.
 Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi
morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi
sedikit.
 Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai
dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis
diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila
sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
 Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi
(Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single
drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim
Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan
anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
 Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan
dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara :
Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai
terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10
mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
 Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan
karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi
gejala depresi berikan anti depresi.
 Terapi untuk waham dan delirium pada putus NAPZA
- Pada gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Injeksi
Haloperidol 2.5-5 mg IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5 mg/hari.
- Pada gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM.
- Pada delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti
pada terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol
 Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul
dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain :
menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum,
muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan
perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8
jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10 hari

2.3 Manifestasi Klinis IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA


1. IFO
Banyak sekali gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan gejala atau
tanda dari suatu penyakit, seperti kejang, stroke dan reaksi insulin. Seseorang yang
telah mengalami keracunan kadang dapat diketahui dengan adanya gejala keracunan.
Gejala gejala keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non spesipik dan
spesifik, namun kadang kadang sulit untuk menentukan adanya keracunan hanya
dengan melihat gejala gejala saja. Perlu dilakukan tindakan untuk memastikan telah
terjadi keracunan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemerikasaan
laboratorium ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan periodik urin, tinja, darah,
kuku, rambut dan lain lain. Bila dicurigai telah terjadi keracunan maka perlu
diidentifikasi tanda dan gejala yang muncul seperti tersebut dibawah ini,
5. Luka bakar atau kemerahan di sekitar mulut dan bibir yang mungkin akibat
menelan bahan kimia korosif.
6. Bau napas seperti bau bahan kimia, contoh bensin, minyak tanah dan cat
7. Adanya bercak atau bau bahan pada tubuh korban, baik pada pakaian atau
pada furnitur, pada lantai atau objek disekitar korban
8. Tempat obat yang telah kosong atau adanya tablet / pil yang berserakan
9. Muntah, mulut berbuih, sulit bernapas, rasa kantuk yang berat, kebingungan
atau gejala lain yang tidak diharapkan.
Yang paling menonjol adalah:
 Kelainan visus
 Hiperaktifitas kelenjar ludah
 Keringat dan ggn saluran pencernaan
 Serta kesukaran bernafas.
Gejala ringan meliputi:
 Anoreksia
 Nyeri kepala
 Rasa lemah
 Rasa takut
 Tremor pada lidah, kelopak mata, pupil miosis.
Keracunan sedang :
 Nausea
 Muntah-muntah
 Kejang atau kram perut
 Hipersaliva
 Hiperhidrosis
 Fasikulasi otot dan bradikardi.
Keracunan berat :
 Diare
 Pupil pi- poin
 Reaksi cahaya negatif
 Sesak nafas
 Sianosis,
 Edema paru .inkontenesia urine dan feces
 Kovulsi
 Koma, blokade jantung

2. Karbonmonoksida
Karbon monoksida menyebabkan demyelisasi sel otak, dengan hasil otopsi
ditemukan adanya edema cerebral, nekrosis pada superfisial substansia putih, globus
pallidus, cerebrum dan hippokampus. Sekuele berupa keterlambatan neuropsikiatri
terjadi pada 40% kasus.

Keracunan gas monoksida sulit untuk didiagnosis karena ada beberapa tanda dan
gejala patognomonis. Gejala ringan tidak spesifik, seperti sakit kepala, mual dan
muntah, pusing. Beberapa anggota keluarga dapat memberikan gejala yang sama
pada saat yang bersamaan seperti yang sering terjadi pada penyakit flu.

Gejala-gejala klinis dari saturasi darah oleh karbon monoksida dapat dilihat pada
table :

Konsentrasi CO dalam darah Gejala


Kurang dari 20% Tidak ada gejala
20% Nafas menjadi sesak
30% Sakit kepala, lesu, mual, nadi dan
pernafasan sedikit meningkat
30% – 40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang
daya ingat, lemah, hilang daya
koordinasi gerakan
40% - 50% Kebingungan makin meningkat, setengah
sadar
60% - 70% Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol
faeces dan urin
70% - 89% Koma, nadi menjadi tidak teratur,
kematian karena kegagalan pernafasan
3. NAPZA
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat
yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat
berbeda pada jenis zat yang berbeda.
Namun secara umum, manifestasi klinis dari pemakaian NAPZA adalah :
1. Perubahan Fisik :
 Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ),
apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.
 Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung dan
nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
 Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair, menguap terus,
diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
 Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku :
 Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
 Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di
kelas atau tempat kerja.
 Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.
 Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi, menghidar bertemu
dengan anggota keluarga yang lain.
 Sering mendapat telepon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota
keluarga yang lain.
 Sering berbohong, meminta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak
jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri
atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi.
 Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan
pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia

2.4 Penatalaksanaan IFO, Karbonmonoksida, dan NAPZA


1. IFO
A. Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infus
dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalam
saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlu
respirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut
kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mlut
penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
B. Eliminasi.
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila
tidak berhasil. Katarsis ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga
racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah lambung atau gastric lavage,
pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak
kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia.
C. Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala-
gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering, takikardi, midriasis, febris dan
psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2
– 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
2. Karbonmonoksida
Penatalaksanaan berupa tindakan suportif dan pemberian terapi oksigen

 ABC
a. Lakukan evaluasi dan terapi suportif jalan nafas
b. Lakukan intubasi orotrakhea bila terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi
c. Berikan suplemen oksigen 100% melalui masker yang melekat erat ke wajah
Catatan : waktu paruh eliminasi COHb dalam serum bila bernafas dengan udara
bebas adalah 520 menit, berubah menjadi 80 menit bila bernafas dengan oksigen
100%. Terapi oksigen sebaiknya tidak dihentikan sampai gejala hilang dan kadar
COHb < 10%

 Lakukan monitoring : EKG (menunjukkan gambaran sinus takikardi dan


perubahan segmen ST)
 Pikirkan penggunaan natrium bikarbonat infus bila ada metabolik asidosis (pH
darah arteri < 7.1)
 Pemeriksaan Laboratorium
 Rutin : Darah lengkap, glukosa, ureum/creatinin/elektrolit, analisa gas darah
dengan kadar COHb, EKG 12 lead
 Sesuai dengan kondisi pasien : foto rontgen thoraks (pada cedera inhalasi
yang berat, aspirasi paru, bronkopneumonia dan edema paru)
 Terapi antidotum : Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weaver, dkk (2002)
menunjukkan bahwa 3 buah terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan dalam 24
jam berhasil menurunkan resiko gejala sisa berupa kelainan kognitif dalam waktu
6 minggu dan 12 minggu setelah keracunan gas CO. Keuntungan dari terapi
oksigen hiperbarik adalah untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh gas
CO bukan menghilangkan gas tersebut.

 Disposisi
Rujuk pasien untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik dengan menghubungi
tempat-tempat lokal yang memiliki sarana terapi hiperbarik baik sipil maupun
militer, sesuai dengan protokol lokal :
a) Seluruh pasien yang pingsan, kelainan neurologis dan kelainan jantung
dengan peningkatan kadar COHb
b) Seluruh pasien dengan kadar COHb > 25%
c) Wanita hamil dengan kadar COHb > 10%
d) Iskemik myocardium
e) Gejala yang memburuk setelah pemberian terapi oksigen
f) Gejala yang menetap setelah terapi oksigen 100% selama 4 jam
(termasuk kelainan test psikometer dan takikardia)
g) Neonatus
Catatan : Dengan terapi oksigen hiperbarik, waktu paruh eliminasi CO berkurang menjadi 23
menit, kecuali bila terapi dilakukan dalam seting militer, sulit sekali untuk melakukan terapi
yang adekuat untuk memperoleh pengurangan waktu paruh

Rawat pasien di ruangan penyakit dalam bila kadar COHb < 20%, berikan
oksigen aliran tinggi 15L/ menit melalui masker minimal 4 jam sampai kadar
COHb kembali ke normal
Pasien yang tanpa gejala dengan kadar COHb < 20% jarang sekali mengalami
komplikasi dan dapat dipulangkan dari emergency departemen dengan nasihat
untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul gejala sebagai berikut :
1. Kesulitan untuk bernafas atau sesak
2. Nyeri dada atau rasa berat didada
3. Kesulitan untuk mengkoordinasikan tangan dan kaki
4. Gangguan daya ingat
5. Sakit kepala atau pusing yang berkepanjangan
Pasien yang dipulangkan harus dirujuk kebagian psikiatri untuk melakukan
screening neuropsikiatri karbon monoksida untuk mendeteksi deterioration
Pasien harus diberitahu untuk tidak merokok selama 72 jam

3. NAPZA

Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan


sampai pemulihan (rehabilitasi).
a) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang
NAPZA
b. Deteksi dini perubahan perilaku
c. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada
narkoba”
b) Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus
zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut
berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-
hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam.
Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap
sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga
diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
c) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana
rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program
terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua)
minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu
rehabilitasi (Hawari, 2003).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena
tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana
penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003),
bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani
program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu
maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat
rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit
rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan
dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang
rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang
detoksifikasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada bagan di bawah ini (bagan 1).
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani
detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA,
oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes,
2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya.

Jenis program rehabilitasi:


a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai
latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien
selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali
sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan
tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan
mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali
perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA
kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan
dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering
disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh
karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan
jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif
(menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam
rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara
individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2
minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu,
perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan (program rehabilitasi).
Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi
masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini
adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi
keluarga terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari,
2003) menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga
dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami
penyalahgunaan NAPZA.
c. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu
tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat
sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga
profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan
mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-
hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih
(craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam
proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak
membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman bagi
yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi
tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian
(spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal
mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan
rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang
beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali
menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.

Prinsip-prinsip Penanganan kegawatdaruratan NAPZA


Mengingat kasus intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka upaya penatalaksanaan
kasus intoksikasi ditujukan pada hal sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Kegawatan
Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka walaupun
tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan
seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.Penilaian terhadap tanda
vital seperti tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus
dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat
dimulai.Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan.
A = Airway Support
Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di jalan napas
klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya. Lidah merupakan
penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi
tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan ototnya sehingga akan terjatuh
kebelakang rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan
napas.Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.
Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari), yaitu
memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang klien.Kemudian
tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan kedua jari tersebut denagn
geraakan saling mendorong sehingga rahang atas dan rahang bawah terbuka.periksa
adanya benda yang menyumbat atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan,
bersihkan dengan teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari
telunjuk yang terbungkus kassa (jika ada).
Ada dua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head
tilt / chin lift dan jaw trust.
Head tilt atau chin lift: Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna
NAPZA tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk
melakukan teknik ini adalah :
1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat denga
dahi korban).
2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah
belakang.
3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu
korban.
4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan sampai
mulut klien tertutup.
5. Pertahankan posisi ini.
Jaw trust : Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik ini
menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien pengguna
NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini
adalah :
1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala
korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban.
2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban anak-anak,
gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang.
3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah korban
keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian
bawah denagn kedua ibu jari.
B = Breathing Support

Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk menilai


secara normal dapat dilihat dari pengembangn dada dan berapa kali seseorang
bernafas dalam satu menit.Frekuensi/ jumlah pernafasan normal adalah 12-20x /
menit pada klien deawasa.
Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat tanda-tanda
sesak nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas
cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan
otot-otot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan
pada sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada
suara napas, tidak dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar
dan tidak bernapas.
Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status pernapasan klien
untuk mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas secara spontan atau tidak.
Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara melihat, mendengar dan
merasakan (Look, Listen and Feel = LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada
sesuai dengan pernapasan.Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari
mulut dan hidung klien.Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan
napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung korban.Lakukan LLF dengan waktu
tidak lebih dari 10 detik.
Jikaterlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa hembusan napas
klien, maka berarti klientidak menglami henti napas.masalah yang ada hanyalah
penurunan kesadaran.dalam kondisi ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat
adalah mempertahankan jalan napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap
terjaga dan memberikan posisi mantap.
Jika korban tidakbernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan denag volume yang
cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya memberikan bantuan
pernapasan sampai dada mengembang adalah 1detik.Demikian halnya berlaku jika
bantuan pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup
muka. Hindari pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena
akan menyebabkan kembung (distensi abdomen) dan dapat menimbulan
komplikasi padaparu-paru.
Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut bertujuan memberikan ventilasi oksigen
kepada klien.Untuk memberikan bantuan tersebut, buka jalan napas klien, tutup
cuping hidung klien dan mulut penolong mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1
kali pernapasan dalam waktu 1 detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan
pernapasan 1 kali lagi.Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak
terjadi pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka
jalan napas. Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2 tipe,
yaitu pelindung wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk lembaran
yang terbuat dari plastic bening atau silicon yang dapat mengurangi kontak antara
klien dengan penolong.Sedangkan jika memakai sungkup wajah, maka biasanya
terdapat lubang khusus untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia,
maka berikan aliran oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.

C = Circulation Support

Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar
yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain itu untuk
mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem jantung paru agar
dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut (advance life support).
Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah maka akan menimbulkan
penyulit-penyulit seperti patah tulang iga, atau tulang dada, perdarahan rongga
dada dan injuri organ abdomen.
Sebelum melakukan RJP pada klien perawat harus memastikan bahwa klien dalam
keadaan tidak sadar, tidak bernapas dan arteri karotis tidak teraba. Cara
melakukan pemeriksaan arteri karotis adalah dengan cara meletakkan dua jari
diatas laring (jakun). Lalu geser jari penolong ke arah samping dan hentikan
disela-sela antara laring dan otot leher. Setelah itu barulah penolong merasakan
denyut nadi. Perabaan dilakukan tidak boleh lebih dari 10 detik.
Melakukan resusitasi yang benar adalah dengan cara meletakkan kedua tangan
ditulang dada bagian sepertiga bawah dengan jari mengarah ke kiri dengan posisi
lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni (kepala tengkorak).
Untuk memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi dengan
kecepatan 100x/menit dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus
dilakukan selam nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi yang terlalu
sering. Rasio kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio ini
dibuat untuk menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian
hiperventilasi, dan mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan
ventilasi.
2. Penilaian Klinik
Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian
karena dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas,
dan syok.
3. Anamnesis
Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada
tingkat kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah
mendapatkan informasi yang penting seperti :
a. Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk
obat yang ering dipakai, baik kepada klien (jika memungkinkan), anggota
keluarga, teman, atau petugas kesehatan yang biasa mendampingi (jika ada)
tentang obat yang biasa digunakan.
b. Tanyakan riwayat alergi atau riwayat syok anafilaktik.
c. Pemeriksaan fisik
Lakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda/kelainan akibat intosikasi,
yaitu pemeriksaan kesadaran, tekanan darah, nadi, denyut jatung, ukuran pupil,
keringat, dan lain-lain. Pemeriksaan penunjang diperlukan berdasarkan skala
prioritas dan pada keadaan yang memerlukan observasi maka pemeriksaan fisik
harus dilakukan berulang.

Tanda dan gejala


Golongan obat Gambaran klinik Intervensi kunci

Antidepresan (misalnya, Gambaran antikolinergik Kontrol kejang, koreksi


amitriptilin, doksepin, umum: dilatasi pupil, asidosis, dan kardiotoksisitas
maprotilin, dan lainlain) takikardia, kulit panas dan dengan ventilasi dan HCO3.
kering, Bising usus Jangan gunakan fisostigmin
menurun. Tiga K koma, atau flurnazenil. Awasi
konvulsi, dan masalah hipertermia.
kardiak merupakan
penyebab kematian yang
paling sering. Kontrol
kejang, koreksi asidosis, dan
kardiotoksisitas dengan
ventilasi dan HCO3. Jangan
gunakan fisostigmin atau
flurnazenil. Awasi
hipertermia. Universitas
Gadjah Mada 6 Gambaran
diagnostik utama adalah
pelebaran kompleks QRS
yang Iebih besar dari 0,1
detik pada EKG (tidak
terlihat pada amoksapin).
Hipotensi dan aritmia
ventrikular umum
ditemukan.
Obat-obat antimuskarmik Halusinasi, delirium, koma. Kontrol hipertemua.
(misalnya, atropin, Kejang dapat terjadi pada Fisostigmin mempunyai
skopolamin, antihistamin, antidepresan trisiklik, ndai poterisial tetapi tidak
antidepresan trisikik, antihistamin. Takikardia, boleh diberikan untuk
Jimsonweed, Jamur hipertensi. Hipertermia antidepresan siklik
Amanitamuscar dengan kulit panas atau
kering. Midriasis. Bising
usus mengurang, retensi
urin. Diperkirakan
perlambatan pengosongan
lambung.
Obat kolinomimetik Ansietas, agitasi, kejang, Menyokong respirasi,
(misalnya, Insektisida koma. Mungkin terlihat atropin, pralidoksim (2
Organofosfat dan karbamat) bradikardia PAM). Melepas pakaian,
(efekmuskarinik) atau membasuh kulit.
takikardia (efeknikotinik).
Pinpoint pupil. Salivasi yang
berlebihan, berkeringat.
Bising usus hiperaktif,
dengan kram abdomen,
diare. Fasikulasi otot dan
kedutan otot (twiching)
diikuti dengan paralisis
flasid. Kematian akibat
paralisis otot penapasan.
Obat opioid (misalnya, Mengantuk, letargi, atau Bantu pernapasan.
morfin, heroin,meperidin, koma, bergantung pada Tambahan nalokson sering
kodein, metadon) besarnya dosis. Tekanan diperlukan karena waktu
darah dan denyut jantung paruhnya pendek
biasanya menurun.
Hipoventilasi atau apnea.
Pinpoint pupil Kulit dingin;
dapat memperlihatkan
tanda-tanda penyalahgunaan
obat intravena dihubungkan
dengan komplikasi penyakit
infeksi. Bising usus Bantu
pernapasan. Tambahan
nalokson sering diperlukan
karena waktu paruhnya
pendek. Universitas Gadjah
Mada 7 menurun. Tonus otot
lemah; kadang- kadang
terlihat kedutan otot,
kekakuan. Takar lanjak
klonidin dapat dengan
sindrorn yang identik.
Salisilat Bingung, letargi, koma, Koreksi asidosis serta cairan
kejang. Hiperventilasi, dan elektrolit yang
hipertermia. Asidosis abnormal; alkalinasi urin;
metabolik celah anion (anion hemodialisis bila pH atau
gap). Dehidrasi, kehilangan gejala SSP tidak dapat
kalsium. Takar lajak akut dikontrol.
sangat serius bila kadar 6
jam melebihi 100 mg/dL
(1000 mg/L). Takar lajak
kronik atau akibat
kecelakaan: kadarnya tidak
dapat dipercaya; toksisitas
Iebih berat; sering diagnosis
keliru sebagai infeksi
saluran napas bagian atas
atau / gastroenteritis.
Sedatif-hipnotik (misalnya, Sangat bervariasi Bantu pemapasan dan
benzidoazepin barbiturat, bergantung pada tingkat saluran napas. Hindari
etanol) keracunan; mulai dengan cairan yang berlebihan.
disinhibisi dan kegaduhan, Flurnazenil dapat
letargi lebih lambat, stupor, memulihkan koma yang
dengan koma yang dalam: disebabkan oleh
hipotensi, pupil kecil. benzodiazepin.
Nistagmus umum dengan
keracunan sedang. Bising
usus menurun dengan koma
yang dalam. Tonus otot
biasanya flasid. dapat
dikaitkan dengan hipotermia
Obat-obat perangsang Agitasi, psikosis, kejang. Kontrol kejang, tekanan
(misalnya, amfetamin, Hipertensi, takikardia, darah, dan hipertermia.
kokain, PCP) anitmia. Midriasis
(biasanya). Nistaginus
vertikal dan horizontal
sering pada keracunan PCP.
Kulit panas dan berkeningat.
Tonus otot meKontrol
kejang, tekanan darah, dan
hipertermia. Universitas
Gadjah Mada 8 ningkat;
mungkin terjadi nekrosis
otot. Hipertermia mungkin
merupakan komplikasi
utama.

You might also like