You are on page 1of 10

Tugas Kelompok

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR


(Studi kasus Dermaga Linau Kecamatan Maje Kabupaten Kaur)
(Dalam Mata Kuliah Dasar Dasar Amdal)

KELOMPOK IV

FUJI PRATIWI L111 15 513

YANI ANJANI L111 15 519

NADA L111 15 511

ADHE ZETYAWAN L111 15 319

DEPARTEMEN ILMU KELAUTA

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Dampak Penambangan Pasir” dalam mata kuliah Dasar Dasar
Amdal semester V (lima). Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
dampak dari penambangan pasir. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Makassar, Oktober 2017


BAB I

A. Latar Belakang
Secara umum pasir besi terdiri dari mineral opak yang bercampur dengan butiran-butiran
dari mineral non logam seperti, kuarsa, kalsit, feldspar, ampibol, piroksen, biotit, dan
tourmalin. mineral tersebut terdiri dari magnetit, titaniferous magnetit, ilmenit, limonit, dan
hematit, Titaniferous magnetit adalah bagian yang cukup penting merupakan ubahan dari
magnetit dan ilmenit. Mineral bijih pasir besi terutama berasal dari batuan basaltik dan
andesitic volkanik. Kegunaannya pasir besi ini selain untuk industri logam besi juga telah
banyak dimanfaatkan pada industri semen.

Namun demikian, pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu
sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang sangat potensial. Sebagai
sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa sektor ini menyokong pendapatan
negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak lingkungan, pertambangan terbuka (open pit
mining) dapat merubah total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit
bahan tambang disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari
batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya
menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan
lingkungan.

Pada pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya


diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses pemurnian bijih.
Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan terlepasnya unsur-unsur kimia
tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit (Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam
(Acid Mine Drainage / Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan
pada saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga
menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang tersebut
sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi mencemari lahan
pertanian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahap pra konstruksi penambangan pasir?


2. Bagaimana identifikasi dampak penambangan pasir?
3. Bagaimana pra kiraan dampak penambangan pasir?
4. Bagaimana evaluasi dampak penambangan pasir?
BAB II

A. Tahap Pra Konstruksi Penambangan Pasir


Sebagai gambaran awal (pra konstruksi) proses kegiatan pembangunan kawasan
penambangan pasir mempunyai potensi dampak sebagai berikut :

 Perubahan Fungsi Dan Tata Guna Lahan

Kegiatan penambangan bahan galian C akan merubah tata guna lahan serta produktivitas
lahan di lingkungan sekitar kawasan penambangan.

 Peningkatan Erosi Dan Sedimentasi

Kegiatan pembukaan lahan, pembangunan jalan operasional, dan tahap operasional


khusus untuk penambangan pasir di darat akan mengakibatkan terjadinya erosi dan
sedimentasi. Penempatan tanah penutup pada tahap pembangunan jalan operasional dan tahap
operasi yang tidak dilakukan dengan baik akan mudah tererosi air hujan dan akhirnya akan
terbawa aliran air hujan ke daerah yang lebih rendah sehingga akan menimbulkan
sedimentasi pada daerah tersebut.

 Penurunan Kualitas Air

Penambangan pasir akan menimbulkan penurunan kualitas air. Terutama pada tahap operasi
(penambangan).

 Penurunan Kualitas Udara Dan Peningkatan Kebisingan

Mobilisasi truk pengangkut pada saat pengangkutan material sebelum konstruksi,


pembuatan jalan operasional, pembangunan sarana pendukung dan pada saat pengangkutan
bahan galian pada tahap operasi merupakan sumber kegiatan yang
dominan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas udara akibat debu dan emisi gas dari
truk pengangkut serta terjadinya peningkatan kebisingan.

Pada tahap pra konstruksi tambang akibat kegiatan mobilisasi alat berat diperkirakan
perusahaan akan mengoperasikan 44 unit alat berat. Pada tahap ini aktifitas yang dilakukan
meliputi pembersihan lahan, pembuatan jalan tambang , pembangunan sarana tambang,
pembangunan pengelolaan instalasi pasir besi, dipastikan akan meningkatkan kadar debu di
lingkungan sekitar. Intensitas ini dipastikan akan bertambah pada tahap operasi tambang
akibat pengupasan tanah pucuk . perusahaan memasang target akan mengelola dan
mengangkut 1500 s/d 2000 ton per hari dengan volume angkut 75 s/d 100 rit per hari. hal ini
tentu akan meningkatkan sebaran debu di sekitar tambang dan akan mencapai ke pemukiman
penduduk Desa Sukamenanti, Way Hawang dan Linau akibat angkutan pasir besi. Lamanya
dampak debu ini diperkirakan oleh perusahaan selama 15 s/d 18 tahun (selama tambang
masih aktif beroperasi) tingkat polusi debu akan semakin tinggi pada saat siang hari dimana
angin bertiup dari laut ke arah daratan (pemukiman warga, Desa Sukamenanti dan Way
Hawang) Hal ini tentu saja akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat, mereka terancam
penyakit ISPA (Infeksi saluran Pernafasan Akut) TBC, dan lain-lain.

Kegiatan tambang pasir besi pada tahap prakonstruksi berupa mobilisasi alat-alat berat
berjumlah 44 unit. Dipastikan ini akan meningkatkan kebisingan di areal tambang dan
pemukiman masyarakat di jalan Way Hawang Sukamenanti. Tingkat kebisingan akan
semakin bertambah ketika operasional pertambangan mulai berjalan normal. Lama
kebisingan berlangsung sebanyak 150 s/d 200 kali setiap hari sesuai volume yang
direncanakan perusahaan sebanyak 1500 s/d 2000 ton per hari. Dengan volume angkut 75 s/d
100 rit per hari. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi ketenangan warga pada saat tidur.

Sebagian wilayah penambangan merupakan perairan Sungai Air Numan (Danau


Kembar) kondisi awal seluas 16,02 hektar dan daratan seluas 163,34 hektar. Kegiatan
penggalian tentu saja akan memperluas bentuk dan struktur danau, diperkirakan akan meluas
sebesar 28 hektar. Begitu juga dengan kedalaman, saat ini kedalaman danau berkisar 0,2
meter s/d 0,8 meter. Dengan adanya penggalian pasir besi dapat dipastikan kedalaman danau
akan menjadi 7 hingga 8 meter. Hal ini sangat membahayakan warga, dan debit air akan
mengalami perubahan struktur, ancaman terhadap kekeringan dan banjir yang mendadak
akibat iklim yang tidak menentu, merupakan ancaman utama bagi warga.

Harus diakui aktifitas pertambangan juga akan mempengaruhi struktur pantai Way
Hawang, ancaman akan meningkat khususnya pada saat air laut pasang dan gelombang besar
serta tinggi akan membuat bentuk pantai berubah. Kondisi ini diakui oleh perusahaan sulit
dipulihkan karena membutuhkan biaya besar. Masyarakat yang terkena dampak langsung
adalah Desa Sukamenanti dan Desa Way Hawang. Lamanya dampak akan terjadi selama
perusahaan masih beroperasi hingga pada tahap pasca operasi tambang. (UPL 2008: IV-3)
Hasil analisa dalam laporan UPL dikatakan, kegiatan tambang pasir besi PT. Selo Moro
Banyu Arto berdampak negative terhadap morfologi lahan karena dapat menimbulkan
dampak turunan berupa abrasi yang merugikan masyarakat. (UPL 2008: IV-4)

Kegiatan pertambangan dipastikan akan mengurangi kualitas air tanah (sumur) dan
kualitas air permukaan Danau Kembar dan Air Way Hawang pengolaan pasir besi
membutuhkan banyak air untuk diolah di Magnetic Separator, yang menghasilkan pasir besi
dan limbah dengan kapasitas air 225 m3/ jam. Limbah dari pengolaan ini tentu akan
mempengaruhi kadar air yang ada di sekitar pemukiman warga. Sumber negatif lainnya
adalah pengoperasian bengkel. Perawatan alat berat tambang pasir besi dipastikan akan
menghasilkan pelumas bekas sebanyak 58,49 liter per hari. Sisa oli bekas ini jika tidak
dikelola dengan baik akan dapat mencemari danau kembar dan sumur warga, serta air laut di
lingkungan tambang. Hal ini terbukti dibanyak pertambangan yang dengan ceroboh
membuang begitu saja pelumas bekas mereka ke sungai atau berceceran di tanah.

Jalur angkut perusahaan meliputi jalan Raya Desa Sukamenanti – Desa Way Hawang
hingga Pelabuhan Linau. Jalan ini merupakan jalan negara dengan spesifikasi III A atau dapat
dilalui kendaraan dengan muatan maksimal 8 ton. Pada tahap pengoperasian tambang setiap
hari direncanakan 1500 – 2000 ton pasir besi diangkut menggunakan truck penganggkut
dengan kapasitas 20 ton per unit. Kondisi ini akan dapat merusak jalan di sepanjang route
pengangkutan sebab, maksimal berat jalan route tersebut adalah 10 ton.

B. Identifikasi Dampak
Dampak negatif Penambangan Pasir Besi di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur :

1. Menurunnya kualitas air


2. Kebisingan
3. Perubahan bentuk danau kembar
4. Abrasi pantai
5. Menurunnya kualitas air
6. Kerusakan jalan
7. Aspek biologi
8. Biota air
9. Pendapatan masyarakat
Jika dilakukan penelitian secara mendalam, akan banyak sekali dampak buruk dari daya
rusak yang disebabkan oleh pertambangan ini. Jika kita banyak belajar dari kasus-kasus
pertambangan yang ada di Bengkulu seperti Batubara, pasir besi di Seluma, dan lain-lain.

Mengandalkan pengerukan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) adalah satu bentuk pemerintahan daerah yang tidak kreatif dan solutif. Sebab
pertambangan tidak saja membawa berkah bagi sipemiliknya namun juga bencana besar
akibat daya rusak yang diakibatkan, baik kerusakan lingkungan, kerusakan sosial, budaya
masyarakat menjadi lebih konsumtif dan masih banyak lagi.

C. Prakiraan Dampak
Biasanya setiap sungai pasti memiliki sejumlah pasir, hanya saja jumlah tersebut tidak
sama antar sungai, ataupun antar bagian dari sungai tersebut. Jika kita menambang pasir di
sungai yang tidak memiliki hulu di puncak gunung berapi, ataupun hulu dari sugai yang kita
tambang tersebut berada di gunung yang sudah tidak aktif lagi, maka saat kita menambang
pasir dari tempat itu, jumlah pasir yang ada akan terus berkurang jumlahnya, dan
memungkinan suatu saat nanti pasir yang ada di sungai tersebut dapat habis. Karena tidak ada
penambahan material.

Salah satu fungsi dari pasir di dasar sungai adalah untuk menghambat laju aliran air, hal
ini akan sangat terasa pada saat hujan lebat yang menyebabkan debit air meningkat. Saat
debit air sungai meningkat, maka laju aliran airnya juga akan ikut meningkat, jika tidak ada
penghambat yang dapat mengurangi laju aliran air tersebut, maka dikhawatirkan akan dapat
menyebabkan banyak kerusakan di sepanjang aliran sungai tersebut.

Berbeda halnya dengan penambangan pasir yang ada di sungai yang terus mendapat
suplai dari gunung berapi, yang jika tidak ditambang maka dapat menyebabkan banjir. Maka
jika kita menambang pasir dari sugai yang berasal dari gunung mati, maka dapat
menyebabkan laju aliran sungai menjadi meningkat, yang nantinya dapat menyebabkan
kerusakan yang parah di sepanjang aliran sungai.

Kerusakan yang sering terjadi jika laju aliran air sangat besar, tanpa ada yang
menghambatnya yaitu, akan ada banyak lonsor di sepanjang tepi aliran sungai, jika aliran
sungai menghantam pondasi jembatan maka akan menyebabkan resiko jembatan rubuh. Dari
kedua kemungkinan di atas saja, akan ada banyak jiwa yang mungkin terancam
keselamatannya. Belum dihitung dengan dampak ekonomi dan juga sosial yang mungkin saja
ikut hancur.

Memang sebenarnya polemik juga, karena jika tidak kita ambil pasirnya maka kita tidak
punya bahan bangunan, tetapi jika kita tetap mengambilnya maka ekosistem akan terganggu.
Sebenarnya yang disebut pembangunan itu tidak sepenuhnya membangun, kerena di sini kita
membangun di tempat lain pasti ada yang dirusakan.

D. Evaluasi Dampak

Tata cara pengawasan teknis di lapangan menyangkut pemeriksaan terhadap hal berikut
ini:
Tahap Eksplorasi:
 Metoda eksplorasi dan estimasi sumber daya laterit dan mineral ikutannya;
 Profil laterit hasil pemboran dan sumur uji, kadar bijih laterit dan mineral ikutannya pada
lapisan laterit;
 Penentuan cut off grade untuk high grade saprolitic ore dan low grade saprolitic ore.
Tahap Penambangan:
 Rencana dan desain penambangan,
 Jumlah, kapasitas dan peralatan penambangan target dan realisasi produksi.
 Realisasi recovery penambangan.
 Data dan cara penanganan bahan galian lain, bahan galian tertinggal, limonit kadar tinggi
dan kadar rendah
 Jika diperlukan, pemercontoan terhadap produk sampingan, bahan galian lain, mineral
ikutan dan bahan galian tertinggal.
 Data dan cara penanganan cadangan yang belum ditambang dan cadangan tersisa
 Kompetensi dan kualifikasi tenaga pelaksana penambangan.
Tahap Pengolahan dan Pemurnian:
 Metode dan proses pengolahan jumlah, kapasitas dan cara kerja peralatan pengolahan dan
pemurnian.
 Target dan realisasi produksi realisasi recovery pengolahan.
 Data dan cara penanganan slago data dan cara penanganan bahan-bahan pencampur
(batubara, antrasit, batugamping).
 Jika diperlukan, pemercontoan terhadap produk utama (misalnya feronikel).
 Data dan cara penanganan cadangan (stock pile) yang belum diolah.
 Upaya peningkatan nilai tambah, termasuk pemanfaatan mineral ikutan atau produk
sampingan (jika ada).
 Kompetensi dan kualifikasi tenaga pelaksana pengolahan dan pemurnian.
DAFTAR PUSTAKA

Soemarwoto., Otto., 2003, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta

Suripin., 2002., Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air, Andi Offset Yogyakarta

Sukandarrumidi. (1999). Bahan Galian Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Madjid, A dan Novriani. 2009. Peran dan prospek Mikoriza. http://phospateindo.com/peran-


dan-prospek-mikoriza.html. 25 Oktober 2017

Onrizal. 2005. Restorasi Lahan Terkontaminasi Logam Berat.


http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-onrizal6.pdf. 25 Oktober 2017

You might also like