Professional Documents
Culture Documents
1.1.1 Definisi
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan
penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan
menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya
mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin
sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan
melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga
dapat mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul
beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi
kehilangan cairan karena dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan
pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah
mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh terhadap
perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume
intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ
vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan
kulit akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-
aldosteron, system ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi
hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian
tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume
intravascular dan interstitial. Bila deficit volume intravascular hanya dikoreksi dengan
memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda
vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang berkurang. Pengambilan volume
plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah,
plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.
a) DERAJAT SYOK
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka,
dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini
tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada
keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
1.1.2 Etiologi
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume
darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah
sistolik; sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah
trauma biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal)
atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang
kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok
akibat kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (john
a.boswick,1998:44).
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan i 1) Kehilangan darah
atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks,
ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3) Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan
gastroenteritis.
Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah
saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan
dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
1.1.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi
:
1.1.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke
jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor
humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan
konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot
jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara
regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga
terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran
darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme
terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding
pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena,
vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah
ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan
anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan
bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar
memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim
retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga
menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi
asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat
di jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku,
timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea
1.1.5 Patoplow
Kecelakan
Perdarahan
Kehilangan cairan
Hipovelemik
Syok hipovelemik
Kematian
Kontaktilitas
Jantung
Ketidak
seimbangan ventilasi suplai o2 kejaringan
Sesak nevrotransimiter
BPH
Saraf aferen
thalamus
Intoleransi aktivitas
reseptor
Nyeri
1. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui
kejadiannya, cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut),
Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat
pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik Kulit
3. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu
syok berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
4. Tekanan darah
5. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
6. Status jantung
7. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
8. Status respirasi
9. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
10. Status Mental
11. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
12. Fungsi Metabolik
13. Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.
Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik.Keseimbangan
asam basa Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena
takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan
Penunjang Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah. Analisa gas darah, EKG.
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri
bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat
sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki
hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk
bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu
(CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga
sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau
lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian
ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter
mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah
dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi
klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini
mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu
untuk pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak
sebagai tambahan terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan
darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi
cairan dan darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume
urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb,
gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap
tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan
menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien
dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen)
untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh
1) Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa
khawatir.
2) Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
3) Pertahankan suhu tubuh.
1.1.8 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
Efek Dari Syok Seluler
Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme
energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut akan
terganggu. Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan dan
disimpan dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energy ini
untuk melakukan berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia dan
melakukan fungsi seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan
oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan nutrient,
karena sel-sel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini menghasilkan
tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan intraseluler yang bersifat
asam. Karena perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi
lebh permiabel, sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam
sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom)
menjadi rusak dan terjadi kematian sel
Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-
sel tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada aliran
darah ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur ulang
kembali melalui paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk
akhir metabolism seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang
dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh.
Vaskulatur dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan
local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme pengaturan local, disebut sebagai
otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia
yang dilepaskan oleh sel-sel yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan
nutrient.
Pengaturan Tekanan Darah
Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn
vaskulatur harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural,
kimiawi, dan hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya
memberikan perfusi jaringan.
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah)
terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke
pusat saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah,
ketokolamin (epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan
peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan
darah.
Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif
dan vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi
jaringan. Jika salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi
dengan meningkatkan kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak mampu
lagi mengkompensasi system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi
yang adekuat dan syndrome syok dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan
berlanjut dan menyebabkan kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001)
1.2 Asuhan Keperwatan Syok Hipovelemik
. 1.2.1 Pengkajian
Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey, sekundery
survey, dan tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing, circulation, disability,
dan exposure. Sekundery survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier survey
dilakukan selain pengkajian primery dan sekundery survey, semisal riwayat penyakit
keluarga.
1. Primari survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting
untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda
vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan
menyusul bila keadaan penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini
yaitu: cepat, ermat, dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan
Merasakan (feel).
a) Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran
ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 95%.
Airway (jalan napas):
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat
yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia),
penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-
rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya
sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan
kedua yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara
napas yaitu suara napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling,
crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa
obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran
udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya.
Pada tahap listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara
tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas,
lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
nevrotransmiliter BPH
saraf aferen
thalamus
saraf feren
reseptor
nyeri
perpusi
sesak
ketidak seimbangan
ventilasi
pe suplai o2kejaringan
kelemahan
intoleransi
aktivitas
Ganguan pertukaran gas 1.menregion thorak pada klien S:klien mengatakan tidak
berhubungan dengan (kesimetrisan dada kanan dan ada lgi benjolan
ketidakseimb angan dada kiri ) O:klian dapat menghindari
ventilasi perfusi 2. menregion thorak klien (ada aktivitas yang mengakibat
tidakkah benjolan pada dada) kan bahaya bagi kesehatan
3.menregion thorak pada klien klien
4.menregion thorak klien (suara A: masalh teratasi
mengi pada thorak) P:intervensi di hentikan
5. membantu pasien dalam posisi
semi powler
6.memberi tau keluarga klien
untuk tidak banyak beraktifitas
7.memberi oksigen sesuwai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA
http://www.blogdokter.net/2010/06/20/memahami-tanda-dan-gejala-syok-anafilaktik/.
http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-hipovolemik/