You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses peradangan dapat mengenai selaput otak (meningitis), jaringan otak
(ensefalitis), dan medulla spinalis (mielitis), walaupun yang paling sering terjadi adalah
meningitis. Selaput otak terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu durameter, araknoid,
piameter. Durameter adalah membrane putih tebal yang kasar, dan menutupi seluruh otak dan
medulla spinalis. Araknoid merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya denga
piameter, diantaranya terdapat ruang subaraknoid di mana terdapat arteri dan vena serebral
dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Piameter merupakan membrane halus yang kaya akan
pemburu darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Piameter
adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis.

Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari
lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh
untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam
mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks.
Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang
atau sakit.

Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya
akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls
diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum saraf somatis adalah
otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung
dan kelenjar sebasea.

Meningitis dapat dibedakan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga
tipe utama yaitu :
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
mengikoku, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberculosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (M.Tuberculosa)
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.

1
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi

Miningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput
yang menghubungkan jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan
eksudasi berupa pus atau serosa,disebabkan oleh bakteri spesifik / non spesifik atau virus.

Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piameter dab
ruangan subarachnioid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal ( CCS)
(Hickey,1997)
B. Etiologi
 Infeksi sekunder dari bakteri sinusitis, OMA/OMK
pneumonia,endokarditis,osreomylitis
 Organism bakteri neisseria, haemophilus,influenza,streptococcus pneumonia
 Virus aseptic meningitis
 Trauma
o Fraktur pada tulang belakang tengkorak, luka pada kepala
o Lumbal fungsi, prosedur shunting ventricular

C. PATOFISIOLOGI
Milroorganisme
(bakteri, virus, jamur, protozoa)

Masuk melalui hemotogen, trauma, prosedur bedah atau rupture serabi

System saraf pusat

Inflamasi di piameter, arachnoid, CSF

Menyebar keseluruh saraf cranial dan spinal

Kerusakan neorologik

2
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kepala.
2. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku.
Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat,
terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung
dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda Kernig&Brudzinsky positif.
(Arief Mansjoer : 2000)
3. Panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang,
minum sangat berkurang.
4. Konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan pneumonitis.
5. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza,
25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.
6. Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi
koagulasi intravaskularis diseminata.
7. Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan
fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar
dan orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala
yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa
didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis tuberculosis
didapatkan juga peningkatan LED.
2. Cairan Otak
Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa
diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung
sel dan jumlah protein yang meninggi.
3. Pemeriksaan Radiologis

3
· F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Keefektifan pengobatan tergantung pada pemberian dini antibiotik yang mampu
menembus barier blood – brain ke dalam lapisan subarakhnoid. Antibiotik penicillin
(ampisillin, piperasillin) atau salah satu chepalosporin (ceftriaxone sodium, cefotaxim
sodium) dapat digunakan. Vacomyan hydrocloride tunggal atau kombinasi dengan
rifampisin juga dapat digunakan jika bakteri telah teridentifikasi. Antibiotik dosis tinggi
diberikan secara intravena.

Dexametason dapat diberikan sebagai terapi tambahan pada meningitis akut dan
meningitis pneumococcus. Dexametasone dapat diberikan bersamaan dengan antibiotik untuk
mensupresi inflamasi dan mengefektifkan pengobatan pada orang dewasa serta tidak
meningkatkan resiko perdarahan gastrointestinal. Dehidrasi dan syok dapat diatasi dengan
penambahan volume cairan. Seizure yang terjadi pada tahap awal penyakit dapat dikontrol
dengan phenitoin/dilantin (Lewis, 2005).
1. Rejimen terapi :
2 HRZE – 7RH.
2 Bulan Pertama :
o INH : 1 x 400 mg / hari, oral
o Rifampisin : 1 x 600 mg / hari, oral
o Pirazinamid : 15-30 mg / kg / hari, oral
o Streptomisin a/ : 15 mg / kg / hari, oral
o Etambutol : 15-20 mg / kg / hari, oral.
2. Steroid diberikan untuk :
o Menghambat reaksi inflamasi
o Mencegah komplikasi infeksi
o Menurunkan edema serebri
o Mencegah perlekatan
o Mencegah arteritis / infark otak.
3. Indikasi
o Kesadaran menurun
o Defisit neurologis fokal.

4
4. Dosis
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3 minggu,
selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada meningitis adalah peningkat TIK yang
menyebabkan penurunan kesadaran .Komplikasi lain pada meningitis yaitu disfungsi
neurology,disfungsi saraf kranial (N.C III,IV VII atau VIII ),hemiparesis ,dysphasia dan
hemiparesia. Mungkin juga dapat terjadi syok, gangguan koagulasi, komplikasi septic
(bacterial endokarditis) dan demam yang terus – menerus. Hidrosefalus dapat terjadi jika
eksudat menyebabkan adhesi yang dapat mencegah aliran CSF normal dari ventrikel. DIC
(Dimensi Intravascular Coagulation) adalah komplikasi yang serius pada meningitis yang
dapat menyebabkan kematian (Lewis, 2005).

5
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

3.1.1 identitas pasien

Nama : Ny. M

Tempat / tanggal lahir :Pasar III tandem, 2 maret 1989

Usia : 32 tahun

Agama : islam

Suku / bangsa : jawa / indonesia

Pendidikan : SMA

Alamat : Pasar III tandem

Diagnosa medis : meningitis

3.1.2 Keluhan Utama

pasien mengalami penurunan kesadaran kejang berulang, sakit kepala,demam

3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien mengalami penurunan kesadaran ±3 minggu, sakit kepala SMRS

3.1.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Sebelumnya pasien mengalami suspek ME TB on OAT Riwayat sakit TB paru,


infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada
pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian
obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi
pemakaian antibiotic).

3.1.5 Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serius

6
3.1.6 Riwayat Kesehatan Psikososial

Bahasa yang digunakan sehari – hari oleh keluarga pasien adalah bahasa indonesia,

3.1.7 Pemeriksaan Fisik

 B1 : Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal


 B2 : TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan
peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada
fase akut) seperti disritmia sinus
 B3 : afasia/ kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau
tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-
gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid
paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+)
dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut),
refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/ tidakl ada,
refleks kremastetik hilang pada laki-laki
 B4 : Adanya inkontinensia dan/atau retensi
 B5 : Muntah, anoreksia, kesulitan menelan
 B6 : Turgor kulit jelek.

B. Diagnosa Keperawatan

Prioritas masalah keperawatan


1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kesadaran
2. Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
3. Risiko terhadap Cedera b.d perubahan fungsi otak sekunder terhadap penurunan
kesadaran.
4. Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo

Masalah keperawatan yang dapat muncul

1. Decubitus
2. Hedrosefalus

7
C. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN/NIC INTERVENSI/NOC


KEPERAWATAN
1 Kerusakan mobilitas fisik Klien meningkat dalam  Kaji derajat imobilisasi
b.d penurunan kesadaran mobilitas fisik pasien
 Bantu pemenuhan
kebutuhan pasien
 Berikan perawatan
kulit
 Berikan program
latihan dan
penggunaan alat
mobilisasi

2 Nyeri b.d proses nyeri teratasi dengan Pantau berat ringan nyeri yang
inflamasi, toksin dalam menunjukan dirasakan dengan
sirkulasi tanda2 nyeri terkontrol. menggunakan skala nyeri.
Rasional : mengetahui tingkat
nyeri yang diraskan
shg memudahkan pemberian
intervensi.
Pantau saat muncul awitan
nyeri
Rasional : menghindari
pencetus nyeri merupakan
salah satu metode distraksi
yang efektif.
Delegatif dalam pemberian
analgetik,kortikosteroid atau
steroid Rasional: membantu
mengurangi spasme otot yg
menimbulkan
kaku kuduk

8
3 Risiko terhadap Cedera Cedera tidak terjadi Beri posisi tidur yang aman
b.d perubahan fungsi untuk anak
otak sekunder terhadap Rasional : meminimalkan
penurunan kesadaran. kemungkinan cedera
Anjurkan ortu untuk
melakukan pendampingan
Rasional : melakukan
pengawasan terutama saat
anak gelisah
Pasang palang pengaman
tempat tidur dan hindarkan
benda2
yang dapat membahayakan
terutama jika anak tiba2
kejang
Rasional : meminimalkan
kemungkinan cedera
4 Risiko tinggi terhadap Dapat mengurangi Pertahankan penghalang
trauma b.d kejang resiko trauma, ditandai tempat tidur tetap terpasang
umum/fokal, kelemahan dengan tidak ada dan pasang jalan nafas buatan
umum, vertigo kejang, vertigo. Melindungi pasien bila terjadi
kejang
Tirah baring selama fase akut
Menurunkan resiko
terjatuh/trauma ketika terjadi
vertigo, sinkop, atau ataksia
Berikan obat : venitoin,
diaepam, venobarbital.
Merupakan indikasi untuk
penanganan dan pencegahan
kejang.
3.3. Evaluasi

1. Mempertahankan atau meningkatkan kesadaran biasaanya membaik dan fungsi motorik


strip sensorik, mendemostrasi tanda tanda vital yang stabil

2. Tidak mengalami kejang/penyertra atau cedera lain

3. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi atau
keterlibatan.

9
4. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol dan menunjukkan posisi rileks.

5. Mencapai kembali, atau mempertahankan fungsi fungsional optimal dan kekuaan.

10

You might also like