You are on page 1of 17

ANEURISME

A. Pengertian.
Aneurisma adalah kelainan pembuluh darah karena lemahnya dinding pembuluh
darah. Dinding pembuluh darah tersebut tidak mampu menahan tekanan darah yang
relatif tinggi. Melalui proses sekian lama, terjadilah penggelembungan atau pelebaran
yang disebut dilatasi (Marfuah, 2006)
Aneurisma merupakan kelainan pada pembuluh darah, yakni lemahnya dinding
pembuluh darah yang merupakan bawaan sejak lahir. Lemahnya dinding pembuluh
darah ini disebabkan oleh tidak adanya lapisan tengah (lapisan otot) sehingga dinding
pembuluh darah menjadi tipis. Pada keadaan seperti ini, tekanan darah yang cukup
tinggi bisa mendesak lapisan pembuluh yang tipis tersebut. ''Sehingga terjadi
penggelembungan yang makin lama makin besar seperti balon.(Djoko, 2005)

B. Penyebab
Walaupun penyakit ini bisa diibaratkan sebagai serangan mendadak atau begitu
menyerang langsung mematikan, ada beberapa hal yang bisa diwaspadai sebagai
faktor penyebabnya, yakni hal-hal berikut:
1. Ada bakat atau bawaan lemahnya dinding pembuluh darah. Ini bisa terjadi pada
pembuluh darah manapun diseluruh tubuh. Akan jadi fatal kalau dinding
pembuluh darah yang lemah itu terdapat di otak.
2. Ada infeksi yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri yang mengenai
pembuluh darah.
3. Terjadi peradangan pada aorta.
4. Penyakit jaringan ikat keturunan, misalnya sindroma marfan. Risiko ini menjadi
semakin tinggi pada penderita tekanan darah tinggi, orang dengan tingkat stres
tinggi maupun perokok.
C. Patofisiologis
Penderita aneurisma umumnya datang ke rumah sakit saat pembuluh darah
yang menggelembung tersebut telah pecah sehingga terjadi perdarahan pada otak.
Dalam kondisi yang sudah parah seperti ini, penderita biasanya merasakan sakit
kepala yang luar biasa, sakit pada bagian belakang leher, photophobia (tidak bisa
melihat sinar), kesadaran menurun, sampai yang terburuk adalah kematian.Yang
ditakutkan adalah apabila aneurisma pecah untuk kedua kalinya atau apabila
aneurisma tersebut merupakan giant aneurysm. Kemungkinan untuk selamat menjadi
lebih kecil,. Aneurisma sendiri memiliki beragam ukuran, begitu pula letaknya.
Ukuran aneurisma berkisar antara 1/2 sampai dengan 3 cm. yang disebut giant
aneurysm adalah aneurisma yang berdiameter 2,5 cm atau lebih. Aneurisma dapat
dipicu oleh tekanan darah tinggi (hipertensi), infeksi pembuluh darah, juga rokok.
Patut pula digarisbawahi bahwa aneurisma dapat menyerang segala umur,
namun sebagian besar kasus aneurisma terjadi pada usia produktif antara 30 sampai
50 tahun. Mengenai posisi aneurisma, biasanya aneurisma berada di pertigaan atau di
tikungan pembuluh darah. Untuk mengetahui dan memastikan letak aneurisma,
dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau MRI. Ada pula alat terbaru untuk
mendeteksi keberadaan aneurisma yaitu Computer Tomogram Angiografi (CTA).
Berbeda dengan angiografi, CTA tidak mengharuskan penderita ditusuk dengan
kateterisasi. Sedangkan untuk melihat perdarahan dalam otak dilakukan
Computerized Tomography Scan (CT Scan). Masalahnya di Indonesia, jarang sekali
orang melakukan medical check-up. Akibatnya, penderita aneurisma umumnya
datang ke dokter ketika pembuluh darahnya telah pecah dan terjadi perdarahan.

D. Penatalaksanaan
Pada aneurisma yang belum pecah, sebanyak 95 persen tidak menunjukkan gejala
apapun. Sementara hanya 5 persen saja yang menunjukkan gejala seperti sakit kepala,
mata juling, atau menutupnya kelopak mata..Aneurisma yang telah pecah dibagi
dalam lima tingkatan. Tingkat 1 termasuk dalam kondisi yang masih bagus yakni
penderita dengan sakit kepala hebat. Pada tingkat 2, penderita telah menurun
kesadarannya. Tingkat 3, penderita menurun kesadarannya dan ada kecacatan.
Tingkat 4, penderita telah koma, dan tingkat 5 adalah kematian yang terjadi dalam
hitungan menit atau jam setelah pecahnya aneurisma.Untuk mengatasi aneurisma,
cara yang terbaik adalah lewat operasi clipping. Dalam operasi ini dilakukan
penjepitan di daerah yang menggelembung dengan mengunakan clip. Cara lainnya
adalah dengan embolisasi. Di sini dilakukan kateterisasi dengan melepaskan koil
(semacam spiral) yang besarnya 2-3 mm sehingga menimbulkan bekuan untuk
menutup aneurisma. Embolisasi sangat baik dilakukan untuk aneurisma yang letaknya
sulit, atau aneurisma yang besar. Aneurisma tingkat 4 sebaiknya juga ditangani
dengan embolisasi, karena bila ditangani dengan operasi clipping justru akan
memperberat kondisi koma penderita.
Aneurisma yang belum pecah, peluang keberhasilan operasi sangat besar yaitu
99,9 persen, baik dengan clipping maupun embolisasi. Sementara untuk aneurisma
yang telah pecah pada tingkat 1 dan 2, peluang keberhasilannya adalah 75-80 persen
GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
B. Etiologi/penyebab
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi : pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna

nefrosklerosis maligna
stenosis arteri renalis
4. Gangguan jaringan penyambung : SLE
Poli arteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubuler ginjal
6. Penyakit metabolic : DM, Gout, Hiperparatiroidisme,
Amiloidosis
7. Nefropati obstruktif : penyalahgunaan analgetik
nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif : Sal. Kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal
Sal. Kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan
uretra
C. Patofisiologi
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c. air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Patofisiologi umum GGK
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh) :
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa
nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”
Jumlah nefron turun secara progresif

Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
-sisa nefron mengalami hipertropi
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi
tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun
di bawah normal

Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan

Jk 75% massa nefron hancur
Kecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat

Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan

Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu

Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)

poliuri, nokturia
nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air
Toksik Uremik
Gagal ginjal tahap akhir

↓GFR

Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum


Dalam darah ↓ kalsium serum

Sekresi parathormon

Tubuh tdk berespon dgn N

Kalsium di tulang ↓

Met.aktif vit D↓
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal

D. Tanda dan Gejala


1. Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi
terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak
mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase
3. Kelainan mata
4. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) toksik uremia yang kurang terdialisis
2) peningkatan kadar kalium phosphor
3) alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah
kulit
c. Kulit mudah memar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi → kejang otot
8. Kardiomegali
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) ureum kreatinin
2) asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) analisis urin rutin
2) mikrobiologi urin
3) kimia darah
4) elektrolit
5) imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
1) progresifitas penurunan fungsi ginjal
ureum kreatinin, klearens kreatinin test
CCT = (140 – umur ) X BB (kg)
72 X kreatinin serum
wanita = 0,85
pria = 0,85 X CCT
2) hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
3) elektrolit
4) endokrin : PTH dan T3,T4
5) pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik
a. Etiologi GGK dan terminal
1) Foto polos abdomen
2) USG
3) Nefrotogram
4) Pielografi retrograde
5) Pielografi antegrade
6) mictuating Cysto Urography (MCU)
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
1) Retogram
2) USG
F. Managemen terapi
GGK
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal

Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD

Transplantasi ginjal

1. Penatalaksanaan konservatif
Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
2. Terapi simptomatik
Suplemen alkali, transfuse, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi
3. Terapi pengganti
HD, CAPD, transplantasi

F. Komplikasi
1. Hipertensi
2. hiperkalemia
3. anemia
4. asidosis metabolic
5. osteodistropi ginjal
6. sepsis
7. neuropati perifer
8. hiperuremia
G. Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease) :
Stage Gbran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis ≤ 15

H. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
2. Kelebihan volume cairan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
4. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatan b.d kurangnya
informasi kesehatan.
6. PK Sepsis
7. Gangguan pertukaran gas
8. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
9. Resiko terhadap disuse syndrom
HEMODIALISA

A. DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen
lain melewati membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian
yang lain.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau
bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat
molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga
sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma,
bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan
konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
B. INDIKASI
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
C. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2,
EGC, Jakarta
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and
Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los
Angeles

McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA

Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA

Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta
www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth
Edition
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN PERIODE NIFAS (PUERPERIUM)
DI RUANG C RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktek profesi Ners


Stase Maternitas Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun oleh:
MAINAL
05/184195/EIK/00477

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ANEMIA SUSP. AML
DI RUANG F RSUP DR SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas praktek profesi Ners


Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:
WAHYU WIDIYATI
05/190968/EIK/00510

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2007

MAINAL
05/184195/EIK/00477

You might also like