You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Perawakan pendek atau short stature adalah salah satu masalah pertumbuhan yang
sering dijumpai pada anak. Seorang anak dikatakan mempunyai perawakan pendek apabila
tinggi badannya berada dibawah dua standar deviasi atau dibawah persentil tiga pada grafik
pertumbuhan yang sesuai usia dan jenis kelaminnya. Perawakan pendek bukanlah suatu
diagnosis akhir, tapi langkah awal untuk menentukan apakah perawakan pendek tersebut
patologis atau fisiologis (varian normal). Pada perawakan pendek, dengan tinggi badan antara
-2SD dan -3SD kira-kira 80% adalah varian normal. Sedangkan bila tinggi badan >-3SD
maka kemungkinan patologis adalah 80%. Menentukan etiologi perawakan pendek yang
tepat akan menentukan apakah pasien tersebut perlu dirujuk (patologis) ke ahli endokrin anak
atau tidak (SS varian normal/fisiologis). Perawakan pendek dapat disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya genetik (familial short stature), malnutrisi kronik, keadaan kesehatan yang
suboptimal seperti kekurangan hormon pertumbuhan atau penyakit kronis, dan lain-lain
(nonfamilial short stature).1

Prevalensi perawakan pendek di seluruh dunia berkisar 5% sampai 65% terutama


pada negara-negara yang kurang berkembang. Di Indonesia sendiri, perawakan pendek masih
terhitung masalah kesehatan yang berat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
sebesar 37,2% pada balita, 30,7% pada usia 5 sampai 12 tahun, 35,1% usia 13 sampai 15
tahun, dan 31,4% pada usia 16 sampai 18 tahun. Prevalensi anak pendek terendah berada di
D.I. Yogyakarta sedangkan prevalensi tertinggi berada di provinsi Papua. Selain itu,
pravalensi yang tinggi 37,2% juga ditemukan pada daerah pesisir, jika dibandingkan dengan
daerah perkotaan 10,9%.2-5

Penanganan anak dengan perawakan pendek merupakan tantangan tersendiri bagi


tenaga kesehatan. Selain kekhawatiran tentang penyebab perawakan pendek anak, orang tua
juga akan khawatir terhadap perkembangan mental anak. Menurut penelitian di San Francisco
tahun 2004 menunjukkan bahwa secara global 1 dai 10 orang anak (11.6%) berusia 12
sampai 17 tahun menderita gangguan kesehatan mental yang serius. Peningkatan prevalensi
ketidakpercayaan diri, ketidakdewasaan secara sosial, masalah perilaku dan kesulitan secara

1
akademik juga telah dilaporkan pada anak perawakan pendek. Perawakan yang pendek serta
persepsi orang-orang di sekitarnya sering menjadi penyebab terjadinya masalah ini.
Pertumbuhan pada anak perawakan pendek dapat mengejar pertumbuhan anak normal pada
saat pubertas, namun ada juga yang tidak. Ketika anak tumbuh menjadi remaja, hal ini dapat
mempengaruhi kesehatan mentalnya. Karena pada masa ini, anak menjadi cenderung
memperdulikan persepsi orang lain terhadapnya. Masalah kesehatan mental yang timbul
merupakan hal yang memerlukan perhatian khusus. Adanya gangguan kesehatan mental pada
anak maupun remaja tentu akan berdampak pada fungsi keseharian mereka. Hal inilah yang
menjadi latar belakang dilakukannya penelitian tentang hubungan perawakan pendek
terhadap kesehatan mental remaja.1,6

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. DEFINISI

Perawakan pendek atau stunting merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan
yang berada dibawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan normal yang berlaku
pada populasi tersebut. Perawakan pendek, dapat juga didefinisikan tinggi badan kurang dari
-2 SD dibawah tinggi badan target kedua orang tuanya (midparental height). Sehingga anak
dengan tinggi badan pada persentil ke 25 sesuai usia dan jenis kelaminnya, kemungkinan
klinis perawakan pendek bila potensi genetiknya pada persentil ke 90. Atau dikatakan pendek
bila perlambatan laju pertumbuhan abnormal. Pada usia 3 tahun sampai pubertas, bila rata-
rata laju pertumbuhan kurang dari 5 cm/tahun, maka harus mendapat perhatian. Atau bila
perlambatan kecepatan pertumbuhan terjadi penurunan memotong kanal rentang persentil
grafik pertumbuhan. Keadaan ini terutama terjadi pada usia lebih dari 18 bulan. Sebelum usia
18 bulan, bayi mengalami perubahan dari ukuran saat lahir, hal ini sangat dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik (kehamilan yang sehat, kecukupan perfusi plasenta, kesehatan ibu hamil),
menuju kurva intrinsiknya sendiri yang akan diikuti sampai dewasa.1,7-9

II. 2. PREVALENSI

Diperkirakan terdapat 162 juta balita pendek pada tahun 2012, jika tren berlanjut tanpa
upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada tahun 2025. Sebanyak 56% anak
pendek hidup di Asia dan 36% di Afrika. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai
prevalensi balita pendek di Indonesia didapatkan persentase status gizi balita pendek (pendek
dan sangat pendek) di Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%, jika dibandingkan tahun 2010
(35,6%) dan tahun 2007 (36,8%) tidak menunjukkan penurunan/perbaikan yang signifikan.
Persentase tertinggi pada tahun 2013 adalah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,7%),
Sulawesi Barat (48,0%) dan Nusa Tenggara Barat (45,3%) sedangkan persentase terendah
adalah Provinsi Kepulauan Riau (26,3%), DI Yogyakarta (27,2%) dan DKI Jakarta (27,5%).2-
3

Menurut hasil PSG 2015, sebesar 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek,
dengan persentase tertinggi juga di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat.
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika
prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentase balita pendek di Indonesia masih tinggi

3
dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Dibandingkan beberapa negara
tetangga, prevalensi balita pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%),
Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). Global Nutrition
Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara,
yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita.3

II. 3. PERTUMBUHAN NORMAL


Pola pertumbuhan normal adalah bukti bahwa seorang anak atau remaja mempunyai
kesehatan yang baik. Sebaliknya, anak yang menderita penyakit kronik maupun subakut
dapat mengalami pertumbuhan yang terhambat. Pertumbuhan somatik normal merupakan
hasil interaksi kompleks dari faktor genetik, nutrisi, dan hormonal. Dalam memeriksa
penyebab pertumbuhan yang buruk dan perawakan pendek, perlu diperhatikan kebutuhan
dasar pertumbuhan normal yaitu nutrisi (kalori, protein, kalsium, mineral, vitamin), oksigen,
hormon, absennya paparan toksin, dan komponen umum lainnya yang dibutuhkan untu k
menciptakan lingkungan yang sehat bagi seorang anak maupun remaja seperti kecukupan
tidur, olahraga dan faktor-faktor psikososial.1,10
Faktor hormonal, khususnya, dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan waktu yang
tepat untuk pertumbuhan yang optimal. Hormon pertumbuhan atau growth hormone (GH)
dan Insulin-like growth factor-I (IGF-I) memainkan peranan penting. Hormon lain (seperti
hormon tiroid, insulin, steroid, dan glukokortikoid) juga mempengaruhi pertumbuhan,
melalui interaksinya dengan aksis hipotalamus-hipofisis-GH-IGF.10
a. Perubahan sesuai perkembangan
Peran faktor hormonal pada pertumbuhan bergantung pada usia dan fase
perkembangan. Walaupun GH dan hormon tiroid adalah yang utama dalam proses
pertumbuhan normal pada anak, peran mereka dalam kontrol pertumbuhan janin relatif
sedikit. Hal ini digambarkan secara klinis oleh bayi-bayi dengan defisiensi GH dan hipotiroid
kongenital yang memiliki berat badan dan panjang badan yang normal saat lahir. Faktor yang
penting dalam pertumbuhan janin meliputi fungsi dan ukiran uterus, nutrisi ibu, insulin dan
IGF. Pertumbuhan merupakan proses yang berkesinambungan. Terdapat tiga fase
pertumbuhan setelah lahir: fase infantil, childhood dan pubertal. Setiap fase mempunyai
polanya tersendiri. Perempuan dan laki-laki mempunyai fase yang sama, namun waktu dan
kecepatan pertumbuhannya berbeda, terutama saat pubertas.1
1. Fase Infantil: fase ini ditandai oleh pertumbuhan yang cepat namun mengalami
deselerasi dalam dua tahun pertama kehidupan; pertumbuhan secara keseluruhan

4
selama periode ini sekitar 30 sampai 35 cm. Bayi sering melewati garis persentil pada
24 bulan pertama ketika mereka tumbuh sesuai potensial genetik mereka.
2. Fase childhood atau kanak-kanak: fase ini ditandai oleh pertumbuhan yang relatif
konstan sekitar 5 sampai 7 cm per tahunnya. Selama masa kanak-kanak, GH dan
hormon tiroid merupakan pemeran utama dalam proses pertumbuhan normal. Nutrisi
dan insulin juga memainkan peranan penting.
3. Fase pubertal: fase ini ditandai oleh percepatan pertumbuhan sebesar 8 sampai 14 cm
per tahun akibat efek yang sinergis dari peningkatan steroid gonadal dan sekresi
hormon pertumbuhan. Namun, percepatan pertumbuhan ini lebih dulu sekitar dua
tahun dialami pada perempuan dibandingkan laki-laki. Puncak kecepatan
pertumbuhan lebih rendah pada perempuan (8,3 cm/tahun) jika dibandingkan dengan
pria (9,5 cm/ tahun). Faktor ini, berkombinasi dengan faktor percepatan pada laki-laki
yang dua tahun lebih lama menyebabkan perbedaan tinggi dewasa rata-rata 13 cm
pada kedua jenis kelamin. Pertumbuhan biasanya berhenti seiring pubertas, akibat dari
maturasi dan penutupan lempeng epifise yang diinduksi oleh estrogen.1
b. Target Tinggi Badan

Anak pendek dapat dikatakan normal jika tinggi badan mereka sesuai dengan potensial
genetiknya. Salah satu metode sederhana dalam menentukan hal ini adalah dengan
menghitung target tinggi badan anak dengan menggunakan rumus berikut:

- PTG laki-laki : Tinggi ayah + ( tinggi ibu + 13 cm) ± 8,5 cm/ 2


- PTG Perempuan : Tinggi ibu + ( tinggi ayah – 13 cm) ± 8,5 cm/ 2
Menghitung target tinggi badan dapat menginformasikan indeks pertumbuhan potensial
genetik anak dengan cepat dan akurat. Seorang anak yang tinggi badannya secara persentil
jauh berbeda dari target persentilnya dapat dikategorikan pendek yang “tidak sesuai” dengan
genetik potensialnya dan membutuhkan evaluasi yang berkelanjutan untuk menyingkirkan
adanya penyakit yang mendasari.1,10
c. Maturasi Tulang
Selama masa kanak-kanak yang normal, proses pertumbuhan meliputi penambahan
panjang tulang, yang sejalan dengan pematangan (maturasi) tulang. Usia tulang atau bone age
(BA) adalah metode radiografi untuk menilai maturasi tulang. Tampilan dari central epifise
akan dibandingkan dengan epifise pada tulang yang standar sesuai usianya. Metode yang
sering digunakan untuk menilai BA adalah Greulich dan Pyle, yang menilai maturasi epifise
pada tangan dan pergelangan tangan.

5
Kebanyakan kondisi yang menyebabkan pertumbuhan linear yang jelek juga akan
menyebabkan keterlambatan dalam maturasi tulang dan retardasi BA. Namun, ditemukannya
BA yang tidak sesuai belum tentu menyatakan diagnosis pasti. BA yang terlambat biasanya
mengindikasikan bahwa perawakan pendek yang dialami anak tersebut merupakan sesuatu
yang “reversibel” karena pertumbuhan linearnya akan terus terjadi sampai lempeng
epifisenya menutup sempurna.1,10
d. Proporsi Tubuh
Rasio segmen tubuh bagian atas-bawah atau upper-to-lower (U/L) mengindikasikan
apakah perawakan pendek yang dialami anak proporsional (melibatkan baik badan maupun
eksterimas bawah) atau disproporsional (melibatkan hanya satu bagian). Bagian bawah tubuh
dihitung berdasarkan jarak antara pinggir atas simfisi pubis hingga lantar tempat pasien
berdiri (tidak memakai sepatu). Bagian atas dihitung dengan mengurangi tinggi badan dengan
tinggi bagian bawah tubuh. Rasio U/L yang didapat kemudian dibandingkan sesuai usia dan
jenis kelamin. Rasio U/L normalnya menurun secara progresif sejak kelahiran, dan mencapai
puncaknya pada pubertas awal. Pada onset pertumbuhan pubertas, rasio U/L meningkat
sedikit sampai menutupnya epifise. Skeletal dysplasia adalah penyakit yang melibatkan
tulang belakang sehingga sering kali didapati U/L yang lebih rendah dari usia mereka.
Sebaliknya dysplasia yang melibatkan tulang panjang (misalnya akondroplasia) mempunyai
rasio U/L yang meningkat. Selain itu, peningkatan rasio U/L juga sering ditemukan pada
anak dengan pubertas prekoks, hal ini dikarenakan selama pubertas terjadi pertumbuhan
lengan dan tungkai yang lebih besar.1,10

II. 4. ETIOLOGI
Berbagai pendekatan etiologi dilakukan oleh para ahli, akan tetapi pada dasarnya dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Variasi normal
Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik. Pertumbuhan tinggi
badan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Perawakan pendek yang dikategorikan
sebagai variasi normal adalah:
- Familial short stature (perawakan pendek familial)
Perawakan pendek dapat disebabkan karena faktor genetik dari orang tua dan keluarga.
Perawakan pendek yang disebabkan karena genetik dikenal sebagai familial short stature
(perawakan pendek familial). Tinggi badan orang tua maupun pola pertumbuhan orang tua
merupakan kunci untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Faktor genetik tidak tampak saat

6
lahir namun akan bermanifestasi setelah usia 2-3 tahun. Korelasi antara tinggi anak dan
midparental high (MPH) 0,5 saat usia 2 tahun dan menjadi 0,7 saat usia remaja. Perawakan
pendek familial ditandai oleh pertumbuhan yang selalu berada di bawah persentil 3, kecepatan
pertumbuhan normal, usia tulang normal, tinggi badan orang tua atau salah satu orang tua
pendek dan tinggi di bawah persentil 3.11-17
- Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)
Maturasi tulang terlambat dibanding usia kronologik tetapi semuanya dalam batas normal.
Dibanding teman sebaya dengan usia kronologik sama, relatif pendek. Ketertinggalan ini
paling menonjol pada masa prapubertas, teman sebayanya sudah memasuki pubertas dan
mengalami tumbuh kejar pubertas, anak ini masih dalam kecepatan pertumbuhan
prapubertas yang lambat. Pada kasus yang lebih parah terjadi sedikit deselerasi
pertumbuhan sebelum timbul pubertas. Akan tetapi, pada saat teman lainnya telah selesai
pubertas dan lempeng pertumbuhannya telah menutup, anak ini terus tumbuh dan
mencapai tinggi badan dewasa sesuai dengan tinggi badan midparental. Kadang CGDP
tumpang tindih dengan FSS, sehingga anak ini tinggi badannya tetap sangat pendek.11-17
b. Kelainan patologis
Anak dengan perawakan pendek patologis dapat dibedakan menjadi 2 bagian
berdasarakan proposianoal atau tidak proposional rasio tubuhnya, yaitu;
Perawakan pendek proporsional
- Malnutrisi
Penyebab perawakan pendek yang paling umum di seluruh dunia adalah malnutrisi. Protein
sangat essensial dalam pertumbuhan dan tidak adanya salah satu asam amino menyebabkan
retardasi pertumbuhan, kematangan skeletal dan menghambat pubertas. Klasifikasi malnutrisi
berdasarkan respon jaringan atau terhambatnya pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe yaitu
tipe 1 yang terdiri dari salah satu defisiensi zat besi, yodium, selenium, tembaga, kalsium,
mangan, tiamin, riboplavin, piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol, kalsiterol,
asam folat, kobalamin dan vitamin K. Tipe 2 diakibatkan oleh kekurangan nitrogen, sulfur,
asam amino esensiil, potasium, sodium, magnesium, seng, phospor, klorin dan air. Malnutrisi
tipe 1 dikenal dengan functional nutrisi sedangkan tipe 2, membentuk jaringan dan energi
untuk menjalankan fungsi tubuh.
Malnutrisi tipe 1 disebabkan asupan yang kurang sehingga konsentrasi di jaringan
berkurang, menimbulkan gejala dan tanda klinis yang khas, konsentrasi dalam jaringan
bervariasi, mekanisme metabolik yang spesifik sehingga mudah dilakukan pemeriksaan
laboratorium, tidak menyebabkan kehilangan berat badan atau gagal tumbuh, disimpan di

7
dalam tubuh, menunjukkan efek sebagai pengganti nutrisi in vitro maupun in vivo dan
konsentrasi bervariasi pada air susu ibu (ASI).
Malnutrisi tipe 2 sulit untuk didiagnosis karena tanda dan gejala tidak khas seperti tipe 1.
Nutrisi tipe 2 berfungsi membangun jaringan sehingga jaringan tidak akan terbentuk bila
terjadi defisiensi nutrisi tersebut bahkan akan terjadi katabolisme jaringan dan seluruh
komponen jaringan akan diekskresikan. Apabila jaringan akan dibangun kembali maka
seluruh komponen harus diberikan dengan seimbang dan saling ketergantungan. Tidak
disimpan di dalam tubuh sehingga tergantung dari asupan setiap hari. Beberapa nutrisi seperti
phospor, seng dan magnesium sangat kecil jumlahnya di dalam makanan sehingga konsentrasi
yang tinggi diperlukan dengan cara fortifikasi pada beberapa makanan untuk proses
penyembuhan.
Pertumbuhan tinggi badan merupakan interaksi antara faktor genetik, makronutrien
maupun mikronutrien selama periode pertumbuhan. Nutrisi memegang peranan penting
terhadap kontrol mekanisme pertumbuhan linier. Penelitian pada binatang menunjukkan
restriksi pemberian energi dan protein menyebabkan penurunan konsentrasi IGF-1 dalam
darah dan akan kembali normal setelah diberikan energi yang sesuai. Hubungan antara status
nutrisi dan IGF-1 pada manusia tampak penurunan kadar IGF-1 pada anak dengan malnutrisi
seperti kwarsiorkor atau marasmus.
Kebutuhan protein didefinisikan sebagai sejumlah protein atau asam amino untuk
kebutuhan biologi yang sebenarnya, yaitu asupan terendah untuk pemeliharaan kebutuhan
fungsional individu. Asupan protein yang adekuat diperlukan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan fungsi tubuh. Anak merupakan kelompok dinamis mulai masa neonatal
sampai dewasa. Setiap kelompok mempunyai perbedan dalam hal kenaikan berat badan,
kecepatan pertumbuhan, lingkungan hormonal, aktivitas dan faktor lain yang berpengaruh
terhadap status nutrisi dan metabolik.
Enzim merupakan protein dengan fungsi kimia yang spesifik dan merupakan perantara
pada hampir semua proses fisiologik kehidupan. Sejumlah kecil protein berperan sebagai
hormon. Protein otot terbuat dari beberapa polipeptida yang berperan untuk kontraksi dan
relaksasi otot.
Mikronutrien juga berdampak pada sistem IGF-1 seperti defisiensi seng yang dapat
menyebabkan retardasi pertumbuhan akibat penurunan kadar IGF-1 dalam plasma dan
penurunan kadar growth hormon dan akan kembali normal setelah pemberian seng.26
Defisiensi mikronutrien seperti besi, magnesium, seng menyebabkan anoreksia yang secara
tidak langsung menyebabkan berkurangnya asupan energi dan protein yang penting untuk
pertumbuhan.

8
Vitamin D dibutuhkan untuk absorpsi kalsium. Kalsitriol bentuk aktif dari vitamin D
mengontrol sintesis kalsium dengan cara meningkatkan absorpsi kalsium di duodenum
kemudian diserap pada sel mukosa dan masuk kedalam darah, meningkatkan reabsorpsi
kalsium di ginjal dan meningkatkan mobilisasi kalsium di tulang. Kekurangan vitamin D
menimbulkan manifestasi klinis berupa deformitas tulang panjang dan tanda – tanda
hipokalsemia seperti kejang, tetani.
Vitamin A atau asam retinoik berpengaruh pada hormon yang mengontrol pertumbuhan
jaringan skeletal dengan mekanisme mempengaruhi percepatan pelepasan adenosin
monophospate (AMP) siklik dan sekresi dari hormon pertumbuhan.29 Vitamin A memiliki
peranan penting dalam menjaga integritas sel epitel seperti epitel di mata, saluran napas dan
saluran kemih, imunitas seluler dan humoral sehingga kekurangan vitamin A menyebabkan
anak cenderung mudah sakit. Suatu metaanalisis menunjukkan pemberian vitamin A pada
anak usia 6 bulan hingga 5 tahun mengurangi kejadian campak dan diare. 30 Pemberian
suplementasi vitamin A pada neonatus juga menurunkan angka kematian karena diare hingga
30% .
Zat besi dalam tubuh berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dalam bentuk
hemoglobin, sebagai fasilitator dalam penggunaan serta cadangan oksigen di otot dalam
bentuk mioglobin, sebagai media elektron di dalam bentuk sitokrom serta bagian integral dari
berbagai enzim dalam jaringan. Defisiensi zat besi menyebabkan gangguan pertumbuhan
organ tubuh yang diduga akibat anoreksia gangguan DNA sel, gangguan sintesis RNA dan
gangguan absorpsi makanan dan diduga berperan dalam proses mitosis sel.
- Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Sebagian besar anak yang lahir kecil masa kehamilan (KMK) mengalami kejar tumbuh
postnatal dan tinggi badannya normal saat dewasa, tetapi kira-kira 10% diantaranya tidak
mengalami kejar tumbuh. Kelompok ini masih tetap pendek (tinggi kurang dari -2 SD) dan
cenderung mempunyai nafsu makan rendah, badan kurus, akselerasi maturasi tulang sejak
masa midchildhood, pubertas relatif lebih awal, dan insiden intoleransi karbohidrat
meningkat. Dengan terapi GH menunjukkan perbaikan skor SD tinggi badan, meskipun
anak tersebut tidak menderita defisiensi GH. Sehingga FDA (Food and Drug
Administration) merekomendasikan terapi GH pada anak SGA yang gagal mengalami
kejar tumbuh pada usia 2 tahun.11-17
- pyschosocial dwarfism
Perawakan pendek psikososial( PSS) atau dwarfisme psikososial kadang-kadang
disebut sebagai dwarfisme psikogenikstres adalah kelainan pertumbuhan yang diamati

9
antara usia 2 dan 15 yang disebabkan oleh emosi yang ekstrem. kekurangan atau stres.
Gejalanya meliputi penurunan hormon pertumbuhan (GH) dan sekresi somatomedin,
perawakannya sangat pendek, berat badan yang tidak sesuai untuk tinggi badan, dan usia
skelet yang belum matang. Penyakit ini bersifat progresif, dan selama anak tersebut
tinggal dilingkungan yang tertekan, kemampuan kognitifnya terus merosot. Meskipun
jarang terjadi pada populasi pada umumnya, hal ini biasa terjadi pada anak-anak
terlantar dan pada anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan
tekanan. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan benar-benar berhenti namun umumnya
bersifat sementara, proses pertumbuhan akan berlanjut bila sumber stres hilang.11-17
- penyakit konik
Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti penumonia, diare persisten, disentri
dan penyakit kronis seperti kecacingan mempengaruhi pertumbuhan linear. Infeksi akan
menyebabkan asupan makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien, kehilangan
mikronutrien secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan nutrien akibat
katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi nutrien ke jaringan. Pada kondisi
akut, produksi proinflamatori seperti cytokin berdampak langsung pada remodeling tulang
yang akan menghambat pertumbuhan tulang. Sebuah penelitian di Peru menunjukkan
infeksi parasit merupakan faktor risiko sebagai penyebab perawakan pendek.11-17
- kelainan endokrin (defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom Cushing, serta
resistensi hormon pertumbuhan, defisiensi IGF-1)
Pubertas dini, terjadi akselerasi umur tulang, sehingga anak dengan pubertas dini lebih
tinggi dibandingkan usia kronologisnya, persentil tinggi badannya berada diatas target
tinggi badan orang tuanya. Karena terjadi akselerasi maturasi tulang maka menyebabkan
akhir pertumbuhan lebih dini. Jika pubertas mulai lebih awal atau berjalan dalam waktu
yang sangat cepat maka lempeng pertumbuhan menutup lebih dini dan anak akan
kehilangan pertumbuhan tinggi badan sebesar 5 cm / tahun. Hasil akhirnya adalah anak
pada awalnya tumbuh lebih tinggi, namun tinggi badan saat dewasa lebih pendek
dibanding potensi genetiknya. Terapi dengan agonist gonadotropin-releasing hormon
dapat menahan maturasi tulang sehingga umur tulang bertambah sesuai dengan umur
kronologis.
Kelebihan kortisol, dapat menyebabkan perawakan pendek yang frekuensinya
mengalami peningkatan. Meskipun kelebihan kortisol endogen (sindroma Cushing) jarang
ditemukan pada usia anak, kelebihan kortisol iatrogenik akibat terapi glukokortikoid
jangka panjang semakin banyak. Sindroma Cushing dapat karena akibat penyakit Cushing

10
(hiperkortisolisme yang tergantung pada kortikotropin [ACTH]) dan hiperkortisolisme
yang tidak tergantung kortikotropin. Kelebihan kortisol iatrogenik termasuk dalam
kelompok kedua; karena ACTH tertekan akibat pemberian glukokortikoid dosis tinggi
dalam jangka panjang. Gambaran klinis sindroma Cushing dan kelebihan glukokortikoid
iatrogenik sama (”fenotip Cushingoid”). Fenotip Cushingoid ditandai dengan deselerasi
pertumbuhan linier, disertai pertambahan berat badan sehingga menyebabkan moon face,
obesitas trunkal dan buffalo hump. Gambaran lain yang juga sering ditemukan adalah
striae, plethora, rash, atrofi otot, osteoporosis, dan hipertensi. Selain menghambat sintesis
kolagen dan meningkatkan katabolisme protein, glukokortikoid juga menekan
pertumbuhan sentral (menghambat sekresi GH dengan meningkatkan kadar somatostatin
dan menekan sintesis GH) dan perifer (efek langsung pada lempeng epifisis, menghambat
proliferasi kondrosit, diferensiasi sel hipertrofik dan mempengaruhi GH/IGF lokal).
Meskipun pertumbuhan linier dapat meningkat jika sumber kelebihan kortisol dihilangkan,
kelebihan kortisol iatrogenik lebih sulit karena penghentian atau pengurangan dosis terapi
akan menyebabkan kekambuhan penyakit yang mendasari yang kadang jauh lebih
berbahaya dibandingkan perawakan pendek. Pendapat sebelumnya, pertumbuhan tidak
terpengaruh jika absorpsi sistemik sedikit seperti pada glukokortikoid intranasal atau
inhalasi yang digunakan untuk mengurangi inflamasi jalan nafas pada asma atau alergi,
namun bukti menunjukan bahwa deselerasi pertumbuhan tetap terjadi dengan pemberian
glukokortikoid dosis sedang, meskipun efek akhirnya belum diketahui, FDA menyatakan
bahwa steroid inhalasi atau intranasal dapat mengurangi potensi pertumbuhan.
Hipotiroidisme, dapat menghambat pertumbuhan secara sentral dan perifer. Pada
tingkat pusat hormon tiroid merangsang ekspresi gen GH hipofisis. Pada tingkat perifer,
hormon tiroid merangsang ekspresi IGF-I kondrosit, merangsang osifikasi endokondral
dan diperlukan saat invasi vaskuler pada saat resorpsi lempeng pertumbuhan. Seperti pada
kelebihan kortisol, kegagalan pertumbuhan linier pada hipotiroidisme disertai dengan
peningkatan berat badan. Hipotiroidisme sangat penting dalam evaluasi dan pengelolaan
anak dengan perawakan pendek karena dua alasan: pertama, insiden hipotiroidisme primer
jauh lebih tinggi dibanding defisiensi GH; kedua, banyak anak dengan defisiensi GH juga
menderita disfungsi hormon hipofisis anterior lainnya, termasuk TSH.
Diabetes mellitus yang tak terkontrol dapat menyebabkan perawakan pendek.
Kekurangan insulin menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik yang disertai dengan
glukosuria, lipolisis dan katabolisme. Glikosuria kronik mengakibatkan kekurangan intake
nutrisi karena banyak terbuang melalui urin. Dalam jangka panjang, pertum buhan linier

11
juga akan tertekan. Badan kurus (dwarfing) akibat diabetes yang disertai hepatomegali
disebut dengan sindroma Mauriac. Perbaikan metabolisme dapat meningkatkan
pertumbuhan anak. Tujuan utama pengelolaan diabetes pada anak adalah untuk
mempertahankan pertumbuhan normal sesuai dengan kurva berat badan dan tinggi badan.
Defisiensi GH sangat jarang ditemukan, hanya 1 : 3500 anak usia 5 sampai 12 tahun.
GH tidak adekuat dapat karena GHD (insufisiensi hormonal) dan resistensi GH
(penurunan respon terhadap GH). GHD dibagi menjadi kongenital dan didapat. GHD
dapat terjadi akibat defisit hormon tunggal atau bagian dari disfungsi hormon hipofisis
anterior multipel. Karena gejala klinis muncul lambat, maka tidak semua penyebab
kongenital dapat terdiagnosis saat bayi. Namun, pada diagnosis banding harus selalu
dipikirkan penyebab kongenital dan akuisita.11-17
Perawakan pendek tidak proporsional
- Displasia tulang
Perawakan pendek yang disebabkan oleh cacat bawaan pada perkembangan tulang
rawan/tulang dan sering dikaitkan dengan perawakan pendek yang tidak proporsional
(dengan anggota badan tidak proporsional pendek untuk batang tubuh, atau
sebaliknya). Beberapa tampak saat prenatal dan terdeteksi pada ultrasound prenatal,
sedangkan yang lainnya tampak pada masa kanak-kanak dengan perawakan
pendek. Kelainan ini harus dicurigai pada anak yang mengalami perawakan pendek dan
cacat tulang, fraktur rekuren, atau temuan abnormal pada radiografi (misalnya
enchondromas, membungkuk atau memperpendek tulang panjang, cacat vertebra, atau
kelainan tulang rusuk). Ada berbagai jenis, dengan fenotipe yang sangat bervariasi,
termasuk achondroplasia, hypochondroplasia, displasia spondyloepiphysial, dan
osteogenesis imperfecta.
- Sindrom Turner
Kelainan genetik yang terjadi pada wanita. Hampir semua gadis dengan sindrom Turner
memiliki perawakan pendek, dengan tinggi rata-rata orang dewasa sekitar 20 cm lebih
pendek dari yang diperkirakan oleh tinggi parental. Selain itu, pasien yang terkena
dampak biasanya mengalami perkembangan pubertas yang tidak ada atau sangat tertunda
dan mungkin memiliki dada "perisai" persegi, leher berselubung, cubitus valgus
(genangan naik lengan), genu valgum (lutut miring ke depan), metacarpals keempat yang
pendek, dan Kelainan bentuk lengan bawah Madelung. Deformitas Madelung adalah
gangguan pertumbuhan pada epifisis radial distal yang berakibat pada permukaan
artikular radial distal varis dan ulnar yang miring, terjemahan volar tangan dan

12
pergelangan tangan, dan ulna distal distal distal dan pergelangan tangan; Kondisi ini
kadang disebut "pergelangan bayonet". Diagnosis Turner Syndrome yang cepat penting
karena kelainan kardiovaskular, ginjal, dan endokrin terkait, yang mungkin memerlukan
perawatan, termasuk terapi hormon pertumbuhan.11-17

- Sindrom Noonan
Kelainan dominan autosomal yang relatif umum dengan perkiraan kejadian satu dari
1000 sampai 2500 kelahiran hidup. Sekitar 50 persen anak-anak dengan sindrom Noonan
memiliki mutasi pada gen PTPN11, dipetakan ke kromosom 12q24.1, yang mengkodekan
protein non-reseptor tirosin fosfatase SHP2. Anak-anak dengan mutasi di PTPN11
memiliki resistensi hormon pertumbuhan ringan. Sindroma Noonan ditandai dengan
dismorphism wajah minor (hiperpirisme, kemiringan ke bawah, dan telinga yang rendah),
perawakan pendek proporsional, dan penyakit jantung, paling sering pulmonic stenosis
dan cardiomyopathy hipertrofik. Temuan umum lainnya termasuk leher berselubung
pendek, deformitas dada (pectus excavatum), kriptorkismus, cacat intelektual
(keterbelakangan mental), diatesis pendarahan, dan lymphedema. Perawakan pendek
yang terkait dengan sindrom Noonan dapat diobati secara efektif dengan hormon
pertumbuhan dan merupakan indikasi yang disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) AS.11-17

II.5. DIAGNOSIS
Evaluasi anak dengan perawakan pendek dimulai dari anamnesis yang teliti dan fokus
terhadap penyebab patologis perawakan pendek (Tabel 1). Pemeriksaan fisik yang
dibutuhkan meliputi pemeriksaan yang sistematis terhadap seluruh sistem tubuh (Tabel 2),
termasuk gambaran dismorfik serta perhitungan rasio U/L untuk menyingkirkan perawakan
pendek yang disproporsional. Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik selesai dilakukan,
kurva pertumbuhan harus dianalisis, termasuk penilaian reliabilitas pengukuran, perhitungan
kecepatan pertumbuhan, dan analisis berat badan-sesuai-tinggi badan dalam konteks target
tinggi badan.

13
14
II.6. TATALAKSANA

Pengobatan anak dengan perawakan pendek harus sesuai dengan dasar


etiologinya. Anak dengan variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan,
sedang dengan kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya, antara lain :
- Nutrisi.
- Organic disease
- Hormonal (pada defisiensi hormon pertumbuhan, sindroma Turner,hipotyroid dan lain-
lainnya)
- Mechanical/pembedahan (bone lengthening) pada skeletal dysplasia dan tumor.
Implikasi :
1. Orang tua bertubuh pendek, kecepatan tumbuh anak normal, bone agesesuai umur
sesungguhnya  anak akan tumbuh dewasa yang pendek, dan tidak perlu pengobatan
khusus hanya konseling untuk mencegah rasa rendah diri dan hambatan perkembangan.

15
2. Kecepatan tumbuh normal, bone age terlambat akan tetapi sesuai dengan umur tingginya,
terdapat riwayat keterlambatan pubertas dalam keluarga. Anak akan mengalami pubertas
yang terlambat, akan tetapi akan mencapai tinggi badan yang normal. Tidak memerlukan
pengobatan khusus.
3. Kecepatan tumbuhnya subnormal, bone age terlambat, dibanding umur untuk tingginya.
Anak perlu diselidiki kemungkinan defisiensi hormon pertumbuhan, hypotiroidi dan
penyakit lain.14-17

16
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Batubara, Jose. R.L. et al., 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. “Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi”,artikel diakses pada tanggal 11 November 2016
dari http://kgm.bappenas.go.id/document/datadokumen/42_DataDokumen.pdf
3. Departemen Kesehatan RI. “Situasi Balita Pendek”, artikel diakses pada 11 November
2016 dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-
balita-pendek-2016.pdf
4. Dinas Kesehatan Kabupaten Indagiri Hulu, diakses pada tanggal 11 November 2016
dari http://dinkes.inhukab.go.id/?p=3348
5. Hartanto,D. artikel diakses pada 11 November 2016
darihttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55466/4/Chapter%20II.pdf.
6. Indonesian Public Health. “Stunted pada Balita” artikel diakses pada 11 November
2016 dari http://www.indonesian-publichealth.com/stunted-pada-balita/
7. IGN.Gde Ranuh, Moersintowarti B. Narendra, Hardjono Soeparto : Perawakan Pendek
(Short Stature), dalam buku Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak. Tahun 1994.
8. Kappy Michael S.: Short Stature dalam buku in Pediatric Decision Making, 2nd editing
by Berman; pp. 134 edisi 2, 1991.
9. Burg Frederic D. et al : Treatment of Infants, Children and Adolescent, W.B. Saunders
Company, 1990.
10. Behrman, R.E. et. Al : Nelson Textbook of Pediatrics, W.B. Saunders Company, 1987.
11. Lifshitz Fima, et.al : Disorders of Growth. Pediatric Endokrinology edited by Fima
Lifshitz, A clinical Guide, Marcel Dekker Inc. New York and Basel, 1985.
12. Yusuf Rukman : Perawakan Pendek, NAskah lengkap Pendidikan Tambahan Berkala
ke-XIII, FKUI, 1998.
13. Moersintowarti B.N., dkk : Masalah Gangguan Pertumbuhan Anak, Simposium
Nasional Perkembangan Mutakhir Endokrinologi Metabolisme, Surabaya 6-7
September 1991.

17
14. Swanson JM, Elliott GR, Greenhill LL, dkk. Efek obat perangsang pada tingkat
pertumbuhan selama 3 tahun di follow up MTA. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry
2007; 46: 1015.
15. Biederman J, Spencer TJ, Monuteaux MC, Faraone SV. Studi prospektif prospektif 10
tahun tentang tinggi badan dan berat pada anak-anak dengan gangguan hiperaktif
perhatian-defisit meningkat: efek seks dan pengobatan. J Pediatr 2010; 157: 635.
16. Poulton AS, Melzer E, Tait PR, dkk. Pertumbuhan dan perkembangan pubertas anak
laki-laki remaja pada pengobatan stimulan untuk attention deficit hyperactivity
disorder. Med J Aust 2013; 198: 29.
17. Faraone SV, Biederman J, Morley CP, Spencer TJ. Efek stimulan pada tinggi dan berat:
tinjauan literatur. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2008; 47: 994.

18

You might also like