You are on page 1of 8

ASUHAN KEPERAWATAN MYOPIA

1. DEFENISI
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di
depan retina ( bintik kuning ) dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan myopia
akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien
adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum ( titik terjauh yang
masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan
mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Mata minus / myopia / short sighred eye adalah : keadaan pada mata dimana
cahaya/benda yang jauh letaknya jatuh/difokuskan didepan retina/selpaut jala/bintik
kuning
Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki
dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat
jatuh diretina (Mansjoer, 2002).
Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada myopia
yaitu:
Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat kelainan
pertumbuhan retina(overgrowth)
Teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera sebagai penyebab pemanjangan
tersebut.
Myopia paling banyak terjadi pada usia anak-anak dan ditemukan secara tak sengaja pada
saat skrining pemeriksaan mata di sekolah. Pada umumnya memang hal ini disebabkan
oleh keturunan. Selain karena faktor keturunan, myopia juga bisa disebabkan oleh faktor
kelengkungan kornea maupun kelainan bentuk lensa mata.
Ciri khas lain dari myopia ini adalah sifatnya yang progresif hingga pada usia remaja (hal
ini dikarenakan faktor panjang sumbu bola mata yang bertambah seiring pertumbuhan
anak) dan kemudian progresifitasnya menurun pada usia dewasa muda. Pertambahan
derajat myopia membutuhkan kaca mata yang makin berat kekuatannya, karena itu pada
masa usia dini dianjurkan agar pemeriksaan diulang tiap 6 bulan.

 Tipe / Bentuk myopia yaitu:


1) Myopia Axial
Dalam hal ini, terjadinya myopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-
posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan
tipe mata ini lebih besar dari normal.
2) Myopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan darikelengkungan kornea
atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen
dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola
mata normal.
3) Perubahan Index Refraksi
Perubahan indeks refraksi atau myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media
penglihatan seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitussehingga pembiasan lebih
kuat.

1
4) Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucomaberhubungan dengan
terjadinya myopia.
Myopia dikategorikan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan kebutaan bagi
penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata. Myopia berbahaya
ini dibarengi dengan kerapuhan dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis
dari waktu ke waktu.
Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput jala (retina),
yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya. Tingkat
keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada kecepatan
tindakan penanggulangannya.

2. ETIOLOGI
Pertengahan tahun 1900 SM, para dokter ahli mata dan ahli pemeriksa mata ( ahli
kacamata ) percaya bahwa miopia menjadi hereditas utama. Di antara peneliti-peneliti dan
para professional peduli mata, mereka mengatakan bahwa miopia sekarang telah menjadi
sebuah kombinasi genetik dan merupakan salah satu faktor lingkungan.
Ada 2 mekanisme dasar yang dipercaya menjadi penyebab myopia yaitu:
Hilangnya bentuk mata ( juga diketahui sebagai hilangnya pola mata ), terjadi ketika
kualitas gambar dalam retina berkurang.
Berkurangnya titik fokus mata, terjadi ketika titik fokus cahaya berada di depan atau di
belakang retina
Myopia Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula,
semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar
kemungkinan mengalami miopi. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat
pada tahun-tahun awal kehidupan.akibatnya para penderita miopi umumnya merasa
bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan
didepannya (Curtin, 2002).

3. PATOFISIOLOGI
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui.
Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti
degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang
penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya,
tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya.
Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal
pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan
dua mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada myopia.
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:
1) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
2) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah
panjangnya bola mata
3) Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi
retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa sama dengan myopia maligna
sama dengan myopia degenerative.
4) Myopia degenertif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
karioretina.
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sclera dan kadang-kadang terjadi

2
rupture membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi
pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi
degenerasi papil saraf optic.
(Sidarta, 2005).

4. MANIFESTASI KLINIK
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan
jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka
dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku.
Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu
tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata
selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan
(astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi
strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih
tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi.
Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).
(Illyas,2005).
Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan
mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang
masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan
mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia (Sidarta,
2005).
Gejala-gejala myopia juga terdiri dari:
1) Gejala subjektif :
Kabur bila melihat jauh
Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi )
Astenovergens
2) Gejala objektif :
a) Myopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen myopia ( myopic cresent ) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
b) Myopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks.
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia.
Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan
pigmentasi yang tidak teratur

3
Makula: Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan pendarahan
subretina pada daerah macula.
Retina bagian perifer: Berupa degenersi kista retina bagian perifer Seluruh lapisan
fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini
maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.
(Illyas,2005).

5. PENCEGAHAN
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan
menonton TV dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran
mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-
anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.
Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia dalam
akhir tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para peneliti
merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat dipakai
untuk melihat jauh dan dekat.
Sampai sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah
kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter
akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk
membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.
Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini:
Mencegah terjadinya kebiasaan buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah sejak kecil
anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak, dan memegang alat tulis dengan benar.
Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV.
Batasi jam membaca. Aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter), dan gunakanlah
penerangan yang cukup. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa
diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm. Membaca dengan posisi tidur atau
tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melatih jauh atau bergantian melihat
jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah myopia. (Curtin, 2002).

6. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati
gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology kontak lensa
yang digunakan adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang
berfungsi untuk mengurangi miopia.
Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi
Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan
pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan). Akan tetapi,
kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para praktisi peduli
mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari
peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang
menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif.
Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi
lasik mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati
miopia. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya
tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain
yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan
konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi menggunakan

4
prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu
orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata. Orang-orang dengan miopia
rendah akan lebih baik bila menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan
kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan kornea.
Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan
ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak ( Lee dan Bailey,
www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).
2) Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi
kotoran yang masuk ke dalam mata.
(www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).

7. PEMERIKSAN PENUNJANG
Foto fundus / retina
Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G = electro –
ence falogram
EVP (evoked potential examination)
USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang
bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)
Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan

1. PENGKAJIAN
A. PENGKAJIAN FISIK PENGLIHATAN
1) Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup.
Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari baris paling atas
kebawah,dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar.
Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari
dari jarak 6 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi
satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter.
Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan
arah sinar.
Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan
pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
Penilaian :
Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh huruf
dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30
maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6
meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila
dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah
dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan
adalah 1/300.

5
Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka
dikatakan sebagai satu per minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak
tidak terhingga.
2) Pengkajian Gerakan Mata
Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan pemeriksa, dan
pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara
mata yang di tutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di
singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke
sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila
bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk
bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata
untuk bergeser ke sisi nasal di sebut esoforia.
Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu
horizontal dan kemudian sepanjang sumbu oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60
derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi cardinal lirikan menggambarkan fungsi
salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi
diplopia (pandangan ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal lirikan,
pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal
untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah satu mata gagal
bergerak bersama dengan yang lain.
3) Pengkajian Lapang Pandang, pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2
kaki, saling berhadapan. Pasien di minta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa
menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga
menutup salah satu matanya sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya,
misalnya, pemeriksa menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung
pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan
temporal dan nasal. Jari pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam
bidang vertical, horizontal dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di kaji
dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada setiap
manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai dapat
terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke depan.
B. Pemeriksaan Fisik Mata
1) Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata
2) Buku Mata, posisi dan distribusinya
3) Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata.
4) Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama.
5) Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan pantulan cahaya seperti
cermin, terang, simetris dan tunggal.

2. DIAGNOSA
1) Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan
status organ indera
2) Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada
kepala, kelelahan pada mata)
3) Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

3. INTERVENSI
DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/perubahan status organ indera

6
1) Kaji derajat dan durasi gangguan visual
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
2) Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-
perawat
3) Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
4) Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya
Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan
gangguan penglihatan
DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada
kepala, kelelahan pada mata)
1) Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan
2) Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi
ansietas
3) Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
Rasional: Mengurangi ansietas klien
DX III: Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
1) Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
2) Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
3) Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur,
menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan
jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.

4. IMPLEMENTASI
DX I: Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/perubahan status organ indera
1) Mengkaji derajat dan durasi gangguan visual
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
2) Mengorientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-
perawat
3) Mendorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
Rasional: meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
4) Melakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya
Rasional: Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan
gangguan penglihatan
DX II: Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada
kepala, kelelahan pada mata)
1) Mengorientasikan klien pada lingkungan yang baru
Rasional: Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan

7
2) Memberitahu klien tentang perjalanan penyakitnya
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya dan mengurangi
ansietas
3) Memberitahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.
Rasional: Mengurangi ansietas klien
DX III: Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
1) Mengkaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan
Rasional: Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.
2) Memberitahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan
dilakukan
Rasional: Memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.
3) Menganjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi
tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
Rasional: Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan
jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.

5. EVALUASI
1) Menyatakan penerimaan diri sehubungan dengan perubahan sensori
2) Mampu memakai metode koping untuk menghilang ansietas
3) Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta:
EGC

Chan,WM.2004. Ophthalmology and Visual Science. The Chinese university of


Hongkong.88(10):1315-1319. www.pubmedcentral.nih.gov/artclender

Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381

Curtin Brian J, Whitemore, Wayne G. The Optics of Myopia, In Duanes Clinical

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Guell, JL., Morral, M.,Gris, O. 2007. Implantation for Myopia Ophthalmology (abstract
only). www.pubmedcentral.nih.gov/articlender

You might also like