You are on page 1of 112

ASUHAN KEPERAWATAN DISENTRI

PENGERTIAN
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air
besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan
dan darah.

KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu

1. Disentri Amoebica
2. Disentri Bacilaris

Perbedaan disentri Amoebica dan Basilaris

Disentri Amoebica Disentri Bacilaris

 Penyebab  Entamoeba Histolitika  Shigela Disentri

 Dimulai  Tidak dengan tiba-tiba dan hebat  Dengan hebat dan tiba-tiba

 Panas  Tidak ada  Ada

 Berak  Tidak sering kali, tidak banyak Terlalu sering, lebih banyak darah,

Berjangkitnya darah dan lender dan baunya lender dan nanah, tidak bau
amat busuk busuk.
 Diagnosa
 Tidak berat dan tidak secara Hebat dan sering secara wabah
 Prognosis
wabah  Menghendaki pemeriksaan lebih
 Dapat dengan mikroskop lanjut di laboratorium.

 Pada penyakit endokrin Pada bentuk berat angka


tergantung pada penyakit kematian tinggi, kecuali
dasarnya. Pada penyebab obat- mendapat pengobatan dini. Pada
obatan tergantung kemampuan bentuk sedang angka kema
menghindari pemakaian obat.

ANATOMI FISIOLOGI
Usus Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :
a. Selaput lender
b. Lapisan otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan ikat.
Fungsi Usus Besar
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat inggal bakteri koli
c. Tempat feses
ETIOLOGI
1. Bakteri (Disentri basiler) Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus
disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa
disebabkan oleh Shigella

o Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)


o Salmonella
o Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak
usia > 5 tahun.

PATOFISIOLOGI

Trofozoid
patogen

Mukosa Usus

Radang

Ulkus

Perdarahan

Akut Sub Akut

Mukosa usus Hiperemix Ulkus dangkal + kecil

Perporasi Sembuh

Komplikasi karena penyebaran kuman

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah
menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi
faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga
baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya
mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas
yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi
reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi
di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
TANDA dan GEJALA
Disentri basiler

 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba

 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.


 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

TEST DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan tinja
 Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam
tinja
 Benzidin test
 Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
 Biakan tinja
 Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
 Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat
ditemukan leucopenia.
 Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.
KOMPLIKASI
1. Disentri Basiler

 Stenosis

 Peritonetis

 Hemoroid

 Neuritis perifer

 artritis

2. Disentri Amoebica

 Perdarahan usus

 Perforasi

 Ameboma

 Striktura

PENULARAN
Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare. Air sumur atau air
tanah yang telah tercemar kuman diare, atau makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
kuman diare, atau tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan/minum pada bayi/anak,
memasak dll yang tanpa disadari sebenarnya tangan telah terkontaminasi kuman diare yang tak
tampak oleh mata telanjang.

PENCEGAHAN
 Buang airlah ditempatnya dan tidak disembarang tempat, latih anak untuk buang air dikakus
 Cuci tangan sebelum makan dan sesudah makan.
 Cuci tangan sebelum memasak makanan dan pastikan tangan anda selalu bersih ketika
memberikan makan pada bayi atau balita. Pastikan peralatan makan dan minum anak bersih dan
tidak terkontaminasi kuman apapun juga. Untuk bayi usahakan
 Selalu memasak/merebus peralatan makan dan minumnya terlebih dahulu.
 Minum dan makanlah makanan yang sudah dimasak. Hindari memberikan makanan setengah
masak/setengah matang pada anak.
 Pastikan air yang dimasak benar-benar mendidih.
 Berikanlah ASI selama mungkin kepada anak, disamping pemberian makanan lainnya.
 Bayi yang minum susu botol lebih mudah terserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya.
 Tetap menyusui anak walaupun anak terserang diare.
 Pastikan tangan sipengasuh tetap bersih ketika mengasuh anak atau memberikan makan dan
minum pada anak.
 Jaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan tempat tinggal.
PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak.
Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang
sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan
risiko komplikasi dan kematian.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o
Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV
atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam
tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan,
antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba
hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi
dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif
untuk disentri basiler.
• Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
 Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN

1. Identitas

Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada
anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan
kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan
dan perawatannya .

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x

3. Riwayat Penyakit Sekarang

BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari (
diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka


panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK,
OMA campak.

1. Riwayat Nutrisi ASI


Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.

2. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

3. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.

8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan


skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : – Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder
dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi


BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
Kriteria hasil : – Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .

5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

D.IMPLEMENTASI

1.Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


agar Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit

2.Memantau intake dan output


agar Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.

3. Menimbang berat badan setiap hari


untuk Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt

4. Menganjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
untuk Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Berkolaborasi :
dalam Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
untuk koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).

E.EVALUASI

 Masalah dikatakan teratasi apabila Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-
37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
KASUS DISENTRI

Disusun Oleh :
1. Asnainu (14004)
2. Danang Ari Prabowo (14011)
3. Desy Puspa Sari (14012)
4. Dilla Ayu Astrini (14013)
5. Dina Nur Khasanah (14015)
6. Diyan Murtiyanti (14017)
7. Duwi Septiyani (14018)
8. Dwi Jatmitasari (14019)
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
TAHUN AJARAN 2014-2015

1. DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah. (
Mansjoer,Arif,dkk.2001)
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan
buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah.
(Hembing Wed, 08 feb 2006)

2. ETIOLOGI
Penyakit ini seringkali terjadi karena kebersihan tidak terjaga, baik karena kebersihan diri
atau individu maupun kebersihan masyarakat dan lingkungan.
Berdasarkan penyebabnya disentri dibedakan menjadi dua golongan:
1. Disentri Basiler
Adalah disentri yang disebabkan oleh bakteri, diantaranya bakteri Shigella merupakan
bakteri yang paling sering menyerang, kurang lebih 60% kasus disentri terberat dan mengancam
jiwa diakibatkan oleh Shigella. Bakteri lain yang dapat menyebabkan disentri adalah Escherichia
coli enteroinvasif (EIEC),Salmonella,Campylobacter jejuni.
2. Disentri Amoeba
Disentri yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica, penyakit ini lebih sering pada anak
usia > 5 tahun.

3. MANIFESTASI KLINIS
a. Disentri basiler
 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-
72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic
 Muntah-muntah
 Anoreksia
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala,
letargi, kaku kuduk, halusinasi).
b. Disentri amoeba
 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

4. PATOFISIOLOGI
a. Disentri basiler
Kuman Shigella secara genetik tahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier
asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta
pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon
dan berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella
namun ileum terminalis dapat juga terserang. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa
usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan
subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum
didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk
ulkus bergaung S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan
neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih
mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang
mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang
tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.
b. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi
patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor
yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik
faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya
mempunyai peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.Bentuk ulkus amoeba
sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi lapisan submukosa dan muskularis
melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya
terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat
terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.( A.Prince, S & M.
Wilson.2005)

5. PATHWAY
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
 Pemeriksaan tinja
 Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam
tinja
 Benzidin test
 Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
 Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
 Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat
ditemukan leukopenia.( wikpedia.co.id)

7. KOMPLIKASI
 Dehidrasi
 Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia

 Kejang

 Kehilangan protein enteropati

 Sepsis dan DIC

 Sindroma Hemolitik Uremik

 Malnutrisi/malabsorpsi

 Hipoglikemia

 Prolapsus rektum

 Arthritis reaktif

 Sindroma Guillain-Barre

 Ameboma

 Megakolon toksik

 Perforasi lokal
 Peritonitis

8. PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan
darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia.
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai
adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
 Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko
komplikasi dan kematian.
 Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
 Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime
8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o
Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
 Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
 Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
 Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
(phigleth.blogspot.com,2011)

9. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien yang harus diketahui oleh perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, pekerjaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan
klien/ asuransi kesehatan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari (
diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, dan penyakit GI lainya. Serta penggunaan obat-obatan
terkait.
d. Riwayat Nutrisi
Perlu dikaji mengenai pola nutrisi yang di konsumsi oleh seseorang dan jenis-jenis makanan
yang dikonsumsi sehari-harinya.

e. Riwayat Lingkungan
Perlu kita kaji bagaimana lingkungan sekitar seseorang. Apakah lingkungan dapat dikatakan
higienis atau tidak. Seperti keadaan air untuk mencuci makanan, suhu tempat menyimpat
makanan, kebersihan lingkungan serta kebersihat alat-alat untuk makan
f. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breathing)
Pada pasien dengan diare kronisbiasanya akan mengalami dispnea, pernafasan cepat > 40
x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
2. B2 (Blood)
Pada pasien dengan diare kronis biasanya nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang . Hal ini akibat dari manifestasi polapernafasan.
3. B3 (Brain)
Menurunnya konsentrasi akibat perut yang terasa mulas saat diare.
4. B4 (Bladder)
Pada pasien dengan diare kronis urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
5. B5 (Bowel)
Secara umum, paien megalami defisit kebutuhan nutrisi dan dehidrasi. Feses berbentuk
encer, terdapat darah, lendir, lemak serta berbuih/berbusa. Perut terasa sakit saat dilakukan
6. B6 (Bone)
Lemah karena pasien merasa capek saat diare yang mengakibatkan terbatasnya aktivitas
yang ingin dan akan di lakukuan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N :120-60 x/mnt, S :36-37,5◦C, RR : < 40 x/mnt ).
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
 Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
 Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme
 Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt.
 Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
 Kolaborasi :
 Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
 Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
 Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria :
– Nafsu makan meningkat
– BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
 Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
 Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
 Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
 Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
 Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan.(sumber:
erikacandra.blogspot.com,2012)
DAFTAR PUSTAKA
http://phigleth.blogspot.com/2011/04/askep-disentri.html
http://www.wikipedia.co.id/disentri
http://erikacandra.blogspot.com/2012/09/asuhan-keperawatan-disentri.html
Mansjoer,Arif,dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculaplus FK UI
Doenges,Marilyn E, dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Pencernaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC
Wilkinson, J,M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria
Hasil NOC.Jakarta : EGC
Hembing Wed, 08 feb 2006
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFINISI
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar.
Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan
darah. Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja
berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lendir
(mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).

ETIOLOGI
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas
di usus besar.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri
tersebut menembus dinding usus besar dan bersarang di bawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi
karena kebersihan tidak terjaga, baik karena kebersihan diri atau individu maupun kebersihan
masyarakat dan lingkungan.

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :


1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4
spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O
dariShigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan
tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh
tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat
ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan
mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir
dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella sp merupakan penyebab
terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan penyebab lainnya. Hal ini tergambar
dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor dkk. di Thailand pada tahun 1984.
2. Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal
apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen
dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit
patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa
menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama
tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. mempunyai tanda-tanda
berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya
dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit
dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor
standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus
besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
Penyebab Disentri yang paling umum adalah tidak mencuci tangan setelah menggunakan
toilet umum atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Cukup simple memang untuk
penyebab disentri sebagai kasus klasik, tapi itulah kenyataannya. Secara garis besar penyebab
penyakit disentri sangat erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan kebiasaan hidup
bersih.
Mikroorganisme penyebab disentri baik itu berupa bakteri maupun parasit menyebar dari
orang ke orang. Hal yang sering terjadi penderita menularkan anggota keluarga untuk
menyebarkannya ke seluruh anggota keluarga yang lainnya. Infeksi oleh mikroorganisme
penyebab disentri ini dapat bertahan dan menyebar untuk sekitar empat minggu.
Disentri juga dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi. Negara miskin yang
memiliki sistem sanitasi yang tidak memadai menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian
kasus penyakit disentri. Frekuensi setiap patogen penyebab penyakit disentri bervariasi di
berbagai wilayah dunia. Sebagai contoh, Shigellosis yang paling umum di Amerika Latin
sementara Campylobacter adalah bakteri yang dominan di Asia Tenggara. Disentri jarang
disebabkan oleh iritasi kimia atau oleh cacing usus.

KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu
1. Disentri Amoebica
2. Disentri Bacilaris

Perbedaan disentri Amoebica dan Basilaris


Disentri Amoebica Disentri Bacilaris
Penyebab Entamoeba Histolitika Shigela Disentri
Dimulai Tidak dengan tiba-tiba dan hebat Dengan hebat dan tiba-tiba
Panas Tidak ada Ada
Berak Tidak sering kali, tidak banyak Terlalu sering, lebih banyak
darah dan lender dan baunya darah, lender dan nanah, tidak
amat busuk bau busuk.
Berjangkitnya Tidak berat dan tidak secara Hebat dan sering secara wabah
wabah
Diagnosa Dapat dengan mikroskop Menghendaki pemeriksaan lebih
lanjut di laboratorium.
Prognosis Pada penyakit endokrin Pada bentuk berat angka
tergantung pada penyakit kematian tinggi, kecuali
dasarnya. Pada penyebab obat- mendapat pengobatan dini. Pada
obatan tergantung kemampuan bentuk sedang angka kema
menghindari pemakaian obat.

PATOFISIOLOGI
a. Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan
yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi
yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan
secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada
daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga
dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun
lingkungannya mempunyai peran. Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-
ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks
dan ileum terminalis.
Atau secara umum dapat dijelaskan dengan;

Trofozoid

patogen

Mukosa Usus

Radang

Ulkus

Perdarahan

Akut Sub Akut

Mukosa usus Hiperemix Ulkus dangkal + kecil


Perporasi Sembuh

Komplikasi karena penyebaran kuman

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah
menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi
faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga
baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya
mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas
yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar
(menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi
reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi
di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah
sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala disentri antara lain :
 Buang air besar dengan tinja berdarah
 Diare encer dengan volume sedikit
 Buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus)
 Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

Ciri-ciri saat jika terkena disentri adalah sebagai berikut :


 Panas tinggi (39,50°C – 40,0°C), appear toxic
 Muntah-muntah
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB
 Kadang disertai gejala serupa ensefalitis dan sepsis
 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja
 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit
 Sakit berut hebat (kolik)

1. Disentri basiler
Gejala Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala
rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah
dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat.Sakit
perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga
mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya
disebabkan olehS.dysentriae.
Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air
denganlendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,renjatan
septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbulrasa haus, kulit kering dan
dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Mukamenjadi berwarna kebiruan, ekstremitas
dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi).
Kadang-kadang gejalanya tidak khas,dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan
makanan. Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik.
Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada
keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.
Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi
memerlukan waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya
bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir.
Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan
kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secaramenahun. Kejadian ini jarang
sekali bila mendapat pengobatan yang baik.
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri perut,
demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam
usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka
jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap
gerakan usus disertai dengan “mengedan” dan tenesmus (spasmus rektum), yang menyebabkan
nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih
dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan elektrolit
dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian.
Kebanyakan orang pada penyembuhan mengeluarkan kuman disentri untuk waktu yang
singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa kuman usus menahun dan dapat
mengalami serangan penyakit berulang-ulang.Pada penyembuhan infeksi, kebanyakan orang
membentuk antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi
terhadap reinfeksi
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-
72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,
sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

2. Disentri amoeba
Gejala-gejala disentri amuba biasanya berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
minggu. Namun, tanpa pengobatan, bahkan jika gejala hilang, amuba dapat terus hidup di usus
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Infeksi masih dapat ditularkan kepada orang
lain dan diare masih bisa kembali. Bahayanya penyakit desentri amuba dapat bersifat fatal bila
terjadi komplikasi antara lain usus berlubang (perforasi usus), infeksi selaput rongga perut
(peritonitis), abses di hati dan otak. Dan bila infeksi amuba ini tidak diobati secara tuntas, dapat
mengakibatkan kematian.
 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus)
 Demam dan menggigil.

a) Carrier (Cyst Passer)


Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi kedinding usus.
b) Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanyamengeluh perut
kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapattimbul diare ringan, 4-5 kali
sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat
sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut
bergantung pada lokasiulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam
ringan(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
c) Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,tetapi pasien masih
mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanyadisertai lendir dan darah. Pasien
mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
d) Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diaredisertai darah yang
banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C – 40,5 0C) disertai mual dan anemia.
e) Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diarediselingi dengan
periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya
dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan tinja
 Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
 Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal.
a) Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
b) Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat
ditemukan leukopenia.
c) Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.

KOMPLIKASI

 Dehidrasi
 Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
 Kejang
 Protein loosing enteropathy
 Sepsis dan DIC
 Sindroma Hemolitik Uremik
 Malnutrisi/malabsorpsi
 Hipoglikemia
 Prolapsus rektum
 Reactive arthritis
 Sindroma Guillain-Barre
 Ameboma
 Megakolon toksik
 Perforasi lokal
 Peritonitis

1. Disentri Basiler
 Stenosis
 Peritonetis
 Hemoroid
 Neuritis perifer
 artritis
2. Disentri Amoebica
 Perdarahan usus
 Perforasi
 Ameboma
 Striktura

PENATALAKSANAAN MEDIS
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah
atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika. Cairan dan
elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi oral. Jika
frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun.
Dalam keadaan ini perlu diberikancairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian
air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5kali/hari, kemudian
diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien
diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi
diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,antibiotika diganti dengan jenis yang lain.
Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dantetrasiklin hampir universal
terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji
resistensi kuman Terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis4 x
500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis yang
diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan
disentri basiler karenatidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal
fluorokuinolon seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3
hari sedangkan azithromisin diberikan 1gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5
hari. Pemberian Ciprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten
terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak
ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
Disentri amuba Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali
perhari selama 20 hari.Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mgtiga kali
sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama5 hari, dan emetin 1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol
750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram per hari selama 2 hari
dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak.
Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori
dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko
komplikasi dan kematian.
 Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
 Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o
Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV
atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
 Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
 Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
 Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan
dan intake yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal
b) Kriteria hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
c) Intervensi :
 Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
 Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak kuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
 Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
 Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
d) Kolaborasi :
 Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
 Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
 Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan
out put
a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan
nutrisi terpenuhi
b) Kriteria :
 Nafsu makan meningkat
 BB meningkat atau normal sesuai umur
c) Intervensi :
 Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
 Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
 Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
 Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan
d) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
 terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
 beri obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
a) Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
b) Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
c) Intervensi :
 Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
 Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
 Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
a) Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
b) Kriteria hasil :
 Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
 Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
c) Intervensi
 Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
 Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
 Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .

5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
b) Kriteria hasil :
 Mau menerima tindakan perawatan
 klien tampak tenang dan tidak rewel
c) Intervensi :
 Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
 Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
 Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
 Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
 Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
 Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Disentri_Amuba.


Sya’roni A. Hoesadha Y. 2006.
Buku Ajar Penyakit Dalam.FKUI:Jakarta.Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh
Disentri. Diakses dari http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed. Simanjuntak C. H., 1991.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III . Fakultaskedokteran UI : Jakarta. Davis K.,
2007.
Shigellosis. D i a k s e s d a r i http://www.emedicine.com/ med/topic2112.htm.
Robbins dan Cotrans. 2002. Dasar Patologis Penyakit. Buku EGC Kedokteran : Jakarta.
Kamus Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001
Dharma, Andi Pratama. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-
UP/RSHS; 2001
Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders; 2004
Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian IKA FK-UI; 1998.
Gandahusada, Srisasi, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2000.
Kumpulan catatan kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2004-2005.
Lengkong, John B. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta; 2004.
A, Dini, et al. Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare Akut,
dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Batam; 2004
Nafianti, Selvi, et al. Efektivitas Pemberian Trimetoprim-Sulfametoksazol pada Anak
dengan Diare Disentri Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
Cahyono, Haryudi Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan Bakteri
Hidup, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Batam; 2004
LAPORAN PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan
di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba
tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di
daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi
lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang.
Akibat penting dari disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus
karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut
adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella
dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri.
Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare
berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam.
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi mencapai
50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di Ameriksa Serikat
menyerang 15.000 kasus. Dan di Negara-negara berkembang Shigella flexeneri dan S. dysentriae
menyebabkan 600.000 kematian per tahun.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa perlu melakukan asuhan keperawatan
pada anak dengan Disentri dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

B. Tujuan :
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan laporan pendahuluan ini diharapkan mahasiswa mampu menerapkan asuhan
keperawatan dengan tepat pada pasien dengan Disentri.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Disentri
b. Mengetahui etiologi Disentri
c. Mengetahui tanda dan gejala Disentri
d. Mengetahui patofisiologi Disentri
e. Mengetahui pathway Disentri
f. Mengetahui klasifikasi Disentri
g. Mengetahui pemeriksaan penunjang Disentri
h. Mengetahui penatalaksanaan Disentri
i. Mengetahui masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien dengan Disentri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitudys (gangguan) danenteron (usus), yang berarti
peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar yang encer
secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri,
seperti: sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, berak-berak, dan tinja mengandung
darah dan lendir.
Jadi disini jelas bahwa disentri adalah radang usus yang menimbulkan gejala meluas
dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).
B. Anatomi Fisiologi
1. Usus Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :
a) Selaput lender
b) Lapisan otot melingkar
c) Lapisan otot memanjang
d) Jaringan ikat.
2. Fungsi Usus Besar
a) Menyerap air dari makanan
b) Tempat inggal bakteri koli
c) Tempat feses
C. Etiologi
Bakteri (Disentri basiler) Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (±
60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam
jiwa disebabkan oleh Shigella
1. Disentri basiler
- Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
- Salmonella
- Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Disentri Amoeba (Disentri amoeba)
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahunPatogenesis
Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, person-to-person contact.
D. Gejala Klinis
1. Disentri basiler
a) Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-
72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
b) Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
c) Muntah-muntah.
d) Anoreksia.
e) Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
f) Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala,
letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2. Disentri amoeba
a) Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
b) Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
c) Sakit perut hebat (kolik)
d) Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
E. Patofisiologi
Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan, minuman
yang tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita.
1. Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan, Menggunakan botol
susu yang tercemar, Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama,
Menggunakan air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci
tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan, Tidak
membuang tinja secara benar.
2. Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, Kurang gizi, Campak, Imunodefisiensi /
imunosupressif.
3. Umur
Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak 6 – 10
bulan (pada masa pemberian makanan pendamping).
4. Variasi musiman
Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada daerah sub tropik, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan diare karena virus (rotavirus)
puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare rotavirus terjadi sepanjang tahun,
frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan puncak diare karena bakteri adalah pada
musim hujan.
Infeksi asimtomatik kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan
proporsi ini meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukkan imunitas aktif

Pathway

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Disentri basiler
a) Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal
swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti
karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
b) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif, tetapi belum dipakai secara luas. Enzim
immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian besar penderita yang
terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan E.coli.
c) Sigmoidoskopi
Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan daerah sigmoid. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
d) Aglutinasi
Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam.
Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri
aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
e) Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan ulserasi. Kadang-
kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada di bagian distal kolon dan secara
progresif berkurang di segmen proksimal usus besar.
2. Disentri amoeba
a) Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting.
Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik
diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali
seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista
karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan langsung tampak kista
berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang
berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat
intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan
kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan
metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista
akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih
segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada
sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan
menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba
dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan
eosin.
b) Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri,
terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi pemeriksaan ini
tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi
menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
c) Foto rontgen kolon
Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus tidak tampak.
Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus
disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang mirip karsinoma.
d) Pemeriksaan uji serologi
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan
epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji
ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji
serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.
H. Komplikasi
1. Disentri basiler
Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di
negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi
S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat
infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat
adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi olehShigella. Biasanya HUS ini timbul pada
akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-
tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara
progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula
terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-
100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa
penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus
yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan
dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulan-bulan.
Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi
bila ulkus sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal
ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun
hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat
muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada
stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin
pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang
dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.
2. Disentri amoeba
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun ringan.
Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi:
a) Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah.
- Perforasi usus
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering
mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
- Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
- Ameboma
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa
jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan
ileus obstruktif atau penyempitan usus.
- Intususepsi
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi segera.
- Penyempitan usus (striktura)
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
b) Komplikasi ekstraintestinal
- Amebiasis hati
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat timbul
dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati
terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh
getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati
kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati
ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril, tidak
berbau, berwarna kecoklatan(chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak
bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan
cairan empedu.
- Abses pleuropulmonal
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20% abses hati
ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba
langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga
penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati. Abses
otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi amoeba langsung dari
dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.
- Amebiasis kulit
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk hiliran (fistel).
Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal
akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
I. Penatalaksanaan
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan
darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia.
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai
adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri :
a) Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b) Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c) Antibiotika
1) Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.
2) Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
3) Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol
dibandingkan placebo10.
4) Alternatif yang dapat diberikan :
- Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
- Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
- Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM
- Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
5) Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
6) Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi :
- Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja.
- Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing
diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
7) Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d) Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Prinsip utama pengobatan diare
1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya/penyebabnya.
2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk
pada gizi.
3. Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk
kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali : pada disentri yang harus
diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan dehidrasi berat,
Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau tropozoit E. histolitika di
tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan dalam kultur tinja.
Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.
Terapi rehidrasi oral:
1. Cairan oralit (cairan rehidrasi oral)
Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio glukosa vs natrium paling tidak 1 : 1.
Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk pemakaian 2 hari. Bila memberikan oralit satu
kantong harus diberikan sekaligus dan larutan oralit yang tidak digunakan dalam 24 jam harus
dibuang. Bila diare terus berlangsung sedangkan oralit sudah habis harus memberikan cairan
rumah tangga atau membawa kembali anaknya ke sarana kesehatan untuk pengobatan.
2. Cairan rumah tangga
Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati dehidrasi, cairan larutan
seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis untuk rehidrasi oral mencegah
dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada anak pada saat mulai diare
dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak boleh
diberikan pada anak yang menderita diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan,
pencahar, stimulansia seperti kopi.
Kriteria cairan rumah tangga yang diberikan pada penderita diare :
1. Aman bila diberikan dalam jumlah banyak. Teh yang sangat manis, soft drink dan minuman
buah komersial yang manis harus dihindarkan karena menyebabkan diare osmotik, memperberat
dehidrasi.
2. Mudah menyiapkan.
3. Dapat diterima oleh penderita.
4. Efektif.
Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :
- Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.
- Penderita ileus paratikus dan perut kembung.
- Penderita yang tidak dapat minum.
Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :
- Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15 ml/kgBB/jam)
serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk mengganti
kehilangannya.
- Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.
- Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume tinja
meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.
Makanan pada terapi diare
ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan
atau lebih harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam
atau berikan anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun
sering lebih dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare
berhenti, teruskan pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2
minggu menggunakan makanan yang mengandung banyak gizi.
Obat anti diare
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare
meliputi anti motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin,
attapulgit, smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis).
Antimuntah termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada
anak di bawah 5 tahun.
Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri /
kolera. Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa
menghambat pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga
menghamburkan uang.
Tanda-tanda memburuknya diare, Ibu harus membawa anaknya ke sarana kesehatan jika:
- tinja cair keluar amat sering.
- muntah berulang.
- rasa haus yang meningkat.
- tidak dapat makan dan minum seperti biasanya
J. Pengkajian
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada
anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan
kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan
dan perawatannya.
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari (
diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK,
OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi ASI
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan
- Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
- Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
- Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
- Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b) Perkembangan
- Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal dengan kriteria hasil :
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt)
- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
- Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
a) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
b) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
c) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
d) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar seimbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi
terpenuhidengan kriteria :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
a) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
b) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
c) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebiha
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
d) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
e) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
- terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh dengan kriteria hasil :
- suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
- Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
a) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
b) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
c) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB
(diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu dengan kriteria hasil :
- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
a) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
b) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
c) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
dengan kriteria hasil :
- Mau menerima tindakan perawatan,
- klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
a) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
b) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
c) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
d) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
e) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
6. Nyeri berhubungan dengan distensi abdoment
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri hilang / berkurang
dengan kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri hilang / berkurang
- Skala nyeri berkurang / turun
- Ekspresi wajah tampak rileks
- Pasien mengerti penyebab nyeri dan cara mencegahnya
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a) Kaji nyeri secara komprehansif meliputi lokasi, intensitas, kualitas, durasi dan skala
b) Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
c) Jelaskan faktor penyebab nyeri
d) Kurangi faktor penyebab nyeri
e) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
f) Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengenal pengalaman nyeri pasien
g) Monitor tanda-tanda vital pasien
h) Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik

DAFTAR PASTAKA

A, Dini, et al. 2004. Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare Akut, dalam
Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Batam
Behrman, et al. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders
Dharma, Andi Pratama. 2001. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS
Direktorat Jenderal Pemberantasan Peyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999. Buku
ajar diare. Jakarta: DepKes RI.
Gandahusada S, Illahude HHD, Pribadi W. 2004. Bab 2: Protozoologi. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:
Gaya Baru.
Juffrie M, Mulyani NS. 2009. Modul Diare. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.
Lengkong, John B. 2004. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
Nelson WE. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Vol 2. Jakarta: EGC.
Suraatmaja S. 2007. Kapita selekta gastroenterologi anak. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RS
Sanglah. Denpasar: CV Sagung Seto.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitudys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah, diare encer
dengan volume sedikit dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).Disentri adalah peradangan
usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar.Buang air besar ini berulang-
ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah.

2.2 Klasifikasi
Ada 2 macam disentri, yaitu

1. Disentri Amoebica
2. Disentri Bacilaris

Perbedaan disentri Amoebica dan Basilaris

Disentri Disentri
Amoebic Bacilaris
a

Penyebab Entamoe Shigela


ba Disentri
Dimulai
Histoliti Dengan
Panas
ka hebat
Berak
Tidak dan tiba-
dengan tiba
tiba-tiba Ada
dan
Berjangkitnya Terlalu
hebat
sering,
Tidak lebih
Diagnosa ada banyak
Tidak darah,

Prognosis sering lender


kali, dan
tidak nanah,
banyak tidak bau
darah busuk.
dan Hebat
lender dan
dan sering
baunya secara
amat wabah
busuk

Tidak
Menghenda
berat dan
ki
tidak
pemeriks
secara
aan lebih
wabah
lanjut di
Dapat
laborator
dengan
ium.
mikrosk
Pada
op
bentuk
P
berat
Ada angka
penyakit kematian
endokrin tinggi,
tergantu kecuali
ng pada mendapa
penyakit t
dasarnya pengobat
. Pada an dini.
penyeba
b obat-
obatan
tergantu
ng
kemamp
uan
menghin
dari
pemakai
an obat.

2.3 Etiologi

1. Bakteri (Disentri basiler)


o Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri
yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa
disebabkan oleh Shigella.
o Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
o Salmonella
o Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak
usia > 5 tahun
2.4 Simtoma Klinis

 Disentri basiler

 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

 Disentri amoeba

 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.


 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik), Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya
ditemukan pada 1/3 kasus).

2.6 Komplikasi

1. Dehidrasi (kekurangan cairan)


2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia ( kadar protein dalam darah yang rendah)
3. Kejang
4. Malnutrisi/malabsorpsi
5. Perforasi lokal
6. Peritonitis

2.7 Penularan

Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare.Air sumur atau air tanah
yang telah tercemar kuman diare, atau makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman
diare, atau tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan/minum pada bayi/anak, memasak
dll yang tanpa disadari sebenarnya tangan telah terkontaminasi kuman diare yang tak tampak
oleh mata telanjang.
2.8 Penatalaksanaan

1.Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada
anak.Waspadai adanya syok sepsis.

2. Komponen terapi disentri


a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
 Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.

b. Diet
 Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya.Berikan diet lunak tinggi kalori
dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral.Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
 Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.

d. Sanitasi
 Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
 Nama : An.A.
 Umur : 2 tahun.
 Jenis kelamin : Perempuan
 Suku/ Bangsa : Indonesia
 Agama : Islam
 Status :-
 Alamat : Bebas
3.1.2 Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 xdalam sehari dengan intensitas sering dan jumlah yang sedikit.
 Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang,
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
 Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Composmentis
 Keadaan umun: Lemas
 BB : 5,5 kg. TB : 45 cm
 TTV
- Nadi : 70 x/menit
- TD : 130/90 mmHg
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 38.5 ̊ C
 Kepala dan Leher
 Rambut : Keriting, ada lesi, distribusi merata.
 Wajah : Normal, mata agak cowong
 Hidung : Pernapasan cuping hidung,Tidak ada polip
 Mulut : Bersih
 Leher : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
 Thorax
 Inspeksi : Tidak tampak otot bantu pernafasan
 Palpasi : Tidak terdapat krepitasi
 Perkusi : Suara paru normal
 Auskultasi : Suara napas vesikuler.
 Sistem gastrointestinal : nafsu makan klien tidak ada, anoreksia, abdomen datar, bising usus
26x/menit, suara timpani, ada nyeri tekan.
 Sistem musculoskeletal : badan lemah, tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri
 Sistem Integumen : kulit kering dan turgor kulit juga jelek
 Sistem perkemihan : BAK 8-10x/hari warna kuning jernih, bau khas. BAB > 5-7x/hari dengan
konsistensi encer, nyeri saat BAB.
 Eks. Atas : jumlah dan bentuk jari normal,tidak terdapat odema
 Eks. Bawah : jumlah dan bentuk jari normal,tidak terdapat odema
 Genetalia : tampak kemerahan pada daerah anus
3.2Analisa Data
No Analisa data Etiologi Problem
1. Ds: keluarga klien Kehilangan cairan yang Gangguan
mengatakan BAB lebih berlebihan keseimbangan cairan
dari 3x sehari dengan dan elektrolit
konsistensi cair
Do:
- TTV(N : 70 x/mnt, S ;
38,50C, RR : 18 x/mnt, TD
: 130/90 mmHg)
- Turgor kulit turun,
kembali dalam 5 detik
- Membran mukosa bibir
kering
- Mata cowong
2. Ds: keluarga klien Output berlebihan dan Nutrisi kurang dari
mengatakan tidak bernafsu intake yang kurang kebutuhan
untuk makan
Do: BB klien turun, porsi
makan tidak habis, BAB >
3x/hari
3 Ds: keluarga klien Proses infeksi sekunder Resiko peningkatan
mengatakan badannya diare suhu tubuh
terasa hangat
Do:
suhu tubuh : 380C
akral hangat
Leukosit : 9.100 /mm3
4. Ds: keluarga klien Peningkatan frekuensi Resiko gangguan
mengatakan bahwa pada diare integritas kulit
daerah sekitar anus terasa
gatal
Do: daerah sekitar anus
terlihat kemerahan dan
lecet
Ds5 : keluarga mengatakan Ketunadayaan fidik Keterlambatan
5. pasien lemes pertumbuhan dan
Do : wajah terlihat lemas, perkembangan
lesu dan terlihat tidak
bersemangat

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan
dan intake yang kurang.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB
(diare).
5. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan efek ketunadayaan fisik
ditandai dengan penurunan waktu respon, lesu/ tidak bersemangat.

3.4 Intervensi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal.
Kriteria Hasil :
a. Tanda vital dalam batas normal (N: 60-100x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : 14-24x/mnt).
b. Turgor elastik, membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
c. Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.
Rasional :Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit.

2. Pantau intake dan output.


Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus, membuat keluaran tak adekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1
lt.
4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr.
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral.
5. Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Rasional : Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line )
Rasional :Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
Rasional :Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar seimbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas
untuk menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan
dan intake yang kurang.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak menghindari makanan
b. Klien tidak mual muntah
c. Klien berminat terhadap makanan
d. Klien tidak mengeluh mengalami gangguan sensasi rasa
Intervensi :
1) Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah makan.
Rasional : Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi makanan dan menimbulkan mual.
2) Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung.
Rasional : Makan dalam porsi kecil tetapi sering bisa mengurangi perasaan tegang pada
lambung.
3) Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein atau kalori yang disajikan pada saat individu
ingin makan.
Rasional : Agar asupan nutrisi dan kalori klien adekuat.
4) Siapkan dalam kemasan yang menarik dan makanan yang disukai oleh pasien.
Rasional : Dapat meningkatkan selera makan.
5) Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori yang realistis dan adekuat.
Rasional : Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai indkasi dan kebutuhan
kalorinya.

3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare.
Tujuan :
Setelah dilaksanakan asuhan keperawatan selama 24jam diharapkan suhu tubuh bisa kembali
dalam rentang normal.
Kriteria Hasil :
a. Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
b. Tidak terdapat tanda infeksi (rubor,dolor,kalor,tumor,fungtio leasa)
Intervensi :
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam.
Rasional :Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2. Berikan kompres hangat.
Rasional : Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh.
3. Kolaborasi pemberian antipirektik.
Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak.

4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB
(diare).
Tujuan :
Setelah dilaksanakan asuhan keperawatan selama 24jam diharapkanintegritas kulit tidak
terganggu.
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga.
b. Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar.
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur.
Rasional : Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman.
2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya).
Rasional :Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan. Instruksikan
pasien/orang terdekat untuk mencuci tangan sesuai indikasi
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang
4. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Adanya proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan.

5. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.
Rasional : Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .

5. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan efek ketunadayaan fisik


ditandai dengan penurunan waktu respon, lesu/ tidak bersemangat.
Tujuan :
Setelah dilaksanakan asuhan keperawatan selama 24jam diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan optimal dengan kriteria hasil :
a. Klien akan tubuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan.
Intervensi :
1. Kaji tingkat tumbuh kembang anak.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat tumbuh kembang klien sehingga dapat menetukan
intervensi selanjutnya.
2. Berikan stimulasi tumbuh kembang, aktivitas, nonton TV, dan lain-lain sesuai kondisi klien.
Rasional : Dengan adanya stimulasi tumbuh kembang dapat menstimulasi otak sehingga dapat
mengoptimalkan tumbuh kembang klien sesuai dengan DDST.
3. Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat
Rasional : Keluarga merupakan orang-orang terdekat klien, sehingga sangat membantu dalam
mengoptimalkan pemberian tidakan / intervensi yang dilakukan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitudys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah, diare encer
dengan volume sedikit dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).Disentri adalah peradangan
usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air besar.Buang air besar ini berulang-
ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan dan darah.
Ada 2 macam disentri, yaitu

1. Bakteri (Disentri basiler)

Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk
serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella,
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC), Salmonella dan Campylobacter jejuni, terutama pada
bayi.

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5
tahun

Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare.Air sumur atau air tanah
yang telah tercemar kuman diare, atau makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman
diare, atau tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan/minum pada bayi/anak, memasak
dll yang tanpa disadari sebenarnya tangan telah terkontaminasi kuman diare yang tak tampak
oleh mata telanjang.

4.2 Saran
Saran dari penulis untuk pembaca hindari kegiatan atau kaftor-faktor yang bisa
meningkatkan resiko terkena penyakit Disentri seperti yang telah dijelaskan diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges,Marilyn E, dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Pencernaan


Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC

J.Corwin, Elizabeth.2009.Buku Saku Patofisiologis.Jakarta : EGC


http://fandik-prasetiyawan.blogspot.com/
Wilkinson, J,M.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria
Hasil NOC.Jakarta : EGC
A.Prince, S & M. Wilson.2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.Jakarta : EGC
Dharma, Andi Pratama.2001.Buku Saku Diare Edisi 1.Bandung : SMF IKA FK-UP/RSHS

Mansjoer,Arif,dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta : Media Aesculaplus FK UI

Gandahusada, Srisasi.2000.Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.Jakarta : FK-UI

http://fandik-prasetiyawan.blogspot.com/

BAB I

PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG

Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah.

ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan atau lebih
harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam atau berikan
anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun sering lebih dapat
diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti, teruskan
pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2 minggu menggunakan
makanan yang mengandung banyak gizi.

Obat anti diare

Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare meliputi anti
motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin, attapulgit,
smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis). Antimuntah
termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada anak di
bawah 5 tahun.

Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri / kolera.
Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa menghambat
pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga
menghamburkan uang

2.TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini asuhan keperawatan ini adalah untuk membahas mengenai
cara mendiagnosis dini dan mekanisme terjadinya penyakit disentri pada anak.

3. MANFAAT
Manfaat dari asuhan keperawatan anak dengan disentri ini bermanfaat untuk melakukuan askep
yang valid mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan, proseskaperawatan, implementasi,
evaluasi.

BAB II

TINJAUAN TEORI

1.KONSEP DASAR TEORI

A.DEFINISI

Disentri berasal dari bahasa yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah .

B.ANATOMI FISIOLOGI

Usus Besar (Intestinum Mayor)

Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :

a. Selaput lender

b. Lapisan otot melingkar

c. Lapisan otot memanjang

d. Jaringan ikat.

2. Fungsi Usus Besar

a. Menyerap air dari makanan

b. Tempat inggal bakteri koli

c. Tempat feses

A.ETIOLOGI

Bakteri (Disentri basiler) Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus
disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa
disebabkan oleh Shigella

1.
o Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
o Salmonella
o Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak
usia > 5 tahunPatogenesis

Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, person-to-person contact.

D.GEJALA KLINIS

Disentri basiler

 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba

 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.


 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

E. PATOFISIOLOGI

Kuman penyebab diare menyebar masuk melalui mulut antara lain makanan, minuman yang
tercemar tinja atau yang kontak langsung dengan tinja penderita.

 Perilaku khusus meningkatkan resiko terjadinya diare; Tidak memberikan ASI


secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan, Menggunakan botol susu yang tercemar,
Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dalam waktu cukup lama, Menggunakan
air minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, Tidak mencuci tangan
setelah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan, Tidak
membuang tinja secara benar.
 Faktor yang meningkatkan kerentanan terhadap diare; Tidak memberikan ASI
sampai umur 2 tahun, Kurang gizi, Campak, Imunodefisiensi / imunosupressif.
 Umur Kebanyakan diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, insiden paling banyak
6 – 10 bulan (pada masa pemberian makanan pendamping).
 Variasi musiman Variasi pola musim diare dapat terjadi melalui letak geografi. Pada
daerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas sedangkan
diare karena virus (rotavirus) puncaknya pada musim dingin. Pada daerah tropik diare
rotavirus terjadi sepanjang tahun, frekuensi meningkat pada musim kemarau sedangkan
puncak diare karena bakteri adalah pada musim hujan.

Infeksi asimtomatik kebanyakan infeksi usus bersifat asimtomatik / tanpa gejala dan proporsi ini
meningkat di atas umur 2 tahun karena pembentukkan imunitas aktif

F. PENATALAKSANAAN

1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak.
Waspadai adanya syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan
dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. Sanitasi

. a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit

Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.

. b. Diet

Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori
dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk
memperpanjang masa sakit.

c. Antibiotika

• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang
sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan
resiko komplikasi dan kematian. • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) :
Kotrimokasazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi
dalam 2 dosis, selama 5 hari. • Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat
pemberian kotrimoksazol dibandingkan placebo10. • Alternatif yang dapat diberikan : o
Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat
55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. • Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya
panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2
hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain. •
Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler. • Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang
disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.

d. Sanitasi

Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

Prinsip utama pengobatan diare

1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat


etiologinya/penyebabnya.
2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek
buruk pada gizi.
3. Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk
kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali : pada disentri yang
harus diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan
dehidrasi berat, Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau
tropozoit E. histolitika di tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan
dalam kultur tinja.

Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.

Terapi rehidrasi oral:

 Cairan oralit (cairan rehidrasi oral) Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio
glukosa vs natrium paling tidak 1 : 1. Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk
pemakaian 2 hari. Bila memberikan oralit satu kantong harus diberikan sekaligus dan
larutan oralit yang tidak digunakan dalam 24 jam harus dibuang. Bila diare terus
berlangsung sedangkan oralit sudah habis harus memberikan cairan rumah tangga atau
membawa kembali anaknya ke sarana kesehatan untuk pengobatan.
 Cairan rumah tangga, Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati
dehidrasi, cairan larutan seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis
untuk rehidrasi oral mencegah dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan
pada anak pada saat mulai diare dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari
biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan, pencahar, stimulansia seperti kopi.

Kriteria cairan rumah tangga yang diberikan pada penderita diare :

1. Aman bila diberikan dalam jumlah banyak. Teh yang sangat manis, soft drink dan
minuman buah komersial yang manis harus dihindarkan karena menyebabkan diare
osmotik, memperberat dehidrasi.
2. Mudah menyiapkan.
3. Dapat diterima oleh penderita.
4. Efektif.

Upaya rehidrasi oral tidak tepat untuk :

 Pengobatan awal dehidrasi berat, karena cairan harus diganti dengan cepat.
 Penderita ileus paratikus dan perut kembung.
 Penderita yang tidak dapat minum.

Upaya rehidrasi oral tidak efektif untuk :

 Penderita dengan pengeluaran tinja yang sangat banyak dan cepat (lebih dari 15
ml/kgBB/jam) serta penderita tidak dapat minum cairan dengan jumlah yang cukup untuk
mengganti kehilangannya.
 Penderita dengan muntah berat dan berulang-ulang.
 Penderita malabsorbsi glukosa; penderita seperti itu larutan oralit menyebabkan volume
tinja meningkat nyata dan tinja mengandung glukosa jumlah besar.

Makanan pada terapi diare

ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan atau lebih
harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam atau berikan
anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun sering lebih dapat
diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti, teruskan
pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2 minggu menggunakan
makanan yang mengandung banyak gizi.

Obat anti diare

Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare meliputi anti
motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin, attapulgit,
smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis). Antimuntah
termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada anak di
bawah 5 tahun.

Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri / kolera.
Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa menghambat
pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga
menghamburkan uang.

Tanda-tanda memburuknya diare, Ibu harus membawa anaknya ke sarana kesehatan jika :

 tinja cair keluar amat sering.


 muntah berulang.
 rasa haus yang meningkat.

tidak dapat makan dan minum seperti biasanya


2.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN

1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan
terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari
adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.
5. Riwayat NutrisiAS
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan
3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan,
kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan


cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
– Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
– Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
– Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : – Nafsu makan meningkat
– BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan


frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
Kriteria hasil : – Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
– Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

D.IMPLEMENTASI

1.Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


agar Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2.Memantau intake dan output
agar Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Menimbang berat badan setiap hari
untuk Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4. Menganjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
untuk Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Berkolaborasi :
dalam Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
untuk koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).

E.EVALUASI

Masalah dikatakan teratasi apabila Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-
37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan dan saran.

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare meliputi anti
motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin, attapulgit,
smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis). Antimuntah
termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada anak di
bawah 5 tahun.

Antibiotika juga tidak boleh diberikan secara rutin kecuali untuk penderita disentri / kolera.
Penggunaan yang berlebihan anti diare, anti muntah, antibiotika, anti protozoa menghambat
pemberian oralit atau menghambat pertolongan ke sarana kesehatan. Hal ini juga
menghamburkan uang.

DAFTAR PASTAKA

1. Kamus Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001


2. Dharma, Andi Pratama. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-
UP/RSHS; 2001
3. Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders; 2004
4. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian IKA FK-UI; 1998.
5. Gandahusada, Srisasi, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2000.
6. Kumpulan catatan kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2004-2005.
7. ^ a b c Lengkong, John B. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta; 2004.
8. ^ A, Dini, et al. Pengaruh Pemberian Preparat Seng Oral Terhadap Perjalanan Diare
Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Batam; 2004
9. ^ Nafianti, Selvi, et al. Efektivitas Pemberian Trimetoprim-Sulfametoksazol pada Anak
dengan Diare Disentri Akut, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan
Anak II Ikatan Dokter Anak Indonesia. Batam; 2004
10. ^ Cahyono, Haryudi Aji, et al. Manipulasi Perjalanan Diare Pada Anak dengan Bakteri
Hidup, dalam Abstrak Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak II Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Batam; 2004.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan sering kali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di Amerika serikat, insiden diseentri amoeba mencapai 1-5 % sedangkan disentri basiler
dilaporkan kurang dari 500.000kasus tiap tahunnya. Sedangkan kejadian disentri amoeba di
Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari
3848 orang penderita diare berat menderita disentri basiler.

Di dunia sekurangnya 200 juta kasusdan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada
anak-anak dibawah usia 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di
Negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba hampir
menyebar di seluruh dunia terutama di Negara yang berkembang yang berada didaerah tropis.
Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan
keadaan sosial ekonomi serta cultural yang menunjang. Penyakit ini biasa menyerang anak
dengan usia lebih dari 5 tahun. Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi di dunia. Prevalensi
yang tinggi mencapai 50% di Asia, Afrika, dan Amerika selatan. Sedangkan pada Shigella di
Amerika serikat menyerang 150.000 kasus dan di Negara-negara yang berkembang Shigella
flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.
WHO menyebutkan bahwa sekitar 15 persen dari seluruh kejadian diare pada anak di bawah
usia 5 tahun adalah disentri. Adapun hasil survei evaluasi di Indonesia pada tahun 1989-1990
juga menunjukkan angka kejadian yang sama. Disentri menjadi penyebab panting pada
kesehatan dan kematian yang dikaitkan dengan diare.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan disentri?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan khusus
Untuk memenuhi penugasan kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing
2. Tujuan umum
Setelah mengkaji tentang defenisi, etiologi. Tanda dan gejala dan lain-lainnya, perawat
ataupun mahasiswa dapat menegakkan diagnosa dan intervensi dengan benar dan tepat.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menambah pengetahuan tentang konsep penyakit pankreatits.
2. Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasien pankreatitis.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah.
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air
besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas
di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni :
1. Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus,
2. Berak-berak, dan

3. Tinja mengandung darah dan lendir.

Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri
tersebut menembus dinding kolon dan bersarang di bawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi
karena kebersihan tidak terjaga,baik karena kebersihan diri atau individu maupun kebersihan
masyarakat dan lingkungan.

2.2 Anatomi dan Fisiologi


a. Usus Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :
a. Selaput lender
b. Lapisan otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan ikat.
b. Fungsi Usus Besar
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat inggal bakteri koli
c. Tempat feses
2.3 Etiologi
Penyebab Disentri yang paling umum adalah tidak mencuci tangan setelah menggunakan
toilet umum atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Cukup simple memang untuk
penyebab disentri sebagai kasus klasik, tapi itulah kenyataannya. Secara garis besar penyebab
penyakit disentri sangat erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan kebiasaan hidup
bersih.

Bakteri penyebab penyakit disentri antara lain kontak dengan bakteri Shigella dan beberapa
jenis Escherichia coli (E. coli). Penyebab lain bakteri yang kurang umum dari diare berdarah
termasuk infeksi Salmonella dan Campylobacter. Untuk jenis penyakit disentri amoeba,
disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica
Mikroorganisme penyebab disentri baik itu berupa bakteri maupun parasit menyebar dari
orang ke orang. Hal yang sering terjadi penderita menularkan anggota keluarga untuk
menyebarkannya ke seluruh anggota keluarga yang lainnya. Infeksi oleh mikroorganisme
penyebab disentri ini dapat bertahan dan menyebar untuk sekitar empat minggu.
Disentri juga dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi. Negara miskin yang
memiliki sistem sanitasi yang tidak memadai menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian
kasus penyakit disentri. Frekuensi setiap patogen penyebab penyakit disentri bervariasi di
berbagai wilayah dunia. Sebagai contoh, Shigellosis yang paling umum di Amerika Latin
sementara Campylobacter adalah bakteri yang dominan di Asia Tenggara. Disentri jarang
disebabkan oleh iritasi kimia atau oleh cacing usus.
Mikroorganisme Penyebab Disentri
Disentri Amoeba (amoebiasis) disebabkan oleh parasit protozoa yang dikenal dengan nama
Entamoeba histolytica. Amuba bisa eksis untuk jangka waktu yang lama di usus besar (kolon).
Pada sebagian besar kasus, amoebiasis tidak menimbulkan gejala (hanya sekitar 10% dari
individu yang terinfeksi). Hal ini jarang kecuali di zona tropis dunia, di mana penyakit ini sangat
lazim. Orang dapat terinfeksi setelah menelan kotoran yang mengandung parasit kemudian di
ekskresikan seseorang.
Orang-orang berisiko tinggi tertular parasit melalui makanan dan air jika terkontaminasi atau
tercemar oleh limbah. Parasit juga dapat masuk melalui mulut ketika tangan di cuci dalam air
yang terkontaminasi. Jika orang mengabaikan untuk mencuci dengan benar sebelum menyiapkan
makanan, makanan dapat terkontaminasi. Buah-buahan dan sayuran bisa terkontaminasi jika
dicuci dalam air tercemar atau ditanam di tanah yang telah dipupuk oleh limbah manusia.
Untuk mikroorganisme penyebab disentri bakteri Shigella dan Campylobacter, merupakan
penyebab penyakit disentri bacilliary yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Mereka menembus
lapisan usus, menyebabkan pembengkakan, ulserasi, dan diare parah yang mengandung darah
dan nanah. Kedua infeksi disebarkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi tinja dan air.
Jika orang tinggal atau melakukan perjalanan di wilayah di mana kemiskinan atau kepadatan
dapat mengganggu kebersihan dan sanitasi, mereka beresiko terkena bakteri invasif. Anak-anak
(usia 1 sampai 4) hidup dalam kemiskinan yang paling mungkin untuk kontak Shigellosis,
campylobakteriosis, atau salmonellosis.

2.4 Gejala Klinis


2.4.1 Disentri basiler
Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella,
yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O
dariShigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan
tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh
tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat
ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan
mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir
dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella sp merupakan penyebab
terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan penyebab lainnya. Hal ini tergambar
dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor dkk. di Thailand pada tahun 1984.

 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2.4.2 Disentri amoeba
Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal
apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen
dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit
patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa
menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama
tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. mempunyai tanda-tanda
berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai
di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat
hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di
dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar
menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.

 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.


 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
2.5 Patofisiologi dan Patogenesa
a. Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi yang
mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan
secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada
daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga
dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun
lingkungannya mempunyai peran.Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-
ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks
dan ileum terminalis.
2.6 Pencegahan

Disentri amoeba Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat
kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya
dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5 menit. Penting sekali
adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru
masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada
vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan
mengunjungi daerah endemis tidak dianjurkan.
Disentri basiler Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri
basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban
yang bersih
Dari program-program yang telah dibuat oleh pemerintah, terdapat cara-cara untuk mencegah
terjadinya disentri. Salah satunya dengan melakukan program PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) dari yang paling penting,yaitu mencuci tangan. Mencuci tangan sering dianggap sebagai
hal biasa di masyarakat. Ada yang tidak mencuci tangan sebelum makan,ada yang mencuci
tangan hanya sekedar dengan air. Padahal mencuci tangan merupakan pencegahan terjadinya
penyakit yang paling penting. Cara mencuci tangan yang paling benar yaitu dengan cara
memakai air bersih dan sabun atau antiseptik. Sabun dan antiseptik berguna untuk membersihkan
kuman atau bakteri yang ada di tangan. Mencuci tangan hingga steril menggunakan sembilan
langkah yang diterapkan dan dianjurkan oleh rumah sakit adalah cara mencuci tangan yang
paling benar. Mencuci tangan dilakukan setelah buang air besar,sebelum memasak atau
menjamah makanan,sebelum dan sesudah makan.
Langkah selanjutnya yaitu menutup rapat-rapat tempat menyimpan makanan. Ini bertujuan
agar makanan tidak berisi bakteri dan makanan menjadi makanan yang bersih dan sehat untuk
dikonsumsi. Dalam kehidupan sehari-hari,ada masyarakat yang kurang menjaga kebersihan.
Sehingga tidak jarang di dalam rumah atau ruangan mereka banyak terdapat serangga atau
binatang lain yang dapat menimbulkan penyakit seperti lalat, kecoak, tikus, nyamuk, dan
lainnya. Kebersihan alat-alat rumah tangga yang digunakan untuk membuat makanan juga harus
diperhatikan. Kita juga harus melindungi sumber air agar tetap bersih dan terhindar dari
kontaminasi tinja. Kamar mandi harus bersih dan diusahakan agar tidak lembab dan ada sinar
matahari yang masuk ,karena bakteri dapat hidup di daerah yang lembab. Tinja dibuang secara
saniter dan teratur. Dalam menjalankan langkah-langkah pencegahan, sebaiknya masyarakat
saling bergotong-royong, sehingga setiap orang akan tahu bahaya dari penyakit ini. Dari
pengetahuan tersebut akan tercipta masyarakat yang harmonis, memiliki perilaku sehat,dan pola
hidup sehat teratur.
Dalam bidang pelayanan kesehatan, sudah banyak diterapkan program-program untuk
mencegah disentri.Masyarakat juga harus mencari informasi-informasi terkini terkait dengan
upaya meningkatkan kesejahteraan kesehatan. Banyak juga klinik-klinik atau rumah sakit
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang professional dengan memperbanyak program
sosialisasi dan penyuluhan ke masyarakat,sekolah-sekolah,di banjar,dan dimana saja.
Jadi,dapat disimpulkan bahwa penyakit ini merupakan penyakit berbahaya yang dapat
dicegah. Memang sulit untuk mengobati penyakit disentri ini. Namun,dengan adanya kesadaran
dari setiap individu,dan menerapkan pengetahuan yang didapat dari sosialisasi, edukasi,
pengalaman, kontak sosial, atau motivasi dari orang terdekat,niscaya penyakit ini setidaknya
dapat dicegah. Bersama-sama semua orang bergotong-royong menerapkan pola hidup sehat,
berolahraga, dan memakan makanan yang sehat dan teratur. Semua orang diharapkan dapat
menjadi role mode bagi orang-orang yang belum tahu. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri.
Secara khusus sebagai berikut :
 Disentri tersebar karena kebersihan yang buruk. Untuk meminimalkan risiko terkena penyakit
ini, jaga selalu kebiasaan hidup bersih dan sehat.
 Cuci tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet atau sebelum dan sesudah makan, baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain/anak.
 Bila Anda bepergian, jangan minum air setempat kecuali telah direbus selama paling sedikit 10
menit. Atau gunakan air kemasan atau minuman bersoda dari kaleng atau botol yang masih
dalam kondisi bersegel.
 a. Jangan minum dari air mancur umum atau membersihkan gigi dengan air keran
 b. Jangan makan buah segar atau sayuran yang tidak bisa dikupas sebelum makan.
 c. Jangan makan atau minum produk susu, keju atau susu yang mungkin belum dipasteurisasi.
 d. Jangan makan atau minum apa pun yang dijual oleh PKL (kecuali minuman dari kaleng benar
disegel atau botol).
2.7 Penatalaksanaan
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan
darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia.
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai
adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri, antara lain :
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori
dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
 Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.
 Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
 Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol
dibandingkan placebo10.
 Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime
8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o
Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
 Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
 Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
 Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Prinsip utama pengobatan diare
1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya/penyebabnya.
2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk
pada gizi.
3. Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk
kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali : pada disentri yang harus
diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan dehidrasi berat,
Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau tropozoit E. histolitika di
tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan dalam kultur tinja.
Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.
Terapi rehidrasi oral:
 Cairan oralit (cairan rehidrasi oral) Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio glukosa vs
natrium paling tidak 1 : 1. Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk pemakaian 2 hari.
Bila memberikan oralit satu kantong harus diberikan sekaligus dan larutan oralit yang tidak
digunakan dalam 24 jam harus dibuang. Bila diare terus berlangsung sedangkan oralit sudah
habis harus memberikan cairan rumah tangga atau membawa kembali anaknya ke sarana
kesehatan untuk pengobatan.
 Cairan rumah tangga, Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati dehidrasi,
cairan larutan seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis untuk rehidrasi oral
mencegah dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada anak pada saat mulai
diare dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak
boleh diberikan pada anak yang menderita diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan,
pencahar, stimulansia seperti kopi.
3. Makanan pada terapi diare
ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan atau
lebih harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam atau
berikan anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun sering
lebih dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti,
teruskan pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2 minggu
menggunakan makanan yang mengandung banyak gizi.
4. Obat anti diare
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare
meliputi anti motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin,
attapulgit, smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis).
Antimuntah termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada
anak di bawah 5 tahun.

WOC

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DISENTRI

3.1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan
terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari
adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .

3.2. Keluhan Utama


BAB lebih dari 3 x

3.3. Riwayat Kesehatan


1. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA
campak.
3. Riwayat Nutrisi AS
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan
3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan,
kebiasan cuci tangan,
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
6. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud

BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Disentri merupaka peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perutdan buang air
besar encer yang bercampur lendir dan darah. Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disenstri basiler
yang disebabkan oleh Shigella,sp. Dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba
hystolitica
.Manifestasi klinis disentri basiler berupa diare berlendir, alkalis, tinja kecil-kecildan banyak,
darah dan tenesmus serta bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Manifestasi klinis disentri amuba
berupa tinja biasanya besar, asam, berdarah dantenesmus jarang.
Pencegahan penyakit disentri dapat dengan melakukan program PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat) dari yang paling penting yaitu mencuci tangan, menutup rapat-rapat tempat
menyimpan makanan, melindungi sumber air agar tetap bersih dan terhindar dari kontaminasi
tinja. Tinja dibuang secara saniter dan teratur lembab. Kamar mandi harus bersih dan
diusahakan agar tidak lembab dan ada sinar matahari yang masuk,karena bakteri dapat hidup di
daerah yang lembab. Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah
istirahat,mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika
4.2 SARAN
Penulis mengharapkan bagi setiap orang untuk tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat baik
dari hal yang kecil seperti rajin mencuci tangan sampai hal yang besar. Dan untuk pemerintah
hendaknya senantiasa tetap memberikan pemahan tentang pola hidup sehat dan bersih kepada
setiap warga Negara agar mereka terhindar dari berbagai penyakit serta perlunya pengawasan
makanan dari pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan sering kali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di Amerika serikat, insiden diseentri amoeba mencapai 1-5 % sedangkan disentri basiler
dilaporkan kurang dari 500.000kasus tiap tahunnya. Sedangkan kejadian disentri amoeba di
Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari
3848 orang penderita diare berat menderita disentri basiler.(glow, 2012)

Menurut World Health Organization (WHO) Di dunia sekurangnya 200 juta kasusdan 650.000
kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.(Mark,2012)
Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di Negara berkembang dengan
kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba hampir menyebar di seluruh dunia
terutama di Negara yang berkembang yang berada didaerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor
kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi serta
cultural yang menunjang. Penyakit ini biasa menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun.
Spesies Entamoebamenyerang 10% populasi di dunia. Prevalensi yang tinggi mencapai 50% di
Asia, Afrika, dan Amerika selatan. Sedangkan pada Shigella di Amerika serikat menyerang
150.000 kasus dan di Negara-negara yang berkembangShigella flexeneri dan S.
dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.( Steven, 2013)
WHO menyebutkan bahwa sekitar 15 persen dari seluruh kejadian diare pada anak di bawah
usia 5 tahun adalah disentri. Adapun hasil survei evaluasi di Indonesia pada tahun 2012 juga
menunjukkan angka kejadian yang sama. Disentri menjadi penyebab panting pada kesehatan dan
kematian yang dikaitkan dengan diare.(Amelly, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan disentri?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan khusus
Untuk memenuhi penugasan kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing
2. Tujuan umum
Setelah mengkaji tentang defenisi, etiologi. Tanda dan gejala dan lain-lainnya, perawat
ataupun mahasiswa dapat menegakkan diagnosa dan intervensi dengan benar dan tepat.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menambah pengetahuan tentang konsep penyakit pankreatits.
2. Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada pasienpankreatitis.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Disentri berasal dari bahasa yunani, yaitu dys (=gangguan) danenteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah.
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air
besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas
di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni :
1. Sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus,
2. Berak-berak, dan
3. Tinja mengandung darah dan lendir.
Adanya darah dan lekosit dalam tinja merupakan suatu bukti bahwa kuman penyebab disentri
tersebut menembus dinding kolon dan bersarang di bawahnya. Penyakit ini seringkali terjadi
karena kebersihan tidak terjaga,baik karena kebersihan diri atau individu maupun kebersihan
masyarakat dan lingkungan.
2.2 Anatomi dan Fisiologi
a. Usus Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :
a. Selaput lender
b. Lapisan otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan ikat.
b. Fungsi Usus Besar
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat inggal bakteri koli
c. Tempat feses
2.3 Etiologi

Penyebab Disentri yang paling umum adalah tidak mencuci tangan setelah menggunakan
toilet umum atau tidak mencuci tangan sebelum makan. Cukup simple memang untuk
penyebab disentri sebagai kasus klasik, tapi itulah kenyataannya. Secara garis besar penyebab
penyakit disentri sangat erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan kebiasaan hidup
bersih.
Bakteri penyebab penyakit disentri antara lain kontak dengan bakteri Shigella dan beberapa
jenis Escherichia coli (E. coli). Penyebab lain bakteri yang kurang umum dari diare berdarah
termasuk infeksi Salmonella dan Campylobacter. Untuk jenis penyakit disentri amoeba,
disebabkan oleh parasit Entamoeba histolytica
Mikroorganisme penyebab disentri baik itu berupa bakteri maupun parasit menyebar dari
orang ke orang. Hal yang sering terjadi penderita menularkan anggota keluarga untuk
menyebarkannya ke seluruh anggota keluarga yang lainnya. Infeksi oleh mikroorganisme
penyebab disentri ini dapat bertahan dan menyebar untuk sekitar empat minggu.
Disentri juga dapat menyebar melalui makanan yang terkontaminasi. Negara miskin yang
memiliki sistem sanitasi yang tidak memadai menunjukkan angka yang tinggi untuk kejadian
kasus penyakit disentri. Frekuensi setiap patogen penyebab penyakit disentri bervariasi di
berbagai wilayah dunia. Sebagai contoh, Shigellosis yang paling umum di Amerika Latin
sementara Campylobacter adalah bakteri yang dominan di Asia Tenggara. Disentri jarang
disebabkan oleh iritasi kimia atau oleh cacing usus.
Mikroorganisme Penyebab Disentri
Disentri Amoeba (amoebiasis) disebabkan oleh parasit protozoa yang dikenal dengan nama
Entamoeba histolytica. Amuba bisa eksis untuk jangka waktu yang lama di usus besar (kolon).
Pada sebagian besar kasus, amoebiasis tidak menimbulkan gejala (hanya sekitar 10% dari
individu yang terinfeksi). Hal ini jarang kecuali di zona tropis dunia, di mana penyakit ini sangat
lazim. Orang dapat terinfeksi setelah menelan kotoran yang mengandung parasit kemudian di
ekskresikan seseorang.
Orang-orang berisiko tinggi tertular parasit melalui makanan dan air jika terkontaminasi atau
tercemar oleh limbah. Parasit juga dapat masuk melalui mulut ketika tangan di cuci dalam air
yang terkontaminasi. Jika orang mengabaikan untuk mencuci dengan benar sebelum menyiapkan
makanan, makanan dapat terkontaminasi. Buah-buahan dan sayuran bisa terkontaminasi jika
dicuci dalam air tercemar atau ditanam di tanah yang telah dipupuk oleh limbah manusia.
Untuk mikroorganisme penyebab disentri bakteri Shigella danCampylobacter, merupakan
penyebab penyakit disentri bacilliary yang dapat ditemukan di seluruh dunia. Mereka menembus
lapisan usus, menyebabkan pembengkakan, ulserasi, dan diare parah yang mengandung darah
dan nanah. Kedua infeksi disebarkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi tinja dan air.
Jika orang tinggal atau melakukan perjalanan di wilayah di mana kemiskinan atau kepadatan
dapat mengganggu kebersihan dan sanitasi, mereka beresiko terkena bakteri invasif. Anak-anak
(usia 1 sampai 4) hidup dalam kemiskinan yang paling mungkin untuk
kontak Shigellosis, campylobakteriosis, atau salmonellosis.

2.4 Gejala Klinis


2.4.1 Disentri basiler
Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,s p.
Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella,
yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O
dariShigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan
tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh
tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat
ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan
mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir
dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus. Shigella sp merupakan penyebab
terbanyak dari diare invasif (disentri) dibandingkan dengan penyebab lainnya. Hal ini tergambar
dari penelitian yang dilakukan oleh Taylor dkk. di Thailand pada tahun 1984.
 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-
72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala,
letargi, kaku kuduk, halusinasi).
2.4.2 Disentri amoeba
Disentri amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal
apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen
dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat
bergerak dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit
patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa
menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama
tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal dapat sampai 50 mm) dan mengandung
beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya
gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. mempunyai tanda-tanda
berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.
Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai
di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat
hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di
dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar
menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista.
 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
2.5 Patofisiologi dan Patogenesa
a. Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi yang
mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan
secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada
daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga
dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun
lingkungannya mempunyai peran.Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-
ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks
dan ileum terminalis.
2.6 Pencegahan

Disentri amoeba Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat
kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum sebaiknya
dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 500C selama 5 menit. Penting sekali
adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru
masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada
vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan
mengunjungi daerah endemis tidak dianjurkan.
Disentri basiler Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri
basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih seperti
membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban
yang bersih
Dari program-program yang telah dibuat oleh pemerintah, terdapat cara-cara untuk mencegah
terjadinya disentri. Salah satunya dengan melakukan program PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) dari yang paling penting,yaitu mencuci tangan. Mencuci tangan sering dianggap sebagai
hal biasa di masyarakat. Ada yang tidak mencuci tangan sebelum makan,ada yang mencuci
tangan hanya sekedar dengan air. Padahal mencuci tangan merupakan pencegahan terjadinya
penyakit yang paling penting. Cara mencuci tangan yang paling benar yaitu dengan cara
memakai air bersih dan sabun atau antiseptik. Sabun dan antiseptik berguna untuk membersihkan
kuman atau bakteri yang ada di tangan. Mencuci tangan hingga steril menggunakan sembilan
langkah yang diterapkan dan dianjurkan oleh rumah sakit adalah cara mencuci tangan yang
paling benar. Mencuci tangan dilakukan setelah buang air besar,sebelum memasak atau
menjamah makanan,sebelum dan sesudah makan.
Langkah selanjutnya yaitu menutup rapat-rapat tempat menyimpan makanan. Ini bertujuan
agar makanan tidak berisi bakteri dan makanan menjadi makanan yang bersih dan sehat untuk
dikonsumsi. Dalam kehidupan sehari-hari,ada masyarakat yang kurang menjaga kebersihan.
Sehingga tidak jarang di dalam rumah atau ruangan mereka banyak terdapat serangga atau
binatang lain yang dapat menimbulkan penyakit seperti lalat, kecoak, tikus, nyamuk, dan
lainnya. Kebersihan alat-alat rumah tangga yang digunakan untuk membuat makanan juga harus
diperhatikan. Kita juga harus melindungi sumber air agar tetap bersih dan terhindar dari
kontaminasi tinja. Kamar mandi harus bersih dan diusahakan agar tidak lembab dan ada sinar
matahari yang masuk ,karena bakteri dapat hidup di daerah yang lembab. Tinja dibuang secara
saniter dan teratur. Dalam menjalankan langkah-langkah pencegahan, sebaiknya masyarakat
saling bergotong-royong, sehingga setiap orang akan tahu bahaya dari penyakit ini. Dari
pengetahuan tersebut akan tercipta masyarakat yang harmonis, memiliki perilaku sehat,dan pola
hidup sehat teratur.
Dalam bidang pelayanan kesehatan, sudah banyak diterapkan program-program untuk
mencegah disentri.Masyarakat juga harus mencari informasi-informasi terkini terkait dengan
upaya meningkatkan kesejahteraan kesehatan. Banyak juga klinik-klinik atau rumah sakit
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang professional dengan memperbanyak program
sosialisasi dan penyuluhan ke masyarakat,sekolah-sekolah,di banjar,dan dimana saja.
Jadi,dapat disimpulkan bahwa penyakit ini merupakan penyakit berbahaya yang dapat
dicegah. Memang sulit untuk mengobati penyakit disentri ini. Namun,dengan adanya kesadaran
dari setiap individu,dan menerapkan pengetahuan yang didapat dari sosialisasi, edukasi,
pengalaman, kontak sosial, atau motivasi dari orang terdekat,niscaya penyakit ini setidaknya
dapat dicegah. Bersama-sama semua orang bergotong-royong menerapkan pola hidup sehat,
berolahraga, dan memakan makanan yang sehat dan teratur. Semua orang diharapkan dapat
menjadi role mode bagi orang-orang yang belum tahu. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri.
Secara khusus sebagai berikut :
 Disentri tersebar karena kebersihan yang buruk. Untuk meminimalkan risiko terkena penyakit
ini, jaga selalu kebiasaan hidup bersih dan sehat.
 Cuci tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet atau sebelum dan sesudah makan, baik
untuk diri sendiri maupun untuk orang lain/anak.
 Bila Anda bepergian, jangan minum air setempat kecuali telah direbus selama paling sedikit 10
menit. Atau gunakan air kemasan atau minuman bersoda dari kaleng atau botol yang masih
dalam kondisi bersegel.
 a. Jangan minum dari air mancur umum atau membersihkan gigi dengan air keran
 b. Jangan makan buah segar atau sayuran yang tidak bisa dikupas sebelum makan.
 c. Jangan makan atau minum produk susu, keju atau susu yang mungkin belum dipasteurisasi.
 d. Jangan makan atau minum apa pun yang dijual oleh PKL (kecuali minuman dari kaleng benar
disegel atau botol).
2.7 Penatalaksanaan
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan
darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia.
Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai
adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri, antara lain :
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori
dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat
diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
 Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai.
Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko
komplikasi dan kematian.
 Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
 Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol
dibandingkan placebo10.
 Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime
8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o
Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
 Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja
berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik
harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
 Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica
dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2
antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
 Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan§ dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Prinsip utama pengobatan diare
1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat
etiologinya/penyebabnya.
2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk
pada gizi.
3. Antibiotik/anti parasit tidak boleh digunakann secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk
kebanyakan kasus termasuk diare berat, diare dengan panas kecuali : pada disentri yang harus
diobati dengan antimikroba yang efektif untuk shigella, Suspek kolera dengan dehidrasi berat,
Diare persisten, bila diketemukan tropozoit atau kista G lamblia atau tropozoit E. histolitika di
tinja atau cairan usus, atau bila bakteri patogen ditemukan dalam kultur tinja.
Terapi rehidrasi, Bertujuan untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat.
Terapi rehidrasi oral:
 Cairan oralit (cairan rehidrasi oral) Oralit adalah campuran gula dan garam. Rasio glukosa vs
natrium paling tidak 1 : 1. Untuk terapi diare di rumah ibu diberi oralit untuk pemakaian 2 hari.
Bila memberikan oralit satu kantong harus diberikan sekaligus dan larutan oralit yang tidak
digunakan dalam 24 jam harus dibuang. Bila diare terus berlangsung sedangkan oralit sudah
habis harus memberikan cairan rumah tangga atau membawa kembali anaknya ke sarana
kesehatan untuk pengobatan.
 Cairan rumah tangga, Meskipun komposisinya tidak seberat oralit untuk mengobati dehidrasi,
cairan larutan seperti sup, air biasa, minuman yoghurt mungkin lebih praktis untuk rehidrasi oral
mencegah dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada anak pada saat mulai
diare dengan tujuan memberi lebih banyak cairan dari biasanya. Ada beberapa cairan yang tidak
boleh diberikan pada anak yang menderita diare termasuk sari buah manis yang diperdagangkan,
pencahar, stimulansia seperti kopi.
3. Makanan pada terapi diare
ASI, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya. Anak umur 6 bulan atau
lebih harus diberikan makanan lunak/setengah padat. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam atau
berikan anak makanan sebanyak dia mau. Pemberian makanan sedikit – sedikit namun sering
lebih dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah besar tapi jarang. Setelah diare berhenti,
teruskan pemberian makanan satu kali lebih banyak daripada biasanya selama 2 minggu
menggunakan makanan yang mengandung banyak gizi.
4. Obat anti diare
Banyak obat dijual untuk mengobati diare akut dan muntah. Obat-obatan anti diare
meliputi anti motilitas usus (misal loperamid, difenoksilat, kodein), adsorben (misal norit, kaolin,
attapulgit, smectite) dan biakan bakteri hidup (misal lactobacillus, streptokokus faecalis).
Antimuntah termasuk klorpromasin, prometasin. Semua obat di atas tidak boleh diberikan pada
anak di bawah 5 tahun.
WOC

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DISENTRI

3.1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling
tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar.
Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

3.2. Keluhan Utama


BAB lebih dari 3 x

3.3. Riwayat Kesehatan


1. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer,
frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang
(perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
3. Riwayat Nutrisi AS
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3
kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
6. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-
rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah
14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud

BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Disentri merupaka peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perutdan buang air
besar encer yang bercampur lendir dan darah. Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disenstri basiler
yang disebabkan oleh Shigella,sp. Dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba
hystolitica
.Manifestasi klinis disentri basiler berupa diare berlendir, alkalis, tinja kecil-kecildan banyak,
darah dan tenesmus serta bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Manifestasi klinis disentri amuba
berupa tinja biasanya besar, asam, berdarah dantenesmus jarang.
Pencegahan penyakit disentri dapat dengan melakukan program PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat) dari yang paling penting yaitu mencuci tangan, menutup rapat-rapat tempat
menyimpan makanan, melindungi sumber air agar tetap bersih dan terhindar dari kontaminasi
tinja. Tinja dibuang secara saniter dan teratur lembab. Kamar mandi harus bersih dan
diusahakan agar tidak lembab dan ada sinar matahari yang masuk,karena bakteri dapat hidup di
daerah yang lembab. Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah
istirahat,mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika
4.2 SARAN

Penulis mengharapkan bagi setiap orang untuk tetap menjaga pola hidup bersih dan sehat baik
dari hal yang kecil seperti rajin mencuci tangan sampai hal yang besar. Dan untuk pemerintah
hendaknya senantiasa tetap memberikan pemahan tentang pola hidup sehat dan bersih kepada
setiap warga Negara agar mereka terhindar dari berbagai penyakit serta perlunya pengawasan
makanan dari pemerintah.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan sering kali menyebabkan kematian
dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri
(disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di Amerika serikat, insiden diseentri amoeba mencapai 1-5 % sedangkan disentri basiler
dilaporkan kurang dari 500.000kasus tiap tahunnya. Sedangkan kejadian disentri amoeba di
Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari
3848 orang penderita diare berat menderita disentri basiler.
Di dunia sekurangnya 200 juta kasusdan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada
anak-anak dibawah usia 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di
Negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba hampir
menyebar di seluruh dunia terutama di Negara yang berkembang yang berada didaerah tropis.
Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan
keadaan sosial ekonomi serta cultural yang menunjang. Penyakit ini biasa menyerang anak
dengan usia lebih dari 5 tahun. Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi di dunia. Prevalensi
yang tinggi mencapai 50% di Asia, Afrika, dan Amerika selatan. Sedangkan pada Shigella di
Amerika serikat menyerang 150.000 kasus dan di Negara-negara yang berkembang Shigella
flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.
WHO menyebutkan bahwa sekitar 15 persen dari seluruh kejadian diare pada anak di bawah
usia 5 tahun adalah disentri. Adapun hasil survei evaluasi di Indonesia pada tahun 1989-1990
juga menunjukkan angka kejadian yang sama. Disentri menjadi penyebab panting pada
kesehatan dan kematian yang dikaitkan dengan diare.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
A). PENGERTIAN
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan buang air
besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita kehilangan banyak cairan
dan darah.
B). KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu

1. Disentri Amoebica
2. Disentri Bacilaris

Perbedaan disentri Amoebica dan Basilaris


Disentri Amoebica Disentri Bacilaris
 Penyebab  Entamoeba Histolitika  Shigela Disentri
 Dimulai  Tidak dengan tiba-tiba dan hebat  Dengan hebat dan tiba-
 Panas  Tidak ada tiba
 Berak  Tidak sering kali, tidak banyak Ada
Berjangkitnya darah dan lender dan baunya Terlalu sering, lebih
 Diagnosa amat busuk banyak darah, lender
 Prognosis  Tidak berat dan tidak secara dan nanah, tidak bau
wabah busuk.
 Dapat dengan mikroskop  Hebat dan sering secara
 Pada penyakit endokrin wabah
tergantung pada penyakit Menghendaki
dasarnya. Pada penyebab obat- pemeriksaan lebih lanjut
obatan tergantung kemampuan di laboratorium.
menghindari pemakaian obat. Pada bentuk berat angka
kematian tinggi, kecuali
mendapat pengobatan
dini. Pada bentuk
sedang angka kema

C). ANATOMI FISIOLOGI


Usus Besar (Intestinum Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar adalah :
a. Selaput lender
b. Lapisan otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan ikat.
Fungsi Usus Besar
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat inggal bakteri koli
c. Tempat feses

D). ETIOLOGI
1. Bakteri (Disentri basiler)

o Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri
yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa
disebabkan oleh Shigella
o Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
o Salmonella
o Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5
tahun.
E). PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESA
a. Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, diserta ieksudat inflamasi yang
mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan
secara oral melalui air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileumterminalis
dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya
hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal,
nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada
daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan
toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin
tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel
mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga
dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan
peritoneum.
b. Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar
dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan ulkus.
Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum diketahui secara pasti.
Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun
lingkungannya mempunyai peran.Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim
fosfoglukomutase danlisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan
dinding usus.Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara ulkus-
ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan
frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks
dan ileum terminalis.
F). TANDA dan GEJALA
Disentri basiler
 Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan
setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
 Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
 Muntah-muntah.
 Anoreksia.
 Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
 Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit
kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).

Disentri amoeba

 Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.


 Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
 Sakit perut hebat (kolik)
 Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

G). TEST DIAGNOSTIK


 Pemeriksaan tinja
 Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam
tinja
 Benzidin test
 Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
 Biakan tinja
 Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
 Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat
ditemukan leucopenia.
 Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.
H). KOMPLIKASI
1. Disentri Basiler
 Stenosis
 Peritonetis
 Hemoroid
 Neuritis perifer
 artritis
2. Disentri Amoebica
 Perdarahan usus
 Perforasi
 Ameboma
 Striktura
I). PENULARAN
Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare. Air sumur atau air
tanah yang telah tercemar kuman diare, atau makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
kuman diare, atau tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan/minum pada bayi/anak,
memasak dll yang tanpa disadari sebenarnya tangan telah terkontaminasi kuman diare yang tak
tampak oleh mata telanjang.
J). PENCEGAHAN
 Buang airlah ditempatnya dan tidak disembarang tempat, latih anak untuk buang air dikakus
 Cuci tangan sebelum makan dan sesudah makan.
 Cuci tangan sebelum memasak makanan dan pastikan tangan anda selalu bersih ketika
memberikan makan pada bayi atau balita. Pastikan peralatan makan dan minum anak bersih dan
tidak terkontaminasi kuman apapun juga. Untuk bayi usahakan
 Selalu memasak/merebus peralatan makan dan minumnya terlebih dahulu.
 Minum dan makanlah makanan yang sudah dimasak. Hindari memberikan makanan setengah
masak/setengah matang pada anak.
 Pastikan air yang dimasak benar-benar mendidih.
 Berikanlah ASI selama mungkin kepada anak, disamping pemberian makanan lainnya.
 Bayi yang minum susu botol lebih mudah terserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya.
 Tetap menyusui anak walaupun anak terserang diare.
 Pastikan tangan sipengasuh tetap bersih ketika mengasuh anak atau memberikan makan dan
minum pada anak.
 Jaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan tempat tinggal.
K). PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan
pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya
bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak.
Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status
hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi
kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU)
dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga
mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk
memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang
sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan
risiko komplikasi dan kematian.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim
10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o
Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV
atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam
tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan,
antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba
hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi
dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif
untuk disentri basiler.
• Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E.
hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.
d. Sanitasi
 Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis
membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan
terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus
karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari
adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari (
diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK,
OMA campak.
1. Riwayat Nutrisi ASI
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia
toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
3. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.
4. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm
(rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya
berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit
dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk
membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : – Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air
terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan
sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan
dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder
dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi
BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
Kriteria hasil : – Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman
feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
irirtasi .
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
D.IMPLEMENTASI
1.Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
agar Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
2.Memantau intake dan output
agar Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Menimbang berat badan setiap hari
untuk Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4. Menganjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
untuk Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Berkolaborasi :
dalam Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
untuk koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
E.EVALUASI
 Masalah dikatakan teratasi apabila Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-
37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
DAFTAR PASTAKA

1. Kamus Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001


2. Saroni, Mahput. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS;
2001
3. Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders; 2004
4. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian IKA FK-UI; 1998.
5. Pratama, Ega, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2000.
6. Kumpulan catatan kuliah Ilmu Kesehatan Anak .
7. Lengkong, John B. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta; 2004.

You might also like