You are on page 1of 9

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT APPENDIKSITIS

A. DEFINISI/PENGERTIAN
Apendisitis adalah dari apendiks oleh hyperplasia folikel limpiod, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.
(Arief Mansjoer, dkk. 2009)
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Brunner dan Suddarth, 2001).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).

B. ETIOLOGI
Appendiksitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
radang apendiks, diantaranya :

1) Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid submukosa,
35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya
sumbatan oleh parasit dan cacing.
2) Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada appendiksitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-
bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
3) Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya
yang memudahkan terjadi appendiksitis.
4) Faktor Ras dan Diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari – hari.
5) Faktor Infeksi Saluran Pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus appendiksitis ini meningkat. Namun, hati – hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
appendiksitis.

Appendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
predisposisi yaitu :
a. Menurut kapita selekta kedokteran bahwa faktor yang tersering adalah obstruksi
lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi oleh karena :
1. Hiperplasia dari folikel limpoid, ini merupakan penyebab yang terbanyak.
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
3. Adanya benda asing yang keras seperti biji – bijian.
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari kolon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptokokus.
c. Faktor Sex
Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dan dewasa). Ini disebabklan oleh karena peningkatan jaringan limpoid
pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks.
1. Appendiks yang terlalu panjang.
2. Messo appendiks yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks.
4. Kelainan katup di pangkal apendiks.

C. PATHOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebaban oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

D. GEJALA KLINIS
Menurut Betz, Cecily, 2000 :
a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah.
b. Anoreksia.
c. Mual.
d. Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih besar).
e. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
f. Nyeri lepas.
g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h. Konstipasi.
i. Diare.
j. Disuria.
k. Iritabilitas.
l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa ditambah
dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting
adalah :
1. Nyeri mula – mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral.
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.

2) Pemeriksaan yang Lain


1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling
terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika
orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik
Mc. Burney.
2. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.

3) Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus
dengan komplikasi.
2) Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti, infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
4) Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
1) Scoliosis ke kanan.
2) Psoas shadow tak tampak.
3) Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak.
4) Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak.
5) 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak.
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,
terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui
anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi – komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda – tanda dari appendicitis. Selain itu, juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Teknik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix (appendectomy).
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1. Pre Operatif
a) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
b) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c) Rehidrasi.
d) Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
e) Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
f) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2. Intra Operatif
a) Apendiktomi.
b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
sampai 3 bulan.

3. Post Operatif
a) Observasi TTV.
b) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung
dapat dicegah.
c) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
e) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
f) Berikan minum mulai15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
g) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
h) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

G. PENGKAJAN

1. DATA FOKUS
A. Data Subyektif
a. Pre Operatif
1) Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikalis kemudian menjalar ke
bagian perut kanan bawah.
2) Rasa sakit hilang timbul.
3) Mual dan muntah.
4) Diare atau konstipasi.
5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
6) Rewel dan menangis.
7) Lemah dan lesu.
8) Suhu tubuh meningkat.

b. Post Operatif
1) Mengeluh sakit pada daerah luka operasi terutama bila digerakkan.
2) Haus dan lapar.
3) Takut melakukan aktivitas.
4) Pendarahan.

B. Data Obyektif
a. Pre Operatif
1. Nyeri tekan titik Mc. Burney.
2. Bising usus meningkat, perut kembung.
3. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat.
4. Hasil lekosit meningkat 10.000 - 12.000 dan 13.000 UI bila sudah terjadi
perforasi.
5. Obstipasi.
b. Post Operatif
1. Luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen.
2. Bed rest / aktivitas terbatas.
3. Puasa dan infus.
4. Bising usus berkurang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, mual, muntah, anoreksia.
3) Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
4) Ansietas berhubungan dengan proknosis penyakit rencana pembedahan.

B. Post Operatif
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Catzel, Pincus. 1995. Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.
Dongoes, Marilyn. E.dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana
Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Johnson, Marion, dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri : Mosby
Yearbook, Inc.
Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri :
Mosby Yearbook, Inc.
Nelson. 1994. Ilmu Kesehatan Anak.Vol 2. Jakarta : EGC.
Sabiston, D.C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC.

You might also like