You are on page 1of 39

2.

1 Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah
oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah
ke otak yang timbulnya secara mendadak.

2.2 Klasifikasi Stroke

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi :

1. Stroke Hemoragik

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh


pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya
menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan
primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan
oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :

1. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah


masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan serebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, pons, dan serebellum.

1. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)


Perdarahan ini beradal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini
berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar
parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan kelurnya ke ruang subarakhnoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

2. Stroke Nonhemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :

1) TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.

2) Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

3) Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

2.3 Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian
yaitu:

1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain.

3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu
aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu
dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan


viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan
microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.

6. Policitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi
otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari
lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh
darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:

1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit
jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

2.4 Patofisiologi

a. Stroke non hemoragik

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombosis,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak,
trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakibatkan :

1. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,

2. Edema dan kongesti di sekitar area


Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.

Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh
darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma
pecah atau ruptur.

b. Stroke hemoragik

Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan
TIK yang mendadak, meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya
hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma akan turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan
dilataasi pembuluh darah otak.

2.5 Tanda dan Gejala

Perbedaan antara Stroke Nonhemoragik dengan Stroke Hemoragik


Gejala (Anamnesa) Stroke Nonhemoragik Stroke Hemoragik

Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak


Waktu (saat terjadi awitan) Mendadak Saat aktivitas
Peringatan Bangun pagi/istirahat -
Nyeri kepala + 50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++

Kadang sedikit
Koma.kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kernig - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hipertensi,
di retina, koroner, perifer. aterosklerosis, penyakit
Emboli pada kelainan katub, jantung hemolisis (HHD)
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan darah pada LP - +
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemister.vasospasme
CT scan Densitas berkurang (lesi Massa intrakranial densitas
hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang Perdarahan retina atau korpus
vitreum
Silver wire art
Lumbal fungsi

Normal Meningkat
 Tekanan
Jernih Merah

< 250/mm3 >1000/mm3


 Warna

 Eritrosit

Arteriografi Oklusi Ada pergeseran


EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak
yang terkena.

1. Pengaruh terhadap status mental

· Tidak sadar : 30% – 40%

· Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

· Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)


· Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

· hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

· inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena

1. Daerah arteri serebri posterior

· Nyeri spontan pada kepala

· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

· Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

· Hemiplegia alternans atau tetraplegia

· Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

1. Stroke hemisfer kanan

· Hemiparese sebelah kiri tubuh

· Penilaian buruk

· Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan

2. Stroke hemisfer kiri

· mengalami hemiparese kanan


· perilaku lambat dan sangat berhati-hati

· kelainan bidang pandang sebelah kanan

· disfagia global

· afasia

· mudah frustasi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke
adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau
kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak
jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali
bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih.

Gambaran perbedaan perdarahan Intraserebral dan Subarachnoid

Gejala PIS PSA

· Timbulnya
Dalam 1 jam 1-2 menit
· Nyeri Kepala
Hebat Sangat hebat
· Kejang
Umum Sering fokal
· Kesadaran
Menurun Menurun
·Tanda rangsangan meningen
+ (tidak ada) Sementara
· Hemiparese
++ +++
· Ganguan saraf otak
+ + (tak ada)

2.6 Prognosis

Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak,
berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan
separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau
tungkai yang terkena agak terbatas.

Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai
dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan
neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa
mengalami perbaikan.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil

2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan

3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil

4. Bed rest

5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia


6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi

8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik

9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT

11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

· Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik

· Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, menurunkan TIK yang tinggi ,


tindakan pembedahan yang bertujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher;

2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling


dirasakan oleh klien TIA;

3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut;


4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5
hari setelah infark serebral.

2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler.

3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan


thrombus dan embolisasi.

2.8 Rehabilitasi

Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan


karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak. Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan
fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan.

Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil.
Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka
karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara.

2.9 Komplikasi

Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan :

1. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis;

2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan
terjatuh;

3. Dalam hal kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala


4. Hidrosefalus

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:

1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen
suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu
dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.

3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.

2.10 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:

1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.

2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid
atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan adanya proses inflamasi.

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,


hemoragik, dan malformasi arteriovena.

5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.


6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak
dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa.


Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doenges dkk, 1999).
Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal
berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan
diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan
tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada
klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:

1) Interupsi aliran darah

2) Gangguan oklusif, hemoragi

3) Vasospasme serebral

4) Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler

2) Kelemahan, parestesia

3) Paralisis spastis

4) Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

1) Kerusakan sirkulasi serebral

2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial

4) Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

1) Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)

2) Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/


koordinasi otot

2) Kerusakan perseptual/ kognitif

3) Nyeri/ ketidaknyamanan

4) Depresi

f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:

1) Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:

1) Kurang pemajanan

2) Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi

3.3 Perencanaan

Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999)
adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhuungan dengan
penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk)
1) Tujuan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten

2) Kriteria hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR normal, Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat,
Tidak ada sputum

3) Intevensi :

a) Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Mengetahui adanya sumbatan nafas.

b) Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah
keperawatan lain)

Rasional : Posisi yang sesuai untuk respirasi yang optimum

c) Lakukan penghisapan sekret dan pasang orofaringeal tube jika kesadaran menurun

Rasional : membebaskan saluran nafas dari sekret

d) Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam

Rasional : membantu menggelontorkan secret agar mudah dikeluarkan

e) Kolaborasi:

- Pemberian oksigen

- Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll

- Pemberian obat sesuai kebutuhan

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam
darah.

b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


oedema serebral.

1) Tujuan : kesadaran penuh, tidak gelisah

2) Kriteria hasil : tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.

3) Intervensi :
a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow

Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.

b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.

c) Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral.

e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)

Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan..

c. Diagnosa keperawatan ketiga : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.

1) Tujuan : dapat melakukan aktivitas secara minimum

2) Kriteria hasil: mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.

3) Intervensi :

a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi


pemulihan

b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas

Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.

d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.

Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

d. Diagnosa keperawatan keempat : kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan


kerusakan neuromuskuler.

1) Tujuan : dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

2) Kriteria hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman
bahasa antara klien, perawat dan keluarga

3) Intervensi :

a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi

Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan
serebral

b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)

Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud

e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

e. Diagnosa keperawatan kelima : perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress


psikologis.

1) Tujuan : tidak ada perubahan perubahan persepsi.

2) Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual, mengakui


perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi :

a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.

Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan.

b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh

Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap pendengaran, penglihatan, atau


sensasi yang lain)

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh
dan meraba.

Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan
interprestasi stimulasi.

d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh
tertentu.

Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan


kembali sisi yang sakit.

e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.

Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah
pemahaman.

1. Diagnosa keperawatan keenam: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2) Kriteria hasil : klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara
minimal

3) Intervensi;

a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.

Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam
perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene.

Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien

c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari

Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi

d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien

e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan

1. Diagnosa keperawatan ketujuh : gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan


biofisik, psikososial, perseptual kognitif.

1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri

2) Kriteria hasil : mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.

3) Intervensi;

a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.

Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan


perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.

b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.

c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam
kegiatan rehabilitasi.

Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran
diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.

d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.

e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.

Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/
merasa menjadi orang yang produktif.

1. Diagnosa keperawatan kedelapan : kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan


berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang
mengingat

1) Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya

2) Kriteria hasil : berpartisipasi dalam proses belajar

3) Intervensi;

a) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien

Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien

b) Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.

Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan


pengetahuan keluarga klien

c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.

Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya

d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.

Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga

e) Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan


berfikir

Rasional: stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.


Share this article :
Askep Klien Stroke

A. KONSEP DASAR

1.Pengertian

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)

2.Anatomi fisiologi

a. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak
terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing
hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi
warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai
atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap
tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang
berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus
saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi
rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,
korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi
otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum,
otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus
koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena
emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

3 Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter


mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang
lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-
basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt”
atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah
terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan
jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan
menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah
akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)

4 Dampak masalah

a Pada individu

1) Gangguan perfusi jaringan otak


Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral, edema
otak

2) Gangguan mobilitas fisik


Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif

3) Gangguan komunikasi verbal


Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan otot
wajah

4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang
menurun

5) Gangguan eliminasi uri dan alvi


Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol miksi

6) Ketidakmampuan perawatan diri


Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol otot,
menurunnya persepsi kognitif.

7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan tidak
berdaya dan putus asa.

8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan

B. KONSEP KEPERAWATAN

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah
klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga
kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
(Lismidar, 1990)

a Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan,
status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

3) Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000)

4) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)

5) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro
Susilo, 2000)

6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.

c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan


Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah

e) Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

f) Pola hubungan dan peran


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi
akibat gangguan bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya
terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

i) Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat
anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

j) Pola penanggulangan stress


Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum

(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran


(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

b) Pemeriksaan integumen

(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c) Pemeriksaan kepala dan leher


(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h) Pemeriksaan neurologi

(1) Pemeriksaan nervus cranialis


Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi

(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

b) Pemeriksaan laboratorium

(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja,
1993)

b Analisa data

Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,


mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.

c Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun
potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi
atau dikurangi. (Lismidar, 1990)

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral.


(Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan (
Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D.
Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan (
Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
(Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks
batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor
neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)

2 Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi


keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan
klien adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil
dan menntukan intervensi keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral

1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali
permenit)

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan
yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel

b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia

1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3) Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam


b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

c Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan

1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kondisi patologis klien


b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana
tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.

d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak

1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat

3) Rencana tindakan

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat


b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau
“tidak”
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar

e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri


b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap
sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha
secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan

1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk


b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat
menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat

1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi


b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus
dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan
merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan
membantu eliminasi

h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan

a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit

i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi

1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Rencana tindakan :

a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan
nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus
kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.

1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder

3) Rencana tindakan :

a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering


b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan
suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah
direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak
ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga
memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.

3 Pelaksanaan

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan
yang diberikan pada klien.

4 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di
sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI
/RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach,
An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf,
FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Posted by cres at 12:47 AM

You might also like