Professional Documents
Culture Documents
1 Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global,
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai
arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah
gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah
oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah
ke otak yang timbulnya secara mendadak.
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan
primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan
oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :
2. Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik.
1) TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
2) Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3) Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
2.3 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian
yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain.
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.
1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat
menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu
aliran darah cerebral.
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh
penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan
perdarahan.
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja
jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu
dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
5. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.
6. Policitemia
Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi
otak menurun.
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari
lemak.
8. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis.
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh
darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit
jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
2.4 Patofisiologi
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombosis,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak,
trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakibatkan :
1. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,
Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh
darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma
pecah atau ruptur.
b. Stroke hemoragik
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan
TIK yang mendadak, meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK
yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan
kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya
hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai
cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma akan turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan
dilataasi pembuluh darah otak.
Kadang sedikit
Koma.kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Tanda kernig - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hipertensi,
di retina, koroner, perifer. aterosklerosis, penyakit
Emboli pada kelainan katub, jantung hemolisis (HHD)
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan darah pada LP - +
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemister.vasospasme
CT scan Densitas berkurang (lesi Massa intrakranial densitas
hipodensi) bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang Perdarahan retina atau korpus
vitreum
Silver wire art
Lumbal fungsi
Normal Meningkat
Tekanan
Jernih Merah
Eritrosit
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak
yang terkena.
· inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
· Penilaian buruk
· Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan
· disfagia global
· afasia
· mudah frustasi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke
adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya
sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau
kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak
jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali
bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih.
· Timbulnya
Dalam 1 jam 1-2 menit
· Nyeri Kepala
Hebat Sangat hebat
· Kejang
Umum Sering fokal
· Kesadaran
Menurun Menurun
·Tanda rangsangan meningen
+ (tidak ada) Sementara
· Hemiparese
++ +++
· Ganguan saraf otak
+ + (tak ada)
2.6 Prognosis
Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya.
Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak,
berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan
separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau
tungkai yang terkena agak terbatas.
Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai
dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan
neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa
mengalami perbaikan.
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan
4. Bed rest
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher;
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5
hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler.
2.8 Rehabilitasi
Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil.
Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka
karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara.
2.9 Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan berdasarkan :
1. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis;
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan
terjatuh;
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen
suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan
membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu
dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit
stroke adalah:
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid
atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan
dengan adanya proses inflamasi.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
3) Vasospasme serebral
4) Edema serebral
1) Kerusakan neuromuskuler
2) Kelemahan, parestesia
3) Paralisis spastis
2) Kerusakan neuromuskuler
3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
4) Kelemahan/ kelelahan
3) Nyeri/ ketidaknyamanan
4) Depresi
1) Kurang pemajanan
3.3 Perencanaan
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999)
adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhuungan dengan
penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk)
1) Tujuan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten
2) Kriteria hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR normal, Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat,
Tidak ada sputum
3) Intevensi :
b) Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah
keperawatan lain)
c) Lakukan penghisapan sekret dan pasang orofaringeal tube jika kesadaran menurun
d) Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam
e) Kolaborasi:
- Pemberian oksigen
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam
darah.
2) Kriteria hasil : tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
3) Intervensi :
a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).
d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral.
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
pembekuan..
2) Kriteria hasil: mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
3) Intervensi :
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas
yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional: program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
2) Kriteria hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman
bahasa antara klien, perawat dan keluarga
3) Intervensi :
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan
serebral
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan.
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh
dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan
interprestasi stimulasi.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh
tertentu.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah
pemahaman.
2) Kriteria hasil : klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara
minimal
3) Intervensi;
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam
perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
2) Kriteria hasil : mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
3) Intervensi;
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam
kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran
diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/
merasa menjadi orang yang produktif.
3) Intervensi;
c) Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.
d) Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.
A. KONSEP DASAR
1.Pengertian
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis,
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)
2.Anatomi fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak
terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing
hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang
bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada
kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi
warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai
atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap
tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang
berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus
saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus
fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus
berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang
menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi
rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,
korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.
Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi
otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum,
otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus
koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena
emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
3 Patofisiologi
4 Dampak masalah
a Pada individu
4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu makan yang
menurun
7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan tidak
berdaya dan putus asa.
8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan
B. KONSEP KEPERAWATAN
1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah
klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga
kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
(Lismidar, 1990)
a Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang
menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan,
status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
a) Keadaan umum
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi
vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja,
1993)
b Analisa data
c Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun
potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi
atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
2 Perencanaan
a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali
permenit)
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan
yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3) Rencana tindakan
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
3) Rencana tindakan
d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3) Rencana tindakan
1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan
3) Rencana tindakan
f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3) Rencana tindakan
g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat
1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
3) Rencana tindakan
1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3) Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit
i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3) Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan
nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus
kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder
3) Rencana tindakan :
3 Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan
yang diberikan pada klien.
4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di
sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau
tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI
/RSCM,UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Diknakes, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC,
Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach,
An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing
Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu
Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf,
FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Posted by cres at 12:47 AM