You are on page 1of 12

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ULKUS PEPTIKUM

Di Susun Oleh :

1. Anisa Fajriati Dewi


2. Riska Widiastuti
3. Netti Wulandari
4. Sugesti Larasati
5. Alit Cinde Puspita
6. Eko Pujianto
7. Fadli Kuncoro

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010/2011
A. Pengertian

Ulkus peptikum merupakan ulkus kronik yang secara khas bersifat soliter dan timbul
karna pajanan sekresi lambung yang asam. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus
lambung, duodenal atau esofageal.

B. Etiologi

Etiologi ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negative H. pylori
telah sangat diyakini sebagai faktor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptikum terjadi hanya
pada area GI yang terpajan pada asam hidroklorida dan pepsin.

C. Manifestasi Klinik

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu atau beberapa bulan dan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat
diidentifikasi.

Nyeri. Biasanya, pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi
bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang
ujung saraf yang terpajan.

Nyeri biasanya hilang dengan makan, karna makanan menetralisir asam, atau dengan
menggunakan alkali. Namun, bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan, nyeri
kembali timbul.

Pirosis (Nyeri Uluhati). Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus
dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi, atau sendawa
umum terjadi bila lambung pasien kosong.

Muntah. Meskipun jarang pada ulkus duodenal takterkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringat parut atau
pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ukus
akut.

Konstipasi dan Perdarahan. Konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien juga dapat dating dengan perdarahan
gastrointestinal.
D. Patofisiologi

Ulkus peptikum terjadi karna ketidakseimbangan pada mekanisme pertahanan mukosa


gastroduodenal dan kerusakan mukosa karna asam lambung serta pepsin, dengan kombinasi jejas
lingkungan atau imunologik yang turut menyertai. Pertahanan mukosa terganggu oleh iskemia
dan syok, pengosongan lambung yang lambat, atau refluks duodenum-lambung. Pertahanan yang
normal meliputi:

1. Sekresi mukus permukaan dan bikarbonat

2. System transport sel epitel apical

3. Aliran darah mukosa yang mempertahankan integritas mukosa dan regenerasi epitel

4. Prostaglandin

Sebagian besar ulkus peptikum disebabkan oleh infeksi H. pylori, bakteri ini menyebabkan
jejas lewat beberapa mekanisme:

1. H. pylori menyekreksikan urease, protease, dan fosfolipase yang bersifat toksik langsung
terhadap mukosa.

2. Lipopolisakarida bakteri menstimulasi produksi sitokin proinflamatorik oleh mukosa yang


merekrut dan mengaktifkan sel-sel inflamasi, selanjutnya melepaskan protease dan radikal bebas
yang berasal dari oksigen.

3. Faktor yang mengaktifkan trombosit dari bakteri memicu trombosit kapil.

4. Kerusakan mukosa memungkinkan bocornya nutrien ke dalam lingkungan-mikro permukaan,


dengan demikian menahan kuman di dalam lapisan mukosa.

E. Penatalaksanaan

Sasaran penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi keasaman lambung.


Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk perubahan gaya
hidup, obat-obatan, dan intervensi pembedahan.

Penurunan Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi


situasi yang penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwa tidak teratur dapat
memperberat gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam
lingkungan yang rileks.

Penghentian Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan


sekresi bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya, keasaman duodenum lebih
tinggi bila seseorang merokok.

Modifikasi Diet. Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari
sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat diminimalkan dengan
menghindari suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu,
upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.

Obat-obatan. Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus
mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂), yang menurunkan sekresi asam
lambung; inhibitor pompa proton, yang juga menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang
melindungi sel mukosa dari asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau
kombinasi antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.

Intervensi Bedah. Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus yang
tidak sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis), hemoragi
yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi. Prosedur pembedahan mencakup vagotomi,
vagotomi dengan piloroplasti, atau Biilroth I atau II.

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Riwayat pasien bertindak sebagai dasar yang penting untuk diagnosis. Pasien diminta
untuk menggambarkan nyeri dan metode yang digunakan untuk menghilangkannya (makanan,
antasid). Nyeri ulkus peptikum biasanya digambarkan sebagai “rasa terbakar” atau
“menggorogoti” dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini sering membangunkan
pasien antaratengah malam dan jam 3 pagi. Pasien biasanya menyatakan bahwa nyeri
dihilangkan dengan menggunakan antasida, makan makanan, atau dengan muntah.
Pasien ditanya kapan muntah terjadi. Bila terjadi, seberapa banyak? Apakah muntahan
merah terang atau seperti warna kopi? Apakah pasien mengalami defekasi disertai feses
berdarah?
Selama pengambilan riwayat perawat meminta pasien untuk menuliskan masukan
makanan, biasanya selama periode 72 jam dan memasukkan semua kebiasaan makan (kecepatan
makan, makanan reguler, kesukaan terhadap makanan pedas, penggunaan bumbu, penggunaan
minuman mengandung kafein). Tingkat ketegangan pasien atau kegugupan dikaji. Apakah pasien
merokok? Seberapa banyak? Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus?
Tanda vital dikaji untuk indikator anemia dan feses diperiksa terhadap darah samar.
Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk melokalisasi nyeri tekan.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Ulkus Peptikum adalah:

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

Ditandai dengan: hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, urine pekat/menurun,


berkeringat, hemokonsentrasi.

2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.

Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

Ditandai dengan: peningkatan tegangan, gelisah, mudah terangsang, takut, gemetar, takikardi,
kurang kontak mata, menolak, panik atau perilaku menyerang.

4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.

Ditandai dengan: mengkomunikasikan gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen, postur


tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.

5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi.

Ditandai dengan: permintaan informasi, pernyataan salah konsep, terjadinya komplikasi yang
dapat dicegah.

C. Rencana Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan: menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urin adekuat
dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat.

Intervensi

a. Catat karakteristik muntah dan/atau drainase.

R/ membantu dalam membedakan penyebab distres gaster. Kandungan empedu kuning kehijauan
menunjukkan bahwa pilorus terbuka. Kandungan fekal menunjukkan obstruksi usus. Darah
merah cerah menandakan adanya atau perdarahan arterial akut, mungkin karna ulkus gaster,
darah merah gelap mungkin darah lama (tertahan dalam usus) atau perdarahan vena dari varises.
Penampilan kopi gelap diduga sebagai darah tercerna dari area perdarahan lambat. Makanan tak
tercerna menunjukkan obstruksi atau tumor gaster.

b. Awasi tanda vital. Ukur TD dengan posisi duduk, berbaring. Berdiri bila mungkin.

R/ perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah. Hipotensi
postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi.

c. Pertahankan tirah baring, mencegah muntah dan tegangan padasaat defekasi.

R/ aktivitas/muntah meningkatkan tekanan intra-abdomen dan dapat mencetuskan perdarah


lanjut.

d. Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.

R/ mencegah refluks gaster dan aspirasi antasida dimanadapat menyebabkan komplikasi paru
serius.

Kolaborasi

e. Berikan cairan/darah sesuai indikasi.

R/ penggantian cairan bergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya perdarahan. Tambahan
volume (albumin) dapat diinfuskan sampai golongan darah dan pencocokan silang dapat
diselesaikan dan transfusi darah dimulai.
f. Lakukan lavase gaster dengan cairan garam faal dingin atau dengan suhu ruangan sampai cairan
aspirasi merah muda bening atau jernih dan bebas bekuan.

R/ mendorong keluar/pemecahan bekuandan dapat menurunkan perdarahan dengan


vasokonstriksi lokal. Memudahkan visualisasi dengan endoskopi untuk melokalisasi sumber
perdarahan.

2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.

Tujuan: mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital stabil, kulit
hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal, keluaran urin adekuat.

Intervensi

a. Kaji perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/sakit kepala.

R/ perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah
arterial.

b. Selidiki keluhan nyeri dada. Catat lokasi, kualitas, lamanya dan apa yang menghilangkan nyeri.

R/ dapat menunjukkan iskemia jantung sehubungan dengan penurunan perfusi.

c. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah.

R/ vasokonstriksi adalah respons simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan/atau dapat
terjadi sebagai efek samping pemberian vasopressin.

d. Catat haluaran urin dan berat jenis.

R/ penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan iskemia/gagal ginjal dimanifestasikan dengan


penurunan keluaran urin.

e. Catat laporan nyeri abdomen, khusus tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu.

R/ nyeri disebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan akut karna efek buffer
darah. Nyeri berat berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan iskemia sehubungan dengan terapi
vasokonstriksi.

Kolaborasi
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

R/ mengobati hipoksemia dan asidosis laktat selama perdarahan akut.

g. Berikancairan IV sesuai indikasi.

R/ mempertahankan volume sirkulasi dan perfusi.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

Tujuan:

a. Menyatakan rentang perasaan yang tepat.

b. Menunjukkan rileks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.

Intervensi

a. Awasi respon fisiologis (takipnea, palpitasi, pusing, sensasi kesemutan).

R/ dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat juga berhubungan
dengan kondisi fisik/status syok.

b. Dorong pernyataan takut dan ansietas; berikan umpan balik.

R/ membuat hubungan terapautik. Membantu pasien menerima perasaan dan memberikan


kesempatan untuk memperjelas kesalahan konsep.

c. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan.

R/ meliarkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang
ketidaktahuan.

d. Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.

R/ memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat meningkatkan


keterampilan koping.

e. Tunjukkan tehnik relaksasi.


R/ belajar cara untuk rileks dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.

4. Nyeri berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral.

Tujuan:

a. Menyatakan nyeri hilang.

b. Menunjukkan postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi

a. Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).

R/ nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala nyeri pasien
sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya
komplikasi.

b. Kaji ulang faktor yang meningkatkan dan menurunkan nyeri.

R/ membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

c. Berikan makanan sedikit tapi sering sesuai indikasi.

R/ makanan mempunyai efek penetralisir asam, juga menghancurkan kandungan gaster. Makan
sedikit mencegah distensi dan haluaran gastrin.

d. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.

R/ menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamanan.

5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi/informasi.

Tujuan:

a. Menyatakan pemahaman penyebab perdarahannya sendiri dan penggunaan tindakan pengobatan.

b. Mulai mendiskusikan perannya dalam mencegah kekambuhan.


c. Berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi

a. Tentukan persepsi pasien tentang penyebab perdarahan.

R/ membuat pengetahuan dasar dan memberikan beberapa kesadaran yang konstruktif pada
pasien.

b. Berikan/kaji ulang tentang etiologi perdarahan, penyebab/efek hubungan perilaku pola hidup,
dan cara menurunkan resiko/faktor pendukung.

R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan informasi/keputusan


tentang masa depan dan control masalah kesehatan.

c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan pencetus/atau hilangnya
nyeri epigastrik, termasuk menghindari irirtan gaster.

R/ kafein dan rokok merangsang keasaman lambung. Alkohol mendukung untuk erosi mukosa
lambung. Individu dapat menemukan bahwa makan/minuman tertentu meningkatkan sekresi
lambung dan nyeri.

d. Tekankan pentingnya membaca label obat dijual bebas dan menghindari produk yang
mengandung aspirin.

R/ aspirin merusak mukosa pelindung, memungkinkan terjadi erosi gaster, ulkus dan perdarahan.

e. Diskusikan tentang pentingnya menghentikan merokok.

R/ penyembuhan ulkus dapat melambat pada orang yang merokok. Meroko juga berhubungan
dengan peningkatan resiko terjadinya/berulangnya ulkus peptikum.

D. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya
berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu
pelaksanaan dan respon klien.

E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan dapat teratasi.

2. Resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan dapat dicegah atau teratasi.

3. Ansietas dapat teratasi.

4. Nyeri dapat teratasi.

5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.

Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.

You might also like