You are on page 1of 34

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Motivasi”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Bengkulu, Nopember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 2

BAB II TINAJUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Puskesmas ............................................................................. 3
1. Pengertian ....................................................................................... 3
2. Konsep Wilayah ............................................................................. 4
3. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh ................................................. 4
4. Pelayanan Kesehatan Integritas (Terpadu)..................................... 4
5. Tujuan Puskesmas .......................................................................... 4
6. Fungsi puskesmas .......................................................................... 5
B. Tinjauan tentang Penyakit ISPA .......................................................... 6
1. Pengertian ISPA ............................................................................ 6
2. Etiologi ISPA ................................................................................ 7
3. Klasifikasi ISPA ............................................................................. 7
4. Penyebab penyakit ISPA ................................................................ 9
5. Faktor resiko terjadinya ISPA ........................................................ 10
6. Tanda dan Gejala ........................................................................... 14
7. Penatalaksanaan Kasus ISPA ......................................................... 15
8. Pencegahan ISPA ........................................................................... 20

ii
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 22
1. Letak Geografis dan Kependudukan .............................................. 22
2. Sumber Daya Kesehatan ................................................................ 23
B. Hasil Penelitian .................................................................................... 24
1. Distribusi Penyait ISPA berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 24
2. Distribusi penyakit ISPA berdasarkan Desa/Kelurahan ................ 25
C. Pembahasan .......................................................................................... 26
1. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 26
2. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Umur ................................ 27
3. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan desa/kelurahan ................. 27

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .......................................................................................... 29
B. Saran ..................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dan
terbanyak menimbulkan akibat dan kematian (Gouzali, 2011). ISPA
merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang
terkena serangan infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab,
dingin atau cuaca terlalu panas. (Saydam, 2011)
Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat
di dunia, karena penyebabISPA merupakan salah satu hal yang sangat akrab di
masyarakat. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih
gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan keluhan penduduk adalah 25,0 persen. Period prevalence ISPA
dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh
(30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada
Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi
dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013
(25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (Riskesdas 2013)
Di sulawesi tenggara angka kesakitan penderita ISPA di peroleh 22,2%
kasus ISPA dimana data penderita di bawah 1 tahun sebanyak 1.312 penderita
dan umur 1-4 tahun 3.270. Angka kejadian ISPA di Propinsi sulawesi tenggara
khususnya di puskesmas wawotobi pada april tahun 2013 tercatat urutan
pertama pada 10 penyakit terbesar, yaitu 30 penderita ISPA pada bulan april
2014. (Profil Indonesia, 2013 dan data bulanan puskesmas wawotobi ).
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun

1
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti
yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah telah dilakukan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitisn ini adalah bagaimana distribusi
penyakit ISPA berdasarkan jenis kelamin, jenis kasus, kelompok umur dan
jenis kunjungan di Puskesmas Wawotobi pada bulan April tahun 2014.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui distribusi
penyakit ISPA di Puskesmas Wawotobi pada bulan April tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah untuk mengetahui:
a. Distribusi penyakit ISPA berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas
Wawotobi pada bulan April tahun 2014.
b. Distribusi penyakit ISPA berdasarkan jenis kasus di Puskesmas
Wawotobi pada bulan April tahun 2014.
c. Distribusi penyakit ISPA berdasarkan kelompok umur di Puskesmas
Wawotobi pada bulan April tahun 2014.
d. Distribusi penyakit ISPA berdasarkan tempat di wilayah kerja
Puskesmas Wawotobi pada bulan April tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuwan
Sebagai bahan tambahan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya
tentang gambaran distribusi penyakit ISPA.
2. Manfaat Institusi
Sebagai masukan dalam mengevaluasi program yang sedang
berjalan dan bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana kegiatan
penanggulangan ISPA di masa yang akan datang.

2
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Puskesmas
1. Pengertian
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya
yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan
tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk
masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan. Pengelolaan puskesmas
biasanya berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota.
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan di tingkat kecamatan
dan merupakan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Upaya pelayanan yang diselenggarakan adalah :
a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu upaya promotif dan preventif
pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas.
b. Pelayanan medik dasar yaitu upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan individu dan keluarga melalui upaya perawatan yang
tujuannya untuk menyembuhkan penyakit untuk kondisi tertentu.
Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu. Program
Puskesmas merupakan program kesehatan dasar, meliputi :
a. Promosi kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA & KB
d. Perbaikan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular

3
f. Pengobatan yang terdiri dari rawat jalan, rawat inap, penunjang medic
(laboratorium dan farmasi)
2. Konsep Wilayah
Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. wilayah
kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan
terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja
dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah
(desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara
operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
3. Pelayanan Kesehatan Menyeluruh
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif yang ditujukan
kepada semua jenis dan golongan umur sejak pembuahan dalam
kandungan sampai tutup usia.
4. Pelayanan Kesehatan Integritas (Terpadu)
Sebelum di Puskesmas, pelayanan kesehatan di dalam suatu
kecamatan terdiri dari balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak,
usaha hygiene lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain.
Usaha-usaha tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri dan
langsung melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Dengan adanya sistem pelayanan melalui puskesmas, maka berbagai
kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi
dan satu pimpinan.
5. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh
puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas
agar terwujud derajat kesehatan di masyarakat.

4
6. Fungsi puskesmas
Adapun fungsi puskesmas yaitu:
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta
mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif
memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan
setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk
pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan
kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut
menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini
diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya
sosial budaya masyarakat setempat.
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
tanggung jawab puskesmas meliputi:
1) Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan,

5
tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
2) Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang
bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara
dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi
kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga
berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan
masyarakat lainnya.

B. Tinjauan tentang Penyakit ISPA


1. Pengertian ISPA
Infeksi saluran napas akut dalam baha9sa Indonesia juga di kenal
sebagai ISPA (InfeksiSaluran Pernapasan Akut) atau URI dalam bahasa
Inggris adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring.
Seringkali ISPA disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan
atas. ISPA adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA
dapat terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung
sampai 14 hari.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik,
namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak
diobati dengan benar dan dapat mengakibatkan kematian

6
Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit pernafasan terberat
dan terbanyak menimbulkan akibat dan kematian . ISPA merupakan salah
satu penyakit pernafasan terberat dimana penderita yang terkena serangan
infeksi ini sangat menderita, apa lagi bila udara lembab, dingin atau cuaca
terlalu panas.
Dari kedua pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah, infeksi yang
menyerang saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh bakteri dan virus
serta akibat adanya penurunan kekebalan tubuh penderita akibat populasi
udara yang di hirup.
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
3. Klasifikasi ISPA
ISPA terdiri dari sekelompok kondisi klinik dengan etilogi dan
perjalanan klinik yang berbeda. Sampai saat ini ISPA diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Klasifikasi ISPA berdasarkan Lokasi Anatomis
1) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Atas
Infeksi akut yang menyerang hidung sampai epiglotis dengan
organ adneksa misalnya: rhinitis akut, faringitis akut, sinusitis akut
dan sebagainya.
2) Infeksi Saluran Pernafasan Akut Bagian Bawah
Dinamakan sesuai dengan organ saluran pernafasan mulai
dari bagian bawah epiglotis sampai alveoli paru, misalnya:
trakeitis, bronchitis akut, bronkiolitis, pneumonia dan lain-lain.

7
b. Klasifikasi ISPA berdasarkan Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus , bakteri dan
riketsia.
1) Virus
Virus penyebab ISPA antara lain: golongan mikrovirus,
(termasuk didalamnya virus influenza, virus parainfluenza dan
virus campak), adenovirus, koronavirus, pikornovirus.
2) Bakteri
Bakteri penyebab ISPA misalnya: streptokokus hemolitikus,
stafilokokus, pneumokokus, hemofilus influenzae, bordetela
pertusis, korine bacterium.
c. Klasifiksasi ISPA yang tercantum pada DTD
Dalam DTD (Daftar Tabulasi Dasar) yang disusun berdasarkan
ICD (International Classification of Disease) dan dipakai pada
penyusunan laporan data kesakitan dari puskesmas maupun rumah
sakit, ISPA belum disusun dalam satu kelompok penyakit.Diagnosis
ISPA dalam daftar tersebut merupakan gabungan dari klasifikasi
anatomi dan etiologi, antara lain:
1) Difteria
2) Laringtis dan trakeitis akut
3) Batuk rejan
4) Bronkitis
5) Radang tenggorok
6) Pneumonia
7) Campak
8) Influenza
9) Tonsillitis akut
d. Klasifikasi ISPA berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit
Klasifikasi ISPA berdasarkan derajat keparahan penyakit dapat
dibagi menjadi 3 yaitu:
1) ISPA ringan: Satu atau lebih dari tanda berikut: batuk, pilek, serak.

8
2) ISPA sedang: Pernafasan cepat lebih dari 50 per menit.
3) ISPA berat: Penarikan dada kedalam (Chest Indrawing).
4. Penyebab penyakit ISPA
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran
nafas. Secara umum, pencemaran udara memiliki peranan penting dalam
menimbulkan infeksi saluran peranfasan dan dapat menyebabkan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh
bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan
penyempitan daluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di
saluran pernafasan. Akibatnya, penderita akan mengalami kesulitan untuk
bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri juga tidak dapat
dikeluarkan dari saluran pernafasan tersebut, hal ini akan mempermudah
terjadinya infeksi saluran pernafasan.
Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan
bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar
kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat
terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap
hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya
asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga
banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas.
Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry
basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat
berbahaya bagi kesehatan.
Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan
dunia), pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu
ringan disebabkan karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan/atau
coronavirus. Penyakit ini dapat disertai demam pada anak selama beberapa
jam sampai tiga hari. Sedangkan pencemaran udara diduga menjadi
pencetus infeksi virus pada saluran napas bagian atas.

9
5. Faktor resiko terjadinya ISPA
Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA.
Hal ini berhubungan dengan host, agent penyakit dan environment.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian ISPA antara lain :
a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan,
laki-lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas
orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan,
sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak
terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya
ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus
oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di
masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga
banyak kasus ISPA yang datang kesarana pelayanan kesehatan
sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara
serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.
b. Faktor biologis
1) Status gizi
Status gizi merupakan faktor resiko penting timbulnya
pneumonia. Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya
ISPA. Hal ini di karenakan adanya gangguan respon imun. Vitamin
A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Grant melaporkan
bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan mengalami
ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak mengalami

10
defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan
perbaikan ASI, harus di lakukan pula perbaikan terhadap defisiensi
vitamin A untuk mencegah ISPA.
2) Ventilasi Rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis (Keman,
2004). Ventilasi disamping berfungsi sebagai lubang pertukaran
udara juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alami
atau matahari ke dalam ruangan. Kurangnya udara segar yang
masuk ke dalam ruangan dan kelembaban yang tinggi dapat
menyebabkan peningkatan resiko kejadian ISPA. Adanya
pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA (Nindya dan Sulistyorini,
2005).
3) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup,
tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang
masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di
amping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang
baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.
Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.
Untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari,
diperlukan luas jendela minimum 20% luas lantai. Cahaya ini
sangat penting karena dapat membunuh bakteri patogen di dalam
rumah misanya, basil TB. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas
pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang
lebih 60 lux. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya
berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap
jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca

11
tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dibandingkan dengan kaca berwarna (Suryo, 2010).
4) Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk
penghuni di dalamnya. Artinya, luas lantai bangunan rumah
tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
menyebabkan overload . Hal ini tidak sehat karena disamping
menyebabkan kurangnya oksigen juga bila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas
minimum per orang sangat relatif bergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana
luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas
lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit
pernapasan jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang
lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih
dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2
tahun (Yusuf, 2008).
5) Berat badan lahir rendah (BBLR)
Berat badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian
akibat ISPA. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia
berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22% kematian pada
pneumonia di perkirakan terjadi pada BBLR. Meta-analisis
menunjukkan bahwa BBLR mempunyai RR kematian 6,4 pada
bayi yang berusia di bawah 6 bulan, dan 2,9 pada bayi berusia 6-11
bulan.
6) Imunisasi
Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat
meningkatkan resiko terkena ISPA dan memperberat ISPA itu
sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat di cegah. Di india, anak

12
yang baru sembuh dari campak, selama 6 bulan berikutnya dapat
mengalami ISPA enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak
terkena campak. Campak, pertusis, dan difteri bersama-sama dapat
menyebabkan 15-25% dari seluruh kematian yang berkaitan
dengan ISPA. Vaksin campak cukup efektif dan dapat mencegah
kematian hingga 25% usaha global dalam meningkatkan cakupan
imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian
ISPA akibat kedua penyakit ini. Vaksin pneomokokus dan H.
Influenzae type B saat ini sudah di berikan pada anak anak dengan
efektivitas yang cukup baik.
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-
pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal).
Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa
oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi
vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong
horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut
debu halus dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam
bisa dinetralkan oleh media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang
sekaligus bisa menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut
dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara, apalagi
hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah
tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar
untuk memasak, bahan bakar untuk memasak yang paling banyak
menyebabkan asap adalah bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti
arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar
4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen

13
oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol
dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol,
ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut
akan beresiko terserang ISPA.
6. Tanda dan Gejala
Pada musim-musim dingin Penyakit ISPA tidak hanya menyerang
mereka yang usia dewasa, tetapi juga menyerang anak-anak. ISPA yang
berlanjut menjadi pneumonia (radang-radang) sering terjadi pada anak-
anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan
keadaan lingkungan yang tidak sehat.
Gejala klinis
a. Gejala ISPA ringan
Seorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika di temukan
gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C.
Jika menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di
rumah tidakperlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat
diberi obat penurunpanas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik
tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, harus segera di bawa ke
dokter atau puskesmas terdekat.
b. Gejala ISPA sedang
Seorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala
ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernafasan lebih dari 50kali/menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih
2) suhu lebih dari 390’C.
3) tenggorokan berwarna merah

14
4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6) pernafasan berbunyi seperti mendengkur
7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
c. Gejala ISPA berat
Seorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA
ringanatau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
1) bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis pada
waktu bernafas.
2) tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernafasan berbunyi mengorok dan tampak gelisah.
4) Pernafasan menciut, sela iga tertarik ke dalam pada waktu
bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak teraba
6) Tenggorokan berwarna merah
ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas
karenaperlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti
oksigen dan infus
7. Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut meliputi langkah-
langkah pencegahan dan pengobatan. Upaya pencegahan yang dapat
dilakukan guna menurunkan angka kejadian ISPA antara lain:
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik sehingga tubuh memiliki daya
tahan yang optimal untuk melawan segala macam agen infeksi yang
dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit.
b. Imunisasi. Vaksinasi juga dapat dilakukan dalam upaya pencegahan
infeksi beberapa jenis virus seperti influenza dan pneumonia. Namun,
saat ini masih kontroversial mengenai efektivitas pemberian vaksinasi
pada usia lanjut yang berhubungan dengan penurunan fungsi limfosit
B pada kelompok geriatri.

15
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan akan mengurangi
risiko terjadinya penyebaran agen infeksi dari luar.
d. Menghindari berhubungan dengan penderita ISPA untuk mencegah
penularan infeksi dari invidu satu ke individu lainnya.
Jika datang pasien dengan gejala ISPA seperti demam, nyeri badan,
batuk, nyeri tenggorokan dan pilek maka perlu dipertimbangkan penyebab
infeksinya. Apakah infeksi tersebut disebabkan oleh virus atau bakteri.
Perlu ditanyakan bagaimana riwayat penyakitnya meliputi onset,
penggunaan obat yang telah dilakukan sendiri oleh pasien, faktor risiko
dan faktor komorbidnya. Dan jika terdapat indikasi ISPA maka perlu
dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi tanda klinis yang
relevan.
Pasien dengan infeksi virus maka tidak perlu pemberian antibiotik.
Terapi yang digunakan pada pasien adalah untuk meningkatkan daya tahan
tubuh pasien dan membantu pasien mengurangi gejala yang muncul
sementara tubuh berusaha untuk mengeliminasi virus.3
Berikut ini adalah beberapa contoh gejala serta tindakan dan obat
yang dapat digunakan untuk meringankan gejala yang muncul pada pasien
dengan infeksi virus:
a. Demam dan nyeri
Kompres dingin, tirah baring, kompres hangat pada bagian tubuh
yang nyeri/pegal.
Medikamentosa: analgesik (asetamenofen, ibuprofen).
b. Batuk dan sakit tenggorokan
Perbanyak minum air, menjaga kelembaban ruangan, kumur
dengan air garam hangat.
Medikamentosa: ekspektoran, antitusif, kombinasi keduanya.
c. Pilek
Inhalasi uap hangat, spray pelega hidung, pelembab kulit untuk
daerah kemerahan sekitar hidung.
Medikamentosa: dekongestan dan antihistamin.

16
Banyak pasien beranggapan semua penyakit infeksi perlu diberikan
antibiotik. Edukasi dan penyampaian informasi yang baik penting untuk
menjelaskan kepada pasien bahwa tidak semua kasus infeksi memerlukan
antibiotik. Pasien perlu tahu akan bahaya resistensi antibiotik pada
penggunaan yang tidak tepat. Pasien juga perlu diingatkan apabila sakitnya
bertambah buruk untuk segera datang ke unit kesehatan terdekat.3
Berdasarkan Adult Clinical Practice Guidelines Summary dari CMA
Foundation, penatalaksanaan pada ISPA dapat dikelompokan menjadi:3
a. Sinusitis Bronkhial Akut
1) Dengan antibiotic
Pasien dewasa dengan gejala infeksi saluran pernapasan atas
yang tidak membaik dalam 10 hari atau tidak memburuk dalam 5-7
hari.
Antibiotik diberikan selama 7 hingga 10 hari. Jika setelah
pemberian selama 72 jam, reevaluasi pasien dan berikan antibiotik
pilihan lain.
2) Tanpa antibiotic
Hampir semua kasus sinusitis akut dapat sembuh tanpa pemberian
antibiotik.
b. Faringitis
1) Dengan antibiotic
Jika pada gejala klinis ditemukan demam, eritema dan
eksudat tonsilofaringeal, petekie palatum, nyeri tekan dan
pembesaran pada nodus limfatikus servikal anterior dan tanpa
disertai batuk. Diagnosis dipastikan dengan kultur swab tenggorok
atau deteksi antigen sebelum diberikan antibiotik.
2) Tanpa antibiotik
Hampir seluruh kasus faringitis disebabkan oleh infeksi
virus. Adanya gejala seperti di atas tidak biasa ditemukan pada
Strep grup A. dan antibiotik tidak diperlukan pada pasien dengan
konjungtivitis, batuk, rinorea, diare dan tanpa demam.

17
c. Batuk Tidak Khas/Bronkhitis Akut
1) Dengan antibiotik
Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan eksaserbasi
bakterial akut pada bronchitis kronis dan PPOK. Pada pasien
dengan kondisi yang lebih berat dapat dipertimbangkan
pneumonia. Pemeriksaan sputum tidak banyak membantu untuk
menentukan kebutuhan antibiotik.
2) Tanpa antibiotik
90% kasus ini merupakan kasus nonbakterial.
d. Infeksi Saluran Pernapasan Atas Nonspesifik
1) Tanpa antibiotik
Tidak ada indikasi untuk pemberian antibiotik. Pasien
biasanya mengharapkan terapi obat sehingga diperlukan edukasi
yang baik tentang penggunaan antibiotik dan terapi
nonmedikamentosa.
e. Pasien rawat jalan dengan Pneumonia Community Acquired
1) Dengan antibiotik
Kultur gram sputum disarankan jika pasien merupakan
pengkonsumsi alkohol, mengalami obstruksi paru berat atau efusi
pleura.
2) Tanpa antibiotik
Pertimbangkan untuk memondokkan pasien jika skor PSI >
90, CURB-65 ≥ 2, tidak dapat mentoleransi pemberian oral,
kondisi sosial yang tidak stabil atau jika penilaian klnis tidak
terdapat indikasi.
Namun, penatalaksanaan infeksi pada geriatri tidak hanya terfokus
pada penggunaan antibiotika saja. Pada pasien usia lanjut, telah terjadi
perubahan fungsi organ akibat proses penuaan serta faktor-faktor
komorbid. Sehingga terjadi perubahan pada proses distribusi obat,
metabolisme obat, interaksi dan eksresi obat. Penurunan fungsi ginjal
mengakibatkan ekskresi obat melalui ginjal menurun sehingga diperlukan

18
penurunan dosis obat-obat yang diekskresi oleh ginjal. Perubahan motilitas
gaster, penurunan permukaan untuk mengabsorpsi obat dan peningkatan
jumlah jaringan adipose akan mempengaruhi efektivitas obat pada pasien
geriatri.
Selain itu, juga perlu diperhatikan terapi pada penyakit komorbidnya
dan perbaikan keadaan umum yang meliputi nutrisi, hidrasi, oksigenasi,
elektrolit dan lain sebagainya. Penyakit komorbid yang berat serta keadaan
umum yang jelek sering menimbulkan sepsis.
Menurut Leipzig, prinsip pemberian obat yang benar pada usia lanjut
antara lain sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi mengenai riwayat pengobatan lengkap,
meliputi semua obat termasuk obat tanpa resep dan vitamin serta
riwayat alergi, efek yang tidak diinginkan, merokok, alkohol, waktu
pemberian dan siapa pemberi obatnya.
b. Menghindari pemberian obat sebelum diagnosis ditegakkan jika
keluhan ringan atau tidak khas, atau jika manfaat pengobatan
diragukan.
c. Menyesuaikan obat sesuai kebutuhan. Penggunaan obat tidak boleh
terlalu lama.
d. Mengenali farmakokinesis dan farmakodinamis dari obat yang
digunakan.
e. Memulai pemberian obat dari dosis yang terendah dan menaikkan
dengan perlahan-lahan.
f. Menggunakan dosis yang cukup sesuai dengan standar dosis
pemberian obat.
g. Memberikan dorongan pada pasien untuk patuh terhadap pengobatan.
Kadang diperlukan instruksi tertulis untuk memudahkan pasien
mengingat waktu berobat atau dengan meminta bantuan kerabat
terdekat pasien untuk mendampingi pasien selama pengobatan
berlangsung.

19
h. Berhati-hati dalam menggunakan obat baru, terutama yang belum
tuntas dinilai pada kelompok usia lanjut.
8. Pencegahan ISPA
ISPA dapat dicegah melalui beberapa cara baik dengan
menghindarkan atau mengurangi faktor risiko maupun melalui beberapa
pendekatan, yaitu dengan melakukan pendidikan kesehatan di komunitas,
perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan
pedoman diagnosis dan pengobatan ISPA, penggunaan antibiotika yang
benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi
kasus ISPA terutama pneumonia berat.
Untuk mencegah anak-anak terserang penyakit ISPA, beberapa tips
berikut dapat dijadikan panduan untuk melakukan pencegahan, antara lain:
a. Menjaga kesehatan anak agar memiliki daya tahan tubuh yang kuat
dengan pemberian gizi yang baik
b. Pemberian imunisasi pada anak
c. Menjaga kebersihan diri dan anak
d. Mencegah anak untuk berhubungan dengan seseorang yang sudah
terjangkit penyakit ISPA, tujuannya hanya agar anak tidak tertular
penyakit ini.
Bagi orang dewasa, udara dingin bukanlah satu-satunya penyebab
terjadinya penyakit ISPA, masih ada beberapa hal yang mungkin sudah
menjadi gaya hidup yang kurang sehat, mungkin mereka menyasari bahwa
kebiasaan tersebut akan mengganggu mereka. Bagi laki-laki dewasa,
kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor utama mereka dapat
terjangkit penyakit ISPA. Walaupun bukan satu-satunya tetapi tetap saja
menjadi kawan terbesar untuk menimbulkan penyakit ISPA pada orang
dewasa.
Yang paling penting dalam melakukan penyembuhan terhadap orang
dewasa tidak hanya dengan pengobatan semata, tetapi juga dengan
mengubah gaya hidup yang kurang sehat. beberapa hal sederhana yang

20
mampu membant penyembuhan penyakit ISPA pada orang dewasa, antara
lain :
a. Mengurangi rokok
b. Menggunakan masker ketika berkendara menggunakan motor, karena
ketika berkendara Anda terkadang melintasi daerah dimana tempat
tersebut memiliki kondisi udara yang kurang baik, berasap atau
mungkin melintasi jalan yang memiliki kapasitas debu yang lumayan
banyak
c. Memulai mengkonsumsi makanan sehat
d. Berkonsultasi ke dokter
Penyakit ISPA pada orang dewasa tidak seperti penyakit ISPA yang
mungkin dialami oleh anak-anak, karena mungkin lebih banyak faktor
yang disebabkan karena kebiasaan dari orang dewasa yang kurang sehat
yang menyebabkan mereka lebih sering terserang penyakit ISPA. Ketika
seseorang gagal dalam bernafas, akibatnya akan menjadi fatal bagi nyawa
seseorang.

21
BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Letak Geografis dan Kependudukan
Wilayah kerja Puskesmas Wawotobi seluas lebih kurang 6.767 Ha.
Dari luas wilayah tersebut kesemuanya adalah daratan yang terdiri dari 13
kelurahan, 6 desa definitif.
Adapun batas wilayah kerja puskesmas wawotobi antara lain ;
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Meluhu
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Wonggeduku
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Konawe
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Anggaberi.
Wilayah kerja puskesmas wawotobi dirincikan menurut jiwa,
desa/kelurahan,yakni sebagai berikut ;
Tabel 1
Data jumlah jiwa di wilayah kerja menurut desa/kelurahan Di
puskesmas wawotobi tahun 2013

Jumlah jiwa
NO Desa/Kelurahan Jumlah jiwa
L P
1 Palarahi 1.366 691 675
2 Korumba 600 296 304
3 Analahambuti 1.211 553 658
4 Wawotobi 1.964 1.014 950
5 Ranoeya 1.918 971 947
6 Lalosabila 1.435 757 678
7 Kulahi 1.021 548 473
8 Anggotoa 899 485 414
9 Hopa-Hopa 793 382 411
10 Nario Indah 1.030 589 441
11 Inalahi 2.732 1.380 1.352

22
12 Kukuluri 741 403 338
13 Bose-Bose 654 337 317
14 Inolobu 658 317 341
15 Puusnauwi 671 356 315
16 Nohu-Nohu 1.298 675 623
17 Karandu 800 435 365
18 Kasupute 1.097 558 539
19 Kasumeuho 687 348 339
Jumlah 21.575 11.095 10.480
Sumber : data skunder (profil puskesmas wawotobi, 2013)

2. Sumber Daya Kesehatan


a. Sarana Kesehatan
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan;
Pemeliharaan, Peningkatan kesehatan (promotif), Pencegahan
penyakit (preventif), Penyembuhan penyakit (kuratif), dan Pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan. Sedangkan usaha-usaha Kesehatan
Masyarakat meliputi:
1) Program Pelayanan Kesehatan Dasar
2) Program kesehatan ibu dan anak (KIA)
3) Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
4) Keluarga Berencana (KB)
5) Program Hygiene Sanitasi (HS) Lingkungan
6) Hygiene Perusahaan dan kesehatan kerja
7) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
8) Program Gizi Masyarakat
9) Pemeriksaan, Pengobatan dan Perawatan Kesehatan Masyarakat
10) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
11) Usaha kesehatan gigi, mata dan jiwa

23
12) Rehabilitasi
13) Usaha-usaha farmasi dan laboratorium kesehatan
14) Statistik kesehatan
b. Tenaga Kesehatan
Dalam pembangunan kesehatan diperlukan berbagai tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan upaya melaksanakan upaya
kesehatan dengan paradigma hidup sehat, yang mengutamakan upaya
peningkatan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pengadaan tenaga kesehatan di laksanakan melalui upaya pendidikan
dan pengembangan tenaga kesehatan melalui pelatihan oleh
pemerintah maupun masyarakat. Jumlah tenaga kesehatan yang ada
pada wilayah kerja puskesmas wawotobi adalah sebagai berikut;
Tabel 2
Data tenaga kesehatan di puskesmas wawotobi
Tahun 2013

Jumlah Ket
No Jenis Ketenagakerjaan Tenaga
PNS PTT/PHL
Kerja
1 Dokter Umum 2 1 1
2 Dokter Gigi 1 - 1
3 Megister Kesehatan 2 2 -
Masyarakat
4 Sarjana Farmasi 2 1 1
5 Sarjana Keperawatan 2 2 -
6 Sarjana Kesehatan Masyarakat 14 14 -
7 Sarjana Umum 1 - 1
8 DIII Farmasi 2 1 1
9 DIII Kebidanan 14 2 12
10 DIII Keperawatan 19 5 14
11 DIII Gizi 7 4 3
12 DIII Kesling 1 1 -

24
13 DIII Gigi 1 - 1
14 SPPH 2 2 -
15 D I Kebidanan 6 6 -
16 SPK 9 8 1
17 SMA 3 2 1
Jumlah 80 51 37
Sumber :data skunder (profil puskesmas Wawotobi,2013)

B. Hasil Penelitian
1. Distribusi Penyait ISPA berdasarkan Jenis Kelamin
Infeksi Saluran pernapasan akut merupakan penyakit yang paling
sering berada dalam daftar 10 (sepuluh)besar penyakit di puskesmas
Wawotobi. Berikut ini adalah distribusi jumlah kasus ISPA berdasarkan
jenis kelamin pasien di Puskesmas Wawotobi pada bulan April 2014
Tabel 3
Distribusi penyakit ISPA berdasarkan jenis kelamin
di Puskesmas Wawotobi pada bulan April
tahun 2014

Jumlah Kasus
No Jenis Kelamin
N %
1. Laki-laki 12 40,0
2. Perempuan 18 60,0
Total 30 100,0

Sumber:data skunder (Buku Laporan Bulanan April 2014)

2. Distribusi penyakit ISPA berdasarkan Desa/Kelurahan


Distribusi penyakit ISPA berdasarkan desa/kelurahan di wilayah
kerja Puskesmas Wawotobi disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 6
Distribusi Penyakit ISPA berdasarkan Desa/Kelurahan
di Puskesmas Wawotobi pada Bulan April
tahun 2014

25
jenis kelamin
NO KELURAHAN
Laki-Laki % Perempuan %
1 ANALAHAMBUTI 0 0 2 11,1
2 ANGGOTOA 0 0 1 5,6
3 BOSE-BOSE 0 0 1 5,6
4 INALAHI 1 8,3 1 5,6
5 INOLOBU 1 8,3 1 5,6
6 KASIPUTE 1 8,3 1 5,6
7 KUKULURI 1 8,3 0 0
8 KULAHI 1 8,3 1 5,6
9 LALOSABILA 0 0 1 5,6
10 NOHU-NOHU 2 16,7 2 11,1
11 PUUSINAWI 0 0 1 5,6
12 RANOEYA 1 8,3 1 5,6
13 WONGGEDUKU 1 8,3 1 5,6
14 WAWOTOBI 3 25,0 4 22,2
Total 12 100 18 100

Sumber:data skunder (Buku Laporan Bulanan April 2014)

Tabel 6 menunjukkan bahwa wilayah yang mendapatkan kasus


terbanyak pada laki-laki adalah Kelurahaan Wawotobi yaitu sebanyak 3
kasus (25,0%) dan terendah terdapat di 5 Kelurahan yaitu Analahambuti,
Anggotoa, Bose-bose, Lalosabila, dan Puusnauwi tidak terdapat kasus.
Sedangkan untuk perempuan terbanyak adalah Kelurahan Wawotobi yaitu
sebanyak 4 kasus (22,2%) dan yang terendah adalah Kelurahan Kukuluri
tidak terdapat kasus.

C. Pembahasan
1. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Jenis Kelamin

26
Jenis kelamin (bahasa Inggris: sex) adalah kelas atau kelompok yang
terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat
digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan
keberlangsungan spesies itu.(wikipedia)
Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan April 2014 menunjukan
bahwa kejadian ISPA lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu 60,0%
sedangkan laki-laki 40,0%.
Menurut teori laki-laki lebih beresiko ISPA dibandingkan
perempuan tetapi menurut fakta dilapangan bahwa perempuanlah yang
beresiko terkena ISPA dikarenakan perempuan rentan terkena polusi
rumah tangga yang dihasilkan oleh bahan bakar masak yang paling banyak
menghasilkan asap. Seperti dan arang yang dipakai oleh perempuan atau
ibu rumah tangga untuk memasak. Alasan mereka menggunakan kayu
bakar karena stok bahan bakas minyak khususnya minyak tanah mulai
langka dan juga ada faktor ketakutan untuk memakai gas elfiji.
Kasus yang sama terjadi pada bulan Maret 2014 kasus terbanyak
pada laki-laki yaitu 11 kasus(39,3%). Dan perempuan sebanyak 17
kasus(60,7%).
Tetapi data ini tidak selaras dengan hasil analisis data kegiatan SIBI
(surveilans ISPA berat di indonesia) pada bulan juni yang menyatakan
bahwa laki-laki lebih beresiko ISPA dibandingkan perempuan.
2. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang
mati. Semisal, umur seseorang dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia
lahir hingga waktu umur itu dihitung.
Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan April 2014 pada laki-
laki, kejadian ISPA terbanyak terjadi pada kelompok Umur 5-14 tahun
sebanyak 4 kasus yaitu 33,3% dan kasus terendah pada umur dibawah 1
tahun dan di atas 60 tahun yaitu tidak terdapat kasus. sedangkan pada
perempuan kejadian ISPA terbayak terdapat pada kelompok umur 15-44

27
tahun sebanyak 6 kasus 33,3%. Dan kasus terendah pada umur di bawah 1
tahun sebanyak 1 kasus yaitu 3,3%
Kejadian ISPA terbanyak pada laki-laki umur 5-14 tahun
dikarenakan anak sering
Sedangkan kejadian ISPA pada bulan Maret 2014 pada laki-laki
kasus terbanyak pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu 5 kasus(45,5%).
Dan perempuan kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 5-14 tahun
sebayak 7 kasus(87,5%).
Data ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tulus Aji Yuwono yang berjudul Faktor – Faktor Lingkungan Fisik
Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Anak
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap
pada tahun 2008 menyatakan umur dibawah lima tahun beresiko ISPA.
3. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan desa/kelurahan
Tempat tinggal/Domisili adalah tempat bermukimnya suatu
masyarakat dalam jangka waktu yang lama dan bersifat menetap.
Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan April 2014 pada laki-
laki kejadian ISPA terbanyak terjadi pada kelurahan Wawotobi yaitu
sebanyak 3 (25,0%) dan terendah di 5 kelurahan yaitu lalosabila, pusinawi,
bose-bose, anggotoa,lahambuti yaitu tidak terdapat kasus. sedangkan pada
perempuan kejadian ISPA terbayak juga terdapat di kelurahan Wawotobi
yaitu sebayak 4 kasus (22,2%). Dan terendah di kelurahan Kukuluri yaitu
tidak terdapat kasus.
Kasus yang sama terjadi pada bulan maret 2014 kasus terbanyak
pada laki-laki terdapat di kelurahan Wawotobi sebayak 3 kasus(27,3%)..
Sedangkan perempuan terdapat di kelurahan Wawotobi sebanyak 4 kasus
(23,5%).

28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan April 2014 menunjukan
bahwa kejadian ISPA lebih banyak terjadi pada perempuan yaitu 60,0%
sedangkan laki-laki 40,0%. Kasus yang sama terjadi pada bulan Maret
2014 kasus terbanyak pada laki-laki yaitu 11 kasus(39,3%). Dan
perempuan sebanyak 17 kasus.(60,7%) kasus ISPA meningkat dari bulan
maret sampai bulan april.
2. Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan April 2014 pada laki-laki,
kejadian ISPA terbanyak terjadi pada kelompok Umur 5-14 tahun
sebanyak 4 kasus yaitu 33,3% dan kasus terendah pada umur dibawah 1
tahun dan di atas 60 tahun yaitu tidak terdapat kasus. sedangkan pada
perempuan kejadian ISPA terbayak terdapat pada kelompok umur 15-44
tahun sebanyak 6 kasus 33,3%. Dan kasus terendah pada umur di bawah 1
tahun sebanyak 1 kasus yaitu 3,3%. Sedangkan kejadian ISPA pada bulan
Maret 2014 pada laki-laki kasus terbanyak pada kelompok umur 1-4 tahun
yaitu 5 kasus(45,5%). Dan perempuan kasus terbanyak terdapat pada
kelompok umur 5-14 tahun sebayak 7 kasus(87,5%).
3. Berdasarkan data yang diperoleh pada bulan April 2014 pada laki-laki
kejadian ISPA terbanyak terjadi pada kelurahan Wawotobi yaitu sebanyak
3 (25,0%) dan terendah di 5 kelurahan yaitu lalosabila, pusinawi, bose-
bose, anggotoa,lahambuti yaitu tidak terdapat kasus. sedangkan pada
perempuan kejadian ISPA terbayak juga terdapat di kelurahan Wawotobi
yaitu sebayak 4 kasus (22,2%). Dan terendah di kelurahan Kukuluri yaitu
tidak terdapat kasus. Kasus yang sama terjadi pada bulan maret 2014 kasus
terbanyak pada laki-laki terdapat di kelurahan Wawotobi sebayak 3
kasus(27,3%). Dan terendah di kelurahan lalosabila, anggotoa, bose-bose,
puusnawi yaitu tidak terdapat kasus. Sedangkan perempuan terdapat di

29
kelurahan Wawotobi sebanyak 4 kasus (23,5%). Dan terendah di
kelurahan kukuluri yaitu tidak terdapat kasus.

B. Saran
1. Diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak Puskesmas untuk
memberikan pengetahuan pada petugas kesehatan dipuskesmas berupa
pelatihan-pelatihan mengenai cara pencegahan ISPA.
2. Kepada masyarakat diharapkan agar menjaga kesehatan dengan
memperhatikan nutrisibagi tubuh dan PHBS, terutama untuk ibu-ibu agar
lebih memperhatikan kesehatan anak karena anak lebih rentan beresiko
terkena penyakit yang di sebabkan daya tahan tubuh yang lemah.
Pemberian ASI sangatlah penting di butuhkan oleh bayi dengan tujuan
untuk membentuk daya tahan si bayi tersebut agar terbentuk lebih kuat
dalam menghadapi resiko terkena penyakit.
3. Kita harus lebih memperhatikan resiko penyebab timbulnya penyakit
ISPA misalnya faktor lingkungan , faktor individu anak , dan faktor
perilaku serta selalu waspada terhadap tanda bahaya jika mengalami
infeksi saluran pernapasan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anderson. Clifford. M.D .2001. Petunjuk Modern Kepada Kesehatan. Bandung :


Indonesia Publising House

Bres, P. Tindakan Darurat Kesehatan Masyarakat Pada Kejadian Luar Biasa.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.1995.

Departemen Kesehatan RI. Prosedur Kerja Surveilans Faktor Risiko Penyakit


Menular Dalam Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Terpadu
Berbasis Wilayah. Jakarta : Bhakti Husada. 2003

Departemen Kesehatan RI. Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional. Jakarta :


Bhakti Husada. 2006

Depkes RI. ( 2000 ). Informasi Tentang ISPA Pada Balita. Jakarta : Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.

Noor, Nur Nasry.Prof.Dr.M.Ph. 2004. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular.


Jakarta : Rineka Cipta

Noor, Nur Nasry.Prof.Dr.M.Ph.2000. Dasar Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta

Nur A. Y. dan Lilis S. (2005). Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian


ISPA. http://www.jurnal kesling.com/01-02-2002. Diakses Januari 2005

31

You might also like