You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA VARISELA

diposkan pada Kamis, 24 Oktober 2013 15:33 WIB oleh fatima | Kategori: Keperawatan | dibaca 3483 | PDF | DOC

A. Pengertian
Varisela adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus varisela-zister (VVZ)
terdapat di seluruh dunia, tanpa perbedaan pada ras dan jenis kelamin. Penyakit ini terutama
mengenai anak-anak dan merupakan infeksi primer VVZ pada individu yang rentan. Kurang
lebih 90% kasus terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5% pada usia
lebih dari 15 tahun. Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular yang disebabkan
oleh varicella Zoster Virus (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, dengan ditandai oleh
adanya vesikel-vesikel (Rampengan, 1993).

Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh vesikel di kulit dan selaput
lendir yang disebabkan oleh virus varisella. Varisela adalah infeksi akut prime yang menyerang
kulit dan mukosa secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air, chicken pox (Kapita Selekta, 2000).
Varisela merupakan penyaki menular akut. Penularan dapat melalui kontak langsung
dengan lesi, terutama melalui udara (Siti Aisyah, 2003).
B. Klasifikasi
Menurut Siti Aisyah (2003). Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :
A. Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi ekstremitas,
serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering terjadi ensefalitis sehingga menyebabkan
kerusakan neuropatiki. Risiko terjadinya varisela congenital sangat rendah (2,2%), walaupun
pada kehamilan trimester pertama ibu menderita varisela. Varisela pada kehamilan paruh kedua
jarang sekali menyebabkan kematian bayi pada saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi
varisela intrauterin. Tidak diketahui apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat
mencegah kelainan fetus.
B. Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum sampai 2 hari
sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang terpajan akan menderita varisela neonatal.
Sebelum penggunaan varicella-zoster immune globulin (VZIG), kematian varisela neonatal
sekitar 30%. Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir atau dalam 5 hari pertama sejak lahir
jarang menderita varisela berat karena mendapat antibody dari ibunya. Neonatus dapat pula
tertular dari anggota keluarga lainnya selain ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa risiko
tinggi harus diberikan profilaksis VZIG pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila
timbul dalam 2 hari setelah lahir. Varisela neonatal biasanya timbul dalam 5-10 hari walaupun
telah diberikan VZIG. Bila terjadi varisela progresif (ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis,
diatesis pendarahan) harus diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan
varisela maternal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis untuk
memberikan antivirus pada varisela neonatal atau asiklovir profilaksis bila terpajan varisela
maternal.
C. Epidemologi\
Sangat mudah menular, yaitu melalui percikan ludah dan kontak. Dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonatus (varisela congenital), tetapi tersering pada masa anak.
Penderita dapat menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan kulit (erupsi) timbul
sampai 6 atau 7 hari kemudian. Biasanya hidup seumur hidup, varisela hanya diderita satu kali.
Varisela merupakan penyakit yang sangat menular, tetapi juga tergantung kepekaan
seseorang. Varisela terutama dijumpai pada individu yang belum mempunyai antibody, hal ini
sesuai dengan laporan penelitian pada 143 anak yang dirawat di rumah sakit dengan berbagai
penyakit lain, empat puluh sembilan anak mempunyai riwayat kontak dengan penderita varisela,
dimana pada anak-anak tersebut terdapat antibody terhadap varisela, dan ternyata di dalam
perkembangannya tidak ada yang menderita varisela, sedangkan pada 78 anak yang tidak pernah
kontak dengan penderita varisela dilakukan pemeriksaan serologis ternyata 41 anak dengan
seronegatif dan dari mereka 11 anak kemudian menderita varisela.
D. Etiologi
Menurut Richar E, varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga virus
varicella-zoster (virus V-Z). Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster. Kedua
penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak
dengan virus V-Z akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela tersebut sembuh,
mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian virus
V-Z diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z dapat ditemukan
dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita verisela dapat dilihat dengan mikroskop electron
dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia.
E. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Siti Aisyah 2003, Virus varisela-zoster masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mukosa saluran nafas atau orofaring. Multiplikasi virus ditempat tersebut diikuti
oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus
dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan tempat utama replikasi virus
selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh yang terinfeksi, replikasi virus dapat mengalahkan pertahanan tubuh yang
belum berkembang, sehingga 2 minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah
yang lebih banyak. Viremia tersebut menyebabkan demam dan malese anorexia serta
menyebarkan virus ke seluruh tubuh, terutama ke kulit dan mukosa.
Respons imun pasien yang kemudian berkembang akan menghentikan viremia dan
menghambat berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Terjadinya komplikasi varisela
(pneumonia dan lain-lain) mencerminkan gagalnya respons imun tersebut menghentikan
replikasi serta penyebaran virus dan berlanjutnya infeksi. Keadaan ini terutama terjadi pada
pasien imunokompromais. Dalam 2-5 hari setelah gejala klinis varisela terlihat, antibody (IgG,
IgM, IgA) spesifik terhadap VVZ dapat dideteksi dan mencapai titer tertinggi pada minggu
kedua atau ketiga. Setelah itu titer IgG menurun perlahan, sedangkan IgM dan IgA menurun
lebih cepat dan tidak terdeteksi satu tahun setelah infeksi. Imunitas selular terhadap VVZ juga
berkembang selama infeksi dan menetap selama bertahun-tahun. Pada pasien imunokompeten
imunitas humoral terhadap VVZ berfungsi protektif terhadap varisela, sehingga pajanan ulang
tidak menyebabkan infeksi (kekebalan seumur hidup). Imunitas selular lebih penting daripada
imunitas humoral untuk penyembuhan varisela. Pada pasien imunokompromais, oleh karena
imunitas humoral dan selularnya terganggu, pajanan ulang dapat menyebabkan rekurensi dan
varisela menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama.
F. Gambaran Klinik
Menurut Richar E. 1992, gambaran klinik varisela dibagi menjadi 2 stadium :
1. Stadium prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas,
perasaan lemah (malaise), anoreksia. Kadang-kadang terdapa kelainan scarlatinaform atau
morbiliform.
2. Stadium erupsi: Dimulai dengan terjadinya papula merah, kecil yang berubah menjadi
vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak
memperlihatkan cekungan di tengah (unumbilicated). Isi versikel berubah menjadi keruh dalam
waktu 24 jam. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Dalam 3-4 hari
erupsi tersebar; mula-mula di dada lalu ke muka, bahu dan anggota gerak. Erupsi ini disertai
perasaan gatal.
Pada suatu saat terdapat macam-macam stadium erupsi, ini merupakan tanda khas
penyakit verisela. Vesikel tidak hanya terdapat di kulit, melainkan juga di selaput lendir mulut.
Bila terdapat infeksi sekunder, maka akan terjadi limfadenopatia umum.
Karena kemungkinan mendapat varisela selama masa kanak-kanak sangat besar, maka
varisela jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1.000 kehamilan). Diperkirakan 17% dari
anak yang dilahirkan wanita yang mendapat verisela ketika hamil akan menderita kelainan
bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hipoplasia
tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kenang, retardasi mental, koriorenitis, atrofi kortikal,
katarak atau kelainan pada mata lainnya. Angka kematian tinggi, bila seorang wanita hamil
mendapat varisela dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang
dilahirkan akan memperlihatkan gejala varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai
berumur 5 hai. Biasanya varisela yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan
kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam waktu 4-5 hari sebelum
melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala varisela kongenital pada umur 5-10
hari. Di sini perjalanan penyakit varisela sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan varisela dan
dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.
Seorang neonatus jarang mendapat varisela di bangsal perinatologi dari seorang perawat
atau petugas bangsal lainnya, tapi bila ini terjadi maka perjalanan penyakit amat ringan dan
terlihat gejala-gejala seperti pada anak yang besar.
G. Komplikasi
Pneumonia varisela hanya terdapat 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh infeksi
sekunder dan anak sembuh sempurna. Pneumonia yang disebabkan oleh virus V-Z jarang
didapatkan pada anak dengan sistem imunologis normal pada anak dengan defisiensi imunologis
atau orang dewasa tidak jarang ditemukan. Pada keadaan ini kelainan radiologis paru-paru masih
didapatkan selama 6-12 minggu dan angka kematiannya sebesar 20%. Mungkin juga terjadi
komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, mielitis tranversa,
kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara,
sindrom hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan berulang-ulang.
Pasien varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan gejala
sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku. Anak dengan sistem imunologis
yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut; sedangkan anak dengan defisiensi
imunologis, pasien leukemia dan anak yang sedang mendapatkan pengobatan anti metabolit atau
steroid (pasien sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa sering mendapat
komplikasi tersebut. Kadang-kadang varisela pada pasien tersebut dapat menyebabkan kematian.
H. Penatalaksanaan
Menurut Siti Aisyah 2003 :
1. Pengobatan Umum
Pada pasien imunokompeten varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin atau lotion kalamin dan antihistamin oral.
Bila lesi masih vesicular dapat diberikan bedak agar tidak mudah pecah, dapat ditambahkan
antipruritus di dalamnya, misalnya mentol 0,25-0,5%. Bila vesikel sudah pecah atau sudah
terbentuk krusta, dapat diberikan salap antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder bacterial.
Mandi rendam dalam air hangat yang diberi antiseptik dapat mengurangi gatal dan mencegah
infeksi bacterial sekunder pada kulit. Krim atau lotion kortikosteroid serta salap bersifat oklusif
sebaiknya tidak digunakan.
Kadang diperlukan antipiretik/analgetik, tetapi golongan salisilat sebaiknya dihindari
karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindrom Reye. Kuku jari tangan harus dipotong
dan dijaga kebersihannya untuk mencegah infeksi sekunder dan parut yang dapat terjadi karena
garukan.
2. Obat Antivirus
Dengan tersedianya obat antivirus yang efektif terhadap VVZ, dokter maupun
pasien/orang tua pasien sering dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan obat antivirus atau
tidak. Pada anak imunokompeten, varisela biasanya ringan sehingga umumnya tidak
memerlukan pengobatan antivirus. Antivirus efektif bila diberikan dalam 24 jam setelah awitan
lesi kulit karena dapat lebih cepat menurunkan demam serta gejala kulit dan sistemik.
Pada bayi/anak imunokompromais berat, antivirus intravena merupakan obat pilihan agar kadar
dalam plasma cukup tinggi untuk menghambat replikasi virus. Antivirus intravena secara
bermakna dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas varisela pada pasien imunokompramais,
terutama bila diberikan dalam 72 jam setelah awitan lesi kulit. Pada pasien imunokompromais
ringan dapat diberikan antivirus oral.
Beberapa antivirus terbukti efektif untuk mengobati infeksi VVZ, yaitu golongan
analog nukleosida (asiklovir, famsiklovir, valasiklovir, vidarabin) dan foskarnet.

Menurut : (Nanda.2006.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006.Definisi dan


Klasifikasi)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit (chicken pox)
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi kulit
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infoksi
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan malaise
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
INTERVENSI
DX I : Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit (chicken pox)
NOC : Control nyeri
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
Skala :
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan

NIC : Manajemen Nyeri


1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi (relaksasi, distraksi)
4. Tingkatkan istirahat
5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
6. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan.
DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
NOC : Status nutrisi
Tujuan : Status nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
1. Mempertahankan pemasukan nutrisi
2. Mempertahankan BB
3. Melaporkan keadekuatan tingkat energy
Keterangan Skala :
1 = tidak pernah menunjukkan
2 = jarang menunjukkan
3 = kadang menunjukkan
4 = sering menunjukkan
5 = selalu
DX III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi kulit
NOC : Integritas jaringan, kulit dan membran mukosa
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
2. Tidak ada luka pada kulit
3. Perfusi jaringan baik
4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit

Skala :
1 = ekstrem
2 = berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada gangguan

NIC : Presure Management


1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
6. Monitor status nutrisi pasien

DX IV : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


NOC : Termoregulation
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
Skala :
1 = tidak normal
2 = jauh dari normal
3 = hampir normal
4 = cukup normal
5 = normal
NIC : Regyulasi Suhu
1. Observasi TTV
2. Berikan minuman per oral
3. Kompres dengan air hangat
4. Kolaborasi pemberian antipiretik

DX V : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Malaise


NOC : Penghematan energy
Tujuan : Dapat melakukan aktifitas secara mandiri
Kriteria hasil
1. Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas
2. TTV dalam batas normal
3. Suhu normal

Skala :
1. = tidak normal
2. = jauh dari normal
3. = hampir normal
4. = cukup normal
5. = normal

NIC : Pengelolaan Energi


1. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas
2. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat
4. Jelaskan pentingnya istirahat dan perlunya keseimbangan antara istirahat dan aktifitas
5. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan

DX VI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan


NOC : Pengetahuan prosedur perawatan
Tujuan : Diharapkan tingkat pengetahuan pasien berhubungan dengan penyakitnya dapat
meningkat
Kriteria hasil
1. Mendeskripsikan prosedur
2. Menjelaskan tujuan dari prosedur
3. Mendeskripsikan tahap dari prosedur
4. Mendeskripsikan hubungan pencegahan dengan prosedur
5. Mendeskripsikan perawatan mandiri dengan alat
6. Menunjukkan prosedur perawatan
7. Mendeskripsikan potensial efek seimbang
Keterangan Skala :
1 = tidak ada
2 = terbatas
3 = sedang
4 = berat
5 = estensif

NIC : Mengajarkan proses penyakit


1. Tingkatkan tingkat pengetahuan pasien yang berhubungan dengan proses
penyakit yang spesifik
2. Deskripsikan tanda dan gejala umum dari penyakit
3. Identifikasi penyebab yang mungkin
4. Diskusikan terapi/perawatan
5. Instruksikan kepada pasien untuk meminimalkan efek samping

EVALUASI
DX I : Nyeri akut berhubungan dengan lesi kulit (chicken pox)
Kriteria Hasil
Skala
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri)4
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri4
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, nyeri)4
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang4
5. Tanda vital dalam rentang normal4

DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


Kriteria Hasil
Kriteria Hasil
Skala
1. Mempertahankan pemasukan nutrisi4
2. Mempertahankan BB4
3. Melaporkan keadekuatan tingkat energi4

DX III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi kulit


Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil
Skala
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)4
2. Tidak ada luka / lesi pada kulit4
3. Perfusi jaringan baik4
4. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit4
DX IV : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil
Skala
1. Suhu tubuh dalam batas normal4
2. Nadi dan RR dalam rentang normal4
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman4

DX V : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Malaise


Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil
Skala
1. Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas4
2. TTV dalam batas normal4
3. Suhu normal 4

DX VI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan


Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil
Skala
1. Mendeskripsikan prosedur5
2. Menjelaskan tujuan dari prosedur5
3. Mendeskripsikan tahap dari prosedur4
4. Mendeskripsikan hubungan pencegahan dengan prosedur4
5. Mendeskripsikan perawatan mandiri dengan alat4
6. Menunjukkan prosedur perawatan4
7. Mendeskripsikan potensial efek seimbang5

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richar E. 1992, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: EGC
Boediardja, Siti Aisah, dkk, 2003, Infeksi Kulit Pada Bayi dan Anak, Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.
Daili, Sjaiful Fahmi, dkk, 2002, Infeksi Virus Herpes, Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Hidayat, Aziz Alimul, 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Jakarta: Salemba Medika.
Jhonson, Marion, dkk, 2000, NOC, Jakarta: Morsby.
Laurentz,Rampengan. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius.
Mc Clonskey, Cjoane, dkk, 1995, NIC, Jakata: Morsby.
Nanda, 2006, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi,
Jakarta: EGC.
Pincus, Catzel, dkk, 1990, Kapita Selekta Pediatri, Edisi. 2, Jakarta: EGC.
Wilkonson, Judith M, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.

Tag : none

Artikel terkait

 Macam Macam Cairan Infus


 Hormon dalam Metabolisme
 APENDISITIS
 PERASAT CREDE DAN METODE HENKEL PADA KALA III PERSALINAN
 Asuhan Keperawatan Bunuh Diri
 MAKALAH KEBUTUHAN AKTIVITAS PADA IBU HAMIL BAB III TINJAUAN TEORI
 MAKALAH BIOLOGI PE

You might also like