You are on page 1of 13

Sepsis Neonatorum

Definisi

Sepsis neonatorum (neonatal sepsis) adalah sindrom klinik sistemik yang ditandai dengan

adanya bakteremia dan terjadi dalam bulan pertama kehidupan.1, 2


Sumber lain menyebutkan

sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke

dalam aliran darah, yang timbul dalam satu bulan pertama kehidupan.3

Definisi SIRS dan sepsis pada anak telah dijabarkan pada International Concensus

Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, namun definisi ini tidak digunakan pada

literature neonatus. Pada tahun 2004 the international sepsis forum mengajukan usulan kriteria

diagnosis sepsis pada neonatus seperti tertera pada tabel 2.14

Tabel. 1. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 4

Variabel klinis
 Suhu tubuh tidak stabil
 Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit
 Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen
 Letargi
 Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L )
 Intoleransi minum
Variabel hemodinamik
 TD < 2 SD menurut usia bayi
 TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari )
 TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
Variabel perfusi jaringan
 Pengisian kembali kapiler > 3 detik
 Asam laktat plasma > 3 mmol/L
Variabel inflamasi
 Leukositosis ( > 34.000/ml)
 Leukopenia ( < 5.000/ml)
 Neutrofil muda > 10%
 Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2
 Trombositopenia <100000/ml
 C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal
 Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal
 IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL
 16 S rRNA gene PCR : positif

1
Definisi sepsis neonatorum memiliki banyak heterogenitas dari berbagai penelitian. Adanya

definisi baku mengenai sepsis neonatal memiliki manfaat yang potensial, tetapi masing-masing

memiliki keterbatasan. Sehingga definisi baku sepsis tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis

secara akurat karena sepsis bersifat dinamis, komplek dan kondisi yang beragam.2

Epidemiologi

WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi lima juta kematian neonatus. Kejadian

sepsis neonatal berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya, angka kematian neonatal akibat

sepsis neonatal di Negara berkembang adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, terutama terjadi pada

minggu pertama kehidupan, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis neonatal hanya 5

per 1000 kelahiran hidup. Kejadian sepsis neonatorum di Asia sebanyak 30 per 1000 kelahiran

hidup, sedangkan di Eropa berkisar antara 0,3-3 per 1000 kelahiran hidup5.

Sepsis menjadi salah satu penyebab kematian pada neonatus di Indonesia. Berdasarkan

hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Kematian Neonatus

(AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Sepsis menjadi penyebab terbesar

dengan persentase 20,6% untuk umur 0-28 hari dan sekitar 12% untuk umur 0-6 hari6. Angka

kejadian sepsis neonatal bervariasi pada beberapa Rumah sakit. Angka kejadian sepsis

neonatorum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam tahun 2009 sebanyak 98 per

1000 kelahiran hidup.7

Sepsis neonatorum merupakan komplikasi serius dan menakutkan terutama pada bayi

berat badan lahir sangat rendah dan bayi prematu. Selain kematian, kecacatan berhubungan

dengan kejadian sepsis, seperti gangguan pendengaran sensorineural, gangguan penglihatan dan

gangguan neurodevelopmental yang akan menggangu perkembangan dan menurunkan kualitas

hidup anak di masa selanjutnya3, 8. Penelitian Outcome neonatus dengan sepsis di Meksiko pada

2
tahun 2011 adalah 86,4% dinilai sehat, 4,1% dipulangkan dengan beberapa sekuele dan 9,5%

meninggal9.

Klasifikasi dan Etiologi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi

dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis

neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).1, 3, 10, 11

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera

dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses

kelahiran atau in utero. Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus

SAD adalah Streptokokus Grup B (SGB) (>40% kasus), Escherichia coli, Haemophilus

influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk

Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang Gram negatif3, 10, 12

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam)

yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses

infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Di negara maju,

Coagulase-negative Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab

utama SAL, sedangkan di negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang

Gram negatif (E. coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa).3, 10, 12

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu, bayi dan daya

virulensi atau infeksius organisme pada sepsis awitan dini dan lanjut7, 13, 14

3
Tabel.2. Faktor resiko sepsis neonatorum1

SUMBER Faktor resiko

Sepsis awitan dini Kolonisasi bakteri maternal


Khorioamnionitis
Ketuban pecah dini
Pecah ketuban lebih dari 18 jam
Infeksi saluran kemih ibu
Kehamilan ganda
Persalinan preterm(<37 minggu)

Sepsis awitan lanjut Perlukaan pada berrier alami tubuh (kulit dan mukosa)
Penggunaan kateter pembuluh darah yang lama
Prosedur invasive
NEC
Penggunaan antibiotic lama

Neonatal Prematuritas
Fungsi sistem imun yang immature

Patogenesis dan patofisiologis sepsis neonatorum

Kejadian infeksi pada neonatus dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu, bayi dan daya

virulensi atau infeksius organisme penyebab infeksi.15 Pada dasarnya janin yang masih

terbungkus oleh lapisan amnion cukup terlindung dari flora bakteri ibu karena adanya cervical

plug yang merupakan barrier post-conception antara vagina yang tidak steril dengan rongga

uterus yang steril dan mengandung berbagai protein dan peptida antimikroba (antimicrobial

proteins and peptides (APPs) seperti laktoferin, lisosim dan defensin. Selain itu membran

plasenta juga mengekskresi APPs ke dalam cairan amnion seperti laktoferin,

bactericidal/permeability-increasing protein (BPI), histone, phospholipase A2 (PLA2), dan

defensin. Begitu juga dengan sel epitel kulit bayi yang mengekspresikan katelesidin dan defensin

seperti yang terlihat pada gambar 2.1.16, 17


. Walaupun demikian, kemungkinan kontaminasi

mikroorganisme dapat timbul melalui berbagai jalan, yaitu: 7

4
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah

menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.

2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis. Paparan kuman

pada cairan amnion saat prosedur dilakukan, akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya

terjadi kontaminasi kuman pada janin.

3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam

infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan neonatus

dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian

kontaminasi kuman pada neonatus yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah

pecah lebih dari 18-24 jam.

Kontaminasi kuman setelah lahir, terjadi dari lingkungan neonatus baik karena infeksi

silang ataupun karena alat-alat yang digunakan contohnya neonatus yang mendapat prosedur

neonatal invasif yang kurang memperhatikan tindakan asepsis, rawat inap yang terlalu lama

dan hunian terlalu padat18

Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu, meskipun

memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu respon sepsis

berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak

bergantung pada organisme penyebab. Patogenesis sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi

koagulasi, dan gangguan fibrinolisis, hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme

prokoagulasi dan antikoagulasi.18, 19 (gambar. 1)

5
Gambar 1. Gangguan homeostasis pada sepsis19

Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan

lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Sedangkan bakteri Gram

positif, jamur dan virus dapat menimbulkan infeksi melalui dua mekanisme, yakni dengan

menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan melepaskan fragmen

dinding sel yang merangsang sel imun.18

Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliputi

monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas humoral dengan membentuk

antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen. Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2

serta TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk

mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan

berdiferensiasi menjadi sel T helper-1(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan

sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ), interleukin 1-β

(IL-1β), IL-2, IL-6 dan IL-12 . Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -

10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme

umpan balik yang kompleks. 18

6
Mediator inflamasi primer mangaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel,

aktivasi tromboait, metabolisme asam arakidonat dan mengaktivasi sel T untuk memproduksi

IFN –ƴ, IL-2, Il-4 dan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GMCSF). Agen lain

yang terlibat dalam kaskade sepsis adalah molekul adhesi, kinin, trombin dan heat shock protein.

Molekul adhesi dan trombin membantu kerusakan endotel.18

Gambar.2. Kaskade sepsis19

Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk melawan

kuman penyebab, namun demikian pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat

membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta kematian.

Sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan

mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin

proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara tidak

langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating

7
factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag

terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan

mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.18

Efek kumulatif kaskade sepsis adalah keadaan tanpa keseimbangan, inflamasi dominan

terhadap anti inflamasi dan koagulasi dominan terhadap fibrinolisis sehingga terjadi thrombosis

mikrovaskuler, hipoperfusi, iskemia,dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, kegagalan

multi organ dapat terjadi dan akhirnya kematian.18

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang

ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan

diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat

berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya

kuman. 1,2,3

Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan

memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan

tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang

hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dangangguan fungsi organ

tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk,

menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat

disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin).

Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan

respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu

pengosonganlambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan retraksi).1,2,11

8
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan biakan darah sampai saat ini merupakan baku emas dalam menentukan

diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan

diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Oleh sebab itu dalam perkembangan penelitian

didapatkan berbagai petanda sepsis dengan spesifisitas dan sensitivitas yang berbeda-beda,

antara lain CRP, prokalsitonin, Interleukin 6 dan lain-lain.


,
Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai perubahan

akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, neutropeni, peningkatan rasio netrofil

imatur/total (I/T) lebih dari 0,2. Pada pemeriksaan kultur dengan pengecetan Gram pada sampel

darah, urin dan cairan cerebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman.

Pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan jumlah peningkatan leukosit, terutama

PMN, jumlah leukosit >20/ml (umur kurang dari 7 hari) atau >10/ml (umur lebih 7 hari),

peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa serta ditemukan kuman pada pengecatan

Gram. Gambaran ini sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada sepsis awitan lambat.

Selain itu bisa ditemukan gangguan metabolik hipoglikemia atau hiperglikemi, hipoksia

dan asidosis metabolik. Foto toraks dilakukan jika ada gejala distress pernafasan. Jika ditemukan

gejala neurologis, dapat dilakukan CT Scan kepala dan Ultrasonografi.

Penanganan
Pengobatan berdasarkan hasil dari daftar temuan yang berhubungan dengan sepsis atau

berdasarkan faktor risiko sepsis. Pemberian antibiotik tunggal tidak direkomendasikan sebagai

regimen pengobatan. Pemberian antibiotik harus berdasarkan pada tuntunan umum dalam

pemilihan kombinasi antibiotik yang rasional. Pemilihan antibiotik tergantung pada pola kuman

dan sensitivitas antibiotik di tempat tersebut. Keputusan untuk memulai pemberian antibiotik

harus berdasarkan gambaran klinis dan/atau hasil skrining laboratorium sepsis. 20

9
Idealnya antibiotik yang digunakan sesuai dengan uji kepekaan kuman dan lamanya

pemberian sangat bergantung pada jenis kuman penyebab serta gambaran klinis pasien. Akan

tetapi karena pemeriksaan kultur dan uji kepekaan kuman membutuhkan waktu cukup lama atau

jika tidak dapat ditemukan mikroba, maka pemilihan antibiotik secara empirik harus segera

dilakukan mengingat sepsis merupakan penyakit yang berat dengan tingkat mortalitas yang

tinggi.

Pemeriksaan skrining sepsis mungkin berguna untuk memutuskan perlu-tidaknya

pemberian antibiotik pada bayi berisiko yang kelihatan sehat dan penghentian terapi antibiotik.

Tantangan terbesar yang dihadapi para klinisi dalam membuat keputusan pemberian antibiotik

adalah membedakan tanda awal sepsis dari neonatus dengan tanda sepsis yang relatif ringan

yang mungkin saja merupakan tanda noninfeksi. Pada keadaan ini jika ada perbaikan setelah 6

jam pertama biasanya tidak diberikan antibiotik dan bayi diobservasi ketat. Tantangan lainnya

adalah pada neonatus yang tampak sehat dengan faktor risiko. Untuk keadaan ini algoritma

tatalaksana seperti pada gambar 1,2, dan 3 dapat digunakan.5, 20

Gambar 2. 5: Evaluasi pada bayi asimptomatik dengan usia gestasi <37 minggu dengan
faktor risiko 5

10
Gambar 2.6. Evaluasi pada bayi asimptomatik dengan usia gestasi ≥37 minggu dengan faktor
risiko5

Gambar 2.7 : Evaluasi pada bayi asimptomatik dengan UG ≥37 minggu dengan faktor risiko
yang bukan korioamnionitis 5

Penanganan pasien juga harus mencakup penanganan suportif pada sistem respirasi,
kardiovaskuler, hematologi, maupun nutrisi. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga
sudah mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
Terapi suportif meliputi transfusi granulosit, intravenous immune globulin (IVIG)
replacement, transfusi tukar (exchange transfusion) dan penggunaan sitokin rekombinan.
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang terjadi
(misal: kejang, gangguan metabolik, hematologi, respirasi, gastrointestinal, kardiorespirasi,
hiperbilirubin). Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis dan laboratorium
setelah pemberian antibiotik adekuat.

11
Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada sepsis neonatorum antara lain:

 Meningitis: neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya leukomalasis


periventrikuler dan/atau hidrosefalus
 Acute respiratory distress syndrome (ARDS) dapat terjadi pada 60% dengan sepsis berat
yang mengalami syok septik
 Penggunaan antibiotik aminoglikosida jangka lama dalam tatalaksana sepsis
menyebabkan kecacatan, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal
 Komplikasi akibat gejala sisis atau sekuele adalah gangguan tumbuh kembang, berupa
gejala sisa neurologis: retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar, dan
kelainan tingkah laku. Penanganan secara holistik dilakukan bersama-sama dengan
subdivisi neurologi anak, pediatrik sosial, bagian mata, bagian bedah, dan rehabilitasi
medik anak
 Kematian

Prognosis

Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik. Tetapi bila tanda dan gejala

awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada

meningitis terdapat sekuele pada 15-30% kas us neonatus. Rasio kematian pada sepsis

neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio

kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 –

20 %.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Aminullah A. Masalahterkini sepsis neonatorum. Dalam: PenyutingHegar.B, Trihono P, Ifran EB.


Update in neonatal infection. Departemen.Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta. 2005; Hal 1-
15.
2. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum. Dalam: Update in neonatal infection.
Penyuting Hegar.B, Trihono P, Ifran EB. Departemen Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta.
2005. hal 32 -43. .
3. Gomella, Cunningham, Eyal FG, Zenk KE. Infectious Diseases. Neonatology: Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. 5th Edition. McGraw-Hill Companies.
2009;.434-81.
4. Haque KN. Definitions of Bloodstream Infection in the Newborn.PediatrCrit Care Med. 2005;
6: S45-9.
5. Centers for disease control and prevention. Prevention of perinatal group B streptococcal disease-
revised guidelines from CDC. MMWR Recomm Rep. 2010;59(10):1-36.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2011.
7. Roeslani D R, Amir I, Nasrulloh H, Suryani. Penelitianawal: Faktor risikopada sepsis
neonatorumawitandini. Sari Pediatri.2013; 14(6).
8. Haque, K.N. Neonatal Sepsis in the Very Low Birth Weight Preterm Infants: Part 1: Review of
Patho-physiology. Journal of Medical science.2010; 3(1): 1-10.
9. Leal et al. Risk factors and prognosis for neonatal sepsis in southeastern Mexico: analysis of a four-
year historic cohort follow-up.BMC Pregnancy and Childbirth. 2012, 12 : 48.
10. Gonzalez A, Spearman, Stoll B. Neonatal infectious disease: Evaluation of neonatal sepsis.
PediatrClin N Am. 2013.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). . Sepsis Neonatal dalam Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jilid I. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010; 263-8.
.
12. Gerdes JS. Diagnosis and Management of Bacterial Infections in the neonates. Pediat Clin Neonatal
Am. 2004; 51:939-59. .
13. Bhat, R dan Baby, L.P. Early Onset of Neonatal Sepsis : Analysis of the Risk Factors and the
Bacterial Isolates by Using the BacT Alert System Journal of Clinical and Diagnostic Research.
2011;5(7): 1385-1388
14. Orlando Health.Neonatal Sepsis : Self-Learning Packet. 2010;
(Online).orlandohealth.com/pd/folder/neonatalsepsis.pdf. Diakses tanggal 20 Juli 2016.
15. Oeser,Lutsar I, Metsvaht T, Mark, Turner, Paul and Sharland M. Clinical trials in neonatal sepsis. J
Antimicrob Chemother 2013; 68: 2733-2745.
16. Levy O. Innate immunity of the newborn: basic mechanisms and clinical correlates. Nature Review-
Immunology. 2010; 7:10-15
17. Rohsiswatmo, R.Multidrug Resistance in A Neonatal Unit and Therapeutic Implications. Paediatric
Indones. 2006b.; 46: 25-31.
18. Amir I, Rundjan L. Patofisiologi sepsis Neonatorum : Systemic Inflamatory response syndrome
(SIRS). Dalam: Hegar.B, Trihono P, Ifran EB,Penyuting. Update in neonatal infection. Departemen
Ilmu kesehatan Anak FKUI RSCM ,Jakarta. 2005; 17-31.
19. Short MA. Linking The Sepsis Triad of Inflammation, Coagulation and Suppressed Fibrinolysis to
Infants. Adv Neonat Care 2004 ; 5:258-73. .
20. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). . Sepsis Neonatal dalam Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jilid I. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.2010; 263-8.

13

You might also like