Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Sepsis neonatorum (neonatal sepsis) adalah sindrom klinik sistemik yang ditandai dengan
sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke
dalam aliran darah, yang timbul dalam satu bulan pertama kehidupan.3
Definisi SIRS dan sepsis pada anak telah dijabarkan pada International Concensus
Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, namun definisi ini tidak digunakan pada
literature neonatus. Pada tahun 2004 the international sepsis forum mengajukan usulan kriteria
Variabel klinis
Suhu tubuh tidak stabil
Laju nadi > 180 kali/menit, < 100 kali/menit
Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen
Letargi
Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L )
Intoleransi minum
Variabel hemodinamik
TD < 2 SD menurut usia bayi
TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari )
TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
Variabel perfusi jaringan
Pengisian kembali kapiler > 3 detik
Asam laktat plasma > 3 mmol/L
Variabel inflamasi
Leukositosis ( > 34.000/ml)
Leukopenia ( < 5.000/ml)
Neutrofil muda > 10%
Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2
Trombositopenia <100000/ml
C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal
Procalcitonin > 8,1 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal
IL-6 atau IL-8 >70 pg/mL
16 S rRNA gene PCR : positif
1
Definisi sepsis neonatorum memiliki banyak heterogenitas dari berbagai penelitian. Adanya
definisi baku mengenai sepsis neonatal memiliki manfaat yang potensial, tetapi masing-masing
memiliki keterbatasan. Sehingga definisi baku sepsis tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis
secara akurat karena sepsis bersifat dinamis, komplek dan kondisi yang beragam.2
Epidemiologi
WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi lima juta kematian neonatus. Kejadian
sepsis neonatal berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya, angka kematian neonatal akibat
sepsis neonatal di Negara berkembang adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, terutama terjadi pada
minggu pertama kehidupan, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis neonatal hanya 5
per 1000 kelahiran hidup. Kejadian sepsis neonatorum di Asia sebanyak 30 per 1000 kelahiran
hidup, sedangkan di Eropa berkisar antara 0,3-3 per 1000 kelahiran hidup5.
Sepsis menjadi salah satu penyebab kematian pada neonatus di Indonesia. Berdasarkan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Kematian Neonatus
(AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Sepsis menjadi penyebab terbesar
dengan persentase 20,6% untuk umur 0-28 hari dan sekitar 12% untuk umur 0-6 hari6. Angka
kejadian sepsis neonatal bervariasi pada beberapa Rumah sakit. Angka kejadian sepsis
neonatorum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam tahun 2009 sebanyak 98 per
Sepsis neonatorum merupakan komplikasi serius dan menakutkan terutama pada bayi
berat badan lahir sangat rendah dan bayi prematu. Selain kematian, kecacatan berhubungan
dengan kejadian sepsis, seperti gangguan pendengaran sensorineural, gangguan penglihatan dan
hidup anak di masa selanjutnya3, 8. Penelitian Outcome neonatus dengan sepsis di Meksiko pada
2
tahun 2011 adalah 86,4% dinilai sehat, 4,1% dipulangkan dengan beberapa sekuele dan 9,5%
meninggal9.
dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses
kelahiran atau in utero. Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus
SAD adalah Streptokokus Grup B (SGB) (>40% kasus), Escherichia coli, Haemophilus
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72 jam)
yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses
infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Di negara maju,
Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu, bayi dan daya
virulensi atau infeksius organisme pada sepsis awitan dini dan lanjut7, 13, 14
3
Tabel.2. Faktor resiko sepsis neonatorum1
Sepsis awitan lanjut Perlukaan pada berrier alami tubuh (kulit dan mukosa)
Penggunaan kateter pembuluh darah yang lama
Prosedur invasive
NEC
Penggunaan antibiotic lama
Neonatal Prematuritas
Fungsi sistem imun yang immature
Kejadian infeksi pada neonatus dipengaruhi oleh faktor risiko dari ibu, bayi dan daya
virulensi atau infeksius organisme penyebab infeksi.15 Pada dasarnya janin yang masih
terbungkus oleh lapisan amnion cukup terlindung dari flora bakteri ibu karena adanya cervical
plug yang merupakan barrier post-conception antara vagina yang tidak steril dengan rongga
uterus yang steril dan mengandung berbagai protein dan peptida antimikroba (antimicrobial
proteins and peptides (APPs) seperti laktoferin, lisosim dan defensin. Selain itu membran
defensin. Begitu juga dengan sel epitel kulit bayi yang mengekspresikan katelesidin dan defensin
4
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran darah
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis. Paparan kuman
pada cairan amnion saat prosedur dilakukan, akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam
infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan neonatus
dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian
kontaminasi kuman pada neonatus yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah
Kontaminasi kuman setelah lahir, terjadi dari lingkungan neonatus baik karena infeksi
silang ataupun karena alat-alat yang digunakan contohnya neonatus yang mendapat prosedur
neonatal invasif yang kurang memperhatikan tindakan asepsis, rawat inap yang terlalu lama
Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu, meskipun
memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu respon sepsis
berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya sama dan tidak
bergantung pada organisme penyebab. Patogenesis sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi
koagulasi, dan gangguan fibrinolisis, hal ini mengganggu homeostasis antara mekanisme
5
Gambar 1. Gangguan homeostasis pada sepsis19
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Sedangkan bakteri Gram
positif, jamur dan virus dapat menimbulkan infeksi melalui dua mekanisme, yakni dengan
Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliputi
monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas humoral dengan membentuk
antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen. Pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2
serta TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk
berdiferensiasi menjadi sel T helper-1(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan
sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ), interleukin 1-β
(IL-1β), IL-2, IL-6 dan IL-12 . Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -
10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme
6
Mediator inflamasi primer mangaktivasi neutrofil untuk melekat pada sel endotel,
aktivasi tromboait, metabolisme asam arakidonat dan mengaktivasi sel T untuk memproduksi
IFN –ƴ, IL-2, Il-4 dan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GMCSF). Agen lain
yang terlibat dalam kaskade sepsis adalah molekul adhesi, kinin, trombin dan heat shock protein.
kuman penyebab, namun demikian pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat
membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta kematian.
Sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi yang berlebihan dan
mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin
proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara tidak
langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating
7
factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag
terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan
Efek kumulatif kaskade sepsis adalah keadaan tanpa keseimbangan, inflamasi dominan
terhadap anti inflamasi dan koagulasi dominan terhadap fibrinolisis sehingga terjadi thrombosis
mikrovaskuler, hipoperfusi, iskemia,dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, kegagalan
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat
berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya
kuman. 1,2,3
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan
memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan
tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk,
menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat
disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin).
respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu
8
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan biakan darah sampai saat ini merupakan baku emas dalam menentukan
diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan
diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Oleh sebab itu dalam perkembangan penelitian
didapatkan berbagai petanda sepsis dengan spesifisitas dan sensitivitas yang berbeda-beda,
akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, neutropeni, peningkatan rasio netrofil
imatur/total (I/T) lebih dari 0,2. Pada pemeriksaan kultur dengan pengecetan Gram pada sampel
darah, urin dan cairan cerebrospinal serta dilakukan uji kepekaan kuman.
PMN, jumlah leukosit >20/ml (umur kurang dari 7 hari) atau >10/ml (umur lebih 7 hari),
peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa serta ditemukan kuman pada pengecatan
Gram. Gambaran ini sesuai dengan meningitis yang sering terjadi pada sepsis awitan lambat.
Selain itu bisa ditemukan gangguan metabolik hipoglikemia atau hiperglikemi, hipoksia
dan asidosis metabolik. Foto toraks dilakukan jika ada gejala distress pernafasan. Jika ditemukan
Penanganan
Pengobatan berdasarkan hasil dari daftar temuan yang berhubungan dengan sepsis atau
berdasarkan faktor risiko sepsis. Pemberian antibiotik tunggal tidak direkomendasikan sebagai
regimen pengobatan. Pemberian antibiotik harus berdasarkan pada tuntunan umum dalam
pemilihan kombinasi antibiotik yang rasional. Pemilihan antibiotik tergantung pada pola kuman
dan sensitivitas antibiotik di tempat tersebut. Keputusan untuk memulai pemberian antibiotik
9
Idealnya antibiotik yang digunakan sesuai dengan uji kepekaan kuman dan lamanya
pemberian sangat bergantung pada jenis kuman penyebab serta gambaran klinis pasien. Akan
tetapi karena pemeriksaan kultur dan uji kepekaan kuman membutuhkan waktu cukup lama atau
jika tidak dapat ditemukan mikroba, maka pemilihan antibiotik secara empirik harus segera
dilakukan mengingat sepsis merupakan penyakit yang berat dengan tingkat mortalitas yang
tinggi.
pemberian antibiotik pada bayi berisiko yang kelihatan sehat dan penghentian terapi antibiotik.
Tantangan terbesar yang dihadapi para klinisi dalam membuat keputusan pemberian antibiotik
adalah membedakan tanda awal sepsis dari neonatus dengan tanda sepsis yang relatif ringan
yang mungkin saja merupakan tanda noninfeksi. Pada keadaan ini jika ada perbaikan setelah 6
jam pertama biasanya tidak diberikan antibiotik dan bayi diobservasi ketat. Tantangan lainnya
adalah pada neonatus yang tampak sehat dengan faktor risiko. Untuk keadaan ini algoritma
Gambar 2. 5: Evaluasi pada bayi asimptomatik dengan usia gestasi <37 minggu dengan
faktor risiko 5
10
Gambar 2.6. Evaluasi pada bayi asimptomatik dengan usia gestasi ≥37 minggu dengan faktor
risiko5
Gambar 2.7 : Evaluasi pada bayi asimptomatik dengan UG ≥37 minggu dengan faktor risiko
yang bukan korioamnionitis 5
Penanganan pasien juga harus mencakup penanganan suportif pada sistem respirasi,
kardiovaskuler, hematologi, maupun nutrisi. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga
sudah mulai dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
Terapi suportif meliputi transfusi granulosit, intravenous immune globulin (IVIG)
replacement, transfusi tukar (exchange transfusion) dan penggunaan sitokin rekombinan.
Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang terjadi
(misal: kejang, gangguan metabolik, hematologi, respirasi, gastrointestinal, kardiorespirasi,
hiperbilirubin). Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis dan laboratorium
setelah pemberian antibiotik adekuat.
11
Komplikasi
Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik. Tetapi bila tanda dan gejala
awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada
meningitis terdapat sekuele pada 15-30% kas us neonatus. Rasio kematian pada sepsis
neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan. Rasio
kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40 % dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 –
20 %.
12
DAFTAR PUSTAKA
13