You are on page 1of 29

MATA KULIAH

SISTEM PERSYARAFAN
Ns. Wasijati S.Kep., M.Kep.,
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MATI BATANG OTAK

Kelompok 1
Disusun Oleh:
1. Ayunda Lungayu Prameswari 11151009
2. Aryani Anggraeni 11151008
3. Cici Yustikasari 111510
4. Defitri Sariningtyas 111510
5. Dewi Anggraeni 111510
6. Hana Hairunnisa 111510
7. Indah Sari Tobing 111510
8. Mona Agustina 111510
9. Osbert Wiranata 111510

Kelas: S1 Reguler 8A

STIKES PERTAMINA BINA MEDIKA


Jl. Bintaro Raya No. 10 Tanah KusirKebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12240. Telepon:
(021) 7234122, 7207184 Fax: (021) 7234126. Website: www.stikes-pertamedika.ac.id email:
stikespertamedika@gmail.com
Tahun Ajaran 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Pada penulisan makalah ini
penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Meskipun
banyak hambatan yang dialami dalam proses pembuatan makalah ini, tapi penulis berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam hal ini penulis tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Wasjati selaku pembimbing matakuliah Sistem Persyarafan yang telah membimbing
kami dengan penuh kesabaran
2. Kedua orang tua yang telah memberikan support
3. Teman-teman yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini.
Berkat dorongan dari merekalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan atau kekurangan yang kurang
jelas dalam makalah ini.

Jakarta, 14 September 2017

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 3
A. Definisi ................................................................................................................................. 3
B. Etiologi ................................................................................................................................. 4
C. Patofisiologi ......................................................................................................................... 5
D. Kriteria Mati Batang Otak ................................................................................................... 8
E. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................................... 9
F. Penatalaksanaan ................................................................................................................. 10
G. Prognosis ............................................................................................................................ 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MATI BATANG OTAK .... 12
A. Pengkajian .......................................................................................................................... 12
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................... 17
C. Rencana Asuhan Keperawatan .......................................................................................... 17
D. Evaluasi .............................................................................................................................. 24
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 25
B. Saran .................................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak,


termasuk fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian
batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Seorang pasien yang telah ditetapkan mengalami kematian batang otak berarti
secara klinis dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini seperti dituangkan dalam
pernyataan IDI tentang mati, yaitu dalam Surat Keputusan PB IDI No.336/PB IDI/a.4
tertanggal 15 Maret 1988 yang disusulkan dengan Surat Keputusan PB IDI
No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan
mati,bila fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau
terbukti telah terjadi kematian batang otak.
Dengan adanya kriteria kematian otak, seseorang dapat ditetapkan meninggal
secara sah atau legal, bahkan jika jantung masih terus berdenyut oleh bantuan alat
pendukung kehidupan.adapun negara pertama di dunia yang mengadopsi istilah mati otak
sebagai defenisi mati yang sah adalah finlandia pada tahun 1971. Di amerika serikat,
kansas kemudian membuat hukum yang serupa.
Permasalahan mendiagnosis kematian otak menjadi semakin penting akhir-akhir
ini karena semakin sulitnya menentukan pada pasien dengan kerusakan otak apakah
kerusakan tersebut memungkinkan untuk dapat bertahan hidup secara layak dengan
bantuan alat pernapasan dan dengan peralatan pendukung lainnya, dan yang kedua karena
sulitnya menjawab pertanyaan untuk menentukan kapan dapat disimpulkan bahwa lesi
serebral tersebut ireversibel sehingga kematian dapat dipastikan segera dan berbagai
persiapan dapat dilakukan untuk memindahkan organ-organ yang masih bermanfaat,
khususnya ginjal untuk transplantasi pada pasien yang lain.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi mati batang otak?


2. Bagaimana etiologi mati batang otak?
3. Bagaimana patofisiologi mati batang otak?
4. Bagaimana kriteria mati batang otak?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik mati batang otak?
6. Bagaimana penatalaksanaan mati batang otak?
7. Bagaimana prognosis mati batang otak?
8. Bagaimana asuhan keperawatan tentang mati batang otak?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan serta menyusun “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Mati Batang
Otak”

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
a. Menjelaskan tentang definisi mati batang otak
b. Menjelaskan tentang etiologi mati batang otak
c. Menjelaskan tentang patofisiologi mati batang otak
d. Menjelaskan tentang kriteria mati batang otak
e. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik mati batang otak
f. Menjelaskan tentang penatalaksanaan mati batang otak
g. Menjelaskan tentang prognosis mati batang otak
h. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan mati batang otak

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak
adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Pada panduan Australian and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang
dipublikasikan pada tahun 1993, kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah
kematian otak harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara
ireversibel. Kematian otak saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya
respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya
aliran darah intrakranial secara ireversibel”. (Hing-yu, 1994).
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan
oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen,
yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya
pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya
terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip,
aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks
kornea, refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang
kedua adalah data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut dilakukan ulang
24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang dari 32,2o c) atau
depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.penentuan tersebut harus dilakukan oleh
seorang dokter. (Mernoff, 2009).
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan oleh National
Conference of Commissionerson Uniform State Laws, President’s Commission For The
Study of Ethical Problems In Medicineand Biomedicaland Behavioral Research, seseorang
dinyatakan mati otak apabila mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara
ireversibel, dan (2), terhentinya semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang
otak, secara ireversibel. (Mernoff, 2009).

3
Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut jantung
dan usaha napas, serta pemeriksaan ekg dan uji apnea.terhentinya fungsi otak dinilai dari
adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa absennya refleks-refleks.
Menurut panduan yang digunakan di amerika, kematian otak didefinisikan sebagai
hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak.tiga temuan penting
dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks batang otak, dan apnea (New York
State Department of Health, 2005)

B. Etiologi

Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks batang otak.
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial, hipoksia, infeksi,
ensefalopati metabolic, ensefalopati metabolic, hipoksemua, iskemia, overdosis obat,
tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan
lain, hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.

Faktor yang mempengaruhi

Kondisi berikut dapat mempengaruhi diagnosis klinis kematian batang otak,


sedemikian rupa sehingga hasil diagnosis tidak dapat dibuat dengan pasti hanya
berdasarkan pada alasan klinis sendiri. Pada keadaan ini pemeriksaan konfirmatif
direkomendasikan :

1) Trauma spinal servikal berat atau trauma fasial berat


2) Kelainan pupil sebelumnya
3) Level toksis beberapa obat sedatif, aminoglikosida, antidepresan trisiklik,
antikolinergik, obat antiepilepsi, agen kemoterapi,atau agen blokade neuromuskular
4) Sleep apneu atau penyakit paru berat yang mengakibatkan retensi kronis CO2.

Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil laboratorium.
Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut ditemukan:
1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).
2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap cahaya).

4
3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak disertai kedipan
mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota tubuh manapun).
4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot dan hilangnya
aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).
5. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak:
a. Bola mata terfiksasi dalam orbita.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.
d. Tidak ada refleks muntah atau batuk.

C. Patofisiologi

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat tekanan


intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat
mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati nol,
maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi (Lazar, 2001).
Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50
sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya
1200 – 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak
secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini
dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung
menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga menit
dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel (Guyton 1996).
Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap
pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi karbon dioksida,
konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida
maupun ion hidrogen akan meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan
konsentrasi oksigen akan meningkatkan aliran (wilson, 1994).
Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran oksigen ke
otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara reversible dan
ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran darah otak dikatakan kritis apabila

5
aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu
singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat
diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan
menyebabkan infark, tergantung lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di
antara 8 dan 23 ml/100 mg/menit.
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat secara parsial,
maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah
tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah,
2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam
daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan
vasodilatasi maksimal (Gunther et al., 2011).
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan
vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari
kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme
autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang
ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus,
sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena
sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.
Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan
pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri) merupakan reaksi
degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel
saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik
dan yang terakhir adalah gambaran infark (Guyton 1996).
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum. Hipoglikemia
jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai mekanisme dikatakan terlibat
dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron,
produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose)
polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria (Cryer, 2007).

6
WOC KOMA & MATI BATANG OTAK

Edema serebral, Tumor Abses serebral, Pendarahan Hipoksia, Iskemia,


otak, Abses otak, batang otak atau serebelum, Hipoglikemia, kejang, infeksi
Infark batang otak atau
Pendarahan serebral, (Ensefalitis, Meningitis), ggn
serebelum, Tumor otak atau
Infark serebral, Hematoma serebelum elektrolit & asam basa,
epidural, Hematoma Intoksikasi obat
subdural

Adanya peningkatan massa


pada kranium
Ggn. Metabolik & lesi difus
Lesi Supratentorial

Mendesak Hemisferium Peningkatan TIK


ke arah foramen magnum

Penurunan Blood Flow ke Otak (ADO)


Terjadi penekanan pada
batang otak bagian depan

MK: Gangguan Perfusi


Hipoksia Jaringan Otak Serebral
Saraf- saraf otak
mengalami distorsi
MATI BATANG OTAK
KOMA
Kelumpuhan saraf otak
1. Hilangnya kesadaran
Ireversibel
Sistem Pernafasan Sistem Pencernaan 2. Hilangnya refleks
batang otak
3. Hilangnya fungsi
Penurunan fungsi Penurunan fungsi pernafasan pusat secara
Terjadi akumulasi
otot-otot pernafasan pencernaan Ireversibel
sekret pada saluran
pernafasan 4. Berhentinya aliran darah
intracranial scr
Ekspansi paru tidak Kebutuhan nutrisi Ireversibel
optimal MK: Kebersihan tidak adekuat
Jalan Nafas Tidak
Efektif
Kegagalan fungsi
MK: Pola Nafas
Tidak Efektif organ vital
MK: Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang darikebutuhan tubuh

MK:
7
Ketidakmampuan
MK: Defisit Pengetahuan
koping keluarga
Keluarga
D. Kriteria Mati Batang Otak

1. Prakondisi
a. Keadaan klinis saat ini tidak disebabkan oleh obat-obat depresan sistem saraf pusat.
b. Pasien dengan ventilator atas indikasi respirasi spontan yang tidak adekuat: efek
obat-obat penghambat neuromuskular harus disingkirkan.
c. Hipotermia dan gangguan metabolik berat bukanlah merupakan penyebab utama
kondisi pasien saat ini.
2. Tes
a. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okular.
d. Tidak ada reflek muntah atau respons terhadap pengisapan trakea.
e. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kranial terhadap rangsang nyeri,
misalnya tekanan supraorbita.
f. Tidak ada gerakan pernafasan ketika ventilator dilepaskan.

Tes harus dilaksanakan oleh dua orang dokter, yang keduanya memiliki keahlian
yang tepat dan satu atau keduanya adalah dokter konsultan. Tes harus dilakukan dengan
interval, kematian dipastikan pada waktu tes kedua dilakukan, dengan asumsi tidak
adanya bukti fungsi batak otak yang terdeteksi.
Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang otak,
bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut.
Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang
bersifat terapeutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-ordinary),
meliputi:
1) Rawat di intensive care unit
2) Resusitasi jantung paru
3) Pengendalian disritmia
4) Intubasi trakeal
5) Ventilasi mekanis
6) Obat vasoaktif
8
7) Nutrisi parenteral
8) Organ artifisial
9) Transplantasi
10) Transfusi darah
11) Monitoring invasif
12) Antibiotika
13) Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.
Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi oksigen,
nutrisi enteral dan cairan kristaloid.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan


pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan
tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa pasien dengan kondisi tertentu
seperti cedera servikal atau kranium, instabilitas kardiovaskular, atau faktor lain yang
menyulitkan dilakukannya pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang
otak, perlu dilakukan tes konfirmatif. Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat
tergantung pada pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian
yang mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain:
1. Angiography (conventional, computerized tomographic, magnetic resonance, dan
radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat pengisian
intraserebral (intracerebral filling) setinggi bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi.
2. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit.
3. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak terdapat
ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature, bergantung teknik
isotop (hollow skull phenomenon).
4. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus medianus.

9
Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan oleh adanya
puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran diastolik
(diastolic flow) atau reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang
sangat tinggi (very high vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang besar.

F. Penatalaksanaan

Tidak ada lagi yang dapat dilakukan pada pasien dengan mati otak (Jacobalis, 1997).
Pasien dengan mati otak adalah manusia yang sudah mati, Brain death is death. Mati adalah
kematian batang otak, sekalipun elektrokardiografi masih menunjukkan ritme normal
(Indries, 1997).
Jika semua kriteria mati otak sudah terpenuhi, maka ventilator dan alat pendukung
hidup lainnya dapat dilepas. Dengan begitu, dokter dan rumah sakit tidak dituntut
melakukan pembunuhan. Untuk negara dengan tindakan transpalntasi yang telah
berkembang pesat, diagnosis mati otak diusahakan secepat mungkin agar organ yang ada
pada pasien tersebut dapat digunakan untuk keperluan transplantasi calon resepien
(Jacobalis, 1997).

G. Prognosis

Dengan memperhatikan penyebab koma, dan kecepatan onset nya, pengujian untuk
tujuan mendiagnosa kematian pada batang otak alasan kematian mungkin tertunda
melampaui tahap di mana refleks batang otak mungkin tidak ada hanya sementara - karena
aliran darah otak tidak memadai untuk mendukung fungsi sinaptik meskipun masih ada
aliran darah yang cukup untuk menjaga sel-sel otak hidup dan mampu pemulihan. Ada baru-
baru ini diperbarui minat kemungkinan perlindungan neuronal selama fase ini dengan
menggunakan hipotermia moderat dan oleh koreksi kelainan neuroendokrin sering terlihat di
tahap awal ini.
Penelitian yang diterbitkan pasien yang memenuhi kriteria untuk kematian batang otak
atau kematian seluruh otak (standar Amerika yang meliputi kematian batang otak

10
didiagnosis dengan cara yang sama) catatan bahwa bahkan jika ventilasi dilanjutkan setelah
diagnosis, jantung berhenti berdenyut hanya dalam beberapa jam atau hari. Namun, ada
beberapa yang selamat dalam jangka panjang dan perlu dicatat bahwa manajemen ahli dapat
menjaga fungsi tubuh otak wanita mati hamil cukup lama untuk membawa mereka ke suatu
waktu.
Pengelolaan pasien dinyatakan meninggal pada pemenuhan kriteria kematian batang
otak tergantung pada alasan untuk mendiagnosis kematian atas dasar itu. Jika tujuannya
adalah untuk mengambil organ dari tubuh untuk transplantasi, ventilator dihubungkan
kembali dan langkah-langkah pendukung kehidupan yang terus, mungkin intensif, dengan
penambahan prosedur yang dirancang untuk melindungi organ-organ yang diinginkan
sampai mereka dapat dihapus. Jika tidak, ventilator yang tersisa terputus pada konfirmasi
kurangnya respon pusat pernapasan.

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MATI BATANG OTAK

A. Pengkajian

1. Anamnesa
Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari
orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya serta tenaga medis
lainnya yang mungkin sebelumnya mengetahui penyebab klien mengalami koma
(penurunan kesadaran).
a. Identitas
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat tinggal
b. Keluhan Sebelum Koma
Sakit kepala, kelemahan progresif maupun kambuhan, vertigo, mual dan muntah
c. Keadaan klien Sebelumnya
Trauma kepala, Kejang, keadaan saat klien ditemukan apakah ada muntahan
darah saat sebelum terjadi koma, apakah koma terjadi secara mendadak atau
perlahan
d. Riwayat Medis
Prosedur pembedahan, infeksi,
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Epilepsi, Trauma kepala, Stroke, Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung,
kanker, uremia
f. Riwayat Psikologis Sebelumnya
Depresi, stress sosial
g. Riwayar Obat-obatan
Sedatif, obat psikotropika, narkotika

12
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Tanda –Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada
tidaknya aritmia. Peningkatan tekanan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan
tekanan intrakranial atau stroke.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata
kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada
penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan
sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur
servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku
kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
2) Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.Luka pasca trauma,
Opistotonus (meningitis), Miring kanan/kiri (tumor fossa posterior), Apakah
keluar darah atau cairan dari telinga/hidung, Hematom disekitar mata (Brill
hematoma) atau pada mastoid.
3) Leher
Apakah tampak ada fraktur atau tidak, kaji apakah ada kaku kuduk dan
jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas, kelumpuhan 4
ekstremitas, trauma di daerah muka).
4) Rongga Mulut
Tampak mukosa mulut apakah terjadi pendarahan, bau nafas penderita
(amoniak, aseton, alkohol,dll).
5) Thorax dan Jantung
Kontraktilitas jantung menurun, adanya sekret, penurunan fungsi paru,
adanya suara ronchi.

13
6) Abdomen
Kemampuan menelan, mengunyah tidak ada, penyerapan makanan tidak
adekuat, konstipasi, penurunan kerja ginjal, inkontinensia urin.
7) Ekstermitas
Sianosis ujung jari, edema pada tungkai.

c. Pemeriksaan Neurologis
1) Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).

Tabel Penilaian GCS Skor

Respons Membuka Mata


Spontan 4
Terhadap perintah/pembicaraan 3
Terhadap rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata 1

Respons Motorik
Sesuai perintah 6
Mengetahui lokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi refleksi-dekortikasi 3
Reaksi ekstensi-deserebrasi 2
Tidak berespons 1

Respons Verbal
Dapat berbicara dan memiliki orientasi 5
Baik 4
Dapat berbicara, namun disorientasi 3
Berkata-kata tidak tepat dan tidak jelas (inappropriate words) 2
Mengeluarkan suara tidak jelas (incomprehensive sounds) 1
Tidak bersuara

2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.


3) Observasi umum.
a) Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi bibir. Bila
(+), prognosis cukup baik.

14
b) Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk).
Disebabkan oleh gangguan metabolik.
c) Lengan dan tungkai.
(1) Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity)gangguan di hemisfer,
batang otak masih baik.
(2) Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity)kerusakan di batang
otak.
d) Pola pernafasan
(1) Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).:Terjadi keadaanapnea,
kemudia timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar
amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak, akan menurun lagi
proses di hemisfer dan/batang otak bagian atas.
(2) Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) :Pernfasan cepat dandalam
disebabkan gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons).
Letak prosesnya lebih kaudal dari pernafasan Cheyne-stokes.
Prognosisnya juga lebih buruk
(3) Pernafasan apneustik :Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikutioleh
poenghentian ekspirasi selama beberapa saat.Gangguan di pons.
Prognosis lebih jelek daripada hiperventilasi neurogen sentral karena
prosesnya lebih kaudal.
(4) Pernafasan ataksik: Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat,dan
tidak teratur. Terganggunya formation retikularis di bagian dorsomedial
dan medulla oblongata. Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering
disebut sebagai tanda menjelang ajal.
e) Kelainan pupil dan bola mata
Penampang pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, bentuk dan reflek.
(1) Deviasi conjugate
Kedua bola mata kesamping kearah hemicerebral yang terganggu.
Besar, penampang pupil dan reaksi reflek cahaya normal, menunjukkan
kerusakan di pontamen
(2) Kelainan thalamus

15
Kedua bola mata melihat ke hidung, dan tak dapat melihat ke atas, pupil
kecil, reflek cahaya lambat.
(3) Kelainan pons
Kedua bola mata di tengah, bila dilakukan gerakan, doll eye m, pupil
sebesar titik (pin point pupil), reflek cahaya positif(+)
(4) Kelainan di cerebellum
Kedua bola mata ditengah, pupil lebar, bentuk normal, reflek cahaya
positif(+)
(5) Kelainan di nervus III
Pupil di daerah terganggu melebar, reflek cahaya positif (+), pupil pada
sisi sehat normal. Sering terlihat pada herniasi tentorium, nervus iii
tertekan.
(6) Refleks sefalik
(7) Refleks pupil
Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi). Konvergensi sulit
diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh karena itu
pada penderita koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan
konsensual. Bila refleks cahaya terganggu, gangguan di mesensefalon.
(a) Doll’s eye phenomenon
Gangguan di pons (refleks okulo-sefalik negative).
(b) Refleks okulo-vestibular
Menggunakan tes kalori. Jika ( -) berarti terdapat gangguan di pons.
(c) Refleks kornea
Merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan
penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di pons.
(8) Refleks muntah
Sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada
kerusakan di medula oblongata.
(9) Reaksi terhadap rangsangan nyeri
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum.
Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks, sebagai berikut:

16
1. Abduksi : fungsi hemister masih baik (high level function).
2. Menghindar (Flexi dan aduksi) : hanya ada low level function.
3. Flexi : ada gangguan di hemister.
4. Extensi kedua lengan dan tungkai : gangguan di batang otak.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan jaringan


otak, volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal. (00201)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler dan hipoventilasi.
(00032)
3. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan fisiologis disfungsi
neuromuskuler. (00031)
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, faktor resiko: tidak mampu
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologis
penurunan kesadaran/ koma. (00002)

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


peningkatan jaringan otak, volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal.(00201)
Domain 4 : Activity ∕ Rest
Class 4: Cardiovascular ∕ Pulmonary Responses
Tujuan: Klien akan memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat

NOC NIC

Tissue Perfusion: Cerebral (0406) Intracranial Pressure Monitoring


Domain-Physiologic Health (II) Cerebral Edema Management
Class- Cardiopulmonary (E) 1) Posisikan pasien dengan kepala dan leher
Indikator (1-5): dalam posisi yang netral
040602Tekanan Intrakranial (0-15 mmHg) (5)

17
040613Tekanan darah sistolik normal (5) 2) Menyesuaikan bagian kepala tempat tidur
040614Tekanan darah diastolik normal (5) untuk mengoptimalkan perfusi serebral
040619Peningkatan status kesadaran (5) 3) Berikan cairan dengan jumlah terbatas
(1400cc/24jam) untuk mencegah edema
040620Perbaikan status neurologis (5)
serebral
4) Observasi tingkat klien, tingkah laku, fungsi
motorik/sensorik, pupil setiap 1-2 jam sekali
dan sebagaimana kebutuhan.
5) Observasi tingkat kenyamanan klien (sakit
kepala, mual, muntah) dimana merupakan
indikasi adanya peningkatan tekanan
intrakranial
6) Intruksi untuk tidak melakukan aktivitas yang
dapat meningkatan intratoraks dan intra
abdomen (misalnyamengedan, latihan
isometric, fleksi panggul, batuk).
7) Perhatikan kestrerilan sistem monitoring
8) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik secara
optimal pada setiap mengganti selang atau
balutan.
9) Berikan obat pelunak feses
10) Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit
sampai dengan 1 jam
11) Monitor status respirasi: ritme, frekuensi,
kedalaman pernafasan, PaO2, Pco2, Ph
bikarbonat
12) Monitor status neurologis klien
13) Monitor peningkatan takanan intrakranial
setiap 15 menit sampai dengan 1 jam

18
14) Monitor pemasukan dan
pengeluaran, elektrolit dan berat jenis untuk
menetapkan kemungkinan ketidakseimbangan
cairan yang mendukung terjadinya edema
serebral.
15) Laporkan segera pada dokter bila ada
perubahan neorologi (misalnya tanda-tanda
vital).

Diagnosa Keperawatan 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi


neuromuskuler dan hipoventilasi (00032)
Domain 4: Activity ∕ Rest
Class 4: Cardiovascular ∕ Pulmonary Responses
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X24 jam klien pola nafas klien normal
(tidak terdapat suara ronchi)

NOC NIC

Respiratory Status: Ventilation (0403) Respiratory Monitoring


Domain-Physiologic Health (II)
1) Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman
Class-Cardiopulmonary (E)
pernafasan
Indikator:
2) Perhatikan adanya otot bantu pernafasan
040301Frekuensi Pernafasan normal 12-
3) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
20X∕ menit
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
040302Ritme pernafasan teratur
supraventrikuler dan intercostal
040303Kedalaman pernafasan
4) Monitor pola nafas
040309Tidak menggunakan otot bantu
5) Monitor saturasi oksigen
nafas
6) Asukultasi adanya suara nafas dan catat area
040310Tidak ada suara nafas tambahan
yang mengalami penurunan dan kehilangan
040313Tidak ada dsypnea ventilasi serta adanya suara tambahan
7) Monitor sekresi pernafasan klien

19
8) Monitor adanya dyspnea atau kejadian yang
dapat semakin memperburuk
9) Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan
nafas utama
10) Monitor hasil ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan
tidal volume (jika klien memakai ventilator)
11) Catat perubahan SaO2, SvO2 dan tidal Co2
(jika klien memakai ventilator)
12) Buka jalan nafas dengan gunakan teknik
mengangkat dagu atau rahang
13) Posisikan klien pada satu sisi untuk mencegah
aspirasi
Oxygen Therapy

1) Bersihkan jalan nafas dari sekret


2) Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3) Berikan oksigen sesuai instruksi
4) Monitor aliran oksigen, canul oksigen, dan
humidifier
5) Observasi tanda tanda hipoventilasi
6) Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
Vital Sign Monitoring

1) Monitor Tekanan darah, Tekanan nadi, suhu, dan


frekuensi pernafasan
2) Catat adanya fluktuasi tekanna darah
3) Monitor kualitas nadi
4) Monitor irama dan frekuensi pernafasan
5) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

20
6) Monitor sianosis perifer
7) Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardia, peningkatan sistolik)
8) Identifikasi penyebab dan perubahan vital sign

Diagnosa Keperawatan 3 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


akumulasi sekret di saluran nafas akibat disfungsi neuromuskuler (00031)
Domain 11: Safety ∕ Protection
Class 2: Physical Injury
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X24 jam jalan nafas klien bebas dari
sekret dan jalan nafas paten tidak ada obstruksi

NOC NIC

Respiratory Status Airway Patency (0410) Airway Management


Domain-Physiologic Health (II)
1) Posisikan klien untuk memaksimalkan
Class-Cardiopulmonary (E)
ventilasi
Indikator:
2) Buka jalan nafas dengan menggunakan teknik
041004Frekuensi pernafasan 12-20X ∕ menit menarik dagu atau rahang
3) Auskultasi suara nafas, catat adanya
041005Ritme pernafasan teratur
penurunan atau kehilangan ventilasi serta
041017Kedalaman bernafas adanya suara nafas tambahan

041002Tidak ada kecemasan 4) Lakukan fisioterapi dada bila memungkinkan


5) Keluarkan sekret dengan suction
041020Akumulasi sekret dapat keluar dari
6) Berikan bronkodilator bila perlu
jalan nafas
7) Monitor respirasi dan status oksigen
041007Tidak adanya suara nafas tambahan Airway Suctioning
(suara ronchi tidak ada)
1) Informasikan pasien dan keluarga mengenai
041015Tidak ada dsypnea prosedur suction
2) Tentukan kebutuhan oral atau trake suction
bagi klien

21
3) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
melakukan tindakan suction
4) Cuci tangan
5) Menggunakan alat pelindung diri (contoh:
gloves, goggles dan masker)
6) Gunakan alat steril setiap melakukan tindakan
trakeal suction
7) Gunakaan suction endotrakeal atau
nasotrakeal
8) Tentukanjumlah yang rendah kebutuhan
suction untuk menghilangkan sekret (80-120
mmHg untuk dewasa)
9) Hentikan penggunaan trakeal suction dan
memberikan tambahan oksigen jika klien
mengalami bradikardi, peningkatan ektopi
ventrikular, dan desaturasi
10) Monitor adanya nyeri
11) Monitor status oksigen klien (level SaO2 dan
SvO2), monitor status neurologis klien (status
mental, ICP, perfusi tekanan cerebral,monitor
status hemodynamic sebelum, selama, dan
sesudah suction
12) Monitor dan catat warna, jumlah dan
konsistensi sekret

Diagnosa Keperawatan 4 : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, faktor


resiko: tidak mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor
biologis penurunan kesadaran/ koma (00002)
Domain 2: Nutrition
Class 1: Ingestion

22
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X 24 jam kebutuhan nutrisi klien
adekuat

NOC NIC

Nutritional Status 1004 Nutritional Monitoring


Domain- Physiologic Health (II)
1) Monitor turgor kulit klien
Class- Digestion & Nutrition (K)
2) Amati rambut yang abnormal ( kering dan
Indikator (1-5):
mudah rontok)
100401Intake nutrient adekuat (5)
3) Monitor masukan kalori dan intake makanan
100402Intake makanan adekuat (5)
4) Identifikasi adanya kuku yang abnormal
100408Intake cairan adekuat (5)
5) Identifikasi rongga mulut (seperti adanya
100411Hidrasi adekuat (Turgor kulit baik,
inflamasi, membran mukosa yang kering,
konjugtiva dan membran mukosa tidak pucat)
edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah
(5)
dan cavitas oral)
Nutritional Status: Biochemical Measures
6) Amati konjunctiva yang pucat
1005
7) Monitor status mental klien
Domain-Physiologic Health (II)
8) Monitoring hasil laboratorium seperti serum
Class-Digestion & Nutrition (K)
albumin, nilai protein total,nilai
Indikator:
Hemoglobin, Hematokrit , Gula Darah
100501Serum albumin dalam kisaran normal Sewaktu , nilai cholesterol dan nilai
3,8-4,4 gr/dl trigliseride
Nutrition Management
Nilai Protein total: 5,3-8,9 gr/dl
1) Tentukan status nutrisi klien dan kebutuhan
Nilai Globulin: 1,5-4,5 gr/dl
nutrisi klien
100503Hematokrit dalam kisaran normal: 37- 2) Identifikasi adanya alergi makanan
47 % 3) Monitor masukan cairan dan makanan, hitung

100504Nilai Hemoglobin normal: 10-16 gr/dl kalori makanan dengan tepat


4) Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam
100507Nilai Gula Darah Sewaktu : <180 mg
menentukan jumlah kalori, protein, dan lemak
100508Nilai Cholesterol normal: 140-250 mg secara tepat sesuai dengan kebutuhan klien

23
100509Nilai Trigliseride normal : 45-160 mg 5) Masukkan kalori sesuai dengan kebutuhan
6) Monitor catatan makanan yang masuk atas
Nutritional Status: Food & Fluid Intake
kandungan gizi dan jumlah kalori
1008
7) Kolaborasi penambahan inti protein, zat besi,
Domain- Physiologic Health (II) dan vitamin C yang sesuai

Class- Digestion & Nutrition (K) 8) Pastikan bahwa diit mengandung makanan
yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
Indikator (1-5):
9) Beri makanan protein tinggi, kalori tinggi, dan
100802Intake makanan per NGT adekuat (5) bergizi yang sesuai

100805Intake Total Parenteral Nutrition (TPN)


adekuat (5)

100804Intake cairan intravena adekuat (5)

D. Evaluasi

1. Klien memperlihatkan perfusi jaringan serebral yang adekuat.


2. Klien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial.
3. Klien menunjukkan pola nafas yang abnormal.
4. Klien menunjukkan jalan nafas paten dan bebas dari penumpukan sekret .
5. Klien menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat sesuai dengan kebutuhannya.

24
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak
adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh
beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen, yang
ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya
pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya
terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip,
aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks
kornea, refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang
kedua adalah data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut dilakukan ulang
24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang dari 32,2o c) atau
depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.penentuan tersebut harus dilakukan oleh
seorang dokter. (Mernoff, 2009)

B. Saran

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi klinis
diharapkan dapat memahami keadaan mati batang otak dan dapat menegakkan diagnosis
mati batang otak secara tepat sehingga diharapkan nantinya bila kita menemukan kasus ini
kita dapat memberikan penanganan yang tepat kepada penderita.

25
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M.,et al. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Diharapkan Edisi Bahasa Indonesia Edisi 8 Buku 2. St. Louis : Elsevier
Kathryn L. McCance, et al. 2010. Pathophysiology: Biologic Basis for Disease in Adults and
Children. Missouri: Mosby Elsevier.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Jakarta Dian Rakyat.2011. Hal.280
Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 2.
Jakarta. EGC.2009. Hal.902.

iii

You might also like