Professional Documents
Culture Documents
SISTEM PERSYARAFAN
Ns. Wasijati S.Kep., M.Kep.,
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
MATI BATANG OTAK
Kelompok 1
Disusun Oleh:
1. Ayunda Lungayu Prameswari 11151009
2. Aryani Anggraeni 11151008
3. Cici Yustikasari 111510
4. Defitri Sariningtyas 111510
5. Dewi Anggraeni 111510
6. Hana Hairunnisa 111510
7. Indah Sari Tobing 111510
8. Mona Agustina 111510
9. Osbert Wiranata 111510
Kelas: S1 Reguler 8A
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Pada penulisan makalah ini
penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Meskipun
banyak hambatan yang dialami dalam proses pembuatan makalah ini, tapi penulis berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam hal ini penulis tidak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Wasjati selaku pembimbing matakuliah Sistem Persyarafan yang telah membimbing
kami dengan penuh kesabaran
2. Kedua orang tua yang telah memberikan support
3. Teman-teman yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini.
Berkat dorongan dari merekalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan atau kekurangan yang kurang
jelas dalam makalah ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
menjelaskan serta menyusun “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Mati Batang
Otak”
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
a. Menjelaskan tentang definisi mati batang otak
b. Menjelaskan tentang etiologi mati batang otak
c. Menjelaskan tentang patofisiologi mati batang otak
d. Menjelaskan tentang kriteria mati batang otak
e. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik mati batang otak
f. Menjelaskan tentang penatalaksanaan mati batang otak
g. Menjelaskan tentang prognosis mati batang otak
h. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan mati batang otak
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak
adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Pada panduan Australian and New Zealand Intensive Care Society (ANZICS) yang
dipublikasikan pada tahun 1993, kematian otak didefinisikan sebagai berikut: Istilah
kematian otak harus digunakan untuk merujuk pada berhentinya semua fungsi otak secara
ireversibel. Kematian otak saat terjadi hilangnya kesadaran yang ireversibel, dan hilangnya
respon refleks batang otak dan fungsi pernapasan pusat secara ireversibel, atau berhentinya
aliran darah intrakranial secara ireversibel”. (Hing-yu, 1994).
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan
oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen,
yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya
pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya
terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip,
aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks
kornea, refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang
kedua adalah data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut dilakukan ulang
24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang dari 32,2o c) atau
depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.penentuan tersebut harus dilakukan oleh
seorang dokter. (Mernoff, 2009).
Menurut Uniform Determination of Death Act, yang dikembangkan oleh National
Conference of Commissionerson Uniform State Laws, President’s Commission For The
Study of Ethical Problems In Medicineand Biomedicaland Behavioral Research, seseorang
dinyatakan mati otak apabila mengalami (1) terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara
ireversibel, dan (2), terhentinya semua fungsi otak secara keseluruhan, termasuk batang
otak, secara ireversibel. (Mernoff, 2009).
3
Terhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi dinilai dari tidak adanya denyut jantung
dan usaha napas, serta pemeriksaan ekg dan uji apnea.terhentinya fungsi otak dinilai dari
adanya keadaan koma serta hilangnya fungsi batang otak berupa absennya refleks-refleks.
Menurut panduan yang digunakan di amerika, kematian otak didefinisikan sebagai
hilangnya semua fungsi otak secara ireversibel, termasuk batang otak.tiga temuan penting
dalam kematian otak adalah koma, hilangnya refleks batang otak, dan apnea (New York
State Department of Health, 2005)
B. Etiologi
Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks batang otak.
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial, hipoksia, infeksi,
ensefalopati metabolic, ensefalopati metabolic, hipoksemua, iskemia, overdosis obat,
tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam kepustakaan
lain, hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.
Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil laboratorium.
Secara klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut ditemukan:
1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).
2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap cahaya).
4
3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak disertai kedipan
mata, tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota tubuh manapun).
4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot dan hilangnya
aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).
5. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak:
a. Bola mata terfiksasi dalam orbita.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.
d. Tidak ada refleks muntah atau batuk.
C. Patofisiologi
5
aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu
singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat
diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan
menyebabkan infark, tergantung lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di
antara 8 dan 23 ml/100 mg/menit.
Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat secara parsial,
maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah
tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah,
2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam
daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan
vasodilatasi maksimal (Gunther et al., 2011).
Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan
vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari
kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme
autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang
ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus,
sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena
sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama.
Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan
pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri) merupakan reaksi
degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel
saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik
dan yang terakhir adalah gambaran infark (Guyton 1996).
Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum. Hipoglikemia
jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai mekanisme dikatakan terlibat
dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron,
produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose)
polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria (Cryer, 2007).
6
WOC KOMA & MATI BATANG OTAK
MK:
7
Ketidakmampuan
MK: Defisit Pengetahuan
koping keluarga
Keluarga
D. Kriteria Mati Batang Otak
1. Prakondisi
a. Keadaan klinis saat ini tidak disebabkan oleh obat-obat depresan sistem saraf pusat.
b. Pasien dengan ventilator atas indikasi respirasi spontan yang tidak adekuat: efek
obat-obat penghambat neuromuskular harus disingkirkan.
c. Hipotermia dan gangguan metabolik berat bukanlah merupakan penyebab utama
kondisi pasien saat ini.
2. Tes
a. Tidak ada respon pupil terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okular.
d. Tidak ada reflek muntah atau respons terhadap pengisapan trakea.
e. Tidak ada respons motorik pada daerah nervus kranial terhadap rangsang nyeri,
misalnya tekanan supraorbita.
f. Tidak ada gerakan pernafasan ketika ventilator dilepaskan.
Tes harus dilaksanakan oleh dua orang dokter, yang keduanya memiliki keahlian
yang tepat dan satu atau keduanya adalah dokter konsultan. Tes harus dilakukan dengan
interval, kematian dipastikan pada waktu tes kedua dilakukan, dengan asumsi tidak
adanya bukti fungsi batak otak yang terdeteksi.
Penetapan waktu kematian pasien adalah pada saat dinyatakan mati batang otak,
bukan saat ventilator dilepas dari mayat atau jantung berhenti berdenyut.
Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau ditunda hanya tindakan yang
bersifat terapeutik dan/atau perawatan yang bersifat luar biasa (extra-ordinary),
meliputi:
1) Rawat di intensive care unit
2) Resusitasi jantung paru
3) Pengendalian disritmia
4) Intubasi trakeal
5) Ventilasi mekanis
6) Obat vasoaktif
8
7) Nutrisi parenteral
8) Organ artifisial
9) Transplantasi
10) Transfusi darah
11) Monitoring invasif
12) Antibiotika
13) Tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.
Terapi bantuan hidup yang tidak dapat dihentikan atau ditunda meliputi oksigen,
nutrisi enteral dan cairan kristaloid.
E. Pemeriksaan Diagnostik
9
Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan oleh adanya
puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal sistolik tanpa aliran diastolik
(diastolic flow) atau reverberating flow, mengindikasikan adanya resistensi yang
sangat tinggi (very high vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang besar.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada lagi yang dapat dilakukan pada pasien dengan mati otak (Jacobalis, 1997).
Pasien dengan mati otak adalah manusia yang sudah mati, Brain death is death. Mati adalah
kematian batang otak, sekalipun elektrokardiografi masih menunjukkan ritme normal
(Indries, 1997).
Jika semua kriteria mati otak sudah terpenuhi, maka ventilator dan alat pendukung
hidup lainnya dapat dilepas. Dengan begitu, dokter dan rumah sakit tidak dituntut
melakukan pembunuhan. Untuk negara dengan tindakan transpalntasi yang telah
berkembang pesat, diagnosis mati otak diusahakan secepat mungkin agar organ yang ada
pada pasien tersebut dapat digunakan untuk keperluan transplantasi calon resepien
(Jacobalis, 1997).
G. Prognosis
Dengan memperhatikan penyebab koma, dan kecepatan onset nya, pengujian untuk
tujuan mendiagnosa kematian pada batang otak alasan kematian mungkin tertunda
melampaui tahap di mana refleks batang otak mungkin tidak ada hanya sementara - karena
aliran darah otak tidak memadai untuk mendukung fungsi sinaptik meskipun masih ada
aliran darah yang cukup untuk menjaga sel-sel otak hidup dan mampu pemulihan. Ada baru-
baru ini diperbarui minat kemungkinan perlindungan neuronal selama fase ini dengan
menggunakan hipotermia moderat dan oleh koreksi kelainan neuroendokrin sering terlihat di
tahap awal ini.
Penelitian yang diterbitkan pasien yang memenuhi kriteria untuk kematian batang otak
atau kematian seluruh otak (standar Amerika yang meliputi kematian batang otak
10
didiagnosis dengan cara yang sama) catatan bahwa bahkan jika ventilasi dilanjutkan setelah
diagnosis, jantung berhenti berdenyut hanya dalam beberapa jam atau hari. Namun, ada
beberapa yang selamat dalam jangka panjang dan perlu dicatat bahwa manajemen ahli dapat
menjaga fungsi tubuh otak wanita mati hamil cukup lama untuk membawa mereka ke suatu
waktu.
Pengelolaan pasien dinyatakan meninggal pada pemenuhan kriteria kematian batang
otak tergantung pada alasan untuk mendiagnosis kematian atas dasar itu. Jika tujuannya
adalah untuk mengambil organ dari tubuh untuk transplantasi, ventilator dihubungkan
kembali dan langkah-langkah pendukung kehidupan yang terus, mungkin intensif, dengan
penambahan prosedur yang dirancang untuk melindungi organ-organ yang diinginkan
sampai mereka dapat dihapus. Jika tidak, ventilator yang tersisa terputus pada konfirmasi
kurangnya respon pusat pernapasan.
11
BAB III
A. Pengkajian
1. Anamnesa
Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari
orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya serta tenaga medis
lainnya yang mungkin sebelumnya mengetahui penyebab klien mengalami koma
(penurunan kesadaran).
a. Identitas
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat tinggal
b. Keluhan Sebelum Koma
Sakit kepala, kelemahan progresif maupun kambuhan, vertigo, mual dan muntah
c. Keadaan klien Sebelumnya
Trauma kepala, Kejang, keadaan saat klien ditemukan apakah ada muntahan
darah saat sebelum terjadi koma, apakah koma terjadi secara mendadak atau
perlahan
d. Riwayat Medis
Prosedur pembedahan, infeksi,
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Epilepsi, Trauma kepala, Stroke, Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung,
kanker, uremia
f. Riwayat Psikologis Sebelumnya
Depresi, stress sosial
g. Riwayar Obat-obatan
Sedatif, obat psikotropika, narkotika
12
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Tanda –Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada
tidaknya aritmia. Peningkatan tekanan darah bisa menunjukkan adanya peningkatan
tekanan intrakranial atau stroke.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata
kelainan hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada
penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan
sangat berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur
servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku
kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
2) Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.Luka pasca trauma,
Opistotonus (meningitis), Miring kanan/kiri (tumor fossa posterior), Apakah
keluar darah atau cairan dari telinga/hidung, Hematom disekitar mata (Brill
hematoma) atau pada mastoid.
3) Leher
Apakah tampak ada fraktur atau tidak, kaji apakah ada kaku kuduk dan
jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas, kelumpuhan 4
ekstremitas, trauma di daerah muka).
4) Rongga Mulut
Tampak mukosa mulut apakah terjadi pendarahan, bau nafas penderita
(amoniak, aseton, alkohol,dll).
5) Thorax dan Jantung
Kontraktilitas jantung menurun, adanya sekret, penurunan fungsi paru,
adanya suara ronchi.
13
6) Abdomen
Kemampuan menelan, mengunyah tidak ada, penyerapan makanan tidak
adekuat, konstipasi, penurunan kerja ginjal, inkontinensia urin.
7) Ekstermitas
Sianosis ujung jari, edema pada tungkai.
c. Pemeriksaan Neurologis
1) Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
Respons Motorik
Sesuai perintah 6
Mengetahui lokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi refleksi-dekortikasi 3
Reaksi ekstensi-deserebrasi 2
Tidak berespons 1
Respons Verbal
Dapat berbicara dan memiliki orientasi 5
Baik 4
Dapat berbicara, namun disorientasi 3
Berkata-kata tidak tepat dan tidak jelas (inappropriate words) 2
Mengeluarkan suara tidak jelas (incomprehensive sounds) 1
Tidak bersuara
14
b) Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk).
Disebabkan oleh gangguan metabolik.
c) Lengan dan tungkai.
(1) Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity)gangguan di hemisfer,
batang otak masih baik.
(2) Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity)kerusakan di batang
otak.
d) Pola pernafasan
(1) Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).:Terjadi keadaanapnea,
kemudia timbul pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar
amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak, akan menurun lagi
proses di hemisfer dan/batang otak bagian atas.
(2) Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) :Pernfasan cepat dandalam
disebabkan gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons).
Letak prosesnya lebih kaudal dari pernafasan Cheyne-stokes.
Prognosisnya juga lebih buruk
(3) Pernafasan apneustik :Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikutioleh
poenghentian ekspirasi selama beberapa saat.Gangguan di pons.
Prognosis lebih jelek daripada hiperventilasi neurogen sentral karena
prosesnya lebih kaudal.
(4) Pernafasan ataksik: Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat,dan
tidak teratur. Terganggunya formation retikularis di bagian dorsomedial
dan medulla oblongata. Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering
disebut sebagai tanda menjelang ajal.
e) Kelainan pupil dan bola mata
Penampang pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, bentuk dan reflek.
(1) Deviasi conjugate
Kedua bola mata kesamping kearah hemicerebral yang terganggu.
Besar, penampang pupil dan reaksi reflek cahaya normal, menunjukkan
kerusakan di pontamen
(2) Kelainan thalamus
15
Kedua bola mata melihat ke hidung, dan tak dapat melihat ke atas, pupil
kecil, reflek cahaya lambat.
(3) Kelainan pons
Kedua bola mata di tengah, bila dilakukan gerakan, doll eye m, pupil
sebesar titik (pin point pupil), reflek cahaya positif(+)
(4) Kelainan di cerebellum
Kedua bola mata ditengah, pupil lebar, bentuk normal, reflek cahaya
positif(+)
(5) Kelainan di nervus III
Pupil di daerah terganggu melebar, reflek cahaya positif (+), pupil pada
sisi sehat normal. Sering terlihat pada herniasi tentorium, nervus iii
tertekan.
(6) Refleks sefalik
(7) Refleks pupil
Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi). Konvergensi sulit
diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh karena itu
pada penderita koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan
konsensual. Bila refleks cahaya terganggu, gangguan di mesensefalon.
(a) Doll’s eye phenomenon
Gangguan di pons (refleks okulo-sefalik negative).
(b) Refleks okulo-vestibular
Menggunakan tes kalori. Jika ( -) berarti terdapat gangguan di pons.
(c) Refleks kornea
Merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan
penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di pons.
(8) Refleks muntah
Sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada
kerusakan di medula oblongata.
(9) Reaksi terhadap rangsangan nyeri
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum.
Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks, sebagai berikut:
16
1. Abduksi : fungsi hemister masih baik (high level function).
2. Menghindar (Flexi dan aduksi) : hanya ada low level function.
3. Flexi : ada gangguan di hemister.
4. Extensi kedua lengan dan tungkai : gangguan di batang otak.
B. Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
17
040613Tekanan darah sistolik normal (5) 2) Menyesuaikan bagian kepala tempat tidur
040614Tekanan darah diastolik normal (5) untuk mengoptimalkan perfusi serebral
040619Peningkatan status kesadaran (5) 3) Berikan cairan dengan jumlah terbatas
(1400cc/24jam) untuk mencegah edema
040620Perbaikan status neurologis (5)
serebral
4) Observasi tingkat klien, tingkah laku, fungsi
motorik/sensorik, pupil setiap 1-2 jam sekali
dan sebagaimana kebutuhan.
5) Observasi tingkat kenyamanan klien (sakit
kepala, mual, muntah) dimana merupakan
indikasi adanya peningkatan tekanan
intrakranial
6) Intruksi untuk tidak melakukan aktivitas yang
dapat meningkatan intratoraks dan intra
abdomen (misalnyamengedan, latihan
isometric, fleksi panggul, batuk).
7) Perhatikan kestrerilan sistem monitoring
8) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik secara
optimal pada setiap mengganti selang atau
balutan.
9) Berikan obat pelunak feses
10) Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit
sampai dengan 1 jam
11) Monitor status respirasi: ritme, frekuensi,
kedalaman pernafasan, PaO2, Pco2, Ph
bikarbonat
12) Monitor status neurologis klien
13) Monitor peningkatan takanan intrakranial
setiap 15 menit sampai dengan 1 jam
18
14) Monitor pemasukan dan
pengeluaran, elektrolit dan berat jenis untuk
menetapkan kemungkinan ketidakseimbangan
cairan yang mendukung terjadinya edema
serebral.
15) Laporkan segera pada dokter bila ada
perubahan neorologi (misalnya tanda-tanda
vital).
NOC NIC
19
8) Monitor adanya dyspnea atau kejadian yang
dapat semakin memperburuk
9) Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronchi pada jalan
nafas utama
10) Monitor hasil ventilasi mekanik, catat
peningkatan tekanan inspirasi dan penurunan
tidal volume (jika klien memakai ventilator)
11) Catat perubahan SaO2, SvO2 dan tidal Co2
(jika klien memakai ventilator)
12) Buka jalan nafas dengan gunakan teknik
mengangkat dagu atau rahang
13) Posisikan klien pada satu sisi untuk mencegah
aspirasi
Oxygen Therapy
20
6) Monitor sianosis perifer
7) Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardia, peningkatan sistolik)
8) Identifikasi penyebab dan perubahan vital sign
NOC NIC
21
3) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
melakukan tindakan suction
4) Cuci tangan
5) Menggunakan alat pelindung diri (contoh:
gloves, goggles dan masker)
6) Gunakan alat steril setiap melakukan tindakan
trakeal suction
7) Gunakaan suction endotrakeal atau
nasotrakeal
8) Tentukanjumlah yang rendah kebutuhan
suction untuk menghilangkan sekret (80-120
mmHg untuk dewasa)
9) Hentikan penggunaan trakeal suction dan
memberikan tambahan oksigen jika klien
mengalami bradikardi, peningkatan ektopi
ventrikular, dan desaturasi
10) Monitor adanya nyeri
11) Monitor status oksigen klien (level SaO2 dan
SvO2), monitor status neurologis klien (status
mental, ICP, perfusi tekanan cerebral,monitor
status hemodynamic sebelum, selama, dan
sesudah suction
12) Monitor dan catat warna, jumlah dan
konsistensi sekret
22
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...X 24 jam kebutuhan nutrisi klien
adekuat
NOC NIC
23
100509Nilai Trigliseride normal : 45-160 mg 5) Masukkan kalori sesuai dengan kebutuhan
6) Monitor catatan makanan yang masuk atas
Nutritional Status: Food & Fluid Intake
kandungan gizi dan jumlah kalori
1008
7) Kolaborasi penambahan inti protein, zat besi,
Domain- Physiologic Health (II) dan vitamin C yang sesuai
Class- Digestion & Nutrition (K) 8) Pastikan bahwa diit mengandung makanan
yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
Indikator (1-5):
9) Beri makanan protein tinggi, kalori tinggi, dan
100802Intake makanan per NGT adekuat (5) bergizi yang sesuai
D. Evaluasi
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk
fungsi batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak
adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea.
Menurut kriteria Komite Ad Hoc Harvard tahun 1968, kematian otak didefinisikan oleh
beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi lagi secara permanen, yang
ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon terhadap rangsang, tidak adanya
pergerakan napas, dan tidak adanya refleks-refleks, yakni respon pupil terhadap cahaya
terang, pergerakan okuler pada uji penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip,
aktivitas postural (misalnya deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks
kornea, refleks faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang
kedua adalah data konfirmasi yakni eeg yang iselektris.kedua tes tersebut dilakukan ulang
24 jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu kurang dari 32,2o c) atau
depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat.penentuan tersebut harus dilakukan oleh
seorang dokter. (Mernoff, 2009)
B. Saran
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan diatas maka kita sebagai praktisi klinis
diharapkan dapat memahami keadaan mati batang otak dan dapat menegakkan diagnosis
mati batang otak secara tepat sehingga diharapkan nantinya bila kita menemukan kasus ini
kita dapat memberikan penanganan yang tepat kepada penderita.
25
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M.,et al. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Diharapkan Edisi Bahasa Indonesia Edisi 8 Buku 2. St. Louis : Elsevier
Kathryn L. McCance, et al. 2010. Pathophysiology: Biologic Basis for Disease in Adults and
Children. Missouri: Mosby Elsevier.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Neurologi klinis dasar. Jakarta Dian Rakyat.2011. Hal.280
Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, Edisi 2.
Jakarta. EGC.2009. Hal.902.
iii