You are on page 1of 69

1

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian

1. Modal Insani (Human Capital)

Karyawan di perusahaan merupakan aset nirwujud, di mana kontribusi

nyata dari aset SDM adalah pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang

dimiliki. Aset lain—dari kemampuan nirwujud adalah modal manusia,

organisasi, dan modal sosial. Modal manusia muncul sebagai sumber daya

pada tingkat individu dan organisasi. Modal manusia individu dapat

diperoleh dengan menarik dan memilih staf yang berketerampilan tepat dan

berpengalaman. Modal insani dapat dikembangkan melalui pembelajaran.

Modal insani dapat diubah menjadi sumber daya organisasi dengan

menyelaraskan orang dengan organisasi, melibatkan pemilik dan investor.

Pada Gambar 2.1 tersaji bentuk dari modal insani.1

Menarik nilai (pengetahuan, keterampilan, dan perilaku) dari individu

karyawan merupakan modal awal perusahaan. Mereka akan menjadi modal

utama perusahaan. Lalu modal awal ini dikembangkan dan diselaraskan

oleh perusahaan sebagai modal dan sumber daya organisasi. Modal insani

yang telah disesuaikan dan dikembangkan perusahaan ini yang nantinya

1
Jon Ingham, Strategic Human Capital Management: Creating Value through People, (United States:
Butterworth-Heinemann, 2007), h. 104.

16
2

akan menjadi modal insani organisasi berupa aset nirwujud yang bernilai

bagi pemilik modal dan investor.

Gambar 2.1. Forms Human Capital


Sumber: Jon Ingham, Strategic Human Capital Management: Creating Value
through People, (United States: Butterworth-Heinemann, 2007), h.
104.

Karyawan disebut modal manusia (human capital) perusahaan guna

membedakan mereka dari aktiva tetap (fixed assets) dan modal finansial

(financial capital). Karyawan merupakan komponen kritis di dalam

penyusunan dan pelaksanaan strategi perusahaan.2

Sawarjuwono dan Kadir berpendapat agar perusahaan dapat terus

bertahan dengan cepat maka mereka harus mengubah dari, dari bisnis yang

2
Mason A. Carpenter & Wm. Gerard Sanders, Strategic Management: A Dynamic Perspective, Concept
and Cases, Second Edition (New Jersey: Pearson Educations, 2009), h. 405.
3

didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju bisnis

berdasarkan pengetahuan (knowledge based business), dengan karakteristik

utama ilmu pengetahuan.3

Dalam ekonomi pengetahuan (knowledge economy) karyawan

dianggap sebagai pencipta pendapatan daripada biaya. “Knowledge of

people’s competence is sources of wealth creation.”4 Oleh karena itu,

perusahaan harus mampu menjadikan pengetahuan sebagai kekuatan

dalam bersaing. Pengetahuan yang dimiliki tersebut dijadikan sumber

berharga dan kekuatan strategis agar dapat unggul dibandingkan pesaing.

Pengetahuan yang dimiliki perusahaan bersumber dari pengetahuan

individu karyawan. Pengetahuan ditangkap (acquisition), disimpan

(resiporitory), dan kemudian disebarkan (share) sejak mulai karyawan untuk

pertama kali bergabung dengan perusahaan, selama menjadi karyawan,

hingga akhir masa pemutusan hubungan kerja. Aset intelektual yang

bersumber dari SDM ini yang menjadi kekuatan perusahaan untuk

memenangkan persaingan.

3
Tjiptohadi Sawarjuwono & Agustine Prihatin Kadir, “Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan
Pelaporan (Sebuah Library Research)”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 5 No. 1, Mei 2003, h.
35.
4
Jyotirmayee Choudhury & B. B. Mishra, “Theoretical and Empirical Investigation of Impact of
Developmental HR Configuration on Human Capital Management,” International Business
Research, Vol. 3, No. 4, October 2010, p. 182.
4

Laroche, Merette, dan Ruggeri mendefinisikan modal insani sebagai

kumpulan dari kemampuan bawaan dan pengetahuan dan keterampilan

yang individu peroleh dan kembangkan sepanjang masa hidupnya.5

Perusahaan masa depan, akan menjadi sebuah “pabrik ide”, di mana

wawasan terbaru dan penemuan di seluruh dunia terus diterapkan untuk

memecahkan masalah bagi klien. Menurut Robert Reich bahwa modal

manusia akan menciptakan keunggulan kompetitif melalui identifikasi dan

penyelesaian masalah baru.6

Peran SDM sebagai “pabrik ide” yang menyumbang pemikiran kreatif

menjadi kekuatan perusahaan. Kekuatan fisik SDM, berupa tenaga fisik dan

kekuatan otot; sudah mulai digantikan oleh kekuatan intelektual, berupa ide,

gagasan, dan kontribusi pemikiran. sebagai modal insani. Kekuatan

intelektual inilah yang disebut sumbangan pengetahuan, keahlian, dan

kemampuan.

Lebih khusus, Ulric menyatakan SDM dapat membantu memberikan

keunggulan organisasi dalam empat cara berikut: 1) SDM harus menjadi

mitra bagi para manajer senior dan manajer lini dalam mengeksekusi

strategi, membantu untuk menuangkan perencanaan dari ruang

pertemuan/konferensi ke pasar; 2) SDM harus menjadi ahli dalam mengatur

dan melaksanakan cara kerja, memberikan efisiensi administratif untuk

5
Mireille Laroche, Marcel Merette, and G.C. Ruggeri, “On the Concept and Dimensions of Human
Capital in a Knowledge-Based Economy Context,” Canadian Public Policy, Vol. XXV, No. 1, 1999, h.
89.
6
Christopher E. Olstead & Anne S. Davis, “Ideas at Work: Creating an On-Project Idea Factory”, Article
in Advance in Applied Business Strategy, Editor Lawrence W. Foster, Volume 4, (London: Jai Press
Inc., 1995), h. 57.
5

memastikan efisiensi biaya dengan tetap menjaga kualitas; 3) karyawan

harus menjadi juara, dengan penuh semangat mewakili keprihatinan mereka

kepada manajemen senior dan pada saat yang sama bekerja untuk

meningkatkan kontribusi mereka; yaitu, komitmen terhadap organisasi dan

berupaya meningkatkan kemampuan untuk memberikan hasil; dan 4) SDM

secara terus menerus harus menjadi agen transformasi, membentuk proses

dan budaya dengan bersama-sama meningkatkan kapasitas organisasi

untuk berubah.7

Menurut Bontis, et. al., modal insani merupakan faktor manusia dalam

organisasi; kombinasi dari kecerdasan, keterampilan dan keahlian yang

memberikan karakter pembeda pada organisasi; yaitu mereka yang mampu

belajar, berubah, berinovasi dan memberikan dorongan kreatif yang dapat

menjamin kelangsungan hidup organisasi dalam jangka panjang.

Human capital represents the human factor in the organisation; the


combined intelligence, skills and expertise that gives the organisation
its distinctive character. The human elements of the organisation are
those that are capable of learning, changing, innovating and providing
the creative thrust which if properly motivated can ensure the long-run
survival of the organisation.8

Burud dan Tumolo mendefinisikan human capital sebagai

pengetahuan, keahlian, dan bakat yang dimiliki karyawan ditambah modal

relasional dengan pihak lain untuk mencapai tujuan organisasi.

7
Dave Ulrich, “A New Mandate for Human Resources,” Harvard Business Review, January—February
1998, hh. 124—125.
8
Nick Bontis, et. al., “The Knowledge Toolbox: A Review of the Tools Available to Measure and Manage
Intangible Resources,” European Management Journal, Vol. 17, No. 4, 1999, h. 393.
6

Human capital is defined as the application of intellectual capital


(knowledge, skills, and talent) plus relational capital (connections and
relationships with customers, peers, vendors, and external associates)
in the pursuit of an organization’s goals.9

Lebih jauh Fitz-enz mendefinisikan modal insani sebagai kombinasi

dari keahlian, motivasi, keterikatan dan komitmen karyawan; “Human capital

is the combination of employee skills, motivation, engagement, and

commitment”.10

Menurut Baron & Armstrong, modal insani tidak dimiliki oleh organisasi

tetapi dijamin melalui hubungan kerja. Orang membawa modal insani untuk

organisasi kemudian dikembangkan melalui pengalaman dan pelatihan.11

Karyawan melalui pengetahuan yang dimiliki mampu mengubah ide

menjadi sesuatu yang bernilai (valuable) bagi perusahaan, seperti mengubah

komoditas menjadi merek (brand). Maka, dengan ide yang dimiliki SDM

perusahaan inilah muncul produk dan layanan yang ditawarkan kepada

konsumen. Tanpa adanya ide manusia, sumber daya yang lain akan tidak

berharga nilainya.

Menurut Kucharčíková modal insani adalah aset nirwujud yang penting

dari perusahaan. Modal insani merupakan sejumlah bakat dan keahlian

bawaan yang digunakan karyawan untuk menciptakan nilai bagi perusahaan.

Human capital is defined as the sum of congenital and acquired skills,


knowledge, skill, talent, inventiveness that an individual uses to value

9
Sandra Burud & Marie Tumolo, Leveraging The New Human Capital: Adaptive Strategies, Results
Achieved, and Stories Of Transformation, (California: Davies-Black Publishing, 2004), h. 11.
10
Jac Fitz-enz, Op. Cit., h. 20.
11
Angela Baron & Michael Armstrong, Human Capital Management: Achieving Added Value Trough
People, (United State: Kogen Page, 2007), h. 9.
7

creation in companies. Human capital is important intangible asset of


enterprises.12

Sependapat hal di atas, Rosak-Szeroka dan Borkowski dalam Alika

dan Aibieyi menegaskan bahwa karyawan adalah sumber daya yang paling

berharga dari setiap organisasi, tanpa memperhatikan berbagai tugas yang

dikerjakannya.13 Lebih jauh Barron & Armstrong menyatakan bahwa modal

insani terdiri dari sumber daya nirwujud yang pekerja berikan untuk para

pemberi kerja.14

SDM perusahaan memberikan kontribusi fisik/tenaga dan nonfisik,

berupa pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dimiliki, sejak pertama

kali bergabung ke perusahaan hingga berakhirnya hubungan kerja.

Karenanya, perlu pengelolaan SDM sebagai aset nirwujud perusahaan

sehingga kontribusi karyawan tersebut bisa dikelola dengan baik dan

memberikan kinerja maksimal bagi keberlangsungan bisnis perusahaan.

Manajemen modal insan adalah upaya terpadu untuk mengelola dan

mengembangkan kemampuan manusia untuk mencapai tingkat signifikan

kinerja yang tinggi.15 Kinerja tinggi dan produktivitas setiap karyawan

berdampak pada kinerja perusahaan. Tahir, Yousafzai, & Jan menyatakan

Kinerja karyawan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan organisasi.

12
Alžbeta Kucharčíková, “Managerial Approaches to Understanding the Human Capital,” Human
Resources Management & Ergonomics, Volume VII, 1/2013, h. 33.
13
Iyere Joseph Alika and Stan Aibieyi, “Human Capital: Definitions, Approaches and Management
Dynamics,” Journal of Business Administration and Education, Volume 5, Number 1, 2014, h. 60.
14
Angela Baron & Michael Armstrong, op. cit., h. 8.
15
Neenu Wilson & Sebastian Rupert Mampilly, “The Role of Human Capital Management Practices in
Inculcating Learning Orientation and Its Relationship with Performance: A Systematic Literature
Review,” Journal of Business and Management, Volume 16, Issue 7. Ver. III, July 2014, h. 15.
8

Kinerja karyawan merupakan kombinasi kompetensi dan pengalaman yang

dipupuk melalui pelatihan dan pengembangan karyawan.

Performance contributes to the growth of the organization specifically


since they can implement in combination competences and expertise
acquired through training and development.16

Produktivitas merupakan masalah bagi organisasi, terutama

produktivitas sumber daya organisasi yang paling mahal—SDM, banyak

organisasi telah berusaha untuk menghadapi masalah ini dengan

perampingan jumlah karyawan tingkat bawah. Karenanya, menurut Beatty,

hal ini menjadi perhatian serius para manajer untuk meningkatkan

produktivas karyawan.

Productivity is a problem for organization, especially the productivity of


an organization’s most expensive resource—human resources, many
organizations have attempted to confront this issue by downsizing the
number of entry-level employees, but improved human resource
productivity is not merely a “blue collar” problem. It requires a rigorous
examination of human resources productivity at the managerial level
because managers have responsibility for their own performance and
that of their expensive direct and indirect reports.17

Produktivitas, menurut Cascio, merupakan ukuran dari keluaran

(output) barang dan jasa relatif terhadap masukan (input), berupa tenaga

kerja, material, dan peralatan. Industri yang semakin produktif, maka akan

16
Neelam Tahir, Israr Khan Yousafzai, & Shahid Jan, “The Impact of Training and Development on
Employees Performance and Productivity A case study of United Bank Limited Peshawar City, KPK,
Pakistan,” International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 4, No.
4, April 2014, h. 87
17
Richard W. Beatty, “Competitive Human Resource Advantage Through the Strategic Management of
Performance,” Human Resource Planning, Volume 12 Number 3, 1992, h. 179.
9

lebih baik posisi bersaingnya, karena akan menghasilkan biaya unit yang

lebih rendah.

In general, however, productivity is a measure of the output of goods


and services relative to the input of labor, material, and equipment.
The more productive an industry, the better its competitive position
because its unit cost are lower.18

Investasi modal insani yang fokuskan pada pelatihan karyawan sangat

efektif dalam meningkatkan kinerja karyawan. Modal insani merupakan aset

yang paling berharga organisasi; modal insani ini akan menentukan daya

saing dan keuntungan organisasi.19 Bapna et. al., menyatakan sebagai aset

berharga, maka karyawan harus ditingkatkan kompetensinya melalui

pelatihan dan pengembangan.

Human capital has generally been accepted as the most valuable


asset of nations and organisations. It is the core capability within
firms and an important variable that determines an organisation’s
competitive success and profitability in today’s market place.20

Dari uraian di atas, karyawan sebagai aset modal insani perusahaan

memberikan kontribusi pegetahuan, keahlian, dan kemampuan yang

dimilikinya terhadap perkembangan bisnis perusahaan. Kontribusi nirwujud

inilah yang akan menjadikan perusahaan kompetitif dibanding pesaing, jika

terus dikembangkan sejalan dengan arah bisnis perusahaan.

18
Wayne F. Cascio, op. cit., h. 15.
19
Ravi Bapna, et. al., “Human Capital Investments and Employee Performance: An Analysis of IT
Services Industry,” Management Science 59 (3), May 9, 2012, h. 641.
20
F.D.K. Fugar, Naa Adjeley Ashiboe-Mensah & Emmanuel Adinyira, “Human Capital Theory:
Implications for The Ghanaian Construction Industry Development,” Journal of Construction Project
Management and Innovation, Vol. 3 (1), 2013, h. 465.
10

2. Strategi Perusahaan

Dalam mencapai tujuan perusahaan, strategi merupakan hal paling

penting untuk diperhatikan organisasi. Organisasi perlu menyusun sejumlah

keputusan dan menjalankan aksi, untuk kemudian melakukan evaluasi

terhadap formulasi strategi dan implementasi tersebut, agar organisasi tetap

berjalan pada tujuan yang telah ditetapkan.

Coulter mendefinisikan strategi sebagai rencana dan tindakan yang

menyelaraskan (mencocokan) kemampuan dan sumber daya dengan

peluang dan ancaman di lingkungannya yang diarahkan pada tujuan

organisasi.21 Dari definisi tersebut, Kuncoro menjelaskan ciri-ciri strategi

yang utama adalah 1) goal-oriented action, yaitu aktivitas yang menunjukkan

“apa” yang diinginkan organisasi dan “bagaimana” mengimplementasikannya;

2) mempertimbangkan semua kekuatan internal (sumber daya dan

kapabilitas), serta memperhatikan peluang dan tantangan.22

Pearce dan Robinson mengartikan strategi merupakan interaksi

perusahaan dengan lingkungan persaingan agar mencapai tujuan.23 Inti dari

strategi adalah bagaimana mencapai tujuan, seperti apa yang disampaikan

Chandler dalam Kuncoro, strategi sebagai penentuan tujuan dan sasaran

jangka panjang perusahaan. Menurutnya:

21
Mary Coulter, Strategic Management in Action, Sixth Edition, (New Jersey: Pearson Education, 2013),
h. 5.
22
Mudrajad Kuncoro, Strategi: Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif?, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2006), h. 12.
23
John A. Pearce II & Richard B Robinson, Jr, Strategic Management: Formulation, Implementation,
and Control, Eleventh Edition, (New York: McGraw-Hill, 2009), h. 3.
11

Strategy can be defined as the determination of the basic long-term


goals and objectives of an enterprise, and the adoption of courses of
action and the allocation of resources necessary for carrying out these
goals.24

Sumber daya perusahaan harus dialokasikan dengan tepat saat

penyusunan strategi perusahan, agar perusahaan mampu mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Karenanya, strategi bisnis menyeimbangkan situasi

lingkungan yang ada, baik lingkungan makro di luar perusahaan (politik,

sosial, budaya, ekonomi, teknologi), maupun lingkungan mikro di dalam

internal perusahaan (keadaan finansial, riset dan pengembangan, teknologi

informasi, pemasaran, maupun SDM) agar mampu bergerak bersama

mencapai tujuan organisasi. Dengan upaya konsisten untuk menjalankan

rencana yang sudah ditetapkan perusahaan, maka kemungkinan arah

perjalanan perusahaan dalam mencapai tujuan akan lebih diminimalisasi ke

luar dari peta jalan yang telah ditetapkan.

Perusahaan membutuhkan sumber daya (finansial, sistem informasi,

teknologi, maupun SDM) untuk menyusun dan menjalankan strategi yang

sudah ditetapkan. Menurut Daft dalam Barney, sumber daya perusahaan

(firm resource) mencakup semua aset, kemampuan, proses organisasi,

atribut perusahaan, informasi, pengetahuan, dll. yang dikendalikan oleh suatu

perusahaan sehingga memungkinkan perusahaan untuk dapat memahami

dan menerapkan strategi guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas.25

24
Mudrajad Kuncoro, op. cit., h. 12.
25
Jay Barney, “Firm Resources and Sustained Competitive Advantage,” Journal of Management, Vol.
17 No. 1, 1991, h.101.
12

Sumber daya perusahaan dapat berwujud fisik (pabrik, tanah, material)

maupun tidak berwujud. Menurut Dess, et. al., kompetitor akan sulit untuk

meniru sumber daya nirwujud berupa sumber daya manusia, sumber daya

inovasi, dan sumber daya reputasi.

Much more difficult for competitors (and, for that matter, a firm’s own
managers) to account for or imitate are intangible resources, which are
typically embedded in unique routines and practices that have evolved
and accumulated over time. These include human resources,
innovation resources, and reputation resources.26

Armstrong menyatakan strategi adalah deklarasi niat, sebuah

keputusan ke mana kita akan menuju dan bagaimana mencapai tujuan

tersebut. Strategi menentukan tujuan jangka panjang dan bagaimana

memusatkan perhatian agar tujuan tersebut harus dicapai.

Strategy is about deciding where you want to go and how you mean to
get there. A strategy is a declaration of intent: ‘This is what we want to
do and this is how we intend to do it.’ Strategies define longer-term
goals but they are more concerned with how those goals should be
achieved. Strategy is the means to create value. A good strategy is
one that works, one that guides purposeful action to deliver the
required result.27

Strategi, menurut Dess et. al., adalah ide, keputusan, dan tindakan

yang memungkinkan suatu perusahaan untuk berhasil. Lebih jauh, Dess et.

al., menyatakan manajemen strategis sebagai proses yang terdiri dari

analisis, keputusan, dan tindakan organisasi; di mana organisasi

26
Gregory G. Dess, et. al., Strategic Management: Text and Cases, Seventh Edition, (New York:
McGraw-Hill Education, 2014), h. 84.
27
Michael Armstrong, Strategic Human Resource Management: A Guide to Action, Third Edition,
(London: Kogan Page, 2006), h. 19.
13

menjalankannya dalam rangka menciptakan dan mempertahankan

keunggulan kompetitif.28

Learned, et. al.,. & Porter dalam Barney menyatakan bahwa sumber

daya perusahaan merupakan kekuatan yang dapat digunakan oleh

perusahaan untuk memahami dan menerapkan strategi mereka.29 Sumber

daya merupakan bahan baku yang harus dialokasikan untuk menetapkan

arah dan mencapai tujuan bisnis perusahaan.

Perusahaan secara fundamental heterogen, dalam hal sumber daya

dan kemampuan internal, oleh karena itu, manajemen strategis menjadi

jantung sebuah organisasi.30 Manajemen strategis ini yang akan menyatukan

dan menyelaraskan semua sumber daya perusahaan agar teralokasi dengan

baik dalam mencapai tujuan perusahaan. Agar mampu bertahan dan

menang di dalam lingkungan industri dengan tingkat persaingan yang

turbulence, maka perusahaan harus menjalankan strategi yang tepat.

Perusahaan dalam posisi bersaing, harus memperhatikan situasi

industri di mana perusahaan tersebut berada. Menurut Porter, penentu

mendasar dari keuntungan perusahaan adalah daya tarik industri. Dalam

industri apapun, apakah industri domestik maupun internasional, apakah

menghasilkan barang atau jasa, persaingan bisnis terdiri lima faktor utama:

masuknya pendatang baru, ancaman produk subsitusi, daya tawar-menawar

28
Gregory G. Dess, et. al., op. cit., h. 7
29
Jay Barney, op. cit, 101.
30
Margaret A. Peteraf, “The Cornerstones of Competitive Advantage: A Resource-Based View,”
Strategic Management Journal, Vol. 14, No. 3, March 1993, h. 179.
14

pembeli, daya tawar-menawar pemasok, dan persaingan di antara para

peserta pesaing yang ada.31

Di Indonesia, industri farmasi, mengalami persaingan yang ketat dan

setiap perusahaan harus mampu memperhatikan peta bisnisnya masing-

masing. Tingkat persaingan di antara industri farmasi (rivalry among existing

firms) cukup tinggi. Persaingan bagaimana industri farmasi mampu meraih

pangsa pasar (market share) yang tinggi di setiap kategori produk. Para

industri farmasi bersaing untuk meningkatkan kesedaran merek (brand

awareness) di kategori obat-obat bebas melalui media promosi iklan baik di

televisi, radio, surat kabar, atau majalah (iklan cetak). Industri farmasi juga

besaing agar obat generik yang mereka produksi dapat digunakan oleh

rumah-rumah sakit, klinik pengobatan, dan apotek, juga dapat diresepkan

oleh dokter. Sedangkan untuk obat resep (ethical) para industri farmasi

berupaya keras agar obat-obat resep yang diproduksi dapat terstandarisasi

dan masuk formularium pada rumah-rumah sakit, klinik pengobatan, dan

apotek; serta dapat diresepkan oleh para dokter.

31
Michael E. Porter, Competitive Advantage: Creating and Sustainable Superior Performance, (United
States: The Free Press, 1985), h. 4.
15

Gambar 2.2 The Five Competitive Forces that Determine Industry


Profitability; Sumber: Porter (1985, 5)

Tingkat persaingan industri farmasi sudah begitu bergejolak, apalagi di

tengah kebijakan harga e-katalog. di mana jumlah kebutuhan dan harga obat

mengacu kepada jumlah dan harga perhitungan yang sudah ditetapkan oleh

pemerintah untuk memenuhi kebutuhan Badan Penyelengara Jaminan Sosial

(BPJS).

Ancaman masuknya pendatang baru (threat of new entrants) juga

menjadi perhatian industri farmasi saat ini. Kelompok usaha Kino yang dulu

merupakan sebuah perusahaan distribusi bernama PT Duta Lestar

Sentratama (1991), dan kini meluaskan sayap industri manufaktur melalui PT

Kino Sentra Industrindo (1997) yang fokus memproduksi makanan ringan, 32

pernah masuk ke dunia farmasi dengan meluncurkan tablet obat flu K-100.33

32
http://www.kino.co.id/company/, (diakes 25 Juli 2015).
33
Simon Jonatan, Launching for Marketer and Entrepreneur, (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 40.
16

Hingga saat ini, perusahaan ini tengah bermain di industri kecantikan dan

kosmetik kesehatan.

PT Sari Enesis, yang saat ini bukanlah industri yang masuk ke dalam

kategori industri farmasi, berdiri pada tahun 1988, merupakan salah satu

group fast moving consumer goods (FMCG), kini tengah bermain juga di

industri farmasi. Perusahaan ini adalah perusahaan pertama yang

memproduksi lotion anti nyamuk di Indonesia dengan merek dagang Soffell,

yang hingga saat ini merupakan lotion anti nyamuk terlaris di Asia dan Timur

Tengah, kini masuk ke industri farmasi dengan produk Adem Sari (sari

penyegar yang mengandung ekstrak Citrus aurantifolia, ekstrak Alyxia

stellata ret. Cortex, ekstrak Cinamommum burmanni BI cortex, dan Vitamin

C); yang menyasar target pasar untuk panas dalam, sakit tenggorokan,

sariawan, bibir pecah-pecah dan susah buang air besar; dan Vegeta

(suplemen serat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan alami pilihan yaitu

Plantago ovata dan akar Chicory) masuk ke pasar dengan mengusung

manfaat produk Vegeta, yaitu membantu kesehatan pencernaan.34

Ancaman produk subtitusi (threat of substitute products) juga tengah

menjadi perhatian serius industri farmasi. Dengan tingkat kesadaran dan

pendidikan yang tinggi, kini masyarakat Indonesia tidak lagi berorientasi pada

pengobatan ketika sakit (treating disease)—seperti tindakan masyarakat

yang datang ke dokter untuk mendapatkan pengobatan ketika sudah

terindikasi sakit dan memerlukan perawatan dokter, seperti sakit batuk, pilek,

34
http://www.enesis.com/corporate/index/id, (diakses 25 Juli 2015).
17

atau demam—dan pengelolaan penyakit (managing disease) yaitu upaya

seseorang/pasien agar mendapatkan penyembuhan untuk sakit yang

diderita, seperti penyakit diabetes mellitus atau kanker. Tetapi kini, pola

orientas masyarakat Indonesia telah berubah ke arah pencegahan penyakit

(preventing disease) dan pengelolaan kesehatan (managing health).

Implikasi pengelolaan kesehatan ini adalah masyarakat cenderung

lebih memperhatikan pola hidup dan makanan sehat. Seperti menghindari

makanan berkolesterol tinggi, minuman dan makanan dengan

pemanis/pengawet; atau kini banyak masyarakat yang cenderung berpola

hidup vegetarian (seseorang yang hanya makan, makanan yang bersumber

dari tumbuh-tumbuhan dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari

makhluk hidup). Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara menghindari

pemanis berkalori tinggi apabila menderita penyakit diabetes mellitus.

Banyak Industri makanan dan minuman, industri jamu, dan juga

industri farmasi---dengan pergeseran paradigma ini, maka mereka

memproduksi suplemen makanan (food supplement), suplemen minuman

(drink supplement), jamu (fitofarmaka), dan mulitivitamin sebagai upaya untuk

mengelola kesehatan agar hidup lebih sehat. Jika seseorang sehat,

dampaknya adalah mereka akan mengurangi konsumsi obat. Obat hanya

digunakan jika seseorang benar-benar merasa sakit.

Daya tawar-menawari pembeli (bargaining power of buyers) harus

mendapatkan perhatian khusus para industri farmasi. Para industri farmasi

melakukan penjualan obat-obatan secara reguler ke rumah sakit (RS)/klinik


18

kesehatan (KK), melalui mekanisme standarisasi atau formularium, maka

RS/KK akan menentukan obat-obat apa saja yang akan masuk instalasi

farmasi/apotek di RS/KK tersebut. Dengan jumlah obat yang begitu banyak

dalam kelas terapi obat, seperti untuk obat nyeri/analgesik (antiimflamasi

nonstroid) yang terdapat puluhan merek obat dengan kandungan asam

mefenamate; atau pada kategori antibiotik golongan penisilin—dengan

komposisi amoxicillin—memiliki puluhan merek yang dikeluarkan oleh para

industri farmasi. Maka rumah sakit umumnya menentukan obat-obatan yang

masuk standarisasi atau formularium dari golongan asam mefenamate dan

amoxicillin ini.

Umumnya RS/KK menentukan banyaknya merek obat yang masuk,

yaitu kurang lebih tiga obat branded ethical dan satu obat generiknya.

Kebijakan standarisasi ini akan berdampak pada pemberian potongan harga

yang tinggi oleh para industri farmasi agar produk obat mereka dapat masuk

standarisasi/formularium dan diresepkan oleh dokter di RS/KK tersebut.

Pada pasar tender juga mengalami hal serupa, dengan penentuan

harga perhitungan sendiri (HPS) yang telah ditetapkan oleh pemegang

anggaran, maka industri farmasi akan menyesuaikan harga jual produk

dengan HPS tersebut. Belum lagi dengan kebijakan BPJS dengan

penetapan harga melalui e-katalog, di mana industri farmasi akan ikut lelang

e-katalog dengan HPS yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Dampaknya,

keuntungan industri farmasi akan berkurang. Jika obat dari perusahaan

farmasi tidak menang dalam lelang e-katalog, terindikasi industri farmasi


19

tersebut hanya akan memasarkan obat-obatannya ke RS/KK yang bukan

provider BPJS, dengan demikian cakupan pasar akan berkurang. Dengan

semakin berkurangnya pasar, karena hanya menggarap pasar reguler saja,

maka industri farmasi yang tidak menang e-katalog akan mengurangi

kapasitas produksi dan juga jumlah karyawan.

Daya tawar-menawar pemasok (bargaining power of supplier)

menentukan produk akhir yang dipasarkan oleh industri farmasi. Pasokan

bahan baku dari supplier harus tiba tepat waktu saat dibutuhkan dalam

proses produksi, harga yang ditawarkan oleh pemasok juga harus kompetitif

agar mampu menghasilkan obat jadi yang juga berharga kompetitif. Jumlah

pemasok industri farmasi cukup banyak dan beragam, mulai dari bahan baku

utama, bahan pembantu, bahan kemasan, bahan cetak, dll. Beberapa bahan

baku obat berbahan kimia, didapat dari pemasok lokal yang mengimpor dari

luar negeri, atau industri farmasi yang langsung mendatangkannya dari

pemasok luar negeri. Untuk jenis bahan baku obat alami/herbal medicine,

industri farmasi medapatkannya dari pemasok lokal atau industri farmasi

telah memiliki perkebunan sendiri untuk dapat menjamin ketersediaan bahan

baku herbal tersebut.

Kelima faktor ini menentukan kemampuan perusahaan dalam suatu

industri. Pengelolaan yang baik, oleh SDM yang andal, mampu menentukan

keberadaan perusahaan ini di dalam peta pesaingan.

Memahami kekuatan yang ada dalam persaingan industri merupakan

titik awal untuk mengembangkan strategi. Menurut Porter, memahami lima


20

kekutan ini maka perusahaan akan mampu menggabungkan kondisi industri

ke dalam strategi mereka.

Understanding the forces that shape industry competition is the


starting point for developing strategy. Every company should already
know what the average profitability of its industry is and how that has
been changing over time. The five forces reveal why industry
profitability is what it is. Only then can a company incorporate industry
conditions into strategy.35

Hitt dan Ireland menyatakan salah satu alasan bahwa modal insani

(human capital) adalah sumber daya yang signifikan dalam hal membentuk

dan menggunakan keunggulan kompetitif adalah bahwa modal insan

merupakan sumber daya perusahaan yang paling unik.36 Karyawan

merupakan pondasi kokoh perusahaan, menurut Kucharčíková, Tokarčíková,

& Blašková perusahaan akan sulit untuk bertahan jika tanpa karyawan,

“Employees are the pillar of an organization. An organization can’t survive if

there are no employees.”37

Organisasi harus berupaya menciptakan keunggulan kompetitif

berkelanjutan dan perusahaan harus berupaya mencari jalan agar mampu

bersaing. Coulter menyatakan organisasi atau unit bisnis perusahaan harus

menggunakan keunggulan bersaing yang didasari pada keunggulan

kompetitif.

35
Michael E. Porter, “The Five Competitive Forces That Shape Strategy,” Harvard Business Review,
January 2008, h. 88.
36
Michael A. Hitt & R. Duane Ireland, “The Essence of Strategic Leadership: Managing Human and
Sosical Capital,” Journal of Leadership & Organizational Studies, Vol. 9 No. 1, 2002, h. 4.
37
Alžbeta Kucharčíková, Emese Tokarčíková, & Martina Blašková, “Human Capital Management—
Aspect of the Human Capital Efficiency in University Education,” Procedia—Social and Behavioral
Sciences, 177, 2015, h. 48.
21

As organizations attempt to create a sustainable competitive


advantage, they’re looking for ways to set themselves apart and to
compete. An organization or business unit does this using its
competitive strategy, which is based on the competitive advantage(s)
that the organization has been able to develop.38

Persaingan dalam ekonomi global yang penuh gejolak saat ini

memberikan tantangan tambahan bagi SDM perusahaan. Ramlall

menyatakan, diperlukannya SDM yang mampu menciptakan nilai tambah.

Selanjutnya, peningkatan kemampuan berawal dari kemauan untuk

menerapkan pengetahuan spesifik.

Competing in today’s tumultuous global economy provides additional


challenges to the HR function in creating the expected value to create
and sustain competitive advantages. …Furthermore, mastery of
abilities comes from being able to apply the knowledge to specific
business settings.39

Sharon Oster, Profesor dari Universitas Yale, menyatakan strategi

merupakan komitmen perusahaan untuk melakukan sejumlah tindakan

dibandingkan yang lainnya.40 Karena berupa komitmen keputusan

perusahaan, maka strategi harus dijalankan dan diterapkan dalam tindakan

aksi nyata.

Lebih lanjut Thompson Jr., Strckland III, & Gamble menyatakan

strategi perusahaan merupakan rencana manajemen untuk pertumbuhan

bisnis, mengamati posisi pasar, menarik dan menyenangkan pelanggan,

38
Mary Coulter, op cit, h. 129
39
Sunil J. Ramlall, “Identifying and Understanding HR Competencies and their Relationship to
Organizational Practices,” Applied H.R.M. Research, Volume 11, Number 1, 2006, h. 27.
40
Arthur A. Thompson Jr., A. J. Strickland III, & John E. Gamble, Crafting and Executing Strategy: The
th
Quest for Competitive Advantage, 14 Edition, (New York: McGraw Hill, 2005), h. 2.
22

memenangkan persaingan, menerapkan operasi, dan mencapai target yang

telah ditetapkan. Konsep inti strategi merupakan upaya mencapai tujuan

yang telah ditargetkan.

A company’s strategy consists of the competitive moves and business


approaches that managers employ to attract and please customers,
competitive successfully, grow the business, conduct operations, and
achive targeted objectives.41

Tujuan utama organisasi bisnis adalah untuk berusaha mencapai

posisi keunggulan kompetitif relatif dibandingkan pesaing mereka.42 Tujuan

perusahaan adalah untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan

mendapatkan keuntungan berkelanjutan. Inilah alasan keberadaan

perusahaan. Namun, jika hanya mengutamakan keuntungan sesaat dengan

mengandalkan pencapaian target semata, maka perusahaan akan

kehilangan keseimbangan langkah. Oleh karena itu, perusahaan juga harus

memperhatikan kepuasan pemangku kepentingan lainnya, pelanggan,

pemerintah, pemasok, masyarakat, dan juga karyawan.

Schermerhorn menyatakan strategi adalah rencana aksi yang

komprehensif yang mengidentifikasi arah jangka panjang organisasi dan

memandu pemanfaatan sumber daya untuk mencapai keunggulan kompetitif

yang berkelanjutan.43

41
. Arthur A. Thompson Jr., A. J. Strickland III, & John E. Gamble, Op. cit., h. 3.
42
Alimin Ismadi Ismail, et. al., “The Relationship between Organizational Resources, Capabilities,
Systems and Competitive Advantage,” Asian Academy of Management Journal, Vol. 17, No. 1,
January 2012, h. 151.
43 th
John R. Schermerhorn, Jr., Management. 12 Edition, (United State: John Willey & Sons, 2013), h.
241.
23

Pendapat lain dari Robbins dan Coulter menyatakan strategi adalah

rencana bagaimana sebuah organisasi akan melakukan sebuah tindakan

bisnis, bagaimana tindakan tersebut akan bersaing dengan sukses, dan

bagaimana hal itu akan menarik dan memuaskan pelanggan dalam rangka

mencapai tujuan organisasi.44

Johnson, Scholes, & Whittington menyatakan strategi adalah arah dan

cakupan organisasi jangka panjang, untuk mencapai keunggulan dalam

lingkungan yang berubah melalui konfigurasi sumber daya dan kompetensi

dengan tujuan memenuhi harapan pemangku kepentingan.45

Untuk menjalankan strategi tersebut, perusahaan membutuhkan

sumber daya. Lynch menyatakan ada tiga sumberdaya organisasi yang

dapat menguatkan strategi perusahan yaitu keahlian sumber daya manusia

(human resource skills), investasi (investment), dan juga modal perusahaan

(capital). Organisasi perlu mengembangkan strategi perusahaan untuk

mengoptimalkan penggunaan sumber daya ini.46

Lebih jauh Johnson, Scholes, & Whittington menyatakan perusahaan

memiliki sumber daya, yaitu sumber daya berwujud (tangible resources),

merupakan aset fisik organisasi seperti, pabrik, karyawan, maupun

keuangan; dan sumber daya nirwujud (intangible resources), merupakan

44 th
Stephen P. Robbins & Mary Coulter, Management, 13 Edition, Global Edition, (United States:
Pearson Education, 2016), h. 268.
45
Gerry Johnson, Kevan Scholes, & Richard Whittington, Exploring Corporate Strategy: Text & Cases,
th
8 Edition, (London: Prentice Hall, 2008), h. 3.
46
Richard Lynch, Corporate Strategy, Fourth Edition, (England: Prentice Hall, 2006), h. 7.
24

aset nonfisik, seperti informasi, reputasi dan pengetahuan. Empat kategori

sumber daya.47

1) Physical resources, seperti mesin, bangunan, dan kapasitas produksi

perusahaan.

2) Financial resources, seperti modal, uang tunai, utang, dan piutang.

3) Human resources, termasuk keahlian dan pengetahuan karyawan dan

orang-orang yang berada pada jaringan organisasi.

4) Intellectual capital, sumber daya nirwujud, termasuk paten, merek, sistem

bisnis, dan data base pelanggan.

Sebuah strategi korporasi, menurut Wheelen & Hunger, harus

membentuk rencana induk yang komprehensif yang menyatakan bagaimana

perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya.48 Harus ada pendekatan

sistematis untuk mengelola perubahan organisasi, baik eksternal maupun

internal, oleh karena itu diperlukan manajemen strategis. Manajemen

strategis, oleh David, didefinisikan sebagai seni dan ilmu merumuskan,

melaksanakan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang

memungkinkan suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.49

Grant dalam Bowman & Helfat membagi manajemen strategi pada dua

level, yaitu strategi bisnis dan strategi perusahan. Perbedaanya ialah strategi

bisnis berkaitan dengan perusahaan bersaing dalam industri atau pasar

47
Gerry Johnson, Kevan Scholes, & Richard Whittington, Op. Cit., hh. 95—96.
48
Thomas L. Wheelen & J. David Hunger, op cit., h. 13.
49 h
Fred R. David, Strategic Management: Concept and Cases, 13t Editon, (New Jersey: Pearson
Education, 2016), h. 6.
25

khusus, sedangkan strategi perusahaan berkaitan dengan cara perusahaan

mengelola sejumlah bisnisnya.

Strategic management typically distinguishes between business and


corporate strategy. Business strategy deals with the ways in which a
single-business firm or an individual business unit of a larger firm
competes within a particular industry or market. Corporate strategy
deals with the ways in which a corporation manages a set of
businesses.50

Sedangkan Pearce dan Robinson membagi strategi ke dalam tiga

tingkatan yaitu strategi level korporasi (corporate strategy) yang disusun oleh

anggota direksi dan manajemen puncak; strategi level bisnis (business

strategy) yang keputusan stategis disusun oleh para manajer perusahaan

dan bisnis; dan strategi level fungsional (functional strategy), merupakan

keputusan strategis yang diambil oleh para manajer fungsional.51

Ulrich menyatakan, “Organisasi yang sukses akan dengan cepat

mengubah strategi yang disusun perusahaan ke dalam tindakan (action).”

Menurut Ulrich kesuksesan muncul dari kemampuan organisasi seperti

kecepatan, daya tanggap, kelincahan, kapasitas belajar, dan kompetensi

karyawan.

In new economy, winning will spring from organizational capabilities


such as speed, responsiveness, agility, learning capacity, and
employee competency. The successful organizations will be those that
are able to quickly turn strategy into action: to manage processes
intelligently and efficiently: to maximize employee contribution and
commitment; and to create the conditions for seamless change. 52

50
Edward H. Bowman & Constance E. Helfat, “Does Corporate Strategy Mater?” Strategic Management
Journal, 22, 2001, hal. 1.
51
John A. Pearce II & Richard B Robinson, op. cit., h. 5.
52
Dave Ulrich, loc cit., h. 127.
26

Langkah strategis dalam mengelola bisnis adalah dengan melakukan

kegiatan strategis. Menurut David, ada tiga tahapan proses manajemen

strategis, yaitu: 1) perumusan strategi (strategy formulation) termasuk

mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman

eksternal, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan

jangka panjang, mengembangkan alternatif strategi, dan memilih strategi

yang paling sesuai; 2) penerapan strategi (strategy implementation)

dibutuhkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, menyusun

kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya

sehingga strategi yang dirumuskan dapat dilaksanakan; 3) evaluasi strategi

(strategy evaluation) merupakan tahap akhir dalam manajemen strategis.

Manajer sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak bekerja

dengan baik; evaluasi strategi adalah alat utama untuk memperoleh

informasi.

Strategy formulation includes developing a vision and mission,


identifying an organization’s external opportunities and threats,
determining internal strengths and weaknesses, establishing long-term
objectives, generating alternative strategies, and choosing particular
strategies to pursue.... Strategy implementation requires a firm to
establish annual objectives, devise policies, motivate employees, and
allocate resources so that formulated strategies can be executed.
Strategy implementation includes developing a strategy-supportive
culture, creating an effective organizational structure, redirecting
marketing efforts, preparing budgets, developing and utilizing
information systems, and linking employee compensation to
organizational performance.... Strategy evaluation is the final stage in
strategic management. Managers desperately need to know when
particular strategies are not working well; strategy evaluation is the
primary means for obtaining this information.53

53
Fred R. David, op. cit., hh. 6—7.
27

Planning Choices
Informal ----------- Formal
Short Term ----------- Long Term
Explicit Job Analysis ----------- Implicit Job Analysis
Job Simplification ----------- Job Enrichment
Low Employee Involvement ----------- High Employee Involvement
Staffing Choices
Internal Sources ----------- External Sources
Narrow Paths ----------- Broad Paths
Single Ladder ----------- Multiple Ladders
Explicit Criteria ----------- Implicit Criteria
Limited Socialization ----------- Extensive Socialization
Closed Procedures ----------- Open Procedures
Appraising Choices
Behavioral Criteria ----------- Results Criteria
Purposes: Development ----------- Remedial, Maintenance
Low Employee Participation ----------- High Employee Participation
Short-Term Criteria ----------- Long-Term Criteria
Individual Criteria ----------- Group Criteria
Compensating Choices
Low Base Salaries ----------- High Base Salaries
Internal Equity ----------- External Equity
Few Perks ----------- Many Perks
Standard, Fixed Package ----------- Flexible Package
Low Participation ----------- High Participation
No Incentives ----------- Many Incentives
Short-Term Incentives ----------- Long-Term Incentives
No Employment Security ----------- High Employment Security
Hierarchical ----------- High Participation
Training and Development
Short Term ----------- Long Term
Narrow Application ----------- Broad Application
Productivity Emphasis ----------- Quality of Work Life Emphasis
Spontaneous, Unplanned ----------- Planned, Systematic
Individual Orientation ----------- Group Orientation
Low Participation ----------- High Participation

Gambar 2.3 Human Resource Management Practice Menus54


Sumber: Adapted from R. S. Schuler, “Human Resource Management
Practice Choices,” in R. S. Schuler. S. A. Youngblood and V. L.
Huber (Eds.) Readings in Personnel and Human Resource
Management, 3rd Ed., St. Paul, MN: West Publishing, 1988.
54
Randall S. Schuler & Susan E. Jackson, op cit, hh. 211—212
28

Ketika organisasi memutuskan praktik SDM apa yang digunakan untuk

menghubungkan dengan strategi kompetitif, menurut Schuler & Jackson;

manajemen dapat memilih enam “menu”, praktik SDM berupa: perencanaan

(planning), kepegawaian (staffing), penilaian (appraising), (compensating)

kompensasi, pelatihan (training) dan pengembangan (development).

Ringkasan menu ini ditampilkan dalam Gambar 2.3.55

Manajemen SDM merupakan proses memperoleh, melatih, menilai,

dan memberikan kompensasi, dan mengupayakan hubungan karyawan,

memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan, dan memperhatikan

keadilan karyawan. Berdasarkan definisi ini, Dessler menyatakan lima fungsi

manajemen, yaitu.56

1. Perencanaan, yaitu menetapkan standar dan tujuan, mengembangkan

prosedur dan peran; menyusun perencanaan dan estimasi.

2. Pengorganisasian, yaitu memberikan tugas spesifik kepada bawahan,

memberikan pendelegasian, komunikasi, dan koordinasi kerja bawahan.

3. Penyusunan kepegawaian, yaitu melakukan rekrutmen dan seleksi,

penempatan, penilaian kinerja, konsultasi, dan pengajian.

4. Pengarahan, yaitu memastikan bahwa karyawan bekerja, menjaga moral,

dan memotivasi bawahan.

55
Randall S. Schuler & Susan E. Jackson, “Linking Competitive Strategies with Human Resource
Management Practices,” The Academy of Management Executive, Vol. 1, No. 3, 1987, hh. 211—
212.
56
Gary Dessler, Human Resource Management, Thirteenth Edition, (United States: Pearson Education,
2013), h. 4
29

5. Pengawasan, yaitu menetapkan standar, dan memastikan bahwa kinerja

sesuai dengan standar yang ada.

Some of the specific activities, human resource management (HRM),


involved in each function include: 1) Planning. Establishing goals and
standards; developing rules and procedures; developing plans and
forecasting. 2) Organizing. Giving each subordinate a specific task;
establishing departments; delegating authority to subordinates;
establishing channels of authority and communication; coordinating
subordinates work. 3) Staffing. Determining what type of people you
should hire; recruiting prospective employees; selecting employees;
training and developing employees; setting performance standards;
evaluating performance; counseling employees; compensating
employees. 4) Leading. Getting others to get the job done; maintaining
morale; motivating subordinates; dan 5) Controlling. Setting standards
such as sales quotas, quality standards, or production levels; checking
to see how actual performance compares with these standards; taking
corrective action, as needed.57

Flippo, menggunakan istilah manajemen personalia, dengan

mengartikan manajemen personel berkaitan dengan pengadaan,

pengembangan, kompensasi, integrasi dan pemeliharaan personil dari

sebuah organisasi dengan tujuan memberikan kontribusi terhadap

pencapaian tujuan utama organisasi.58

Torrington, Hall & Taylor mengartikan sama antara manajemen SDM

dan manajemen personalia.59 Hanya saja, mereka menjelaskan bahwa

manajemen personalia berfokus pada tenaga kerja (workforce) sedangkan

57
Ibid.
58
Edwin B. Pliffo, Principles of Personnel Management, (United States: McGraw-Hill, 1961), hh.3-6.
59
Derek Torrington, Laura Hall & Stephen Taylor, Human Resource Management, Seventh Edition,
(London: Pearson Education, 2008), h. 6.
30

manajemen SDM berfokus pada sumber daya manusia.60 Secara rinci dapat

dijelaskan pada Gambar 2.4.

Personnel Human resource


management management
Time and planning Short term, reactive, Long term, proactive,
perspective ad hoc, marginal strategic, integrated
Psycological Contract Complience Commitment
Control System External controls sefl-control
Employee relations Pluralist, collective, unitarist, individual,
perspective low trust high trust
Preferred structures/ Bureaucratic.mechanistic, Organic, develved,
system centralised, formal flexible roles
defined rules
Roles Specialist/professional Large integrated into line
management
Evaluation criteria cost minimalisation Maximum utilisation (human
aset acconting)
Gambar 2.4 Personnel versus HRM
Sumber: Derek Torrington, Laura Hall & Stephen Taylor, Human Resource
Management, Seventh Edition, (London: Pearson Education,
2008), h. 11.

Para spesialis personalia melaksanakan kegiatan utama terhadap

karyawan organisasi; mulai dari merekrut dan melatih karyawan, melakukan

pembayaran kompensasi, menjelaskan harapan manajemen, menyampaikan

aksi tindakan manajemen, memenuhi harapan dan kepuasan karyawan,

hingga mengatasi tindakan karyawan yang tidak diinginkan.

Personnel specialists direct their efforts mainly at the organisation’s


employees; finding and training them, arranging for them to be paid,
explaining management’s expectations, justifying management’s
actions, satisfying employees’ work-related needs, dealing with their

60
Ibid, h. 10.
31

problems and seeking to modify management action that could


produce an unwelcome employee response.61

Dengan kondisi lingkungan perusahaan yang dinamis dan turbulence,

maka diperlukan praktik SDM yang stategis melalui proses manajemen

stategis. Ada enam langkah proses manajemen strategis, menurut Robbins

dan Coulter, yaitu: 1) identifikasi misi, tujuan, dan strategi organisasi

perusahaan; 2) melakukan analisis situasi eksternal; 3) melakukan analisis

situasi internal perusahaan; 4) menyusun rencana strategi, 5) melaksanakan

strategi, dan 6) evaluasi hasil.62

Terkait SDM, menurut Guest dalam Millmore et. al., perusahaan

melakukan proses manajemen strategis melalui empat prinsip utama.

1. Integrasi: kegiatan kerja yang relevan ke dalam strategi umum dan

kebijakan organisasi;

2. Komitmen karyawan yang tinggi terhadap tujuan organisasi;

3. Kualitas staf yang tinggi dan praktik internal untuk mencapai kualitas

produk yang tinggi;

4. Fleksibilitas struktur organisasi, fungsi karyawan, dan konten jabatan

agar memungkinkan perusahaan mampu merespon cepat terhadap

perubahan.

Four main principles of strategic human resource management: 1)


Integration of: relevant employment activities into general
organizational strategies and polices; between HR practices

61
Ibid, h. 10.
62
Stephen P. Robbins & Mary Coulter, op. cit., hh. 269—272.
32

themselves; of line managers in the process of people management; of


all employees into the business. 2) High employee commitment to the
goals and practices of the organisation. 3) High-quality staff and
internal practices to achieve high-quality products. 4) Flexibility in
terms of organizational structure, employee functions and job content
to enable the organization to respons quickly to change.63

3. Strategi Pengadaan Karyawan

Karyawan merupakan aset penting perusahaan. Karena SDM

merupakan aset yang penting, maka karyawan harus dikelola secara

strategis dan sistematis, mulai dari perencanaan hingga akhir masa kerja

mereka.

Menurut Widodo, salah satu kegiatan penting dalam manajemen SDM

adalah menentukan kebutuhan SDM bagi organisasi dan menyusun rencana

kegiatan untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.64

SDM merupakan sumber daya utama perusahaan, perusahan yang

memiliki karyawan berbakat secara kualitas maupun kuantitas secara

langsung dapat mempengaruhi kemampuan daya saing perusahaan. Li,

mengatakan:

In such a fierce competition between enterprises of environment,


the competition between the enterprises is not only a competition
for resources, but the talent competition. Human resource has become
the first resource of the enterprise, the enterprise owned by the
quantity and quality of the talents directly decides the competition
ability of the enterprise.65

63
Mike Millmore, et. al., op. cit., h. 41.
64
Sapurno Eko Widodo, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Pustaka Pelajar,
2015), h. 32.
65
Tong Li, “Nestle Employee Recruitment Research,” International Journal of Business and Social
Science, Vol. 6, No. 4(1), April 2015, h. 97.
33

a. Perencanaan SDM (Human Resource Planning)

Perencanaan SDM (human resource planing) merupakan bagian

terpadu dari perencanaan bisnis. Proses perencanaan strategis akan

menentukan perlindungan bagi perubahan dalam skala dan jenis kegiatan

yang dilakukan oleh organisasi. Perencanaan SDM akan mengidentifikasi

kompetensi inti organisasi yang diperlukan dalam mencapai tujuan

organisasi.66

Perencanaan SDM digunakan oleh organisasi untuk memastikan

bahwa mereka memiliki jumlah dan jenis orang yang tepat, di tempat yang

tepat, dan pada waktu yang tepat. Di mana proses ini harus dilakukan

dengan benar, untuk membawa manfaat jangka panjang maksimum untuk

organisasi dan karyawan.67

Perencanaan SDM dibuat seiring perkembangan bisnis perusahaan.

Baik ditujukan untuk penambahan SDM baru, maupun memetakan SDM

perusahan yang sudah ada. Selanjutnya, kebutuhan SDM yang kosong

harus dipenuhi oleh perusahaan melalui proses rekrutmen dan seleksi.

Menurut Mondy & Noe III, perencanaan SDM adalah proses sistematis

yang mengkaji kebutuhan sumber daya manusia untuk memastikan bahwa

jumlah karyawan yang dibutuhkan, dengan keterampilan yang diperlukan,

tersedia ketika dibutuhkan perusahaan.

66
K. Prashanthi, “Human Resource Planning—An Analytical Study”, International Journal of Business
and Management Invention, Volume 2 Issue, January 2013, h. 63.
67
Francis C. Anyim, Joy Onyinyechi Ekwoaba, & Dumebi Anthony Ideh, “The Role of Human Resource
Planning in Recruitment and Selection Process”, British Journal of Humanities and Social Sciences,
Vol. 6 (2), August 2012, h. 68.
34

Human resource planning is the process of systematically reviewing


human resource requirement to ensure that the required number of
employees, with the required skills, is available when they are
needed.68

Kebanyakan praktisi SDM mungkin akan setuju bahwa perencanaan

SDM berfokus pada analisis kebutuhan SDM organisasi di saat kondisi

perubahan organisasi, dan kemudian memasok strategi untuk membantu

secara proaktif dalam menanggapi perubahan tersebut dari waktu ke waktu.69

Ivancevich & Konopaske menyatakan perencanaan SDM adalah salah

satu faktor signifikan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Dalam

menyusun perencanaan SDM, terdapat empat tahapan meliputi: 1) analisis

situasi dan pemindaian lingkungan; 2) peramalan permintaan SDM; 3)

analisis pasokan SDM; dan 4) pembuatan rencana aksi. Ivancevich dan

Konopaske membuat tahapan proses, dalam perencanaan SDM, mulai dari

perencanaan strategis: ramalan secara teknologi, ekonomi, pasar,

perencanaan organisasional, perencanaan investasi, perencanaan operasi

tahunan; hingga keputusan-keputusan yang diambil—jika kelebihan

karyawan, maka dibuat keputusan pemberhentian dan penguduran diri; jika

terjadi kekurangan karyawan, maka diambil keputusan penambahan jam

68
R. Wayne Mondy & Robert M. Noe III, Human Resource Management, Fifth Edition, (United States:
Allyn and Bocan, 1993), h. 146.
69
William J. Rothwell & H. C. Kazanas, Planning and Managing Human Resource: Strategic Planning
for Human Resources Management, Second Edition, (Massachusetts: HRD Press, 2005), h. 2.
35

kerja (lembur) atau merekrut karyawan baru. Perencaaan SDM tersaji dalam

Gambar 2.5.70

Gambar 2.5. The Human Resource Planning Process


Sumber: M. Ivancevich & Robert Konopaske, Human Resource
Management, Twelfth Edition, International Edition, (New York:
McGraw-Hill Education, 2013), h.130.

Maksud dari perencanaan SDM, menurut Stone adalah untuk

meyakinkan bahwa jumlah SDM yang dibutuhkan sesuai pengetahuan,

keahlian, dan kemampuannya, dan tersedia ketika dibutuhkan di masa yang

akan datang.

70
John M. Ivancevich & Robert Konopaske, Human Resource Management, Twelfth Edition,
International Edition, (New York: McGraw-Hill Education, 2013), h.130.
36

The purpose of HR planning is to ensure that a predetermined number


of persons with the appropriate knowledge, skills, and abilities are
available at a specified time in the future.71

Pada tahap perencanaan strategis korporasi, direksi dan para manajer

senior—menentukan tujuan organisasi dan bagaimana tujuan itu akan

dicapai. Selanjutnya adalah tahap perencanaan SDM. Ada tiga tahap dalam

perencanaan SDM, yaitu tahap pertama analisis (analysis), yaitu para

manajer meninjau tujuan dan strategi organisasi untuk menentukan apa yang

perlu dilakukan dan oleh siapa pekerjaan itu dilakukan. Kedua, tahap aksi

(action). Pada tahap ini para manajer memutuskan rencana aksi untuk

mencocokkan karyawan dengan pekerjaannya, dalam hal: jumlah,

kemampuan, pengetahuan, keterampilan, kualifikasi yang dimiliki. Tahap

ketiga, yaitu hasil (outcome), di mana manajemen menentukan orang-orang

yang tepat; di tempat yang tepat, dengan pekerjaan yang tepat, dan pada

saat yang tepat. Secara rinci SDM strategis dan perencanan SDM tersaji

pada Gambar 2.6.

Perencanaan SDM termasuk bagaimana mengidentifikasi kebutuhan

staf, meramalkan kebutuhan tenaga kerja, dan menentukan penambahan

atau penggantian karyawan yang diperlukan untuk mempertahankan

kuantitas dan kualitas yang diinginkan guna mencapai tujuan organisasi.

Menurut Lunenburg:

71
Raymond J. Stone, Human Resource Management, Fifth Edition, (Australia: John Wiley & Sons,
2005), h. 46.
37

Human resource planning involves identifying staffing needs,


forecasting available personnel, and determining what additions or
replacements are required to maintain a staff of the desired
quantity and quality to achieve the organization’s goals.72

Gambar 2.6. Strategic Planning and HR Planning73


Sumber: Raymond J. Stone, Human Resource Management, Fitth Edition,
(Australia: John Wiley & Sons, 2005), h. 46.

Perencanaan SDM, menurut Prashanthi, memiliki lima tujuan, yatu: 1)

menarik dan mempertahankan jumlah orang yang diperlukan dengan

keterampilan, keahlian, dan kompetensi yang sesuai; 2) mengantisipasi

masalah surplus atau defisit karyawan yang potensi; 3) mengembangkan

tenaga kerja terlatih dan fleksibel untuk berkontribusi terhadap kemampuan

72
Fred C. Lunenburg, “Human Resource Planning: Forecasting Demand and Supply,” International
Journal of Management, Business, and Administration, Volume 15 Number 1, 2012, h. 2.
73
Raymond J. Stone, op cit., h. 46
38

organisasi agar beradaptasi dengan lingkungan yang penuh ketidakpastian

dan berubah-ubah; 4) mengurangi ketergantungan pada perekrutan

eksternal ketika terjadi keterbatasan karyawan dengan keterampilan utama;

dan 5) meningkatkan pemanfaatan karyawan dengan memperkenalkan

sistem kerja yang lebih fleksibel.74

Perencanaan SDM adalah kunci keterkaitan antara rencana strategis

perusahaan dengan seluruh fungsi SDM. Menurut Anthony, Perewe, dan

Kacmar perencanaan SDM adalah proses pengambilan keputusan mengenai

akuisisi dan pemanfaatan sumber daya manusia agar mencapai tujuan

organisasi.

The human resource plan focuses on an analysis of the organization’s


objectives and the plan for acquiring resources meet those
objectives.75

b. Rekrutmen & Seleksi (Recruitment & Selection)

Perencanaan SDM digunakan oleh organisasi untuk memastikan

bahwa organisasi memiliki karyawan dalam jumlah yang tepat dan orang

yang tepat, pada tempat dan waktu yang tepat. Di mana jika proses ini

dilakukan dengan benar, maka akan membawa manfaat jangka panjang

maksimum untuk kedua organisasi dan individu karyawan. Namun,

meningkatnya ketidakstabilan lingkungan, pergeseran demografi, perubahan

74
K. Prashanthi, op. cit. 65.
75
William P. Anthony, Pamela L. Perewe, & K. Michale Kacmar, Human Resource Management: A
Strategic Approach, Third Edition, (United States: The Dryden Press, 1999), h. 134.
39

teknologi dan persaingan internasional atau global yang meningkat, telah

menciptakan peran segera untuk para perencana SDM—mengingat fakta

bahwa proses rekrutmen dan seleksi karyawan telah menjadi lebih kompleks

di masa sekarang.76

Rekrutmen dan seleksi merupakan tahan awal menentukan dalam

menjaring kandidat karyawan yang memenuhi kualifikasi persyaratan yang

telah ditetapkan perusahaan.

Noe, et. al., mendefinisikan rekrutmen SDM sebagai praktik atau

kegiatan yang dijalankan oleh organisasi dengan tujuan utama

mengidentifikasi dan menarik karyawan potensial.77 Pendapat lain dari

Ogedegbe menyatakan perekrutan biasanya mengidentifikasi sejumlah

pelamar yang berpotensi dan dapat memenuhi persyaratan pekerjaan

tertentu, dan dipilih kandidat yang memenuhi kompetensi yang

dipersyaratkan. Menurutnya:

A recruitment campaign usually identifies a number of applicants who


can potentially meet the requirements of particular jobs or roles. The
hiring managers then select, among the candidates with the aid of a
competency profiles (knowledge, skills, abilities and other attributes) in
this selection pool, those that would add the highest value to the firm. 78

Masih menurut Noe, et. al., aktivitas rekrutmen didesain untuk

mempengaruhi: 1) sejumlah orang yang akan melamar pekerjaan; 2) tipe

76
Francis C. Anyim, Joy Onyinyechi Ekwoaba, & Dumebi Anthony Ideh, loc cit, h. 68.
77
Raymond A. Noe, et. al. Human Resource Management: Gaining A Competitive Advantage, Seventh
Edition, (New York: McGraw Hill, 2010, h. 210.
78
Rukevwe Juliet Ogedegbe, “Achieving Organisational Objectives through Human Resource
Management Practices,” European Journal of Business and Management, Vol.6, No.16, 2014, h.
19.
40

orang yang akan melamar (kualifikasi), dan 3) memungkinkan mereka yang

melamar lowongan kerja tersebut akan menerima posisi jika ditawarkan.

Tujuan dari program perekrutan organisasi ini adalah untuk memastikan

bahwa organisasi memiliki sejumlah pelamar yang memenuhi cukup—syarat

untuk kemudian memilih kandidat yang tepat.79

Empat komponen yang menjadikan nilai seseorang kepada

perusahaan berharga, yaitu kemampuan (capability), potensi (potential),

kontribusi (contribution), dan keselarasan (allignment) mereka terhadap nilai-

nilai perusahaan.80 Karenanya, perlu strategi sistematis sejak awal karyawan

direkrut (strategi pengadaan) dan ketika mereka bergabung dengan

perusahaan (strategi pengembangan). Lebih jauh Mayo menyatakan,

“Human capital is maximized through three key activities: persuading people

to join us, keeping them, and developing them.”81

Perusahaan wajib melaporkan adanya lowongan pekerjaan yang akan

segera diisi. Kewajiban ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun

1980 pada Pasal 2 pada ayat (1) Setiap pengusaha atau pengurus wajib

segera melaporkan secara tertulis setiap ada atau akan ada lowongan

pekerjaan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya; ayat (2) Laporan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat: a. Jumlah tenaga kerja yang

dibutuhkan; b. Jenis pekerjaan dan syarat-syarat jabatan yang digolongkan

dalam jenis kelamin, usia, pendidikan, ketrampilan/keahlian, pengalaman dan


79
Raymond A. Noe, et. al., op. cit., 210.
80
Andrew Mayo, The Human Value of The Enterprise: Valuing People as Assets: Monitoring,
Measuring, Managing, (London: Nicholas Brealey Publishing, 2001), h. 13
81
Ibid.
41

syarat-syarat lain yang dipandang perlu.82 Ketika sebuah perusahaan akan

membuka kesempatan untuk sebuah lowongan pekerjaan, maka kesempatan

yang diberikan ini harus dirasakan sama oleh semua calon pelamar.

Pengusaha tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap peluang kerja. 83

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk

memperoleh pekerjaan; dan setiap pekerja/buruh berhak memperoleh

perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.84

Untuk mendapatkan profil karyawan yang sesuai dengan profil

jabatan/posisi yang ditawarkan, maka proses rekrutmen dan seleksi harus

dilakukan secara baik. Perusahan juga harus melakukan perencanaan dan

peramalan jumlah karyawan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis

perusahan.

Kebijakan perusahaan terhadap calon karyawan yaitu melakukan

proses rekrutmen yang terbuka dan transparan, agar seluruh masyarakat

dapat menjangkau informasi lowongan kerja dan mengikuti proses rekrutmen

tersebut. Menurut Breaugh (1992) dalam Ivancevich dan Hoon, rekrutmen

mengacu pada kegiatan organisasi dalam mempengaruhi jumlah dan jenis

pelamar yang akan melamar pekerjaan dan apakah pelamar akan menerima

pekerjaan yang ditawarkan.85

82
Kepres RI Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan, Pasal 2, Ayat 1 & 2.
83
Yun Iswanto & Adhie Yusuf, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 2, (Jakarta: Penerbit
Universitas Terbuka, 2014), h. 3.5.
84
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 5 & Pasal 6.
85
John M. Ivancevich & Lee Soo Hoon, Human Resource Management in Asia, (Singapore: McGraw-
Hill Education, 2002, h. 91.
42

Rekruitmen adalah proses menarik individu secara tepat waktu, dalam

jumlah yang cukup dan dengan kualifikasi yang sesuai, dan menyakinkan

mereka untuk melamar pekerjaan yang ditawaran perusahaan.86

Setelah proses menarik individu untuk bergabung dengan perusahaan

melalui iklan lowongan kerja, maka selanjutnya perusahaan melakukan

proses seleksi, mulai dari seleksi berkas, pemanggilan kandidat untuk

wawancara, tes tertulis, tes psikotes, tes kesehatan, hingga tes kemampuan

akademik dan kemampuan kompetensi.

Tujuan dari proses seleksi ini adalah agar perusahaan dapat memilah

dan memilih pelamar yang benar-benar sesuai antara kualifikasi yang dimiliki

kandidat dengan persyaratan profil jabatan/spesifikasi pekerjaan yang telah

ditetapkan perusahaan.

Menurut Edenborough seleksi didefinisikan sebagai kombinasi dari

proses yang mengarah pada pilihan satu atau lebih kandidat atas beberapa

orang yang melamar untuk satu atau lebih pekerjaan.87

Definisi seleksi menurut Bohlender, Snell, & Sherman adalah proses

memilih individu yang memiliki kualifikasi relevan untuk mengisi lowongan

pekerjaan yang ada atau yang diproyeksikan.88 Karena seleksi merupakan

proses memilik kandidat yang memenuhi kualifikasi yang disyaratkan, maka

proses seleksi ini dilakukan dengan berbagai tahap. Tidak semua pelamar

86
R. Wayne Mondy & Robert M. Noe III, op. cit., h.174.
87
Robert Edenborough, Assessment Methods in Recruitment, Selection, and Performance: A Manager’s
Guide to Psychometric Testing, Interviews, and Assessment Centres, (London: Kogan Page
Limited, 2005), h.2.
88
George Bohlander and Scott Snell, Managing Human Resources, (United States: South-Western
College Publishing, 2013), h. 244.
43

akan lulus di setiap tahapan seleksi, beberapa di antaranya akan tereliminasi

di berbagai tingkatan tahapan. Tahapan yang biasanya dilampaui dalam

proses seleksi ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Step in the Selection Process


Sumber: George Bohlander and Scott Snell, Managing Human Resources,
(United States: South-Western College Publishing, 2013), h. 246.

Thornton dan Gibbon menggunakan “seleksi” dalam arti luas berarti

penggunaan peringkat penilaian secara keseluruhan untuk membantu dalam

pemilihan:

1) kandidat dari luar ke dalam organisasi,

2) kandidat internal ke jajaran supervisor dan manajerial,

3) individu yang memiliki potensi tinggi yang akan mendapatkan pelatihan

khusus,
44

4) anggota staf teladan untuk menerima sertifikasi kompetensi dalam

keterampilan kerja, atau

5) karyawan untuk retensi ketika terjadi penurunan motivasi dan

reorganisasi.89

Tabiu dan Nura menyatakan proses rekrutmen dan seleksi adalah

salah satu fungsi SDM yang paling penting karena merupakan titik masuk

karyawan ke perusahaan. Selain itu, menurut mereka organisasi merekrut

orang-orang berbakat untuk tujuan dan kepentingan perusahaan:

The recruitment and selection process is one of the most important


HRM functions as it is the point of entry into most organizations
and in addition where most organizations recruit talents that
drive their goals and interest. It also reflects the requirements
and philosophy of the organization as reflected in the caliber of people
chosen for the job.90

c. Assesment Center

Thornton & Rupp (2006) dalam Thornton dan Gibbon menyatakan

metode assessment center telah digunakan untuk berbagai tujuan dalam

manajemen sumber daya manusia termasuk dalam proses seleksi, diagnosis,

dan pengembangan sejak pertama kali diperkenalkan lebih dari 50 tahun

yang lalu.91

89
George C. Thornton III & Alyssa M. Gibbons, “Validation of Assessment Centers for Personnel
Selection,” Human Resource Management Review, 19, 2009, h. 169.
90
Abubakar Tabiu & Abubakar Allumi Nura, “Assessing the Effects of Human Resource Management
(HRM) Practices on Employee Job Performance: A Study of Usmanu Danfodiyo University Sokoto,”
Journal of Business Studies Quarterly, Volume 5, Number 2, 2013, h. 251.
91
George C. Thornton III & Alyssa M. Gibbons, loc cit., h. 169.
45

Banyak ahli berpendapat bahwa pusat penilaian (assessment center)

sebagai metode efektif untuk memilih dan mempromosikan kandidat. 92

Kandidat yang mengikuti proses assessment ini tidak hanya

diperuntukkan bagi karyawan baru yang akan bergabung ke perusahaan,

tetapi juga untuk karyawan lama yang akan dipromosikan ke jabatan tertentu

sesuai kompetensi mereka. Bahkan, manfaat dari assessment ini adalah

sebagai bahan pertimbangan perusahaan dalam mengembangkan karier

karyawan di kemudian hari.

Metode assessment center sangat fleksibel; metode ini telah

digunakan untuk membantu pemilihan orang untuk berbagai posisi manajerial

dan nonmanajerial, untuk: pilihan eksternal, sertifikasi kompetensi, promosi

kandidat internal, identifikasi karyawan berpotensi tinggi.93

Menurut Thornton III dan Krause, metode assessment center telah

digunakan untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu: 1) Seleksi pelamar

eksternal dan di antara kandidat internal untuk suatu promosi; dan 2)

pengembangan karyawan melalui diagnosis kebutuhan, perencanaan

pengembangan, dan pelatihan.94 Lebih lanjut menurut mereka, seleksi

assessment center digunakan untuk membantu manajemen membuat

keputusan tentang siapa di antara pelamar eksternal untuk masuk ke dalam

organisasi, atau untuk membantu membuat keputusan promosi tentang

92
Gary Dessler & Tan Chwee Huat, Human Resource Management: An Asian Perspective, Second
Editon, (Singapore: Prentice Hall, 2009), h. 144.
93
George C. Thornton III & Alyssa M. Gibbons, op. cit., hh. 170—171.
94
George C. Thornton III & Diana E. Krause, “Selection Versus Development Assessment Centers: an
International Survey of Design, Execution, and Evaluation,” The International Journal of Human
Resource Management, Vol. 20. No. 2, February 2009, h. 479.
46

orang-orang yang sudah ada di dalam organisasi. Oleh karena itu, sebuah

platform berbasis teknologi informasi, baik intranet maupun ekstranet, dapat

membantu organisasi dalam menjalankan proses assesment center ini.

Menurut Prihadi assessment center bukanlah suatu tempat—kompleks

bangunan, gedung, ataupun ruang besar di dalam gedung. Assessment

center lebih merujuk pada proses, prosedur, atau metode pendekatan untuk

menilai dan mengukur kompetensi orang.95 Pusat penilaian (assessment

center) terdiri dari evaluasi standar perilaku yang didasarkan pada berberapa

masukan (inputs) berupa tes, wawancara, kuesioner, perangkat sosiometrik,

dan simulasi.96 Agar perusahaan mendapatkan orang yang tepat (right man),

untuk tempat yang tepat (right place), dan tersedia cepat pada saat

dibutuhkan (right time) maka diperlukan assessment center.

Assesment center merupakan upaya dalam mengumpulkan informasi

dalam kondisi terkontrol untuk mengetahui apakah orang-orang yang

diperlukan untuk mengisi posisi dan mengerjakan tugas pekerjaan

perusahaan cukup sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Kesesuaian

antara karyawan dengan posisi inilah yang secara menyeluruh dapat

meningkatkan efektivitas organisasi.97 Seleksi dan pengembangan karyawan

merupakan aktivitas penting bagi para profesional dan manajer SDM di era

95
Syaiful F. Prihadi, Assessment Centre: Identifikasi, Pengukuran, dan Pengembangan Kompetensi,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 3.
96
George C. Thornton III & Deborah E. Rupp, Assessment Centers in Human Resource Management:
Strategies for Prediction, Diagnosis, and Development, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associate,
2006), hh. 302—304.
97
Paul R. Knapp & Bahaudin G. Mujtaba, “Strategies for the Design and Administration of Assessment
Center Technology: A Case Study for the Selection and Development of Employees”, Journal of
Business Studies, Vol. 2 No. 2, Quarterly 2011, hh. 154—155.
47

ekonomi global dewasa ini. Oleh karena itu, assesment merupakan bagian

penting dari proses seleksi dan pengembangan karyawan; sehingga kandidat

yang terjaring memiliki kesuaian antara potensi diri dengan syarat kualifikasi

jabatan yang dibutuhkan.

4. Strategi Pengembangan Karyawan

Sebagai aset nirwujud: pengetahuan, keahlian, dan kemampuan SDM

harus terus dikembangkan agar terus selaras (alignment) dengan

perkembangan bisnis perusahaan. Pengembangan SDM merupakan proses

pengembangan dan/atau penyampaian keahlian manusia melalui

pengembangan organisasi (organization development) dan pelatihan &

pengembangan (trainning & developement) personil untuk tujuan

meningkatkan kinerja.98

Aset pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dimiliki karyawan

jika tidak dikembangkan secara baik maka tidak akan produktif, bahkan

semakin lama dapat menurunkan kinerja perusahaan.

Menurut Herling dalam Truss, Mankin, & Kelliher menyatakan tujuan

pengembangan SDM adalah untuk mengembangkan keahlian manusia.99

Karyawan yang telah bergabung dengan perusahaan harus terus

diberikan pelatihan (training) dan pengembangan (development) agar

kompetensinya terus terjaga dan meningkat.


98
Richard A. Swanson, “Human Resource Development and Its Uderlying Theory,” Human Resource
Development International, 4 (3), 2001, h. 304.
99
Catherine Truss, David Mankin, & Clare Killiher, Strategic Human Resource Management, (New York:
Oxford Press, 2012), h. 163.
48

a. Pelatihan Karyawan (Employe Training)

Setelah dinyatakan lulus rekrutmen dan seleksi, maka karyawan

dinyatakan layak untuk bergabung dengan perusahaan.

Rekrutmen yang dilakukan perusahaan untuk sebuah

jabatan/lowongan pekerjaan bisa didapatkan dari sumber internal dan

eksternal. Pengisian dari karyawan internal apabila posisi jabatan yang

dibuka merupakan peluang karier bagi karyawan untuk naik pada jabatan

tertentu. Sedangkan pengisian dari eksternal diperoleh atas pertimbangan

pengalaman, kompetensi, dan keahlian yang dimiliki kandidat dari luar, yang

tidak dimiliki oleh karyawan internal perusahaan.

Karyawan yang dinyatakan bergabung dengan perusahaan

dipekerjakan sesuai dengan ketentuan apakah menjadi karyawan

kontrak/perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pegawai tetap/perjanjian

kerja waktu tidak tentu (PKWTT) sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 56 ayat 1 yaitu: “Perjanjian kerja dibuat

untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.”

Kentuan klasifikasi PKWT dan PKWTT ini mengacu pada ayat 2, Pasal

56 yaitu: “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) didasarkan atas a) jangka waktu; atau b) selesainya suatu pekerjaan

tertentu.”

Selanjutnya karyawan yang dinyatakan bergabung dengan

perusahaan berhak mendapatkan program pelatihan dan pengembangan.

Karyawan adalah aset perusahaan. Sebagai aset program pelatihan dan


49

pengembangan merupakan investasi yang layak diperhatikan oleh

perusahaan.

Pelatihan adalah salah satu alat penting dari manajemen sumber daya

manusia/human resource management (HRM) untuk meningkatkan daya

saing terkait kerja karyawan dan efektivitas.100

Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003

pasal 9 dinyatakan bahwa, “Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan

untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja

guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.”

Pelatihan dipandang sebagai salah satu dari beberapa solusi yang

mungkin untuk meningkatkan kinerja. Solusi lain dapat mencakup tindakan

seperti mengubah pekerjaan atau meningkatkan motivasi karyawan melalui

gaji dan insentif. Saat ini, ada keseriusan untuk memberikan kesempatan

pendidikan bagi seluruh karyawan. Kesempatan pendidikan ini termasuk

program-program pelatihan, termasuk dukungan untuk mengambil program

studi yang ditawarkan di luar perusahaan, belajar mandiri, dan belajar melalui

rotasi pekerjaan.101

Pelatihan yang diberikan oleh perusahaan bertujuan meningkatkan

keahlian dan kemampuan karyawan; sedangkan pendidikan yang dilakukan

bertujuan jangka panjang guna meningkatkan pengetahuan kognitif

100
Mahbuba Sultana, “Impact of Training in Pharmaceutical Industry: An Assessment on Square
Pharmaceuticals Limited Bangladesh”, International Journal of Science and Research (IJSR),
Volume 2 Issue 2, February 2013, h. 576.
101
Raymond A. Noe, Employee Training & Development, Fifth Edition, (New York: McGraw Hill, 2010),
h. 6.
50

karyawan; pengembangan yang dilakukan untuk memastikan bahwa

karyawan dapat bertumbuh dan memiliki karier yang sesuai dengan

kompetensi mereka.

Perusahaan dapat mengembangkan modal insani melalui pelatihan

dan pendidikan yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kapabilitas

karyawan. Gogan menyatakan pengembangan SDM dapat dilakukan melalui

pelatihan formal dan pendidikan: “Human capital can be developed through

formal training and education, with a view to update and renew the person's

capabilities.”102

Noe menyatakan pelatihan mengacu pada upaya terencana

perusahaan untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan yang berkaitan

dengan kompetensi kerja. Kompetensi ini mencakup pengetahuan,

keterampilan, dan perilaku yang sangat penting untuk keberhasilan kinerja

perkerjaan.103

Menurut pasal 11 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa, “Setiap tenaga kerja berhak untuk

memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi

kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan

kerja.” Program pelatihan ini merupakan tanggung jawab perusahaan sesuai

102
Luminita-Maria Gogan, “Human Capital—the Need to be Evaluated,” Review of Applied Socio-
Economic Research, Volume 7, Issue 1/2014), h. 53.
103
Raymond A. Noe, op. cit., h. 5.
51

pasal 12 ayat 1 yaitu, “Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan

dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.”

Pelatihan, saat ini, adalah aspek yang sangat penting dalam membuat

organisasi menguntungkan. Tujuan utama dari pelatihan adalah untuk

mengembangkan keterampilan karyawan yang akhirnya membuat organisasi

lebih menguntungkan.104

Truss, Mankin, dan Kelliher menyatakan pelatihan (training) meliputi

instruksi yang direncanakan terhadap keterampilan atau praktik tertentu dan

dimaksudkan untuk menghasilkan perubahan perilaku di tempat kerja yang

mengarah untuk meningkatkan kinerja. Sedangkan pengembangan

(development) memiliki tujuan jauh lebih luas daripada pelatihan dan

biasanya memiliki fokus jangka panjang. Pengembangan berkaitan dengan

peningkatan portofolio individu kompetensi karyawan untuk memenuhi

rencana karier di masa depan.105

Rivai menyatakan pelatihan merupakan wahana untuk membangun

SDM menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan. Lebih jauh,

Rivai mendefinisikan pelatihan sebagai proses secara sistematis mengubah

tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan.106

Dessler dan Huat menyatakan bahwa pelatihan bertujuan untuk

meningkatkan keterampilan teknis. Menurut mereka, “Training provides

104
Ameeq-ul-Ameeq & Furqan Hanif, “Impact of Training on Employee’s Development and
Performance in Hotel Industry of Lahore Pakistan”, Journal of Business Studies, Volume 4. Number
4, Quarterly 2013, h. 68.
105
Catherine Truss, David Mankin, & Clare Killiher, op. cit., h. 165.
106
Viethzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta, Murai Kencana, 2006), h. 226.
52

employees with the skills they need to do their jobs. Training mostly on

technical skills.107

Proses desain pelatihan yang diberikan akan menentukan efektivitas

sebuah pelatihan, proses desian pelatihan ini diawali dari sebuah penilaian

kebutuhan pelatihan (training need analyis/TNA).

b. Pengembangan Karyawan (Employee Development)

Pengembangan karyawan yang dilakukan perusahaan ditujukan agar

pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dimiliki karyawan terus

terasah ke arah perbaikan.

Kocianová dan Drucker menyatakan pengembangan karyawan

(employee development) harus menjadi bagian dari keseluruhan strategi

organisasi (atau kebijakan organisasi). Pengembangan merupakan

pencapaian perubahan yang diinginkan melalui pembelajaran.108

Pengembangan karyawan bertujuan untuk menyiapkan karyawan

untuk masa depan. Perusahaan memastikan bahwa karyawan yang dimiliki

mampu menjalankan bisnis perusahaan secara berkesinambungan. Oleh

karena itu, diperlukan induksi pengetahuan agar pegetahuan karyawan tidak

ketinggalan zaman. Ivancevich dan Konopaske menyatakan, “Development

107
Gary Dessler & Tan Chwee Huat, op. cit., h. 186.
108
Lucie Vnoučková, Hana Urbancová, & Helena Smolová, “Approaches to Employee Development in
Czech Organisations”, ERIES Journal, Vol. 8 No. 1, 2015, h. 1.
53

prepares individuals for the future. It focus on learning and personal

development.”109

Pengembangan SDM membantu individu, kelompok, dan seluruh

organisasi menjadi lebih efektif. Menurut Mondy dan Noe III, pengembangan

SDM ini diperlukan karena karyawan, pekerjaan, dan organisasi selalu

berubah. Proses pengembangan SDM ini berawal sejak pertama kali

karyawan bergabung di perusahaan berlanjut hingga sepanjang karier

karyawan.110

Mondy & Noe III mendefinisikan pengembangan SDM sebagai upaya

berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi karyawan dan kinerja

perusahaan:

Human Resource Development is planned, continuous effort by


management to imporve employee competency levels and
organizaitonal performance through training, education, and
development program.111

Tujuan dari pengembangan adalah untuk meningkatkan kinerja

karyawan dengan memberikan pengetahuan, merubah perilaku, atau

meningkatkan keahlian, dengan demikian dapat meningkatkan kinerja

perusahaan secara keseluruhan. Dessler dan Huat menyatakan proses

pengembangan karyawan terdiri dari: 1) menilai kebutuhan strategik

perusahaan, meningkatkan daya saing industri, misalnya. 2) melakukan

109
John M. Ivancevich & Robert Konopaske, op. cit., h. 393.
110
R. Wayne Mondy & Robert M. Noe III, op. cit., h. 6.
111
Ibid, h. 272
54

penilaian kinerja individu, dan 3) mengembangkan karyawan untuk

kebutuhan masa depan.112

Noe lebih menekankan pengembangan sebagai pendidikan formal

yang bertujuan kepada orientasi masa depan. Menurut Noe terdapat

perbedaan di antara pelatihan (training) dan pengembangan (development)

karyawan, di mana pelatihan berfokus pada kebutuhan saat ini sedangkan

pengembangan sebagai upaya penyiapan SDM untuk masa depan.

Pelatihan Pengembangan
Fokus (focus) Saat ini (current) Masa depan (future)
Use of work Rendah (low) Tinggi (high)
experiences
Tujuan (Goal Persiapan untuk pekerjaan Persiapan sebagai
participation) saat diperlukan antisipasi ketika terjadi
(preparation for current job perubahan (Preparation fo
required) changes voluntary)

Gambar 2.8 Perbandingan Antara Pelatihan dan Pengembangan


Sumber: Raymond A. Noe, Employee Training & Development, Fourth
Edition, (New York: McGraw Hill, 2008), h. 315.

Selanjutnya Noe et. al. juga menyatakan bahwa pengembangan

adalah upaya pemberian pengetahuan, keahlian, dan perilaku yang dapat

meningkatkan kemampuan karyawan dalam mengantisipasi perubahan dan

tantangan di masa depan:

Development involves acquiring knowledge, skills, and behavior that


improve employees’ ability to meet the challenges of a variety of
existing jobs or jbos that do net yet exist.113

112
Gary Dessler & Tan Chwee Huat, op. cit., h. 194.
113
Raymond A. Noe, et. al., op. cit, h. 87.
55

Rivai menyatakan pengembangan SDM jangka panjang sebagai

pembeda dari kegiatan pelatihan untuk pekerjaan tertentu. Pengembangan

SDM merupakan cara efektif untuk mengahadapi beberapa tantangan,

termasuk 1) keusangan karyawan, 2) diversifikasi tenaga kerja domestik dan

internasional, 3) perubahan teknologi, 4) pengembangan equal employee

opportunity (EOO), dan 5) tingkat keluarnya (turnover) karyawan.114

Nda & Fard menyatakan tujuan pengembangan karyawan adalah

untuk meningkatkan kemampuan mereka guna pertumbuhan karyawan dan

organisasi. Oleh karena itu, investasi dalam pengembangan karyawan yang

berkelanjutan dibutuhkan untuk menjaga kesuksesan organisasi. Menurut

mereka:

Development refers to activities leading to the acquisition of new


knowledge or skills for purposes of growing. Organizations provide
employees with development programmes in order to enhance their
capabilities. Employee development is gaining an increasingly critical
and strategic imperative in organizations in the current business
environment. Thus organizations need to invest in continuous
employee development in order to maintain employees as well as the
organization success.115

5. Strategi Modal Insani (Human Capital Strategy)

Waiganjo dan Awino menyatakan keunggulan kompetitif berkelanjutan

dapat dicapai dengan merancang SDM strategis. Strategi manajemen SDM

melihat karyawan sebagai aset perusahaan yang perlu dikembangkan.

114
Veithzal Rivai, op. cit., hh. 251—254.
115
Maimuna Muhammad Nda dan Rashad Yazdani Fard, “The Impact of Employee Training and
Development on Employee Productivity”, Global Journal of Commerce & Management Perspective,
Vol. 2 (6), November-December 2013, h. 91.
56

Strategi ini memandang karyawan sebagai sumber daya strategis dalam

mencapai tujuan perusahaan.

Strategic human resource management looks at human resource


areas in which specific human resource strategies need to be
developed. It views the people of the organization as a strategic
resource for the achievement of goals.... Sustained competitive
advantage could be generated form a firm’s human capital by
designing strategic human resource management to diagnose a firm’s
strategic needs which is required to implement a competitive strategy
and achieve operational goals.116

Oleh karena itu, perlu penyusunan strategi yang terencana,

sistematis, dan teraplikasi dengan baik; agar tujuan perusahaan dapat

dicapai sesuai apa yang direncanakan.

Strategi SDM organisasi mencerminkan komitmen perusahaan dan

perlakuan terhadap karyawan. Strategi SDM harus erat sejajar dengan

strategi-stategi perusahaan yang lainnya untuk memastikan bahwa sejumlah

orang-orang yang tepat dan terampil berada di tempat yang tepat pada waktu

yang tepat dan bahwa tenaga kerja organisasi yang digunakan secara efektif

dan efisien:

An organization’s HR strategies reflect its commitment to and


treatment of its employees. Because an organization’s people are the
ones who do the work involved in implementing the other strategies,
the HR strategies must closely align with those other strategies in
order to assure that the right numbers of the appropriately skilled
people are in the right place at the right time and that the
organization’s workforce is being used effectively and efficiently.117

116
Esther W. Waiganjo & Zachary B. Awino, “Strategic Human Resource Management and Corporate
Performance: A Critical Review of Literature,” DBA Africa Management Review, Vol. 2 No. 2, 2012,
h. 78.
117
Mary Coulter, op. cit., h. 123.
57

Perencanaan SDM strategis adalah proses perumusan strategi SDM

dan membangun program atau taktik untuk melaksanakannya. Untuk

kesuksesan bisnis, perusahaan harus menyelaraskan strategi dan taktik SDM

dengan lingkungan bisnis yang ada.

To be successful, firms must closely align their HR strategies and


programs (tactics) with environmental opportunities, business
strategies, and the organization’s unique characteristics and distinctive
competence.118

Kostman & Schiemann menyatakan bahwa organisasi-organisasi yang

berfokus pada pengembangan kemampuan individu karyawan dan

menciptakan tingkat kemampuan yang lebih tinggi sejalan dengan strategi

organisasi dan prioritas secara dramatis akan memenangkan persaingan.

Ketiga faktor tersebut merupakan kombinasi dari—keselarasan (alignment),

kemampuan (capabilities), dan keterlibatan (engagement), disingkat (ACE)—

akan memberikan keunggulan pembeda pada organisasi.119

Schiemann menyatakan konsep ekuitas orang (people equity)

diperkenalkan sebagai cara integratif untuk mengukur dan mengelola modal

insani. People equity terdiri dari tiga elemen inti: keselarasan (alignment),

sejauh mana tenaga kerja dihubungkan dengan strategi bisnis; kemampuan

(capabilities), bakat, informasi, dan sumber daya yang diperlukan untuk

118
Luis R. Gómez-Mejía, David B. Balkin, & Robert L. Cardy, Managing Human Resources, Seventh
Edition, (New Jersey: Pearson Education, 2012), h. 21.
119
J. T. Kostman & William A. Schiemann, “People Equity: The Hidden Driver of Quality,” Qualty
Progress, Economic Case for Quality, May 2005, h. 40.
58

melaksanakan strategi tersebut; dan keterlibatan (engagement), sejauh mana

pekerja berkomitmen terhadap organisasi.120

Djurica, Djurica, & Janicic menyatakan pengetahuan dan elemen

modal insani lainnya, sebagai komponen modal intelektual memainkan peran

penting dalam membangun dan memelihara keunggulan kompetitif

perusahaan. 121

Mouritsen, J. et al., dalam Djurica, Djurica, & Janicic menyatakan

dalam arti yang lebih luas, modal insani terdiri unsur berikut: kreativitas,

inovasi, inisiatif, kemampuan beradaptasi, fleksibel, motivasi, ketekunan,

keahlian, keterampilan, pengalaman, pengabdian kepada organisasi,

pelatihan kerja sama tim, fleksibilitas, loyalitas, kemampuan untuk

membangun dan mengembangkan hubungan dengan karyawan lainnya di

perusahaan & mitra-mitranya, kesiapan untuk menerima perubahan,

kemampuan untuk belajar, dll.

Nonaka menyatakan dalam dunia ekonomi yang penuh ketidakpastian,

maka pengetahuan adalah modal perusahaan yang kompetitif. Menurut

Nonaka:

In an economy where the only certainty is uncertainty, the one sure


source of lasting competitive advantage is knowledge. When market
shift, techologies proliferate, competitors muliply, and products become
obsolete almost overnight, successful company are those that
constently create new knowledge.122

120
William A. Schiemann, “People Equity: A New Paradigma for Measuring and Managing Human
Capital.” Human Resources Planning, 29.1, 2006, h. 34—35.
121
Maja Djurica, Nina Djurica, & Radmila Janicic, “Building Competitive Advantage Through Human
Capital,” The Clute Institute International Academic Conference, Munich, Germany 2014, h. 555.
122
Ikujiro Nonaka, Loc Cit., h. 1
59

Lebih lanjut Nonaka menyatakan pengetahuan sebaiknya diaktivasi

menjadi sumber kreativitas. Menurutnya, ada dua jenis pengetahuan yaitu 1)

pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), pengetahuan yang ditransmisikan

antara individual secara formal dan sistematis. Pengetahuan eksplisit dapat

dinyatakan dalam kata-kata dan angka dan dibagi dalam bentuk data, rumus

ilmiah, spesifikasi, manual, dan sejenisnya; dan 2) pengetahuan terbatinkan

(tacit knowledge) sangat personal dan sulit diformulasikan, sehingga sulit

untuk dikomunikasi kepada orang lain. Pengetahuan Tacit berakar kuat

dalam tindakan dan pengalaman individual serta cita-cita, nilai, atau emosi

yang dianutnya.

Explicit knowledge can be expressed in words and numbers and


shared in the form of data, scientific formulae, specifications, manuals, and
the like. This kini of knowledge can be readily transmitted between indiviual
formally and systematically. In the west, in general, this form of knowledge
has been emphasize. Tacit knowledge is highly personal and hard to
formulize, making it difficult to communicate of share wiht other. Subjective
insights, intuitions, and hunches fall into theis category of knowledge. Tacit
knowledge is deeply rooted in an indviudal’s actions and experience as well
as in the ideals, values, or emotions her or she embraces.

Jones dan Leonard menyatakan pengetahuan terbatinkan ada dalam

pikiran seseorang, tapi mungkin sulit untuk diartikulasikan. Polanyi dalam

Jones & Leonard menyatakan tacit knowldge merupakan pengetahuan dasar

yang digunakan seseorang saat mencoba memahami sesuatu yang disajikan

kepadanya. Oleh karena itu, pengetahuan terbatinkan ini dapat dipandang

sebagai pengetahuan emosional dan budaya.

Tacit knowledge is the background knowledge a person uses when


trying to understand anything that is presented to him. Therefore, tacit
60

knowledge can be viewed as including emotional and cultural


knowledge.123

Ketika karyawan telah bergabung dengan perusahaan, maka

pengetahuan terbatinkan dan pengetahuan eksplisit harus dikelola dengan

baik. Proses pendidikan dan pengembangan potensi manusia merupakan

faktor dasar untuk menciptakan basis transformasi dari organisasi tradisional

ke perusahaan pembelajar (learning organization). Organisasi pembelajar

adalah organisasi yang mempromosikan pembelajaran bagi semua

anggotanya dan berupaya untuk berubah secara permanen.

Education and development of human potential are the basic factor for
creation of basis for transformation from traditional to a learning
company. Learning organization is organization that promotes learning
of all of its members and it transforms permanent.124

Dawoood et. al., dalam penelitiannya menyatakan sebuah organisasi

pembelajar merupakan organisasi yang terus-menerus memperlancar

kemajuan pembelajaran anggotanya dan memiliki kemampuan untuk terus

berkembang dan berubah sendiri. Anggota organisasi terus berupaya

sebaik-baiknya untuk meningkatkan kecenderungan mereka untuk belajar

dan bertumbuh. Sebuah organisasi belajar adalah organisasi di mana semua

anggota bekerja dengan suara bulat untuk memberikan hasil terbaik.

Menurut mereka:

123
Kiku Jones and Lori N. K. Leonard, From Tacit Knowledge to Organizational Knowledge for
Successful KM, W.R. King (ed.), Knowledge Management and Organizational Learning, 27 Annals of
Information Systems 4, 2009, h. 29.
124
Jelena Vemić, Employee Training and Development and the Learning Organization, Facta
Universitas, Series: Economics and Organization, Vol. 4, No 2, 2007, h. 210.
61

An organization that smoothens the progress of learning of its


members and has the ability to continuously grow and alter itself can
be termed as a learning organization. Members of the organization
continuously put their best efforts to increase their tendencies to learn
and grow. A learning organization is one in which all the members
work unanimously to give the best possible outcome.125

Nonaka menyatakan persyaratan utama untuk merancangan

organisasi pencipta pengetahuan (knowledge-creating organization) adalah

dengan menyediakan kemampuan strategis untuk memperoleh,

menciptakan, mengeksploitasi, dan mengumpulkan pengetahuan baru secara

terus-menerus dalam proses melingkar (circular). seperti konsep "hypertext

organization".126

Pada hypertext organization terdiri dari tiga lapisan; yaitu basis

pengetahuan (knowledge-base), sistem bisnis, dan sistem proyek. Di bagian

bawah merupakan lapisan “basis pengetahuan” yang mencakup

pengetahuan terbatinkan (tacit), terkait dengan budaya dan prosedur

organisasi; serta pengetahuan eksplisit (explicit) dalam bentuk dokumen,

sistem pengarsipan, database terkomputerisasi, dan lain-lain. Lapisan kedua

adalah “sistem bisnis” di mana operasi rutin secara normal dilakukan oleh

organisasi formal dan organisasi birokrasi. Lapisan atas, sistem proyek, yaitu

berhubungan dengan area di mana beberapa tim pengorganisasian mandiri

menciptakan pengetahuan. Tim-tim ini saling terkait secara longgar dan

125
Saeeda Dawoood, Et al., “Learning Organization–Conceptual and Theoretical Overview”,
International Journal of Humanities Social Sciences and Education (IJHSSE), Volume 2, Issue 4, April
2015, h. 97.
126
Ikujiro Nonaka, Loc Cit., h. 32
62

berbagi dalam “penciptaan pengetahuan bersama” dengan menggunakan

“visi perusahaan”. Dengan demikian hypertext organization merupakan

bentuk “berbeda” dari organisasi konvesional di mana organisasi ini lebih

dinamis dalam menciptakan pengetahuan di antara anggota organisasi.

Dengan hypertext organization, pengetahuan dikumpulkan, disimpan, dibagi,

dikembangkan, dan dimanfaatkan untuk perkembangan organisasi (Gambar

2.9 Hypertext Organization).

Gambar 2.9 Hypertext Organization—An Interactive Model of Hierarchy and


Nonhierarchy
63

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Perencanaan SDM (Human Resource Planning)

Riset Yadav & Dabhade menemukan bahwa penetapan kerangka

perencanaan SDM adalah tujuan utama organisasi, yang memungkinkan

sebuah organisasi dapat memastikan bagaimana cara terbaik menggunakan

SDM untuk mencapai kinerja dan hasil. Karyawan memainkan peran penting

dalam keberhasilan organisasi bisnis, hal ini penting karena organisasi harus

mempertimbangkan dan melakukan perencanaan yang matang dalam praktik

SDM.127

Koltnerová, Chlpeková, dan Samáková dalam risetnya menyatakan

sebuah perencanaan SDM harus memastikan bahwa sejumlah orang yang

tepat berada pada pekerjaan yang tepat di waktu yang tepat. Mereka harus

memenuhi kebutuhan tujuan bisnis perusahaan. Jika tidak, kemungkinan

tujuan dan rencana bisnis mungkin tidak terisi dan juga pesaing dapat

mengeser posisi perusahaan dalam perebutan posisi pasar.128

Akhigbe dalam penelitiannya menyatakan perencanaan SDM merupakan

salah satu kunci untuk memastikan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi.

Organisasi terdiri dari orang-orang dan orang-orang tersebut perlu

direncanakan. Secara khusus hasil studi menemukan: 1) Perencanaan SDM

terkait dengan orang dan pekerjaan, para perencana SDM harus

127
Rajesh K. Yadav & Nishant Dabhade, “Human Resource Planning and Audit—a Case Study of HEG
Limited”, International Letters of Social and Humanistic Sciences, Vol. 16, 2014, h. 60
128
Kristína Koltnerová, Andrea Chlpeková, & Jana Samáková, “The Importance of Human Resource
Planning in Industrial Enterprises,” Research Papers Faculty of Materials Science and Technologi
in Trnava, 2012, h. 66.
64

merencanakan kebutuhan SDM agar dapat diterima dan layak. 2) Metode

perencanaan SDM tidak bersifat teoritis. Perencanaan SDM dapat dilihat

secara mendalam mulai dari teknik statistika yang sulit hingga alat diagnosis

sederhana dalam pengumpulan data dan pengambilan keputusannya.129

2. Rekrutmen dan Seleksi (Recruitment & Selection)

Studi Ekwoaba, Ikeije, dan Ufoma terhadap 130 responden di Fidelity

Bank Plc di Lagos Nigeria didapat bahwa rekrutmen dan seleksi yang sesuai

kriteria perusahaan akan mempengaruhi kinerja organisasi di mana jika

kriteria rekrutmen dan seleksi lebih objektif, maka organisasi akan lebih

berkinerja.130

Di setiap organisasi, rekrutmen dan seleksi memainkan peran penting.

Studi yang dilakukan Vaveen dan Raju terhadap tiga bidang industri yang

berbeda, yaitu industri semen, industri elektronik, dan industri gula di Krishna

Dt Ap, India terhadap 150 karyawan terseleksi didapat bahwa manajer SDM

di ketiga industri ini harus fokus pada seleksi kandidat yang tepat melalui

beberapa sumber untuk mendapatkan mereka, seperti kampus, situs

penyelia jasa pencarian tenaga kerja, bank data, dll. Seleksi dilakukan

dengan mengevaluasi keahlian, pengetahuan, dan kemampuan kandidat di

mana persyaratan tinggi harus dipenuhi oleh para pelamar. Didapat saran

129
Omoankhanlen Joseph Akhigbe, “Human Resource Planning: A Key Factor in Ensuring the
Effectiveness and Efficiency of Organization,” Journal of Emerging Trends in Economics and
Management Sciences (JETEMS), 4(4), 2013, h. 395.
130
Joy O. Ekwoaba, Ugochukwu .U. Ikeije, & Ndubuisi Ufoma, “The Impact of Recruitent and Selection
Criteria on Organizational Perfomance,” Global Journal of Human Resource Management, Vol. 3
No.2, March 2015, h. 22.
65

dan usulan dari hasil penelitian ini bahwa: 1) Untuk memotivasi para pelamar,

ketiga industri ini harus merencanakan untuk memberi insentif kepada

pelamar berupa uang dan nonuang. 2) Ketiga industri ini disarankan untuk

menerapkan kebijakan pada proses rekrutmen dan seleksi yang tepat di

masa yang akan datang. 3) Disarankan agar industri ini harus menerapkan

kesamaan (equal) pada sumber pelamar eksternal seperti agensi, referensi,

dan bank data untuk mendapatkan kandidat yang sesuai. 4) Diharapkan

ketiga industri ini mendorong kandidat baru (fresh) melamar berdasarkan

keahlian dan pengalaman yang dimiliki. 5) Disarankan industri ini mampu

menerapkan teknik wawancara (interview) terbaru untuk mendapatkan calon

karyawan yang prospektif.131

Hasil penelitian Khanna, terhadap 100 orang karyawan terpilih dari

perusahaan online Naukri.com dan karyawan di industri call center,

direkomendasikan bahwa organisasi harus memastikan untuk mengikuti

pedoman praktik rekrutmen dan seleksi terbaik, antara lain:

1. Perusahaan harus hati-hati dalam perencanaan kebijakan rekrutmen dan

seleksi. Perusahaan harus mendasarkan pada prinsip kesempatan yang

sama untuk semua orang.

2. Menggunakan dan menyimpan catatan termasuk semua dokumen

pendukung, sertifikat, dan bentuk yang digunakan pada setiap tahap

131
Sudhamsetti Naveen & D.N.M Raju, “A Study On Recruitment & Selection Process With Reference
To Three Industries, Cement Industry, Electronics Industry, Sugar Industry In Krishna Dt Ap, India”,
IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM), Volume 15. Issue 5, January 2014, h. 67.
66

seleksi calon. Hal ini memberikan konsistensi dalam proses dan bekerja

sebagai alat untuk audit pada setiap saat bila diperlukan.

3. Deskripsi tugas dan spesifikasi pekerjaan harus jelas dalam hal peran,

tanggung jawab, tugas (baik keterampilan wajib maupun diharapkan).

4. Secara singkat mendefinisikan kriteria seleksi dan penilaian untuk

kandidat.

5. Memastikan bahwa iklan lowongan kerja dapat mendefinisikan kriteria

seleksi.

6. Memastikan untuk menghindari bahasa diskriminatif dan persyaratan

dalam iklan.

7. Memastikan untuk melakukan survei upah untuk menawarkan

kompensasi terbaik ke pada kandidat yang layak bergabung.132

3. Assessment Center

Seleksi dan pengembangan karyawan merupakan aktivitas penting

bagi para profesional dan manajer SDM di era ekonomi global saat ini.

Tanggung jawab manajemen SDM dalam membangun strategi dan teknik

seleksi dan pengembangan SDM agar mendapatkan kandidat terbaik, baik

132
Pooja Khanna, “Recruitment & Selection: A Need of the Hour for Organizational Success,”
International Journal of Research in Management & Technology (IJRMT), Vol. 4. No.3, June 2014,
h. 153.
67

dari kandidat internal maupun eksternal—adalah melalui assessment

center.133

Riset Thornton III & Gibbons menjelaskan bahwa assessment center

telah digunakan secara luas untuk membantu dalam pemilihan karyawan

dalam mengisi berbagai tugas baru—seperti pada penerapan seleksi

eksternal, promosi internal, identifikasi potensi awal, dan sertifikasi

kompetensi. Berbagai bukti telah terkumpul menunjukkan bahwa keabsahan

assessment center digunakan dalam proses seleksi.134

Saat ini, assessment center telah digunakan secara luas oleh

organisasi berbeda di berbagai industri, seperti manufaktur, jasa, perbankan

dan pemerintahan, termasuk di kemiliteran, kepolisian, dan organisasi

pemadam kebakaran. Mereka telah mengembangkan assessment center

untuk mempekerjakan dan/atau mempromosikan karyawan. Pusat penilaian

(assessment center) merupakan cara terbaik dan paling adil dalam memilih

kandidat yang tepat untuk posisi tertentu dalam promosi dan penempatan.135

4. Pelatihan Karyawan (Employee Training)

Penelitian Sultana di Square Pharmaceuticals Limited Bangladesh

menemukan bahwa pelatihan memiliki peran penting dalam pengembangan

133
Paul R. Knapp & Bahaudin G. Mujtaba, “Strategies for the Design and Administration of Assessment
Center Technology: A Case Study for the Selection and Development of Employees”, Journal of
Business Studies, Vol. 2. No. 2, Quarterly 2011, h. 154.
134
George C. Thornton III & Alyssa M. Gibbons, Op. Cit., h. 183.
135
Roma Tripathi, “Assessment Centers: Benefits and Shortcomings Management”, International
Journal of Emerging Research in Management &Technology, Volume-5. Issue-2, February 2016, h.
33
68

kinerja karyawan dalam suatu organisasi. Organisasi harus menekankan

pada program pelatihan kompetitif untuk pengembangan karyawan dan

organisasi.136

Penelitian Nda & Fard menyajikan hubungan yang signifikan antara

pelatihan dan pengembangan dengan produktivitas karyawan. Dalam

penelitian tersebut didapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan

instrumen yang membantu modal insani (human capital) dalam

mengeksplorasi ketangkasan mereka. Oleh karena itu, pelatihan dan

pengembangan sangat penting untuk produktivitas tenaga kerja organisasi.137

Penelitian Ameeq dan Hanif menunjukkan bahwa pelatihan memiliki

pengaruh langsung terhadap kinerja karyawan dan cenderung meningkatkan

kinerja aktual keseluruhan karyawan. Pelatihan dapat meningkatkan efisiensi

kerja karyawan.138

5. Pengembangan Karyawan (Employee Development)

Penelitian yang dilakukan oleh Moses Kamau, et. al., untuk melihat

pengaruh strategi pelatihan dan pengembangan terhadap komitmen

karyawan terhadap 320 karyawan dari populasi 3.200 pekerja rumah sakit di

Kenya menemukan bahwa, ada hubungan signifikan positif antara pelatihan

dan kesempatan pengembangan dengan komitmen karyawan.139

136
Mahbuba Sultana, Op. Cit, h. 576.
137
Maimuna Muhammad Nda dan Rashad Yazdani Fard, Op. Cit., h. 91.
138
Ameeq-ul-Ameeq dan Furqan Hanif, Op. Cit, h. 78.
139
Moses Kamau, et. al., “Training and Development Strategi on Employee Commintment in Kenya:
Quailtative Analysis Approach”, International Journal of Quantitative and Qualitative Research
Methods, Vol.3 No.1, April 2015, h. 25.
69

Penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Asfaw, Argaw, & Bayissa di

District Five Administration Office, Addis Ababa, Ethiopia terhadap 100

responden didapat bahwa pelatihan (training) dan pengembangan

(development) memiliki korelasi positif dan secara statistik memiliki hubungan

signifikan antara kinerja dan keefektifan karyawan. Hasil rekomendasi

penelitian ini menyatakan bahwa di Kantor District Five Administration akan

dijaga perencanaan pemberian aktivitas pelatihan dan pengembangan

karyawan.140

Kajian pustaka Kulkarni, menyatakan bahwa program pelatihan dan

pengembangan memainkan perang penting dalam setiap organisasi.

Pelatihan dan pengembangan dapat meningkatkan kinerja di tempat kerja,

menambah pengetahuan karyawan, meningkatkan keahlian, dan dapat

menghindari keusangan manajerial. Program pelatihan dan pengembangan

juga dapat memudahkan manajemen untuk mengevaluasi kinerja pekerjaan

dan membantu pengambilan keputusan promosi, penghargaan, kompensasi,

pemberian fasilitas, dll. Program pelatihan juga membantu manajer dalam

perencanaan promosi, menjaga dan memotivasi karyawan. 141

140
Abeba Mitiku Asfaw, Mesele Damte Argaw, & Lemessa Bayissa, “The Impact of Training and
Development on Employee Performance and Effectiveness: A Case Study of District Five
Administration Office, Bole Sub-City, Addis Ababa, Ethiopia.”, Journal of Human Resource and
Sustainability Studies, December 2015, h. 188.
141
Ms. Pallavi P. Kulkarni, “A Literature Review on Training & Development and Quality of Work Life,”
International Refereed Research Journal, Vol.–IV. Issue–2, April 2013, h. 142.

You might also like