Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada
balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di
DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta
remaja menderita anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga
diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia.
Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia
karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak
memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia
karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll,
tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesa
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih berbahaya dari
kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan
seperti semula. Karena itu, pada masa emas dan kritis perlu mendapat perhatian.
1.2.Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Anemia berkurangnyajumlah eritrosit ( sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb)
dalam setiap millimeter kubik darah. Hamper semua gangguan pada system peredaran darah
disertai anemia yang ditandai warna kepucatan pada tubuh, terutama ekstremitas. Penyebab
anemi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena :
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi defisiensi Fe, Thalasemia, dan anemi
infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient yang dapat menimbulkan anemi pernisiosa
dan anemi asam folat
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemi aplastik dan
leukemia
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma/ kecelakaan yang terjadi secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatrnya pmecahan eritrosit (hemolisis). Hemolisis dapat terjadi karena :
a. Factor bawaan. Misalnya kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan eritrosit).
b. Factor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit.
4. Bahan baku untuk pembentuk eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud adalah protein,
asam folat, Vitamin B12, dan minral.
Berdasarkan penyebab tersebut diatas, anemi dapat dikelompokkan mnjadi beberapa
jenis, yaitu :
1. Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)
Merupakan anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan baku
pembuat sel darah dan hemoglobin. Kekurangan zat besi (Fe) dapat disebabkan oleh berbagai hal
yaitu asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan cepat,
penurunan reabsorbsi karena kelainan pada usus atau karena anak banyak mengkonsumsi the
(menurut penelitian, ternyata teh dapat menghambat rebsorbsi Fe), dan kebutuhan yang
mengikat, misalnya pada anak balita yang pertumbuhannya cepat sehingga memerlukan nutrisi
yang lebih banyak.
2. Anemia Megaloblastik
Merupakan anemi yang terhjadi karena kekurangan asam folat. Disebut juga dengan
anemia defisensi asam folat. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA
yang penting untuk metabolisme inti sel. DNA diperlukan untuk sintesis, sedangkan RNA untuk
pematangan sel. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi megaloblastik tergolong dalam anemi
makrositik, seperti pada anemi pernisiosa. Ada beberapa penyebab penurunan asam folat (FK UI,
1985:437), yaitu:
1) Masukan yang kurang. Pemberian susu saja pada bayi di atas 6 bulan (terutama susu formula)
tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
2) Gangguan absorbsi. Adanya penyakit atau gangguan pada gastrointestinal dapat menghambat
absorbsi bahan makanan yang diperlukan tubuh.
3) Pemberian obat yang antagonis terhadap asam folat. Anak yang mendapat obat-obat tertentu,
seperti metotreksat, pitrimetasin, atau derivate barbiturate sering mengalami defisiensi asam
folat. Obat-obat tersebut dapat menghambat kerja asam folam dalam tubuh, karena mempunyai
sifat yang bertentangan.
3. Anemia Permisiosa
Merupakan anemi yang terjadi karena kekurangan vitamin B12. Anemi pernisiosa ini
tergolong anemi megaloblastik karena bentuk sel darah yang hampir sama dengan anemi
defisiensi asam folat. Bentuk sel darahnya tergolong anemi makrositik normokromik, yaitu
ukuran sel darah merah yang besar dengan bentuk abnormal tetapi kadar Hb normal.
Vitamin B12 (kobalamin) berfungsi untuk pematangan normoblas, metabolisma jaringan
saraf, dan purin. Selain asupan yang kurang, anemi pernisiosa dapat disebabkan karena adanya
kerusakan lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan skeret yang berfungsi untuk
absrobsi B12 (Markum, 1991:125).
4. Anemia Pascapendarahan
Terjadi sebagai akibat dari pendarahan yang massif (perdarahan terus menerus dan dalan
jumlah banyak), sperti pada kecelakaan, operasi, dan persalinan dengan perdarahan hebat yang
dapat terjadi secara mendadak maupun menahun. Berdasarkan bentuk sel darah, anemi
pascapendarahan ini termasuk anemi normositik normokromik, yaitu sel darah berbentuk normal
tetapi rusak/habis.
Akibat kehilangan darah yang mendadak maka akan terjadi reflek cardiovascular yang
fisiologis berupa kontraksi arteriol, pengurangan aliran darah ke organ yang kurang vital, dan
penambahan aliran darah ke organ vital (otak dan jantung). Kehilangan darah yang mendadak
lebih berbahaya dibandingkan dengan kehilangan darah dalam waktu yang lama.
Kehilangan darah 12-15% akan menyebabkan pucat dan takikardi, tetapi kehilangan 15%-
20% akan menimbulkan gejala syok (renjatan) yang reversible. Bila lebih 20% maka dapat
menimbulkan syok yang irreversible (menetap).
Selain reflek kardiovascular, akan terjadi pergeseran cairan ekstravaskular ke intravascular
agar tekanan osmotic dapat dipertahankan. Akibatnya, terjadi hemodilusi dengan gejala: (1)
rendahnya Hb, eritrosit, hematokrit, (2) leucositosis (15.000-20.000/mm3), (3) kadang-kadang
terdapat gagal jantung, (4) kelaina cerebral akibat hipoksemia, dan (5) menurunnya aliran darah
ke ginjal, sehingga dapat menyebabkan oliguria/anuria.
Pada kehilangan darah yang terjadi secara menahun, pengaruhnya akan terlihat sebagai
gejala akibat defisiensi besi bila tidak diimbangi masukan Fe yang cukup.
5. Anemia Aplastik
Merupakan anemi yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah semua sel darah)
darah tepi dan menurunnya selularitas sumsum tulang. Dengan menurunnya selularitas, susmsum
tulang tidak mampu memproduksi sel darah. Berdasarkan bentuk sel darahnya, anemia ini
termasuk dalam anemia normositik normokromik seperti anemi pascapendarahan.
Adapun beberapa penyebab terjadinya anemi aplastik diantaranya adalah:
a. Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah. Penurunan sel darah
induk bisa terjadi karena bawaan, dalam arti tidak jelas penyebabnya (idiopatik), yang dialami
sekitar 50% penderita. Selain karena bawaan, penurunan sel induk juga bisa terjadi karena
didapat, yaitu karena adanya pemakaian obat-obatan seperti bisulfan, kloramfenikol, dan
klopromazina. Obat-obat tersebut menyebabkan penekanan sumsum tulang.
b. Lingkungan mikro (micro environment) seperti radiasi dan kemoterapi yang lama dapat
mengakibatkan sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel.
c. Penurunan poitin, sehingga yang befungsi merangsang tumbuhnya sel-sel darah dalam sumsum
tulang tidak ada.
d. Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga menekan/menghambat maturasi sel-sel induk pada
sumsum tulang.
6. Anemia Hemolitik
Merupakan anemi yang terjadi karena umur eritrosit yang lebih pendek/prematur. Secara
normal, eritrosit berumur antara 100-120 hari. Adanya penghancuran eritrosit yang berlebihan
akan mempengaruhi fungsi hepar, sehingga ada kemungkinan terjadinya peningkatan bilirubin.
Selain itu, sumsum tulang dapat membentuk 6-8 kali lebih banyak sistem eritropoetik daripada
biasanya, sehingga banyak dijumpai eritrosit dan retikulosit pada darah tepi. Benrdasarkan
bentuk sel darahnya anemi hemolitik ini termasuk dalam anemi normositik normokromik.
Kekurangan bahan pembentuk sel darah, seperti vitamin, protein, atau adanya infeksi dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara pengahancuran dan pembetukan sistem eritropoetik.
Penyebab anemi hemolitik diduga sebagai berikut:
a. Kongenital, misalnya kelainan rantai Hb dan defisiensi enzim G6PD.
b. Didapat, misalnya infeksi sepsis, penggunaan obat-obatan, dan keganasan sel.
7. Anemia Sickle Cell
Merupakan anemi yang terjadi karena sintesa Hb abnormal dan mudah rusak, serta
merupakan penyakit keturunan (hereditary hemoglobinophaty). Anemia sickle cell ini
menyerupai anemia hemolitik.
B. Etiologi
1. Asupan susu sapi yang berlebihan.
2. Asupan yang tidak adekuat dari bahan-bahan makanan yang banyak mengandung besi.
3. Ketidakcukupan jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
4. Kehilangan darah yang kronis.
5. Lahir dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.
6. Defisiensi folat (vitamin B12).
C. Patofosiologi Anemia
Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah
bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel
darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
D. Tanda dan Gejala Anemia Pada Anak
Tanda dan gejala anak anemia sebenarnya bisa dideteksi oleh orang tua. Bagaimana
orang tua bisa mengenali tanda anemia pada anak itulah adalah salah satu cara untuk bisa
menangani semenjak awal anemia ini dan juga memberikan pengobatan anemia itu sendiri.
Tanda anemia anak bisa berupa :
1. Anak terlihat lemah, letih, lesu, hal ini karena oksigen yang dibawa keseluruh tubuh berkurang
karena media trasportnya berkurang (Hb) kurang sehingga tentunya yang membuat energy
berkurang dan dampaknya adalah 3L, lemah, letih dan lesu
2. Mata berkunang-kunang. Hampir sama prosesnya dengan hal diatas, karena darah yang
membawa oksigen berkurang, aliran darah serta oksigen ke otak berkurang pula dan berdampak
pada indra penglihatan dengan pandangan mata yang berkunang-kunang.
3. Menurunnya daya pikir, akibatnya adalah sulit untuk berkonsentrasi
4. Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
5. Pada tingkat lanjut atau anemia yang berat maka anak bisa menunjukkan tanda-tanda detak
jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki.
E. Komplikasi
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
1. Gagal jantung,
2. Parestisia dan
3. Kejang.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah
yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan
untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensidisebabkan oleh
defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi
IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selamahidup pasien
yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari,
secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
2. ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan
dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok
data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan. Contoh:
DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan diambil dari NANDA. Diagnosa untuk penderita anemia yang
biasanya muncul adalah:
1) Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
4) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan
besi.
5) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
6) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.
4. INTERVENSI
A. Dx.1. ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
Tujuan:
1) pasien (keluarga) mendapatkan pengetahuan tentang gangguan, tes diagnostik dan pengobatan.
2) Pasien mengalami stress emosional minimal.
3) Pasien menerima elemen darah yang tepat.
Intervensi
a) siapkan anak untuk tes.
R/: untuk menghilangkan ansietas/rasa takut.
b) tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi
R/: untuk memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi.
c) dorong orang tua untuk tetap bersama anak.
R/: untuk meminimalkan stress karena perpisahan.
d) berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik).
R/: untuk meminimalkan stress.
e) dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.
R/: untuk meminimalkan ansietas/rasa takut.
f) berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
R/: agar tidak menimbulkan komplikasi.
B. Dx.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan: pasien mendapat istirahat yang adekuat.
a) observasi adanya tanda kerja fisik (takikardia, palpitasi, takipnea, dispnea, napas pendek,
hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat, dan perubahan warna kulit) dan
keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang, tidak dapat mentoleransi aktivitas
tambahan).
R/: untuk merencanakan istirahat yang tepat.
b) antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi
anak.
R/: untuk mencegah kelelahan.
c) beri aktivitas bermain pengalihan
R/: meningkatkan istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri.
d) pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan dengan minat yang sama yang memerlukan
aktivitas terbatas.
R/: untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat.
e) bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik.
R/: mengurangi kelelahan pada anak.
C. Dx.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
Tujuan: pasien menunjukkan pernapasan normal.
a) pertahankan posisi Fowler-tinggi
R/: untuk pertukaran udara yang optimal.
b) beri oksigen suplemen
R/: untuk meningkatkan oksigen ke jaringan.
c) ukur tanda vital selama periode istirahat.
R/: untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas.
D. Dx.4. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan besi.
Tujuan: pasien mendapatkan suplai besi adekuat.
a) berikan konseling diet pada pemberi perawatan, khususnya mengenai hal-hal berikut: sumber
besi dari makanan (mis., daging, legume, kacang, gandum, sereal bayi yang diperkaya dengan
besi dan sereal kering).
R/: untuk memastikan bahwa anak mendapat suplai besi yang adekuat.
b) beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan padat diberikan.
R/: karena terlalu banyak minum susu akan menurunkan masukan makanan padat yang
mengandung besi.
c) ajari anak yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat dalam diet.
R/: untuk mendorong kepatuhan
E. Dx.5. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tercukupi.
a) berikan preparat besi sesuai ketentuan. Instruksikan keluarga mengenai pemberian preparat besi
oral yang tepat: berikan dalam dosis terbagi.
R/: untuk absorpsi maksimum.
b) berikan di antara waktu makan.
R/: untuk meningkatkan absorpsi pada traktus gastrointestinal bagian atas.
c) berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin.
R/: karena vitamin C memudahkan absorpsi besi.
d) jangan memberikannya bersama susu atau antasida.
R/: karena bahan ini akan menurunkan absorpsi besi.
e) berikan preparat cair dengan pipet,spuit atau sedotan.
R/: untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.
f) kaji karakteristik feses.
R/: karena dosis adekuat besi oral akan mengubah feses menjadi berwarna hijau
gelap.
F. Dx.6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.
Tujuan: menunjukkan perfusi adekuat.
a) awasi TTV, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan.
b) tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/: meningkatkan ekspansi paru.
c) selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
R/: iskemia seluler memengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.
d) kaji untuk respon verbal melambat, gangguan memori, bingung.
R/: dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vit B12.
e) catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R/: vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer.
f) awasi hasil pemeriksaan lab.
R/: mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
g) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/: meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen.
5. IMPLEMENTASI
Tindakan diberikan sesuai dengan intervensi dari masing-masing diagnosa yang ada.
6. EVALUASI
Evaluasi formatif dilakukan dengan format SOAP sesuai dengan perkembangan pasien
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Anemia berkurangnyajumlah eritrosit ( sel darah merah) dan kadar hemoglobin (Hb)
dalam setiap millimeter kubik darah. Hamper semua gangguan pada system peredaran darah
disertai anemia yang ditandai warna kepucatan pada tubuh, anemi dapat dikelompokkan mnjadi
beberapa jenis, yaitu :
1. Anemia Defisiensi Zat Besi (Fe)
2. Anemia Megaloblastik
3. Anemia Permisiosa
4. Anemia Pascapendarahan
5. Anemia Aplastik
6. Anemia Hemolitik
7. Anemia Sickle Cell
3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
Barkin, R. M. 1995. Diagnosis Pediatri yang Berorientasi pada Masalah.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Behrman, R. E., Kliegman, R. M. & Arvin, A. M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta:
EGC.
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Betz, L. B. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1978.Perawat Anak
di Pusat Kesehatan Masyarakat.
Shelov, S. P. 2004. Panduan Lengkap Perawatan untuk bayi dan Balita.
Jakarta: Arcan.
Wong, D. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W. & Mayer, B. (Ed). 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mudayatiningsih, S., Lundy, F. & Mugianti, S. 2011. Modul Pemeriksaan Fisik dan Implikasinya
dalam Keperawatan.
1. Pengertian
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah (Ngastia, 1997 ; 398)
Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB di bawah batas nilai-nilai yang
dijumpai pada orang sehat (Nelson; 838)
2. Klasifikasi
1) Anemia Aplastik
2) Anemia Defisiensi Zat Besi
3) Anemia Hemolitik
3. Etiologi dan Patofisiologi
KLASIFIKASI ANEMIA
1. ANEMIA APLASTIK
1.1 Penyebab
- Obat-obatan (kloramphenikol, insektisida, anti kejang)
- Penyinaran yang berlebihan
- Sumsum tulang yang tidak mampu memproduksi sel darah merah.
1.2 Gejala Klinis
- Pucat
- Cepat lelah
- Lemah
- Gejala Icokopenia / trombositopeni
1.3 Pemeriksaan penunjang
Terdapat pensitopenia sumsum tulang kosong diganti lemak, neotrofil kurang dari 300 ml,
trombosit kurang dari 20.000/ml, retikulosit kurang dari 1% dan kepadatan seluler sumsum
tulang kurang dari 20%.
1.4 Pengobatan
- Berikan transfusi darah “Packed cell”, bila diberikan trombosit berikan darah segar / platelet
concentrate.
- Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotic, hygiene yang baik perlu untuk mencegah
timbulnya infeksi.
- Untuk anemia yang disebabkan logam berat dapat diberikan BAC (Britis Antilewisite
Dimercaprol)
- Transplantasi sumsum tulang
- Prednison dan testoteron
Prednison dosis 2-5 mg/kg BB/hari per oral
Testoteron dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara parenteral
Hemopocitik sebagai ganti testoteron dosis 1-2 mg/kg BB/hari per oral
Hendaknya memperhatikan fungsi hati
2. ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
2.1 Penyebab
- Masukan zat besi dalam makanan yang tidak adekuat
- Masukan makanan dari susu sapi secara tidak langsung
- Penyebab Hb yang tepat tidak terjadi
- Janin yang lahir dengan gangguan structural pada system pencernaan
- Kehilangan darah kronis akibat adanya lesi pada saluran pencernaan
2.2 Gejala klinis
Anak tampak lelah dan lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabe dan anak tidak tampak sakit
karena perjalanan penyakit menahun, tampak pucat terutama pada inukosa bibir, faring, telapak
tangan dan dasar kuku, konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau berwarna putih mutiara dan
jantung agak membesar.
2.3 Pemeriksaan penunjang
Ferritin serum rendah kurang dari 30 mg/l, MCV menurun ditemukan gambaran sel mikrositik
hipokrom, Hb dan eritrosit menurun.
2.4 Pengobatan
Dengan pemberian garam-garam sederhana peroral (sulfat, glukonat, fumarat), preparat, besi
secara parenteral besi dekstram, jika anak sangat anemis dengan Hb di bawah 4 gm/dl diberi 2-3
ml/kg packed cell, jika terjadi gagal jantung kongestif maka pemberian modifikasi transfusi tukar
packed eritrosis yang segar, dapat pula diberi furosemid.
3. ANEMIA HEMOLITIK
3.1 Penyebab
3.1.1 Faktor instrinsik
- Karena kekurangan bahan untuk membuat eritrosit
- Kelainan eritrosit yang bersifat congenital seperti hemoglobinopati
- Kelainan dinding eritrosit
- Abnormalita dari enzym dalam eritrosit
3.1.2 Faktor ekstrinsik
- Akibat reaksi non immunitas (akibat bahan kimia atau obat-obatan, bakteri)
- Akibat reaksi immunitas (karena eritrosit diselimuti anti body yang dihasilkan oleh tubuh itu
sendiri)
3.2 Gejala klinis
Badan panas, menggigil, lemah, mual muntah, pertumbuhan badan yang terganggu, adanya
ikhterus dan spelenomegali.
3.3 Pemeriksaan penunjang
Terjadi penurunan Ht; penggian bilirubin inderik dalam darah dan peningkatan bilirubin total
sampai 4 mg/dl dan peninggian urobilin.
3.4 Penatalaksanaan
Tergantung dari penyakit dasarnya, splenoktomi merupakan tindakan yang harus dilakukan.
Indikasi dan splenoktomi adalah :
- Sferositosis konginital
- Hipersplenisme
- Limia yang terlalu besar sehingga menimbulkan gangguan mekanisme
Berikan kortikosteroid pada anemia hemolisis autoimum, transfusi darah dapat diberikan jika
keadaan berat.
1. PENGKAJIAN
1.1 Biodata : Bisa terjadi pada semua anak
1.2 Keluhan utama : Lemah badan, pusing anak rewel
1.3 Riwayat penyakit sekarang
Adanya lemah badan yang diderita dalam waktu lama, terasa lemah setelah aktivitas, adanya
pendarahan, pusing, jantung berdebar, demam, nafsu makan menurun, kadang-kadang sesak
nafas, penglihatan kabur dan telinga berdengung.
1.4 Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita hematologis.
1.5 Riwayat penyakit dahulu
1.5.1 Antenatal : Penggunaan sinar-X yang berlebihan
1.5.2 Natal : Obat-obat
1.5.3 Postnatal : Pendarahan, gangguan sistem pencernaan
1.6 Activity daily life
1.6.1 Nutrisi : nafsu makan menurun, badan lemah
1.6.2 Activity : Jantung berdebar, lemah badan, sesak nafas, penglihatan kabur
1.6.3 Tidur : Kebutuhan istirahat dan tidur berkurang banyak
1.6.4 Eliminasi : Kadang-kadang terjadi konstipasi
1.7 Pemeriksaan
1.7.1 Pemeriksaan umum
Keadaan umum lemah, terjadi penurunan tekanan sistol dan diastole, pernafasan takipnea,
dipsnea, suhu normal, penurunan berat badan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1 Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim
oksigen atau nutrien ke sel
2.2 Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen
2.3 Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan untuk mencerna makan atau absorbsi nutrisi
yang diperlukan
2.4 Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis
gangguan mobilitas.
2.5 Resiko tinggi terjadi b/d perubahan sekunder tidak adekuat (menurunnya Hb)
3. RENCANA KEPERAWATAN
3.1 Dx : Perubahan perfusi jaringan b/d perubahan komponen-komponen seluler yang diperlukan
untuk mengirim oksigen atau nutrien ke sel
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil : - Tanda vital
- Membran mukosa merah
- Akral hangat
Intervensi
- Awasi TTV, kaji warna kulit atau membran mukosa dasar kulit
R/ Memberikan informasi tentang denyut perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi
selanjutnya.
- Atur posisi lebih tinggi
R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi
- Observasi pernafasan
R/ Dispnea menunjukkan gejala gagal jantung ringan
- Kaji untuk respon verbal melambatkan mudah terangsang gangguan memori
R/ Mengindikasikan definisi dan kebutuhan pengobatan
- Kolaborasi dalam pemberian transfusi
R/ Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi, menurunkan resiko
tinggi pendarahan
3.2 Dx : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara pengirim dengan kebutuhan oksigen
Tujuan : Dapat melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan
Kriteria hasil : - Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
- Menunjukkan penurunan tanda-tanda vital
Intervensi
- Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan jaya jalan atau kelemahan otot
R/ Menunjukkan perubahan neorologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
pasien atau resiko cidera.
- Awasi TD, nadi, pernafasan selama dan sesudah aktivitas
R/ Manifestasi kardiopulmunal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen
adekuat ke jaringan.
- Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
R/ Hipotensi atau hipoksia dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cidera
- Berikan bantuan dalam aktivitas atau ambulasi bila perlu
R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.
- Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru
3.3 Dx : Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan untuk mencerna makanan atau absorbsi
nutrisi yang diperlukan
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : - Menunjukkan peningkatan berat badan
- Nafsu makan meningkat
- Pasien tidak mual dan muntah
Intervensi
- Kaji riwayat nutrisi termasuk makan yang disukai
R/ Mengidentifikasi defisiensi
- Observasi dan catat masukan makanan klien
R/ mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan makanan
- Timbang berat badan tiap hari
R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering
R/ Menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan mencegah disiensi gaster
- Pantau pemeriksaan Hb, albumen protein dan zat besi serum
R/ Meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk diet nurtrisi yang diberikan
3.4 Dx : Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis
gangguan mobilitas
Tujuan : Integritas kulit adekuat
Kriteria hasil : - Mempertahankan integritas kulit
- Mengidentifikasi faktor resiko / perilaku individu untuk mencegah cedera
dermal
Intervensi
- Kaji integritas kulit catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema
R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan mobilisasi
- Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau tidur di
tempat tidur
R/ Meningkat sirkulasi kesemua area kulit membatasi iskemia jaringan atau mempengaruhi
hipoksia seluler
- Anjuran permukaan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun
R/ Area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogen, sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan dapat meningkatkan
iritasi.
3.5 Dx : Resiko tinggi terjadi infeksi b/d perubahan sekudner tidak adekuat (penurunan Hb)
Tujuan : Tidak adanya infeksi pada sistem tubuh
Kriteria hasil : - Mengidentifikasi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
- Meningkatkan penyembuhan luka, eritema dan demam
Intervensi
- Tingkatkan cuci tangan yang baik untuk pemberi perawatan dan pasien
R/ Mencegah kontaminasi silang atau kolonisasi bakteri
- Pertahankan teknik aseptik tepat pada prosedur perawatan luka
R/ Menurunkan resiko kolonisasi atau infeksi bakteri
- Pantau atau batasi pengunjung berikan isolasi bila memungkinkan
R/ Membatasi pemajaran pada bakteri infeksi
- Pantau suhu catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
R/ Indikator proses inflamasi atau infeksi membutuhkan evaluasi atau pengobatan
4. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Disesuaikan dengan intervensi
5. EVALUASI KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut
oksigen ke jaringan.
Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat
defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran
sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh
dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
payah jantung
Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper
Klasifikasi anemia:
Hambatan humoral/seluler
Pansitopenia
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna,
perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
2. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi
eritopoitin
3. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini
meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
4. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
a) Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
b) Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
c) Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus,
hemoroid, dll.)
↓
gangguan eritropoesis
Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
o Lemah, letih, lesu dan lelah
o Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
o Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
o Transplantasi sumsum tulang
o Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
o Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
o Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
o Dicari penyebab defisiensi besi
o Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
o Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan
vitamin B12 dengan injeksi IM.
o Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
o Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1
mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian Keperawatan
b. Pucat
pasca perdarahan
pada difisiensi zat besi
anemia hemolistik
anemia aplastik
c. Mudah lelah
Kurangnya kadar oksigen dalam tubuh
d. Pusing kepala
Pasokan atau aliran darah keotak berkurang
e. Napas pendek
Rendahnya kadar Hb
f. Nadi cepat
Kompensasi dari refleks cardiovascular
Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormaon renin angiotensin aktif untuk menahan garam
dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi
urine
i. Gangguan cerna
Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut, mual, muntah dan penurunan nafsu makan
j. Pika
Suatu keadaan yang berkurang karena anak makan zat yang tidakbergizi, Anak yang memakan
sesuatu apa saja yang merupakan bukan makanan seharusnya (PIKA)
m. Pola makan
n. Pemeriksaan penunjang
– Hb
– Eritrosit
– Hematokrit
1. Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1), 5 Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8
– 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
2. Hb (gr/dl)Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun 13,5 (12,5 – 15), 8 – 12
Tahun 14 (13 – 15,5).
3. Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5 – 15), 5 Tahun 8000 (5 –
13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt)Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5 Tahun 260.000, 8 – 12
Tahun 260.000
4. Hemotokrit (%0)Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12 Tahun 40.
1. Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
2. Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat: kurang stimulasi
emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
III. RENCANA
1) Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
Rencana Tindakan:
1. Monitor Tanda-tanda vital seperti adanya takikardi, palpitasi, takipnue, dispneu,
pusing, perubahan warna kulit, dan lainya
2. Bantu aktivitas dalam batas tolerasi
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan
meningkatkan istirahat
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
5. Monitor tanda-tanda vital dalam keadaan istirahat
2) Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat : kurang stimulasi
emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan
Rencana Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (fe) seperti makanan daging, kacang, gandum,
sereal kering yang diperkaya zat besi
2. Berikan susu suplemen setelah makan padat
3. Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat,
fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi
berikan bersama jeruk
4. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi
dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus
jeruk
5. Berikan multivitamin
6. Jangan berikan preparat Fe bersama susu
7. Kaji fases karena pemberian yang cukup akan mengubah fases menjadi hijau gelap
8. Monitor kadar Hb atau tanda klinks
9. Anjurkan makan beserta air untuk mengurangi konstipasi
10. Tingkatkan asupan daging dan tambahan padi-padian serta sayuran hijau dalam
diet
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Medika, 2006
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
Oleh
Tika Permatasari Sputri
1201300001
DIII KEPERAWATAN BLITAR
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
September 2013
***
LAPORAN PENDAHULUAN
I. PENGERTIAN
Darah mengandung beberapa jenis sel yang berbeda. Yang paling banyak adalah sel darah
merah, yang menyerap oksigen dalam paru dan menyebarkannya ke seluruh tubuh. Sel ini
mengandung hemoglobin, suatu pigmen merah yang membawa oksigen ke jaringan-jaringan dan
membuang bahan tidak berguna, karbondioksida. Saat terjadi penurunan jumlah hemoglobin
dalam sel darah merah, darah akan kurang dapat membawa jumlah oksigen yang diperlukan oleh
semua sel dalam tubuh guna berfungsi dan tumbuh. Kondisi ini disebut anemia.
Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah dan/atau konsentrasi hemoglobin
turun di bawah normal.
II. ETIOLOGI
1. Asupan susu sapi yang berlebihan.
2. Asupan yang tidak adekuat dari bahan-bahan makanan yang banyak mengandung besi.
3. Ketidakcukupan jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
4. Kehilangan darah yang kronis.
5. Lahir dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.
6. Defisiensi folat (vitamin B12).
III. PATOFISIOLOGI
Anak kecil paling sering menjadi anemik saat mereka gagal mendapat cukup zat besi dalam
makanannya. Besi diperlukan untuk produksi hemoglobin. Kekurangan zat besi menyebabkan
penurunan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah. Seorang bayi akan mengalami anemia
defisiensi zat besi jika dia mulai meminum susu sapi terlalu dini, terutama jika dia tidak diberi
tambahan zat besi atau makanan yang mengandung zat besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi
dengan perdarahan perinatal yang berlebihan, atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat
besi, juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini resiko lebih tinggi menderita
anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Defisiensi besi pada ibu dapat mengakibatkan
berat badan lahir rendah dan kelahiran kurang bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronis. Pada bayi,
hal ini terjadi karena perdarahan usus kronis yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang
tidak tahan panas. Pada anak semua usia, kehilangan darah sebanyak 1—7 ml dari saluran cerna
setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.
V. PENATALAKSANAAN
1. KEPERAWATAN
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan sebagai
berikut.
Di usia 6 bulan, bayi yang mendapat ASI harus menerima 1 mg/kg tetesan zat besi per hari.
Untuk bayi yang mendapatkan ASI yang lahir prematur atau mengalami berat badan lahir rendah,
direkomendasikan mendapat tetesan zat besi 2—4 mg/kg (maksimum 15 mg) setiap hari yang
dimulai sejak usia 1 sampai 12 bulan.
Sampai usia 12 bulan, hanya ASI atau formula bayi yang diperkaya zat besi yang harus diberikan.
Antara usia 1 sampai 5 tahun, anak-anak tidak boleh mengonsumsi susu kedelai, kambing atau
sapi lebih dari 680 gr per hari.
Antara usia 4 dan 6 bulan, bayi harus mendapatkan sereal yang diperkaya zat besi sebanyak dua
kali atau lebih.
Pada usia 6 bulan, anak harus mendapatkan makanan sehari-hari yang kaya vitamin C untuk
meningkatkan absorpsi besi.
2. MEDIS
zat besi diberikan po dalam dosis 2—3 mg/kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama efektifnya
(fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat).
vitamin C harus diberikan bersama besi (vitamin C meningkatkan absorpsi besi).
zat besi paling baik diserap bila diminum 1 jam sebelum makan.
terapi diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi
kembali cadangan besi.
zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.
Lakukan transfusi darah jika memang diperlukan.
VI. PENCEGAHAN
- Menganjurkan ibu-ibu untuk memberikan ASI antara usia 0 sampai 6 bulan.
- Jangan berikan susu sapi pada bayi Anda sampai usia 6 bulan atau setahun.
- Jika anak Anda meminum ASI, berikan dia makanan yang mengandung zat besi seperti sereal
saat mengenalkan makanan padat.
- Jika bayi Anda meminum susu formula, berikan dia formula yang ditambah zat besi.
- Minum vitamin pranatal yang mengandung besi (suplementasi dengan perkiraan 1 mg/kg besi
per hari).
- Suplementasi besi harus dimulai ketika bayi akan diberikan susu pengganti.
- Pastikan anak Anda mendapat makanan yang seimbang dan memakan makanan yang
mengandung zat besi.
VII. KOMPLIKASI
1. Keterlambatan pertumbuhan (sejak lahir sampai usia 5 tahun)
2. Perkembangan otot buruk (jangka panjang).
3. Daya konsentrasi menurun.
4. Interaksi sosial menurun.
5. Penurunan prestasi pada uji perkembangan.
6. Hasil uji perkembangan menurun.
7. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun.
8. Memperberat keracunan timbale (penurunan besi memungkinkan saluran gastrointestinal
mengabsorpsi logam berat lebih mudah).
9. Peningkatan insidens stroke pada bayi dan anak-anak.
Tahap pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6
tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia
4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan
berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter
menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada
usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata
pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung
bertambah tinggi.
Tahap perkembangan.
2. ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data
merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan
dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok
data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan.
Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan. Contoh:
Dx.4. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan besi.
Tujuan: pasien mendapatkan suplai besi adekuat.
Kriteria waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil: Anak sedikitnya mendapatkan kebutuhan besi minimum harian.
Intervensi: berikan konseling diet pada pemberi perawatan, khususnya mengenai hal-hal berikut:
sumber besi dari makanan (mis., daging, legume, kacang, gandum, sereal bayi yang diperkaya
dengan besi dan sereal kering).
R/: untuk memastikan bahwa anak mendapat suplai besi yang adekuat.
Intervensi: beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan padat diberikan.
R/: karena terlalu banyak minum susu akan menurunkan masukan makanan padat yang
mengandung besi.
Intervensi: ajari anak yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat dalam diet.
R/: untuk mendorong kepatuhan.
Dx.5. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tercukupi.
Kriteria waktu: 2x24 jam.
Kriteria hasil:
1. Keluarga menghubungkan riwayat diet yang memperjelas kepatuhan anak terhadap anjuran ini.
2. Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan dengan feses yang berwarna hijau.
3. Anak meminum obat dengan tepat.
Intervensi: berikan preparat besi sesuai ketentuan. Instruksikan keluarga mengenai pemberian
preparat besi oral yang tepat: berikan dalam dosis terbagi.
R/: untuk absorpsi maksimum.
Intervensi: berikan di antara waktu makan.
R/: untuk meningkatkan absorpsi pada traktus gastrointestinal bagian atas.
Intervensi: berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin.
R/: karena vitamin C memudahkan absorpsi besi.
Intervensi: jangan memberikannya bersama susu atau antasida.
R/: karena bahan ini akan menurunkan absorpsi besi.
Intervensi: berikan preparat cair dengan pipet,spuit atau sedotan.
R/: untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.
Intervensi: kaji karakteristik feses.
R/: karena dosis adekuat besi oral akan mengubah feses menjadi berwarna hijau gelap.
Dx.6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.
Tujuan: menunjukkan perfusi adekuat.
Kriteria waktu: 2x24 jam
Kriteria hasil: TTV stabil, membrane mukosa berwarna merah muda, pengisian kapiler baik,
mental seperti biasa.
Intervensi: awasi TTV, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan.
Intervensi: tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/: meningkatkan ekspansi paru.
Intervensi: selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
R/: iskemia seluler memengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.
Intervensi: kaji untuk respon verbal melambat, gangguan memori, bingung.
R/: dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vit B12.
Intervensi: catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
R/: vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer.
Intervensi: awasi hasil pemeriksaan lab.
R/: mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
Intervensi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/: meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen.
5.IMPLEMENTASI
Tindakan diberikan sesuai dengan intervensi dari masing-masing diagnosa yang ada.
6.EVALUASI
Evaluasi formatif dilakukan dengan format SOAP sesuai dengan perkembangan pasien.
DAFTAR RUJUKAN
Barkin, R. M. 1995. Diagnosis Pediatri yang Berorientasi pada Masalah.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Behrman, R. E., Kliegman, R. M. & Arvin, A. M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Betz, L. B. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1978. Perawat Anak di
Pusat Kesehatan Masyarakat.
Shelov, S. P. 2004. Panduan Lengkap Perawatan untuk bayi dan Balita.
Jakarta: Arcan.
Wong, D. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W. & Mayer, B. (Ed). 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mudayatiningsih, S., Lundy, F. & Mugianti, S. 2011. Modul Pemeriksaan Fisik dan Implikasinya dalam
Keperawatan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5
tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta
2004 menunjukkan angka prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita
anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi
tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron deficiency anemia.
Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia
karena pendarahan, anemia karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak
memproduksi sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga anemia
karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti kangker, leukemia dll,
tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan limpanya membesar
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih berbahaya dari kerusakan
sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti
semula. Karena itu, pada masa amas dan kritis perlu mendapat perhatian.
B. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa mampu membuat asuhan
keperawatan penyakit anemia pada anak
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh hilangnya darah yang
terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin turun
dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit, banyaknya hemoglobin, atau
volume sel darah merah, sistem berbagai jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998)
2. Etiologi
Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah : (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
a.Infeksi
b.Disfungsi jantung
c.Disfungsi paru
d.Anastesi umum
e.Dataran tinggi
f.Menyelam
3. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah
secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik)
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan
dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda
dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
4. Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh
defek produksi sel darah merah, meliputi:
1. Anemia aplastik
Penyebab:
a. agen neoplastik/sitoplastik
b. terapi radiasi
c. antibiotic tertentu
d. obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
e. benzene
f. infeksi virus (khususnya hepatitis)
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
a. Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
b. Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
5. Anemia megaloblastik
Penyebab:
a. Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
b. Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi
parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar
yang terinfeksi, pecandu alkohol.
6. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi
sel darah merah:
a. Pengaruh obat-obatan tertentu
b. Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
c. Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
d. Proses autoimun
e. Reaksi transfuse
f. Malaria
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigesn pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%),
leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan
sabit.
c. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S,
tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait)
d. Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan
membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
e. LED : meningkat
f. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
g. Bilirubin serum : meningkat
h. LDH : meningkat
i. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
j. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
k. Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang (Doenges E.M, 2002, hal : 585).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin
B12 dengan injeksi IM.
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat
1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
8. Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak
dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan
kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.Pada orang dewasa menurunnya
faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif.
Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan
priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal
berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering
berulang-ulang sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S
trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536)
9. Prognosis
Sekitar 60 % pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus
dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan
oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih
sering serangan ini terjadi secara mendadak.
Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang
disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi sel
darah merah hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik
Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb
perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih teman hidup
adalah penting untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan
heterozigot. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 534)
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluru(Boedihartono, 1994). Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan
produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunujukkan keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB),
angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi
(takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat
pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan:
pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi)
kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus,
menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
c. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
d. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis,
feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
e. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal
tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka
terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan
sudut mulut pecah. (DB).
a. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk,
kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons,
lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari
lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
g. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
h. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik
terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap
dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk,
sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
i. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido
(pria dan wanita). Imppoten
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien anemia sel sabit baik aktual maupun
potensial adalah sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan diogsigenasi jaringan (Hb menurun).
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan pada sum-
sum tulang.
c. Aktifitas intolerance berhubungan dengan kelemahan otot.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan porsi makan tidak dihabiskan.
e. Integritas kulit berhubungan dengan menurunnya aliran darah ke jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
g. Kecemasan / kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya.
3. Intervensi
Nyeri berhubungan dengan dioksigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : Tidak merasakan nyeri,
Tindakan keperawatan
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Dengan mengkaji tingkat nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Anjurkan klien teknik nafas dalam
Rasional : Dengan menarik nafas dalam memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
c. Bantu klien dalam posisi yang nyaman
Rasional : Mengurangi ketegangan sehingga nyeri berkurang.
d. Kolaborasi pemberian penambah darah
Rasional : Membantu klien dalam menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan fungsi / gangguan sumsum tulang.
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Tindakan keperawatan :
a.Ukur tanda-tanda vital :
Rasional : Untuk mengetahui derajat / adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi
selanjutnya.
b.Tinggikan kepala tempat tidur klien
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler
c.Pertahankan suatu lingkungan yang nyaman.
Rasional : Vasekonstriksi menurunkan sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan
penyebab vasodilatasi.
d.Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan.
Rasional : Stres kardiopulmonal dapat menyebabkan kompensasi.
4. Implementasi
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan
ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data
yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana
harus direvisi sesuai kebutuhan pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan
pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / kriteria : evaluasi pada klien dengan anemia sel sabit adalah
sebagai berikut :
a. Mengatakan pemahaman situasi / faktor resiko dan program pengobatan individu dengan
kriteria :
b. Menunjukkan teknik / perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
c. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan dengan kriteria :
d. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala peyebab.
e. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria :
f. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
g. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
h. Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria :
i. Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
j. Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan / mempertahankan berat
badan yang sesuai dengan kriteria :
k. Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.Sel darah merah mengandung
hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel
darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh
B. Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa
keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,
Jakarta.
2. Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
3. Price A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta
4. Hoffbrand V.A, Pettit E.J, (1996), Kapita Selekta Hematologi, EGC : Jakarta.
5. Hall and Guyton, (1997), Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
6. Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
B. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah
merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel
darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat
defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel
darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh
dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah
muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada
tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
C. Etiologi:
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin
C dan copper
D. Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek
produksi sel darah merah, meliputi:
a. Anemia aplastik Penyebab:
- agen neoplastik/sitoplastik
- terapi radiasi
- antibiotic tertentu
- obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
- benzene
- infeksi virus (khususnya hepatitis)
↓
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
- Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
- Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran
kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
b. Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
- Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
- Hematokrit turun 20-30%
- Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin
c. Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik
normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi
artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
d. Anemia defisiensi besi
Penyebab:
- Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
- Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
- Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
↓
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
- Atropi papilla lidah
- Lidah pucat, merah, meradang
- Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
e. Anemia megaloblastik
Penyebab:
- Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
- Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit,
penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang
terinfeksi, pecandu alkohol.
↓
Sintesis DNA terganggu
↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi
sel darah merah:
- Pengaruh obat-obatan tertentu
- Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
- Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
- Proses autoimun
- Reaksi transfusi
- Malaria
↓
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigesn pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
RENPRA ANEMIA
Manajemen nutrisi
Monitor intake nutrisi untuk
memastikan kecukupan sumber-
sumber energi
Emosional support
Berikan reinfortcemen positip bila
ps mengalami kemajuan
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari asuhan keperawatan Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh … jam klien Kaji makanan yang disukai oleh
b.d intake nutrisi menunjukan status klien.
inadekuat, faktor nutrisi adekuat Kolaborasi team gizi untuk
psikologis dengan KH: penyediaan nutrisi TKTP
BB stabil, tingkat Anjurkan klien untuk meningkatkan
energi adekuat asupan nutrisi TKTP dan banyak
masukan nutrisi mengandung vitamin C
adekuat Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi.
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Kolaborasi untuk pemberian terapi
sesuai order
Monitor adanya gangguan dalam
input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang, anoreksia
4. Resiko infeksi
B. Discharge Planning
1. Berikan instruksi pada orang tua tentang cara cara melindungi anak dari infeksi
4. Berikan informasi tentang system penunjang masyarakat kepada anak dan keluarga untuk adaptasi
jangka panjang
d. Nasehat keuangan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
· Batasi pengunjung
· Dorong istirahat
5 Resiko gangguan integritas NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure Management
kulit b/d keterbatasan and Mucous Membranes
mobilitas § Anjurkan pasien untuk menggunakan
Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
Definisi : Perubahan pada
epidermis dan dermis v Integritas kulit yang baik bisa
§ Hindari kerutan padaa tempat tidur
dipertahankan
Batasan karakteristik : § Jaga kebersihan kulit agar tetap
v Melaporkan adanya gangguan bersih dan kering
- Gangguan pada bagian tubuh sensasi atau nyeri pada
daerah kulit yang§ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Kerusakan lapisa kulit
mengalami gangguan setiap dua jam sekali
(dermis)
§ Monitor kulit akan adanya
- Gangguan permukaan kulit v Menunjukkan pemahaman
(epidermis) dalam proses perbaikan kemerahan
kulit dan mencegah§ Oleskan lotion atau minyak/baby oil
Faktor yang berhubungan : terjadinya sedera berulang pada derah yang tertekan
Eksternal : v Mampumelindungi kulit dan
§ Monitor aktivitas dan mobilisasi
mempertahankan pasien
- Hipertermia atau hipotermia
kelembaban kulit dan
- Substansi kimia perawatan alami § Monitor status nutrisi pasien
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Perubahan sensasi
- Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
Label: Serba Serbi Asuhan Keperawatan Nanda NIC NOC, Standar Operasional Prosedur KMB