Secara luas bermacam-macam masyarakat hampir semua aspek makanan mulai produksi makanan hingga konsumsi menunjukkan keterlibatan gender yang berbeda. Seorang wanita biasanya bertanggung jawab lebih besar pada aktivitas berbagi makanan. Analisis Murdock terhadap masyarakat Indonesia menunjukkan sekitar tiga perempat dari 200 responden, memasak itu eksklusif peran wanita. Sedangkan perburuan dan penangkapan ikan cenderung dilakukan oleh pria. Dalam masyarakat Ndebele Zimbabwe keluarga adalah kesatuan dimana semua anggota saling bergantung dan tidak terlepas dari berbagai tugas yang mereka lakukan. Secara tradisional wanita memiliki kekuatan dan status memberi hidup dalam komunitas mereka. Mereka adalah orang yang melahirkan, membesarkan anak-anak, dan mengurus rumah. Tanpa wanita tidak akan bisa makan. Oleh karena itu mereka layak untuk dihormati. Mempersiapkan makanan dan mengelola rumah tidak dilihat sebagai beban tapi sebagai kekuatan dan sentralitas wanita terhadap keluarga. Seiring perkembangan ekonomi tunai dan komoditi pangan, peran perempuan di Indonesia terjadi pergeseran nilai-nilai, status dan kekuasaan di dalam keluarga dan secara sosial menjadi berkurang. Semua aktivitas yang berhubungan dengan makanan diterjemahkan ke dalam uang dan kekuasaan ada di tangan manusia, sementara untuk menghasilkan manusia yang sehat sudah kehilangan kekuasaan dan meninggalkan peran wanita. Pentingnya perempuan dalam penyediaan makanan lebih besar dari ideologi. Sebagai contoh, Bantley menggambarkan bagaimana sikap terhadap makanan terkait peran wanita yang dimanipulasi dalam penjatahan makanan di US selama masa Perang Dunia Kedua. Gambar wanita dan makanan dijadikan sebagai alat propaganda untuk menyajikan gambaran yang meyakinkan tatanan sosial yang stabil meski kekacauan itu disebabkan oleh perang. Dalam proses makan berawal dari mendapatkan makanan, cara mendapatkan makanan (food getting) diasumsikan oleh seorang laki-laki dengan berburu. Setelah proses mendapatkan makanan lanjut ke proses menyiapkan makanan (food preparation), proses ini membutuhkan seorang wanita walaupun sebenarnya seorang laki-laki pun bisa untuk menyiapkan semua makanan yang akan dikonsumsi. Selanjutnya ada proses memasak (cooking), memasak merupakan kegiatan perempuan dimana mungkin pembagian tugasnya fleksibel. Meskipun perempuan yang memasak, apa yang dimasak mungkin terbatas dengan apa yang disukai laki-laki atau suaminya. Pada ritual dan mekanisme penyajian makanan (food serving) terus menekankan perbedaan antara peran dan status gender. Perempuan biasanya menyajikan makanan dibantu dengan anak perempuannya dan tidak akan makan sebelum semuanya makan. Pada umumnya, dari perspektif fisiologis sederhana, pria memiliki kebutuhan gizi yang lebih tinggi daripada wanita, dan fakta ini tidak boleh diabaikan saat konsumsi makanan (food consumption). Kesimpulan penulis mengatakan bahwa pembagian kerja secara seksual dan konsumsi makanan yang tidak setara jangan hanya membenarkan satu sama lain, mereka berdua berasal dari hirarki keluarga. Di sebagian besar masyarakat, posisi perempuan dalam hal ekuitas, ekonomi peluang dan manfaat yang berbeda dan lebih rendah daripada laki-laki. Makanan yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam konteks ini berhungan dengan ketidakseimbangan sosial dan bahan, mereproduksi dan mengabadikan asimetri. Untuk pendidik dan pengiklan sama perempuan dianggap agen perubahan yang utama untuk kebiasaan makanan dalam rumah tangga. Anggapan umum mencerminkan gagasan dari ibu rumah tangga sebagai penjaga dan mengendalikan aliran makanan ke dalam rumah tangga. Makanan adalah produk dari wanita pekerja rumah tangga, yang menunjukkan kesediaannya untuk melayani keluarga