You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi
tungau Sarcoptes scabiei. Faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, lingkungan yang tidak bersih, perilaku
yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Sedangkan diantara faktor tersebut
yang paling dominan adalah kemiskinan dan higienitas perorangan yang jelek di negara
berkembang, dan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit
skabies ini (Carruthers, 1978 ; Kabulrachman, 1992).
Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal
penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan
penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular
terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat
berlangsung melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat
terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari
ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau juga dapat
terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan
bersama.
Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir pada
semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara
berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak
usia sekolah dan remaja. Kecenderungan ini juga dapat terlihat pada banyaknya kasus skabies di
kalangan pondok pesantren yang sebagian populasinya adalah anak dan remaja.
Untuk itu dilakukan suatu studi penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan,
sikap dan perilaku terhadap skabies pada santri Pondok Pesantren Ad-Da`wah. Pada laporan ini
akan dipaparkan mengenai pengetahuan sikap dan perilaku santri di pondok pesantren Ad
Da`wah kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak.

I.2. Rumusan Masalah

1
1. Berapa prevalensi skabies pada santri di Pondok Pesantren Ad-Da`wah, Kecamatan
Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, pada bulan Juli 2011?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku santri tentang skabies di Pondok
Pesantren Ad-Da`wah, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, pada bulan Juli 2011?

1.3. Tujuan Penelitian


- Diketahuinya prevalensi skabies pada santri di Pondok Pesantren Ad-Da`wah,
Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak bulan Juli 2011.
- Diketahuinya pengetahuan santri tentang skabies di Pondok Pesantren Ad-Da`wah,
Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak bulan Juli 2011.
- Diketahuinya sikap santri tentang skabies di Pondok Pesantren Ad-Da`wah
Kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak bulan Juli 2011.
- Diketahuinya perilaku santri tentang skabies di Pondok Pesantren Ad-Da`wah
Kecamatan Rangkasbitung kabupaten Lebak bulan Juli 2011.

1.4 . Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi dan edukasi kesehatan bagi santri Ponpes Ad-Da’wah khususnya
dan seluruh civitas akademika Ponpes Ad-Da’wah pada umumnya.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya
mengenai skabies di lingkungan Ponpes tersebut khususnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
SKABIES

II. 1. Epidemiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah
sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar,
1997). Penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota
besar bahkan di Jakarta (Tabri, 2003).
Di Indonesia, kasus skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan Jepang berlangsung.
Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh pada saat itu,
sehingga kasus scabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa (Partosoedjono, 2003).
Sebanyak 915 dari 1008 (90,8%) orang terserang skabies di Desa Sudimoro, Kecamatan Turen,
Malang (Poeranto, 1997) Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 83,7% :
18,3%. Data penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah
Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-masing enam
betas pasien (2000); delapan betas pasien (2001); tujuh pasien (2002); delapan pasien (2003) dan
lima pasien (2004). Data-data di atas menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih
cukup tinggi.

II.2. Etiologi
A. Morfologi
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, orto Ackarima, super
family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. selain yang juga terdapat
pada kambing dan babi (Handoko, 2007).
Secara morfologik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya,
yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih
kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2
pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
keempat berakhir dengan alat perekat.

3
Gb.1 Tungau Sarcoptes scabiei (http://www.medicastore/scabies/index.html/)

B. Siklus Hidup
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-
kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina.
Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur
akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang
kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva
akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari
(Handoko, 2007).

4
Gb.2 Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei
(http://www.cdc.gov/scabies/index.html/)

Menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2008, tungau Sarcoptes scabiei
melalui 4 tahap pertumbuhan dalam siklus hidupnya : telur, larva, nimfa, dewasa.
1. Tungau betina meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur berbentuk oval dan
mempunyai panjang 0,10-0,15 mm. menetas dalam 3-4 hari.

2. Setelah menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit luar dan bersembunyi di dalam
lapisan stratum korneum. Galian kecil dikenal dengan sebutan “ molting pouches”.
Stadium larva, yang muncul dari telur hanya memiliki 3 pasang kaki dan bertahan
sekitar 3-4 hari.

3. Kemudian larva berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki. Perubahan
bentuk ini sedikit lebih besar dibanding dengan stadium larva sebelum nantinya akan

5
berubah ke bentuk dewasa. Larva dan nimfa sering ditemukan pada molting pouches
atau dalam folikel rambut yang kelihatannya sama dengan bentuk dewasa namun
ukurannya lebih kecil.

4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45 mm dan
lebar 0,25-0,35 mm. dan ukuran jantan sedikit lebih dari setengah ukuran betina.
Perkawinan terjadi tungau jantau secara aktif masuk ke terowongan yang telah dibuat
oleh tungau betina. Setelah terjadi kopulasi, tungau jantan mati atau dapat bertahan
hidup beberapa hari dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan
mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru untuk meletakkan
telur-telurnya. Siklus hidup dari telur telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu
bulang (CDC, 2008).

C. Cara Penularan
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-
lain

II.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang
buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).

II.4. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sellkreta
dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Handoko, 2007).

6
II.5. Diagnosis
Menurut Handoko tahun 2007 ada 4 tanda cardinal :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan
yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh
tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala, penderita ini bersifat
sebagai pembawa.

3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan itu ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Terowongan yang berkelok-kelok
umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang di Indonesia (Margono,
1998). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang
tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria),
perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut. Ada pendapat
yang mengatakan penyakit ini merupakan the great imitator karena dapat menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding adalah : prurigo, pedikulosis
korporis, dermatitis dan lain-lain.

II.5. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.

7
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.

4. Mudah diperoleh dan harganya murah.

Pengobatan melibatkan seluruh anggota keluarga yang harus diobati (termasuk penderita
yang hiposensitisasi) guna mencegah penularan lebih lanjut (Handoko, 2007).
Jenis obat topikal :
1) Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim.
Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunanya tidak boleh
kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakain dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.

2) Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering member iriasi, dan kadang-kadang makin
gatal setelah dipakai.

3) Gama benzena heksa klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat
pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi.
Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian.

4) Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek
sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.

5) Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik disbanding gameksan, efektivitasnya
sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah
seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan.

2. Higienitas perorangan dan lingkungan

3. Edukasi dan penyuluhan kesehatan masyarakat

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini berupa penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan metode
pengambilan sampel secara cross sectional .

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Ad-Da’wah, Kecamatan Rangkasbitung


Kabupaten Lebak, Banten pada bulan Juli tahun 2011.

III.3. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel adalah seluruh santri Pondok Pesantren Ad-Da’wah sebagai subyek penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan.

III.4. Kriteria Penelitian

1. Kriteria Inklusi
1. Seluruh santri Pondok Pesantren Ad-Da’wah dan bersedia mengikuti penelitian.
2. Kriteria Eksklusi
1. Tidak mendapat persetujuan dari peserta subyek penelitian

III.5. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara total sampling. Seluruh santri Pondok
Pesantren Ad-Da’wah yang hadir pada saat dilakukan pengambilan sampel. Subjek yang didapat
dan memenuhi kriteria inklusi pada hari dan tanggal yang telah ditentukan serta mengisi
kuesioner.

III.6. Identifikasi variable

A. Variabel Dependen
1. Higienitas perorang

9
Meliputi frekuensi mandi, sabun dan handuk yang dipergunakan, cuci tangan setelah
kegiatan, dan mencuci pakaian.
2. Sanitasi lingkungan
Terdiri dari penyediaan air bersih, ketersediaan jamban, pengelolaan sampah, sistem
pembuangan air limbah, sanitasi dan kepadatan pemondokan, sanitasi ruang belajar
dan sanitasi masjid Ponpes.
3. Perilaku santri
Mencakup pengetahuan, sikap dan praktek yang mencegah penularan penyakit
skabies.
B. Variabel Independen
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku

III.7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner.

III.8. Analisa data

Data diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS 16.

III. 9. Batasan Operasional Penelitian

III.9.1. Higiene Perorang

Akan dilakukan penelitian dengan melihat pola higiene dari masing-masing perorang
yang mempengaruhi timbulnya penyakit kulit skabies.

III.9.2. Sanitasi Lingkungan

Akan dilakukan penelitian dengan melihat sanitasi lingkungan pondok. Sehingga dapat
dinilai pengaruh kebersihan terhadap timbulnya penyakit kulit skabies.

III.9.3. Perilaku Santri

10
Akan dilakukan penelitian dengan menilai pengetahuan, sikap dan praktek santri untuk
mencegah penyakit skabies.

III.10. Sistem Penilaian Kuesioner

1. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa dengan
anda?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang mengalami skabies
(gudikan)?
a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)
4. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau orang yang
mengalami gudikan?
a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)
5. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ?
a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)
6. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ?
a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)
7. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ?
a. Ya (1) b. Tidak (3) c. Jarang (2) d. Sering (1)
8. Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 1 kali (1) b. 2 kali (2) c. 3 kali (2)
9. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan?
a. 1 kali (1) b. 2 kali (2) c. 3 kali (2)
10. Berapa lama anda menjemur kasur?
a. < 6 jam (1) b. > 6 jam (2)
11. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren?
a. Sumur (2) b. Kolam (1) c. Sungai (1)
12. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies (gudikan)?
a. Tahu, Jika tahu, bisakah anda menjelaskannya? Tahu alasan (3)

11
b. Tidak tahu (1)

III.11. Kerangka Konsep

12
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada santri
Pondok Pesantren Ad Da’wah sebanyak 64 santri, data diolah dengan menggunakan program
SPSS 16.0, adalah sebagai berikut:
1. Umur Responden

Tabel 4.1 Sebaran Responden berdasarkan Usia


Variabel Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
Usia 11 1 1.6
12 17 26.6
13 19 29.7
14 7 10.9
15 6 9.4
16 6 9.4
17 5 7.8
18 3 4.7

Umur responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini bervariasi, mulai dari 11 – 18
tahun, dengan umur terbanyak adalah 13 tahun.

2. Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan skabies dilakukan secara langsung oleh dokter kepada responden melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik, adapun hasil yang diperoleh adalah:

Tabel 4.2 Sebaran Responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan


Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
Jumlah responden Skabies 16 25.0
Normal 48 75.0

13
Berdasarkan data tersebut diperoleh penderita skabies sebanyak 25% dari total
responden. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa prevalensi penyakit skabies di
Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan
remaja (Sungkar, 1997). Kecenderungan ini juga dapat terlihat pada banyaknya kasus skabies di
kalangan pondok pesantren yang sebagian populasinya adalah anak dan remaja.
Prevalensi penyakit skabies di Ponpes ini lebih rendah jika dibandingkan dengan
prevalensi penyakit skabies di sebuah Ponpes di Jakarta yang mencapai 78,70% atau di Ponpes
Kabupaten Pasuruan Jawa Timur sebesar 66,70% (Kuspriyanto, 2002).
Dari hasil menunjukkan seperempat dari jumlah total santri menderita skabies, sehingga
penyakit skabies dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang perlu diperhatikan pada
santri Ponpes. Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan
perhatian karena tingkat penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu kegiatan belajar
mengajar serta ketenangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur di malam hari.

3. Higienitas perorang

Penilaian higiene perorang dalam penelitian ini meliputi antara lain frekuensi mandi,
memakai sabun, pakaian, handuk secara bergantian.

Tabel 4.3 Sebaran Responden berdasarkan Higienitas Perorang

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Jumlah responden Kurang 38 59.4
Baik 26 40.6

Berdasarkan data diatas, sebagian besar responden memiliki higienitas perorang yang
kurang, yaitu sebesar 59,4%. Dikatakan seseorang mempunyai higienitas perorangan yang baik
apabila memenuhi kriteria dari keempat variabel di atas yaitu mencakup frekuensi mandi 2 kali
atau lebih dalam sehari serta sama sekali tidak menggunakan sabun, pakaian maupun handuk

14
secara bersama-sama atau bergantian. Dikatakan kurang apabila tidak memenuhi syarat kriteria
yang disebutkan dalam kriteria higienitas perorangan yang baik.
Higienitas perorang sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta penularan skabies.
Hal ini dinyatakan oleh Handoko yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung
perkembangan penyakit kulit skabies adalah higiene yang buruk.(Handoko, 2007).

4. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan Ponpes yang diteliti meliputi parameter sanitasi kamar tidur (asrama)
dan sanitasi kamar mandi.

Tabel 4.4 Sebaran Responden berdasarkan Sanitasi Lingkungan


Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
Jumlah responden Tidak baik 7 10.9
Baik 57 80.1

Sanitasi lingkungan sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta penularan skabies.
Hal ini dinyatakan oleh Handoko yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendukung
perkembangan penyakit kulit skabies adalah sanitasi lingkungan yang buruk.(Handoko, 2007)

Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan
terhadap penularan penyakit skabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Skabies
merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang
dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Azwar, 1995). Kebutuhan air
bersih untuk mandi, mencuci dan kebutuhan kakus Ponpes berasal dari sumur yang
menggunakan pompa air. Selain itu sanitasi kamar tidur juga sangat berpengaruh, terutama kasur,
karena kasur merupakan tempat bersarangnya penyebab skabies.

Sanitasi lingkungan di Pondok Pesantren berdasarkan hasil kuesioner baik, yaitu sebesar
89.1%. namun santri yang terkena skabies cukup banyak, hal ini dimungkinkan karena
permasalahan skabies juga bergantung pada faktor lain seperti higien perorang, pengetahuan,
sikap dan perilaku.

15
5. Pengetahuan tentang Skabies

Tabel 4.5 Tingkat Pengetahuan Responden tentang Skabies


Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
Jumlah responden Kurang 60 93.8
Baik 4 6.2

Pengetahuan responden mengenai skabies berdasarkan data, sebanyak 60 responden atau


93.8% adalah kurang mengenai skabies, hanya 4 responden atau sebesar 6.2% saja yang baik.
Pengetahuan juga merupakan faktor yang turut berperan dalam berkembangnya penyakit skabies.
Apabila pengetahuan kurang, tentu saja seseorang tidak dapat melakukan tindakan preventif agar
tidak terkena skabies.

6. Sikap dan Perilaku Santri

Dikatakan seseorang mempunyai sikap dan perilaku yang baik apabila tidak kontak
dengan penderita skabies (misal berjabat tangan dan tidur bersama secara berhimpitan), lama
menjemur kasur yang lebih dari 6 jam. Dikatakan buruk apabila tidak memenuhi syarat kriteria
yang disebutkan di atas.
Tabel 4.6 Tingkat Sikap dan Perilaku Responden tentang Skabies

Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Jumlah responden Kurang 32 50.0
Baik 32 50.0

Sikap dan perilaku santri antara yang kurang baik dan yang baik adalah berimbang yaitu
50 %.

BAB V

16
KESIMPULAN & SARAN

V.1. Kesimpulan
1. Total responden sebanyak 68 peserta, berusia 11-18 tahun dengan usia terbanyak adalah
13 tahun.
2. Responden yang menderita penyakit skabies sebesar 25% dari total responden.
3. Responden yang memiliki higienitas perorang kurang sebesar 59,4%.
4. Sanitasi lingkungan di pondok pesantren Ad Da’wah dinilai baik, yaitu 89,1%.
5. Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang mengenai skabies, yaitu
93,8%.
6. Sikap dan perilaku responden antara yang baik dan kurang baik seimbang, yaitu sebesar
50%.

V.2. Saran
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga pesantren Ad Da’wah mengenai
penyakit skabies, baik tanda dan gejalanya, pengobatan serta pencegahannya dengan cara
penyuluhan.
2. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala di lingkungan pesantren Ad Da’wah
serta pesantren lain di wilayah kerja Puskesmas Rangkasbitung.
3. Mengadakan penelitian lebih lanjut tentang skabies di pesantren lainnya yang berada di
wilayah Puskesmas Rangkasbitung.

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)
17
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari penelitian tersebut di
bawah ini yang berjudul :
Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang Skabies pada Santri di Pondok Pesantren Ad-
Da’wah, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten pada Juli 2011.

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila suatu
waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak
untuk mengundurkan diri.

Jakarta, Juli 2011

Mengetahui Yang menyetujui


Penanggung jawab penelitian Peserta

( ) ( )

Lampiran 2

KUESIONER

Nama : Umur :

18
Jenis Kelamin : No. Telp :
Alamat : Tanda tangan :
Hasil Pemeriksaan : Skabies / Normal (coret yang tidak perlu )

Petunjuk : pilihlah jawaban yang sesuai dengan memberi tanda silang (x)!
13. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari?
a. Ya b. Tidak
14. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa dengan
anda?
a. Ya b. Tidak
15. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang mengalami skabies
(gudikan)?
a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering
16. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau orang yang
mengalami gudikan?
a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering
17. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ?
a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering
18. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ?
a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering
19. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ?
a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering
20. Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali
21. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan?
a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali
22. Berapa lama anda menjemur kasur?
a. < 6 jam b. > 6 jam
23. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren?
a. Sumur b. Kolam c. Sungai
24. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies (gudikan)?

19
a. Tahu, Jika tahu, bisakah anda menjelaskannya?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
…………………………….
b. Tidak tahu

Lampiran 3

LAPORAN HASIL PENELITIAN

1. Pelaksanaan Pengambilan sampel


Waktu sampling : 26 Juli 2011
Lokasi sampling : Pondok Pesantren Ad-Da’wah Putra
Jumlah Responden : 64 orang

20
Waktu Pengisian : 10-20 menit
Penyuluhan dan Tanya Jawab : 60 menit

2. Hasil Sampling
2.1 Sebaran Sosiodemografi Responden
2.1.1 Sebaran Umur (n=64)

Identitas Responden_umur responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 11 1 1.6 1.6 1.6
12 17 26.6 26.6 28.1
13 19 29.7 29.7 57.8
14 7 10.9 10.9 68.8
15 6 9.4 9.4 78.1
16 6 9.4 9.4 87.5
17 5 7.8 7.8 95.3
18 3 4.7 4.7 100.0
Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

21
2.1.2 Sebaran Responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Skabies 16 25.0 25.0 25.0
Normal 48 75.0 75.0 100.0
Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

22
2.1.3 Sebaran Responden berdasarkan Higienitas Perorang

Recode Higienitas Perorang


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 38 59.4 59.4 59.4
Baik 26 40.6 40.6 100.0
Total 64 100.0 100.0

2.1.4 Sebaran Responden berdasarkan Sanitasi Lingkungan

Recode Sanitasi Lingkungan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 7 10.9 10.9 10.9
Baik 57 89.1 89.1 100.0
Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

23
2.1.5 Tingkat Pengetahuan Responden tentang Skabies

Recode Pengetahuan tentang Skabies


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 60 93.8 93.8 93.8
Baik 4 6.2 6.2 100.0
Total 64 100.0 100.0

Lanjutan

24
2.1.6 Tingkat Sikap dan Perilaku Responden tentang Skabies

Recode Sikap dan Perilaku Santri


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang 32 50.0 50.0 50.0
Baik 32 50.0 50.0 100.0
Total 64 100.0 100.0

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Anonim. Sanitasi Pondok Pesantren di Jawa Timur . Surabaya. 1997. Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Timur.

2. Carruthers, R.(1978). Treatment of Skabies and Pediculosis. Medical Proggress 5 (12) : 25-30.

3. Handoko, R. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007. Halaman 122-125.

4. http://www.cdc.gov/scabies/index.html/ diakses pada hari Kamis, 9 September 2009.

5. http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-revention/infectious-
diseases/parasite/index.html.

6. Kabulrachman. (1992). Pengaruh Lingkungan dan Pencemaran Terhadap Penyakit Kulit. Majalah
Kedokteran Indonesia 42 (5): 273-277.

7. Margono. S. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta.1998 : Balai Penerbit FKUI. P.264-265.

8. Partosoedjono, S . 2003 . Skabies dan kualitas sanitasi masyarakat. Kompas, Jum'at, 05


September 2003 .

9. Poeranto, s et al . 1997 . Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok


pesantren Al Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran Unibraw . 13(2) :
69 - 73 .

10. Sopiyudin, M. Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan. 2001. Jakarta: Arkans..

11. Sungkar, S.(1997). Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia 47 (01) :33-42.

12. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD,
editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79.

26

You might also like