You are on page 1of 4

Harapan yang Berujung

Menyakitkan
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah
Kategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 13 February 2018

Mentari katulistiwa tersenyum merekah di Kota Bogor, air embun masih bersemayam di atas
daun-daun segar nan hijau, awan yang tak kalah biru berkumpul di atas sana, burung-burung hilir
mudik mencari rizkinya, jalanan yang masih basah karena hujan semalam melengkapi indahnya
kota bogor. Aku yang masih berdiam diri setelah membuka jendela lebar-lebar menyambut
keindahan alam-Nya yang menggoda, membuat hati tenang nan tentram, menyejukan pandangan
dan menyegarkan badan. Alloh memang Maha Baik, semalam Dia turunkan rizki untuk makhluk-
Nya yaitu melalui hujan, dan pagi hari ini Dia berikan keindahan ciptaan-Nya yang begitu indah
yang tak ada seorangpun bisa menandinginya. Tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain
bersyukur kepada-Nya bisa merasakan nikmat yang sangat luar biasa. Apalagi kalau bukan tinggal
di satu kota yang menurutku luar biasa indahnya. Bogor.

Hari ini cerah, namun tak secerah hatiku saat ini. rasa sakit yang masih membekas di hati setelah
2 tahun lamanya karena seseorang meninggalkanku tanpa alasan. Menyedihkan!!. Itu saja yang
ada di pikiranku saat ini. pikiranku jadi kacau karena peristiwa yang menyakitkan itu. Membuat
tidak semangat saja.

Dia tersadar dari lamunan setelah ia mendengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Siapa lagi
kalau bukan ibu. Seorang perempuan hebat yang Alloh ciptakan untuknya, beliau yang selalu ada,
beliau juga yang rela mati-matian demi anaknya, rela berkorban apapun, lebih baik dari laki-laki
yang menyebalkan itu. “Arrrggghhhttt…, dia lagi dia lagi,” gumam Gia pada pagi itu. Gia mulai
geram dan panas, hatinya berkecamuk jika teringat laki-laki 2 tahun yang lalu meninggalkannya.
Gia membuang jauh-jauh ingatannya, bergegas menghampiri ibunya yang dari tadi menunggu
untuk menemaninya sarapan pagi.

“hari ini kamu kuliah nak?”


“iya bu, hari ini juga kayaknya Gia pulang sore soalnya ada tugas yang harus Gia selesaikan sama
temen-temen”
“hmmm oke, tapi setelah itu langsung pulang yaa, jangan keluyuran!!”
“okeh bu..,” jawab Gia dengan tangan mengangkat memberikan tanda hormat.

Kampus hari ini masih sama dengan hari-hari sebelumnya, indah, asri, hijau dan sejuk. Apalagi
area masjid tempat beribadah para mahasiswa. Sesejuk embun di pagi hari. Tempat dimana
semua orang bermunajat, tempat mengadu, tempat meminta beribu-ribu permintaan. Termasuk
tempat favoritnya untuk sebuah pertemuan. Yaa.. kenapa tidak, setiap hari bahkan setiap saat
jikalau ada janji untuk bertemu Gia memilih mesjid sebagai tempatnya. Supaya tidak
menimbulkan fitnah jikalau harus bertemu dengan ikhwan sekedar memberikan pinjaman buku
atau hal-hal yang lainnya. Dan untuk menguatkan lagi ia selalu ditemani sahabat dekatnya. Lila
Ayshalynn namanya.

Hari ini Gia yang sampai duluan di mesjid ini. teringat ada janji dengan Lila. Dibukanya buku yang
dari tadi ada pada tangannya. Namun, lima menit kemudian buku itu telah lenyap dari tangannya,
disimpan kembali di dalam tas berwarna hitam di pangkuannya. Sepertinya mood Gia sedang
kacau. Seperti orang yang tidak makan lima hari. Pucat pasi, tak ada gairah.

“kenapa lagi, inget Rahman lagi?,” tanya Lila yang dari tadi memperhatikan gerak-gerik gia yang
tak bergairah.
Gia mengangguk pelan meyakinkan. Lila yang dari tadi menunggu jawaban hanya bisa menghela
nafas panjang melihat sahabatnya terus-terusan mengingat peristiwa 2 tahun yang lalu.

“nggak ada bosen-bosennya ya kamu Gi, terus aja inget masalah itu. Padahal kemaren-kemaren
kan fine. Kamu ceria-ceria aja nggak ada masalah, tapi sekarang kenapa?,” tanya Lila yang heran
akan sikap Gia yang masih terhanyut dalam bayang-bayangnya Rahman.
“aku nggak tau Lil, tiba-tiba aja aku ingat semuanya tadi pagi. Entah kenapa, aku ingat dia terus
pikiranku enggan untuk menyudahi. Bahkan sekarang seolah-olah terus mengikuti,” tangan Gia
menutupi wajahnya mencoba menyembunyikan deraian air mata yang mulai membasahi pipi.

“aku ngerti Gi, sulit bagimu untuk melupakan itu semua. Tapi cobalah untuk terus melupakannya
sampai kamu tidak mau mengingatnya kembali,”
“tapi itu semua terasa sulit untukku Lil, 2 tahun itu tidak sebentar, 2 tahun yang aku habiskan
dengan canda, tawa, gembira…,” kata-kata Gia terputus.
“dan terluka seperti sekarang ini?,” tandas Lila.
“entahlah.” Gia semakin terpukul begitu juga dengan air mata yang mengalir begitu deras bak
hujan mengguyur tanah yang kering.

“ayolah Gia, come on. Kamu harus kuat, jangan gara-gara 2 tahun itu ketika kamu dilanda cinta
yang tidak halal sedikitpun, kebahagiaan yang hanya sesaat, janji-janji yang tidak ada buktinya
sama sekali, gara-gara 2 tahun kamu harus seperti ini. mana Gia Hana Fauzia yang selalu ceria?
Gia yang tidak pernah putus asa hanya karena seorang laki-laki yang tidak bertanggung jawab,
aku rasa itu semua hanya sia-sia,” ucap Lila panjang lebar.
Gia tak berkutik setelah mendengarkan omongan Lila yang menyudutkannya bagaikan seorang
terdakwa. Air matanya masih mengalir deras, tangannya pun masih menutupi wajah ayunya.

“denger ya Gi, dengan cara Rahman meninggalkanmu berarti Alloh telah menunjukan sebagian
besar bahwa Rahman adalah laki-laki yang nggak baik buat kamu, dan asal kamu tau kalau laki-
laki yang baik itu tidak seharusnya mengajak pacaran, tidak pandai mengumbar janji-janji palsu
yang tidak ada buktinya, dan sebagian kesalahan ada pada dirimu.”
Sontak Gia terbelalak mendengar ucapan sahabatnya yang tidak terduga akan berbicara seperti
itu. “salahku apa, aku hanya seorang perempuan yang mencintai makhluk-Nya dengan caraku
sendiri,” ucap Gia menyanggah.
“yaa memang benar kamu mencintainya, tapi itu semua salah Gi. Bukan seperti itu caranya. Dan
satu kesalahanmu yaitu kamu percaya sama janji-janjinya,” ucap Lila tandas.

“aku bingung Lil, apa yang harus aku lakukan?,” tanya Gia seolah mencari jawaban.
“sekarang hapus air matamu, lupakan semua masa lalumu yang akan membuatmu terus jatuh.
Lalui harimu dengan selalu tawakal kepada Alloh, aku yakin jika seseorang benar-benar
mencintaimu dia akan datang menemui orangtuamu, niatkan dalam hatimu untuk istiqomah di
jalan-Nya, selalu perbanyak istigfar,” ucap Lila menyemangati.

“makasih ya Lil kamu nggak cape buat nasehatin aku.”


“iya Gi sama-sama, kita kan sahabat yang udah kaya sodara. Jadi apa salahnya kan kalau saling
mengingatkan ketika teman kita lagi susah.”
“iya.. iya…” seketika Gia tersenyum, tenang dan lega.

Percakapan yang panjang itu menjadi pembelajaran untuk Gia bahwa sekedar hubungan yang
tidak sehat itu hanya akan menyiksa dan memberikan luka yang dalam. Terlebih Alloh tidak mau
jika aturan-Nya terus-terusan di langgar. Beda lagi jika semuanya didasari dengan ridho Alloh
pasti akan berjalan lancar bahkan pahala dari-Nya akan terus mengalir. Dan satu lagi bahwa
berharap kepada selain Alloh itu menyakitkan. Kita sebagai makhluk-Nya diberikan cinta dalam diri
masing-masing dan satu tujuannya yaitu mencintai-Nya setelah itu barulah mencintai ciptaan-Nya.
Karena Alloh tidak mau jika hamba-Nya mencintai selain Dia.

Tamat.
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah
Facebook: Ipeh Nurul

Cerpen Harapan yang Berujung Menyakitkan merupakan cerita pendek karangan Latifah Nurul
Fauziah, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen
terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

Share ke Facebook Twitter Google+

« Sahabat Dalam Hujan (Sebelumnya) | (Selanjutnya) Fajar »

by Taboola
Sponsored Links
You May Like

Play this for 1 minute and see why everyone is addicted!Stormfall: Free Online Game

Play this Game for 1 Minute and see why everyone is addictedDelta Wars

This Anti Snoring Device Saved My MarriageMy Snoring Solution

5 College Degrees That Will Be Extinct In 20 YearsWomensarticle.com

ZALORA Indonesia: Toko Fashion Online TerlengkapZALORA, Indonesia's

Play this mars game for 1 minute and see why everyone is addictedDelta Wars
" Baca Juga Cerpen Lainnya! "

Hujan Senja
Oleh: Septia Dwi Putri
Sore itu handphone yang ku taruh di atas meja belajar berdering tanda ada pesan masuk.
Ternyata sahabatku naila, bukan kata-kata penting hanya kata iseng saja. Kubalas sms itu,
hingga
Seruan Adzan Pemanggil Cinta
Oleh: Fifi Novita Sari
Kerumunan siswa dan siswi yang berjalan menuju mushola sekolah SMAN 2 Batu sangkar
untuk menunaikan sholat berjamaah siang itu membuatku gerah. Akhirnya aku memutuskan
untuk duduk di salah satu
Zauji ya Habibi
Oleh: Shanti
Aku tatap sesorang berjanggut yang duduk di sampingku, suara merdunya membaca al-
quran membuat mataku berkaca-kaca, hatiku terasa sejuk sekali. “Habibati?” ia memanggil.
“Eh.. iya” aku tertegun, ternyata ia menyudahi
Khitbah Cinta (Part 1)
Oleh: Karlina Yasri
Hari di saat aku merindukannya lagi adalah sekarang. Ya, hari ini. Aku menyukainya karena
kebodohanku, aku menyayanginya karena kekhawatiranku, dan kini aku mencintainya karena
kepayahanku untuk melupakannya. Aku patah
Hijrah dan Hijab
Oleh: Siti Khumaeroh
Fajar perlahan-lahan mulai menampakan sinarnya dari ufuk timur, matahari bersinar lebih
cerah pagi ini seolah memberi isyarat kebahagiaan setelah malam menyelimutinya tadi. Ada
yang aneh di sekolah hari ini.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”


"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman
yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut
meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

You might also like