Professional Documents
Culture Documents
1
hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedra abdomen, khususnya jika hati
dan limpa mengalami trauma. Kontrol peredaran dan pertahankan volume
darah sampai pembedahan di lakukan.
Pada truma abdomen pertahankan klien pada brankar atau tandu papan;
gerakan dapat menyebabkan fregmentasi bukan pada pembuludarah besar
dan menimbulkan hemoragi masif. Tujuan : kontrol perdarahan,
Mempertahankan volume darah dan pencegahan infeksi .
4) Disability (neurologi)
Klien dengan akut abdomen yang mengalami gangguan kesadaran terjadi
pada klien truma abdomen yang di sertai trauma kapitis. Selalu periksa
tingkat kesadaran dengan GCS dan adanya lateralisasi (pupil anisokor dan
motorik yang lebih lemah satu sisi).
4. Penata Laksanaan Kedaruratan Pada Akut Abdomen
1) Apendiksitis
a. Istrahat baring dalam posisi fowler
b. Berikan antibiotik
c. Diet lunak rendah celulosa
d. obserfasi Observasi tanda-tanda vital ukuran luas infiltrat frekuensi dan
perluasan peritonitis, LED dan leukosit.
e. Pada apendisitis akut dan perforasi lakukan persiapan appendiktomi.
2) Kholetitis akut
a. Istirahat baring dalam posisi fowler
b. Beri cairan parenteral bila muntah banyak.
c. Observasi tanda-tanda vital
d. Observasi pembesaran kantong empedu.
e. Pemberian antibiotik dan tanda-tanda vital.
f. Lakukan persiapan operasi kolesistektomi jika terdapat batu/ perforasi.
3) Pankreatitis akut
a. Anjurkan istirahat baring.
b. Penghisapan isi lambung secara intermiten.
c. Atasi syok dan dehidrasi.
d. Pemberian antibiotik dan antikolinergik.
e. Lakukan persiapan operasi pada keadaan umum memburuk disertai
obstruksi bilier.
4) Perporasi Ulkus peptikum
a. Pasang sonde lambung.
b. Pasang cairan infus
c. Pemberian antibiotik parenteral.
d. Lakukan persiapan operasi laparatomi.
5) Trauma Tembus Abdomen
a. Monitor pemasangan infus, untuk penggantian cairan cepat.
b. Pethatikan kejadian syok setelah repon awal terhadap tranfusi; hal ini
sering merupakan tanda adanya perdarahan internal.
2
c. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik, untuk membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritoneum dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
d. Jika trauma abdomen dengan vicera (organ internal) menonjol keluar,
tutup dengan balutan sterilyang di lembabkan dengan NaCl, untuk
mencegah kekeringan pada vicera. Jika benda menancap pada abdomen,
jangan ducabut tetapi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap dinding
abdomen.
e. Fleksikan lutut klien, untuk mencegah protusi lanjut.
f. Bunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik
dan muntah.
g. pasang kateter uretra untuk mengetahui kepastian adanya hematuria
dan pantau output urine.
h. observasi dan catat ttv output urine tekanan Vena Sentral nilai
hematokrit serta status neurologik.
i. berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
j. berikan antibiotik spektrum luas sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi.
k. siapkan klien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi
(pengangkatan organ internal)atau hematuria.
l. indikasi client laparatomi yaitu :
luka tusuk dengan ; syok, bising usus hilang, prolaps isi usus,
darah dalam lambung, buli-buli atau rektum, udara bebas
intraperitoneal, parasintesis abdomen/lavase peritoneal positif,
pada eksplorasi luka menembus peritoneum.
Luka tembak
Trauma tumpul dengan; syok darah dalam lambung hilang, buli-
buli/rektum, udara bebas intraperitoneal, parasintesis
abdomen/lavase peritonealpositif
6) Trauma Tumpul Abdomen
a. lakukan pengkajian fisik secara terus- menerus; inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi abdominal.
b. perubahan yang terlihat pada pemeriksaan lanjut dapat menunjukkan
cedera abdomen yang tidak terdeteksi.
c. hindari memindahkan klien sampai pengkajian awal selesai. gerakan
dapat mencegah bekuan dalam pembuluh darah besar dan membuat
hemoragi masif.
d. dapatkan berbagai tanda dan gejala yang diakibatkan dari kehilangan
darah, memar robekan organ padat, dan kebocoran sekresi dari ruang
visera abdomen.
3
e. awasi cedera dada, khususnya fraktur Iga bawah.
f. inspeksi bagian tubuh depan, pinggang dan punggung, kaji adanya
perubahan warna kebiruan, asimetris, abrasi dan kontusio.
g. observasi tanda dan gejala perdarahan, yang sering mengikuti cedera
abdomen, khususnya Jika hati dan limpa mengalami trauma. perdarahan
intraperitoneum masih yang berhubungan dengan syok.
h. catat nyeri tekan, nyeri lepas, gerakan melindungi, kekakuan dan spasme.
i. observasi terhadap peningkatan distensi abdomen. ukur lingkaran
abdomen setinggi umbilikus pada saat masuk, sebagian data dasar.
j. tanyakan nyeri yang menyebar, ini membantu untuk mendeteksi cedera
intraperitoneum. nyeri pada bahu kiri dapat dialami pada klien yang
mengalami perdarahan karena ruptur limpah; nyeri pada bahu kanan,
karena laserasi hepar.
k. auskultasi bising usus ( bising usus menghilang pada klien iritasi
peritonium).
l. catat hilangnya bunyi pekak atas hepar/ limpa, I yang menandakan
adanya udara bebas
m. siapkan klien untuk pemeriksaan rectal atau vaginal untuk diagnosis
cedera pada pelvis, kandung kencing dan dinding usus.
n. siapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik; urin, hematokrit, darah
lengkap, CT, sinar X dada dan abdomen.
o. siapkan lavase peritonium diagnostik untuk menguji perdarahan
peritoneal.
p. bantu pemasangan selang nasogastrik untuk mencegah muntah dan
aspirasi, serta membuang cairan dan udara dari gastrointestinal.
5. Survai Sekunder pada klien akut abdomen
1) kaji adanya nyeri abdomen.
perhatikan sifat, progresifitas dan lokasi nyeri. bila nyeri hilang timbul tiba-
tiba, sedangkan sebelumnya klien tenang disebabkan perdarahan. bila
timbuln kemudian memberat secara menetap perkiraan pankreatitis akut,
strangulasi usus ( penjepitan usus). nyeri yang timbul perlahan-lahan
karakteristik untuk proses peradangan; appendicitis dan diverticulitis.
sedangkan nyeri yang hilang timbul, intermiten dan seperti diremas-remas
biasanya akibat obstruksi.pada klien trauma abdomen kaji distensi
abdomen, gerakan melindungi, nyeri tekan, kekuatan otot atau nyeri lepas,
penurunan bising usus, hipotensi, dan syok.
2) kaji adanya anoreksia, nausea dan vomitus.
3) kaji adanya diare; diare biasanya menyertai apendiksitis.
4) kaji adanya konstipasi dan keluhan tak dapat flatus Biasanya pada obstruksi
usus.
5) kaji adanya demam, pada klien peradangan intra abdomen.
4
6) pada klien trauma abdomen yang mengalami perdarahan klien tampak
anemis, pada perdarahan hebat akan timbul gejala dan tanda dari syok
hemoragik. Gejala adanya darah intraabdomen, klien nyeri abdomen yang
bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat.
7) pada trauma abdomen, dapatkan riwayat mekanisme cedera: kekuatan
tusukan atau tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).
8) Pemeriksaan fisik pada klien akut abdomen:
a. Inspeksi : kesadaran, kegelisahan, kesakitan, posisi berbaring. Pada
trauma abdomen inspeksi tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk,
memar, dan tempat keluarnya peluru.
b. Palpasi: nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri kontralateral, perhatikan
daerah inguinal dan femoral, pada pertonitis, apendiksitis, trauma
abdomen.
c. Perkusi: nyeri ketok dan usahakan mencari cairan/ udara bebas, pekak
pada hepar yang meninggi/letak organ-organ yang tidak pada
tempatnya.
d. Auskultasi: perhatikan perubahan bising usus. Pada klien trauma
abdomen bisisng usus menurun, dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi, karena bising usus menurun dapat juga
terjadi pada keadaan lain.
e. Rektal toucher: pada apendiksitis nyeri tekan pada sekitar jam 11.
f. Pemeriksaan penunjang: darah (hb,ht,lekosit), urin (anuria,
hematuria, lekosit, dan sedimen) dan radiologis.
6. Diagnosa Keperawatan Pada Klien Akut Abdomen
1) Gangguan rasa nyaman; nyeri abdomen berhubungan dengan proses infeksi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
7. Intervensi Keperawatan Pada Klien Akut Abdomen
1) Gangguan rasa nyama; nyeri abdomen berhubungan dengan proses infeksi,
trauma abdomen.
a. Kaji sifat, lokasi dan progresivitas nyeri dan catat.
b. Anjurkan klien istirahat baring dalam posisi fowler.
c. Observasi tanda-tanda vital,ukur luas inviltrat,fluktuasi dan perluasan
peritonitis.
5
d. Berikan diet lunak rendah celulosa, untuk mengurangi peristaltik usus.
e. Lakukan pemeriksaan laju endap darah (LED) dan lekosit.
f. Catat nyeri tekan, nyeri lepas, gerakan melindungi, kekakuan dan spasme.
g. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik, spasmolitik, antikolinergik
dan antibiotik.
h. Siapkan klien untuk pelaksanaan operasi; apendiktomi, pada apendiksitis
akut dan perporasi, kholesistektomi, jika terdapat batu/perporasi,
laparatomi pada klien perporasi usus.
i. Observasi terhadap peningkatan distensi abdomen
j. Ukur lingkar abdomen setinggi umbilikus untuk observasi terjadinya
perdarahan internal.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tajam/tembus;
a. Kaji lokasi, luas dan kedalaman luka pada abdomen.
b. Kaji tanda-tanda vital; suhu, nadi, tekanan darah, dan pernafasan.
c. Kaji tanda-tanda infeksi pada area yang mengalami luka.
d. Observasi vicera abdomen yang keluar ampai tindakan operasi dilakukan.
e. Anjurkan klien tidur dengan posisi datar dan lutut fleksi, untuk mencegah
protusi lanjut.
f. Berikan antibiotik sprektum luas sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi.
g. Siapkan klien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas di bawah diafragma, eviserasi atau
hematuria.
3) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya trauma tembus:
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Berikan profiaksis tetanus sesuai ketentuan
c. Perawatan luka dengan tehnik aseptik
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
e. Kolaborasi dalam pemberian LED dan leukosit.
6
8. Evaluasi Keperawatan
1. Rasa Nyaman klien terpenuhi.
2. Kerusakan integritas kulit teratasi
3. Tidak terjadi infeksi.
B. Askep Klien Gastro Enteritis Dehidrasi (Ged)
1. Pengertian GED
GED adalah peradangan yang terjadi pada daerah usus dan menyebabkan
bertambahnya keenceran dan frekuensi BAB lebih dari 3x yang dapat menyebabkan
timbulnya dehidrasi. Klasifikasi GE meliputi GE Choleiform dengan gejala diare,
muntah, tenesmus bentuk tinja encer dan berwarna putih dan GE Desentri dengan
gejala kolik, diare, tenesmus, tinja mengandung darah dari lendir.
7
2 Kesadaran apatis 1
3 Kesadaran somnolen 2
4 TD sistolik 90 mmHg 1
5 TD sistolik 60 mmHg 2
6 Nadi lebih dari 120x/menit 1
7 Nafas labih dari 30x/menit 1
8 Turgor kulit kurang 1
9 Wajah keriput 2
10 Ekstremitas dingin 1
11 Tangan keriput 1
12 Suara serak 2
13 Sianosis 2
14 Umur 50-60 -1
15 Umur >60 -2
Jumlah score 15
8
4. Survai skunder pada klien GED.
Kaji umur klien karena usia dapat mempengaruhi pada penentuan
skore untuk mementukan koreksi cairan yang hilang.
Dapatkan informasi faktor pencetus diare, makanan apa yang
dimakan terakhir.
Kaji BAB klien: frekuensi, bentuk, jumlah dan warna feses.
Kaji adanya mual dan muntah.
Kaji adanya tenesmus dan kolik abdomen.
Monitor intake dan output cairan.
Kaji tanda-tanda vital; untuk mengenali adanya tanda-tanda syok.
Kaji berat badan klien.
5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan
output berlebihan.
Perubahan pola eliminasi diare berhubungan dengan
malaabsorbsi usus.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisis berhubungan dengan
intake yang kurang/pengeluaran yang berlebihan.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
6. Intervensi keperawatan
a. Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang kurang/output berlebihan.
Kaji keluhan mual dan muntah.
Monitor dan catat BAB klien;frekuensi dan konsistensi feses.
Monitor dan catat intake dan output.
Anjurkan klien minum sebanyak 2-2,5 liter/hari, jika keluhan
mual sudah hilang.
Observasi tanda-tanda rehidrasi; turgor kulit, mukosa mulut.
Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral sesuai program
Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit khususnya kalium.
9
Kolaborasi dengan medis dalam pemberian terapi kalium dan
antibiotik.
b. Perubahan pola eliminasi; diare berhubungan dengan malabsorbsi
usus.
Observasi dan catat frekuensi dan karakteristik feses.
Hindari makan yang merangsang terjadinya diare.
Cegah terjadinya iritasi dan infeksi pada anus.
Kolaborasi dalam pemberian antidiare, antibiotik dan antasid.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake
yang kurang/pengeluaran yang berlebihan.
Anjurkan bedres dan membatasi aktivitas selama fase akut.
Anjurkan makan porsi kecil tapi sering.
Pembatasan makanan yang mengandung lemak dan
berbumbu.
Kolaborasi dalam pemberian TKTP dan vit B.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Kaji tingkat pengetahuan klien
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit diare, cara
pencegahan, dan cara mengatasi kekurangan cairan saat di
rumah.
7. Evaluasi Keperawatan
a. Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang kurang/outuput berlebihan.
b. Perubahan pola eliminasi; diare berhubungan dengan malabsorbsi
usus.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
C. Askep Klien Keracunan Sistem Pencernaan
1. Pengertian
Racun adalah zat yang ketikan tertelah dalam jumlah yang reatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Keracunan adalah masuknya suatu zat toksik ke dalam tubuh melalui sistem
pencernaan baik kecelakaan mapun disengaja, yang dapat mengganggu
10
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Zat-zat yang dapat
menimbulkan berupa zat kimia (baygon, alkohol, minyak tanah, bensin, dll),
makanan (jengkol, ikan, jamur, dll), obat-obatan.
11
dengan mengukur nadi, tekanan darah, dan tekanan vena central dan suhu.
Stabilkan fungsi kardiovaskuler dan pantau EKG.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran
dapat terjadi pada klien dengan keracunan alcohol dan obat-obatan
penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi,
akibat depresi pernafasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.
5. Penatalaksanaan Kedaruratan Keracunan Sistem Pencernaan
12
d. berikan terapi spesifik. berikan antagonis kimia yang spesifik atau
antagonis fisiologis secepat mungkin untuk merubah atau menurunkan
efek toksin.
e. monitor client yang mengalami kejang. racun mungkin memicu sistem
Pusat klient mungkin mengalami kejang atau oksigen tidak adekuat.
f. bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat
yang ditelan jika hal-hal diatas tidak efektif : diuresis untuk agen yang
dikeluarkan lewat jalur ginjal, dianalisis dan karbon dosis ganda
g. pantau tekanan Vena Sentral sesuai indikasi.
h. Pantau Keseimbangan cairan dan elektrolit
i. menurunkan peningkatan suhu
j. berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri; nyeri berat menyebabkan
kolaps vasomotor dan penghambatan refleks fungsi fisiologis normal.
k. bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
l. observasi dengan ketat pada klien koma; koma karena keracunan akibat
gangguan fungsi sel otak atau metabolisme.
m. pantai dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan
kejang.
2) tindakan kedaruratan keracunan Baygon:
a. yang mengalami gangguan fungsi pernafasan melakukan resusitasi
(ABC).
b. posisi tidur klien semi fowler, untuk memaksimalkan ekspansi paru.
c. lakukan penghisapan lendir, karena client dengan keracunan Baygon
pada umumnya mengalami hipersekresi hidung dan gangguan kesadaran.
d. Beri Oksigen yang adekuat, karena pada klien keracunan Baygon
mengalami spasme laring dan brankho kontriktis.
e. anjurkan klien muntah bila kesadaran baik.
f. melakukan bilas lambung selama 4 jam Setelah keracunan, untuk
mengeluarkan racun yang ada di lambung.
g. buat rekaman EKG, untuk memonitor adanya aritmia jantung.
h. beri cairan parenteral untuk mencegah atau terjadinya syok.
3) tindakan kedaruratan keracunan alkohol
a. upayakan muntah bila klien sadar
b. pertahankan agar pernafasan baik.
c. beri minum kopi jika klien sadar.
d. lakukan pernafasan buatan, jika terjadi gagal nafas.
4) tindakan kedaruratan keracunan jengkol :
a. minum air putih yang banyak
b. berikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
5) tindakan kedaruratan keracunan botulisme :
a. berikan cairan parenteral untuk netralisasi racun.
13
b. upayakan klien muntah.
Pengkajian
1. riwayat kesehatan :
a. saat terjadi demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau diare,
nyeri, batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidur tidak nyenyak.
tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang
dikonsumsi.
b. faktor pencetus terjadinya kejang: penyakit infeksi atau setelah pemberian
imunisasi.
c. frekuensi dan karakteristik kejang yang terjadi sebelumnya serta perawatan
yang telah dilakukan.
2. pemeriksaan fisik :
a. tanda-tanda vital
b. status hidrasi.
c. aktivitas yang masih dapat dilakukan.
d. saat kejang :
gambaran kejang : karakteristik, lamanya kejang, frekuensinya.
gangguan pernafasan : sesak nafas, kesulitan mengeluarkan sputum.
gangguan eliminasi : mengompol.
e. setelah kejang :
tingkat kesadaran
kemampuan : motorik, bahasa.
sensasi : rasa nyeri.
3. psikologis : sesuai tingkat perkembangan koping yang digunakan, akibat
hospitalisasi, kondisi saat dilakukan tes diagnostik, penerimaan klien dan keluarga
terhadap penyakit, hubungan dengan teman sebaya.
4. pengetahuan klien dengan keluarga : pemahaman tentang penyakit dan perawatan.
5. pemeriksaan penunjang : yang dilakukan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada anak dengan kejang demam dapat
menjadi diagnosa keperawatan sebelum kejang, saat kejang dan setelah kejang
adalah :
14
3. perubahan sensori persepsi berhubungan dengan meningkatnya temperatur
tubuh.
4. kurang pengetahuan tentang penyebab demam, cara perawatan anak
dengan demam, pencegahan dan deteksi demam.
5. tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
mukus, obstruksi lidah dan benda asing.
6. resiko tinggi injury dan bahaya fisik berhubungan dengan aktivitas motorik
dan hilangnya kesadaran selama kejang.
7. perubahan proses pikir berhubungan dengan aktivitas kejang dan hilangnya
kesadaran.
8. kurangnya pengetahuan tentang pengobatan, perawatan dan pencegahan
kejang.
Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan terkait dengan diagnosa keperawatan pada anak dengan kejang
demam adalah :
Keracunan Botulisme
kaji adanya masa laten, gangguan penglihatan, klien nampak lemah, dan gangguan
refleks pupil.
keracunan ikan laut
kaji adanya masa laten 1 per 2 sampai 4 jam, rasa panas di sekitar mulut, rasa Baal
pada ekstremitas, klien lemah, muntah, nyeri perut dan diare.
7. Diagnosa keperawatan pada klien keracunan
1) gangguan pola nafas berhubungan dengan spasme laring dan bronkho
konstriksi.
2) gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan keracunan jengkol.
3) resiko tinggi gangguan Keseimbangan cairan berhubungan dengan output
yang berlebihan
8. intervensi keperawatan pada klien keracunan
1) gangguan pola nafas berhubungan dengan spasme laring dan bronkokonstriksi
a. observasi pernafasan ; frekuensi, kedalaman, bunyi nafas dan penggunaan
otot bantu pernafasan Serta adanya Apnoe.
b. posisi semi fowler, untuk meningkatkan ekspansi paru.
15
c. kolaborasi dengan medis dalam pemberian oksigen
d. kolaborasi dalam pemberian terapi antidotum.
2) gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan keracunan jengkol
a. observasi tanda-tanda vital, trauma nadi dan tekanan darah
b. anjurkan banyak minum air putih 2 sampai 2,5 liter.
c. atur posisi tidur klien sesuai dengan kondisi clean untuk mencapai rasa
nyaman.
d. pasang kateter pada klien keracunan jengkol.
e. lakukan kompres hangat pada daerah pinggang dan perut.
f. kolaborasi dalam pemberian analgetik dan vitamin K.
3) resiko tinggi gangguan Keseimbangan cairan berhubungan dengan output
yang berlebihan.
a. observasi intage dan output cairan serta tanda-tanda kekurangan cairan
b. kaji adanya keluhan mual dan muntah
c. berikan minuman teh, minuman karbohidrat atau air biasa untuk mual
ringan.
d. berikan obat antiemetik secara parenteral jika klien tidak mentoleransi
cairan atau pengobatan peroral.
e. berikan cairan per orang 2 sampai 2,5 liter per hari, 12-24 jam Setelah
mual dan muntah hilang.
f. kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
16