You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT

DARURAT GANGGUAN SISTEM


PENCERNAAN

A. Asekep Klien Akut Abdomen


1. Pengertian Akut Abdomen
Akut abdomen adalah suatu keadaan dalam rongga abdomen
(intraabdomen) mengalami gangguauan dan memerlukan tindakan segera.
Organ yang terdapat pada intraabdomen yaitu hepar, lien, gaster, usus halus
dan sebagian besar (kolon), sedangkan yang terdapat pada ekstraabdomen
adalah kedua ginjal dan ureter, pankreas duodenum, sebagian kecil kolon
(terutama rektum) serta buli-buli (vesika urinaria) dan uterus.
2. Etiologi akut abdomen, ruptura
a. Proses peradangan dalam abdomen : apendiksitis akut, peritonitis primer,
pankreatitis, infark ginjal akut, tipus abdominalis.
b. Obstruksi traktus gastrointestinalis : perlengketan usus, hernia, volvulus,
instusupsepsi (invaginasi), illeus paralitika dan spastika.
c. Perdarahan dalam rongga abdomen : kehamilan ektopik, ruptura anurisma
aorta, perdarahan taktus gastro intestinal dan ruptur limpa.
d. Trauma abdomen benda tajam (trauma tembus) dan trauma tumpul. Trauma
tembus abdomen bersifat serius dan biasanya memerlukan embedahan
segera contohnya luka tembak, luka tusuk.
3. Survai Primer dan Resusitasi Pada Klien Akut Abdomen :
1) Airway (jalan nafas)
Airway di atasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedra bisa lebih dari satu
are tubuh, dan appun yang di temukan, harus memprioritaskan Airway dan
Breating terlebih dahulu. Airway harus di jaga dengan baik pada klien. Jau
thrust atau chin lift dapat di lakukan atau dapat juga di pakai naso-phari-
ngeal Airway pada klien yang masih sadar dan tidak ada gag reflex dapat di
pakai guedel. Kontrol jalan nafas pada klien Airway terganggu karena faktor
mekanik, atau ada gangguan fentilasi akibat gangguan kesadaran, di capai
dengan intubasi endotracheal, baik oral maupun nasal. Prosedur ini harus di
lakukan dengan kontrol ventrical. Surgical Airway (Crico-Thyroidotomy) dapat
di lakukan bila intubasi endotracheal tidak mungkin karena kontra indikasi
atau karena masalah teknis.
2) Breahting (pernafasan)
Kaji ventilasi apakah adekuat dan berikan oksigen. Aspirasi lambung dengan
selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
3) Circulation
Kebanyakan pada trauma abdomen tidak dapat di lakukan tindakan apa-apa
pada pra RS, namun terhadap syok yang menyertainya perlu
penangananyang segera. Seharusnya monitoring urine seharusnya di lakukan
dengan pemasangan Dc setelah klien berada di RS. Kaji tanda dan gejala

1
hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedra abdomen, khususnya jika hati
dan limpa mengalami trauma. Kontrol peredaran dan pertahankan volume
darah sampai pembedahan di lakukan.
Pada truma abdomen pertahankan klien pada brankar atau tandu papan;
gerakan dapat menyebabkan fregmentasi bukan pada pembuludarah besar
dan menimbulkan hemoragi masif. Tujuan : kontrol perdarahan,
Mempertahankan volume darah dan pencegahan infeksi .
4) Disability (neurologi)
Klien dengan akut abdomen yang mengalami gangguan kesadaran terjadi
pada klien truma abdomen yang di sertai trauma kapitis. Selalu periksa
tingkat kesadaran dengan GCS dan adanya lateralisasi (pupil anisokor dan
motorik yang lebih lemah satu sisi).
4. Penata Laksanaan Kedaruratan Pada Akut Abdomen
1) Apendiksitis
a. Istrahat baring dalam posisi fowler
b. Berikan antibiotik
c. Diet lunak rendah celulosa
d. obserfasi Observasi tanda-tanda vital ukuran luas infiltrat frekuensi dan
perluasan peritonitis, LED dan leukosit.
e. Pada apendisitis akut dan perforasi lakukan persiapan appendiktomi.
2) Kholetitis akut
a. Istirahat baring dalam posisi fowler
b. Beri cairan parenteral bila muntah banyak.
c. Observasi tanda-tanda vital
d. Observasi pembesaran kantong empedu.
e. Pemberian antibiotik dan tanda-tanda vital.
f. Lakukan persiapan operasi kolesistektomi jika terdapat batu/ perforasi.
3) Pankreatitis akut
a. Anjurkan istirahat baring.
b. Penghisapan isi lambung secara intermiten.
c. Atasi syok dan dehidrasi.
d. Pemberian antibiotik dan antikolinergik.
e. Lakukan persiapan operasi pada keadaan umum memburuk disertai
obstruksi bilier.
4) Perporasi Ulkus peptikum
a. Pasang sonde lambung.
b. Pasang cairan infus
c. Pemberian antibiotik parenteral.
d. Lakukan persiapan operasi laparatomi.
5) Trauma Tembus Abdomen
a. Monitor pemasangan infus, untuk penggantian cairan cepat.
b. Pethatikan kejadian syok setelah repon awal terhadap tranfusi; hal ini
sering merupakan tanda adanya perdarahan internal.

2
c. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik, untuk membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritoneum dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
d. Jika trauma abdomen dengan vicera (organ internal) menonjol keluar,
tutup dengan balutan sterilyang di lembabkan dengan NaCl, untuk
mencegah kekeringan pada vicera. Jika benda menancap pada abdomen,
jangan ducabut tetapi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap dinding
abdomen.
e. Fleksikan lutut klien, untuk mencegah protusi lanjut.
f. Bunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik
dan muntah.
g. pasang kateter uretra untuk mengetahui kepastian adanya hematuria
dan pantau output urine.
h. observasi dan catat ttv output urine tekanan Vena Sentral nilai
hematokrit serta status neurologik.
i. berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
j. berikan antibiotik spektrum luas sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi.
k. siapkan klien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi
(pengangkatan organ internal)atau hematuria.
l. indikasi client laparatomi yaitu :
 luka tusuk dengan ; syok, bising usus hilang, prolaps isi usus,
darah dalam lambung, buli-buli atau rektum, udara bebas
intraperitoneal, parasintesis abdomen/lavase peritoneal positif,
pada eksplorasi luka menembus peritoneum.
 Luka tembak
 Trauma tumpul dengan; syok darah dalam lambung hilang, buli-
buli/rektum, udara bebas intraperitoneal, parasintesis
abdomen/lavase peritonealpositif
6) Trauma Tumpul Abdomen
a. lakukan pengkajian fisik secara terus- menerus; inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi abdominal.
b. perubahan yang terlihat pada pemeriksaan lanjut dapat menunjukkan
cedera abdomen yang tidak terdeteksi.
c. hindari memindahkan klien sampai pengkajian awal selesai. gerakan
dapat mencegah bekuan dalam pembuluh darah besar dan membuat
hemoragi masif.
d. dapatkan berbagai tanda dan gejala yang diakibatkan dari kehilangan
darah, memar robekan organ padat, dan kebocoran sekresi dari ruang
visera abdomen.

3
e. awasi cedera dada, khususnya fraktur Iga bawah.
f. inspeksi bagian tubuh depan, pinggang dan punggung, kaji adanya
perubahan warna kebiruan, asimetris, abrasi dan kontusio.
g. observasi tanda dan gejala perdarahan, yang sering mengikuti cedera
abdomen, khususnya Jika hati dan limpa mengalami trauma. perdarahan
intraperitoneum masih yang berhubungan dengan syok.
h. catat nyeri tekan, nyeri lepas, gerakan melindungi, kekakuan dan spasme.
i. observasi terhadap peningkatan distensi abdomen. ukur lingkaran
abdomen setinggi umbilikus pada saat masuk, sebagian data dasar.
j. tanyakan nyeri yang menyebar, ini membantu untuk mendeteksi cedera
intraperitoneum. nyeri pada bahu kiri dapat dialami pada klien yang
mengalami perdarahan karena ruptur limpah; nyeri pada bahu kanan,
karena laserasi hepar.
k. auskultasi bising usus ( bising usus menghilang pada klien iritasi
peritonium).
l. catat hilangnya bunyi pekak atas hepar/ limpa, I yang menandakan
adanya udara bebas
m. siapkan klien untuk pemeriksaan rectal atau vaginal untuk diagnosis
cedera pada pelvis, kandung kencing dan dinding usus.
n. siapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik; urin, hematokrit, darah
lengkap, CT, sinar X dada dan abdomen.
o. siapkan lavase peritonium diagnostik untuk menguji perdarahan
peritoneal.
p. bantu pemasangan selang nasogastrik untuk mencegah muntah dan
aspirasi, serta membuang cairan dan udara dari gastrointestinal.
5. Survai Sekunder pada klien akut abdomen
1) kaji adanya nyeri abdomen.
perhatikan sifat, progresifitas dan lokasi nyeri. bila nyeri hilang timbul tiba-
tiba, sedangkan sebelumnya klien tenang disebabkan perdarahan. bila
timbuln kemudian memberat secara menetap perkiraan pankreatitis akut,
strangulasi usus ( penjepitan usus). nyeri yang timbul perlahan-lahan
karakteristik untuk proses peradangan; appendicitis dan diverticulitis.
sedangkan nyeri yang hilang timbul, intermiten dan seperti diremas-remas
biasanya akibat obstruksi.pada klien trauma abdomen kaji distensi
abdomen, gerakan melindungi, nyeri tekan, kekuatan otot atau nyeri lepas,
penurunan bising usus, hipotensi, dan syok.
2) kaji adanya anoreksia, nausea dan vomitus.
3) kaji adanya diare; diare biasanya menyertai apendiksitis.
4) kaji adanya konstipasi dan keluhan tak dapat flatus Biasanya pada obstruksi
usus.
5) kaji adanya demam, pada klien peradangan intra abdomen.

4
6) pada klien trauma abdomen yang mengalami perdarahan klien tampak
anemis, pada perdarahan hebat akan timbul gejala dan tanda dari syok
hemoragik. Gejala adanya darah intraabdomen, klien nyeri abdomen yang
bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat.
7) pada trauma abdomen, dapatkan riwayat mekanisme cedera: kekuatan
tusukan atau tembakan, kekuatan tumpul (pukulan).
8) Pemeriksaan fisik pada klien akut abdomen:
a. Inspeksi : kesadaran, kegelisahan, kesakitan, posisi berbaring. Pada
trauma abdomen inspeksi tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk,
memar, dan tempat keluarnya peluru.
b. Palpasi: nyeri tekan, nyeri lepas, nyeri kontralateral, perhatikan
daerah inguinal dan femoral, pada pertonitis, apendiksitis, trauma
abdomen.
c. Perkusi: nyeri ketok dan usahakan mencari cairan/ udara bebas, pekak
pada hepar yang meninggi/letak organ-organ yang tidak pada
tempatnya.
d. Auskultasi: perhatikan perubahan bising usus. Pada klien trauma
abdomen bisisng usus menurun, dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi, karena bising usus menurun dapat juga
terjadi pada keadaan lain.
e. Rektal toucher: pada apendiksitis nyeri tekan pada sekitar jam 11.
f. Pemeriksaan penunjang: darah (hb,ht,lekosit), urin (anuria,
hematuria, lekosit, dan sedimen) dan radiologis.
6. Diagnosa Keperawatan Pada Klien Akut Abdomen
1) Gangguan rasa nyaman; nyeri abdomen berhubungan dengan proses infeksi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
7. Intervensi Keperawatan Pada Klien Akut Abdomen
1) Gangguan rasa nyama; nyeri abdomen berhubungan dengan proses infeksi,
trauma abdomen.
a. Kaji sifat, lokasi dan progresivitas nyeri dan catat.
b. Anjurkan klien istirahat baring dalam posisi fowler.
c. Observasi tanda-tanda vital,ukur luas inviltrat,fluktuasi dan perluasan
peritonitis.

5
d. Berikan diet lunak rendah celulosa, untuk mengurangi peristaltik usus.
e. Lakukan pemeriksaan laju endap darah (LED) dan lekosit.
f. Catat nyeri tekan, nyeri lepas, gerakan melindungi, kekakuan dan spasme.
g. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik, spasmolitik, antikolinergik
dan antibiotik.
h. Siapkan klien untuk pelaksanaan operasi; apendiktomi, pada apendiksitis
akut dan perporasi, kholesistektomi, jika terdapat batu/perporasi,
laparatomi pada klien perporasi usus.
i. Observasi terhadap peningkatan distensi abdomen
j. Ukur lingkar abdomen setinggi umbilikus untuk observasi terjadinya
perdarahan internal.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tajam/tembus;
a. Kaji lokasi, luas dan kedalaman luka pada abdomen.
b. Kaji tanda-tanda vital; suhu, nadi, tekanan darah, dan pernafasan.
c. Kaji tanda-tanda infeksi pada area yang mengalami luka.
d. Observasi vicera abdomen yang keluar ampai tindakan operasi dilakukan.
e. Anjurkan klien tidur dengan posisi datar dan lutut fleksi, untuk mencegah
protusi lanjut.
f. Berikan antibiotik sprektum luas sesuai ketentuan untuk mencegah
infeksi.
g. Siapkan klien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas di bawah diafragma, eviserasi atau
hematuria.
3) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya trauma tembus:
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Berikan profiaksis tetanus sesuai ketentuan
c. Perawatan luka dengan tehnik aseptik
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
e. Kolaborasi dalam pemberian LED dan leukosit.

6
8. Evaluasi Keperawatan
1. Rasa Nyaman klien terpenuhi.
2. Kerusakan integritas kulit teratasi
3. Tidak terjadi infeksi.
B. Askep Klien Gastro Enteritis Dehidrasi (Ged)
1. Pengertian GED

GED adalah peradangan yang terjadi pada daerah usus dan menyebabkan
bertambahnya keenceran dan frekuensi BAB lebih dari 3x yang dapat menyebabkan
timbulnya dehidrasi. Klasifikasi GE meliputi GE Choleiform dengan gejala diare,
muntah, tenesmus bentuk tinja encer dan berwarna putih dan GE Desentri dengan
gejala kolik, diare, tenesmus, tinja mengandung darah dari lendir.

2. Survei Primer dan Resusitasi


a. Airway (jalan nafas)
Periksa kelancaran jalan nafas, gangguan jalan nafas sering terjadi pada klien
dengan GED yang mengalami syok karena klien mengalami gangguan
kesadaran, sehingga kemungkinan lidah jatuh ke belakang lebih besar. Usaha
untuk kelancaran jalan nafas dapat dilakukan chin lift/jaw
thrust/pemasangan nasopharyngeal airway/pemasangan guedel.
b. Breathing (dan ventilasi)
Kaji ventilasi apakah adekuat dan observasi pernafasan klien. Berikan oksigen
pada klien yang mengalami syok akibat kehilangan cairan.
c. Circulation
Segera tangani syok dengan tepat, dengan memasang IV line untuk
mengoreksi cairan yang hilang. Kaji tanda-tanda vital dan kardiovaskuler
dengan mengukur nadi, tekanan darah, dan tekanan vena central dan suhu.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS,
dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat
terjadi pada klien yang mengalami syok.
3. Penatalaksanaan Kedaruratan pada Klien GED :

Penatalaksanaan kedaruratan klien GED meliputi menganti cairan yang hilang


dan mengatasi syok, mengganti elektrolit yang hilang dan memberantas
penyebabnya.

a. Menilai jumlah cairan yang dibutuhkan dengan menilai keadaan klien:


No Aspek Yang Dinilai Skore
1 Muntah 1

7
2 Kesadaran apatis 1
3 Kesadaran somnolen 2
4 TD sistolik 90 mmHg 1
5 TD sistolik 60 mmHg 2
6 Nadi lebih dari 120x/menit 1
7 Nafas labih dari 30x/menit 1
8 Turgor kulit kurang 1
9 Wajah keriput 2
10 Ekstremitas dingin 1
11 Tangan keriput 1
12 Suara serak 2
13 Sianosis 2
14 Umur 50-60 -1
15 Umur >60 -2
Jumlah score 15

b. Koreksi cairan yang hilang akibat GE:


 2 jam I (pertama)
 Jumlah skor yang didapat X BBX100 ml- 2 jam I(pertama)
Skor maksimal (15)
 2 jam berikutnya- berdasarkan jumlah output cairan pada 2 jam I
(pertama)
c. Cara pemberian cairan pada klien GED:
 Pemberian cairan peroral diberikan bila skore <3,berikan cairan
rendah kalium untuk menghindari muntah, jika terjadi
syok/kesadaran menurun jangan diberi cairan peroral.
 Berikan cairan parenteral pada klien GED jenis cairan yang diberikan
yaitu RL/Na Cl 0,9%: Na-Bicarbonat 1,5 % dengan perbandingan
2:1+KCL 3x1 gr secara oral.
d. Pemberian terapi GE sesuai penyebab:
1. GE choliform diberikan terapi tetrasiklin-HCL 4x500 mg/hari selama 5
hari.
2. GE desentriform diberikan teerapi metronidazol 3x500 mg selama 5 hari
atau tinidazol 2gr/hari selama 10 hari kombinasi dengan obat lain.
3. Shigela, salmonela diberikan ampisilin 100mg/kg BB/hari terbagi dalam 4
dosis selama 5-7 hari.

8
4. Survai skunder pada klien GED.
 Kaji umur klien karena usia dapat mempengaruhi pada penentuan
skore untuk mementukan koreksi cairan yang hilang.
 Dapatkan informasi faktor pencetus diare, makanan apa yang
dimakan terakhir.
 Kaji BAB klien: frekuensi, bentuk, jumlah dan warna feses.
 Kaji adanya mual dan muntah.
 Kaji adanya tenesmus dan kolik abdomen.
 Monitor intake dan output cairan.
 Kaji tanda-tanda vital; untuk mengenali adanya tanda-tanda syok.
 Kaji berat badan klien.
5. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan
output berlebihan.
 Perubahan pola eliminasi diare berhubungan dengan
malaabsorbsi usus.
 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisis berhubungan dengan
intake yang kurang/pengeluaran yang berlebihan.
 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
6. Intervensi keperawatan
a. Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang kurang/output berlebihan.
 Kaji keluhan mual dan muntah.
 Monitor dan catat BAB klien;frekuensi dan konsistensi feses.
 Monitor dan catat intake dan output.
 Anjurkan klien minum sebanyak 2-2,5 liter/hari, jika keluhan
mual sudah hilang.
 Observasi tanda-tanda rehidrasi; turgor kulit, mukosa mulut.
 Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral sesuai program
 Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit khususnya kalium.

9
 Kolaborasi dengan medis dalam pemberian terapi kalium dan
antibiotik.
b. Perubahan pola eliminasi; diare berhubungan dengan malabsorbsi
usus.
 Observasi dan catat frekuensi dan karakteristik feses.
 Hindari makan yang merangsang terjadinya diare.
 Cegah terjadinya iritasi dan infeksi pada anus.
 Kolaborasi dalam pemberian antidiare, antibiotik dan antasid.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake
yang kurang/pengeluaran yang berlebihan.
 Anjurkan bedres dan membatasi aktivitas selama fase akut.
 Anjurkan makan porsi kecil tapi sering.
 Pembatasan makanan yang mengandung lemak dan
berbumbu.
 Kolaborasi dalam pemberian TKTP dan vit B.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
 Kaji tingkat pengetahuan klien
 Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit diare, cara
pencegahan, dan cara mengatasi kekurangan cairan saat di
rumah.
7. Evaluasi Keperawatan
a. Gangguan keseimbangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang kurang/outuput berlebihan.
b. Perubahan pola eliminasi; diare berhubungan dengan malabsorbsi
usus.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
C. Askep Klien Keracunan Sistem Pencernaan
1. Pengertian

Racun adalah zat yang ketikan tertelah dalam jumlah yang reatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.

Keracunan adalah masuknya suatu zat toksik ke dalam tubuh melalui sistem
pencernaan baik kecelakaan mapun disengaja, yang dapat mengganggu

10
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian. Zat-zat yang dapat
menimbulkan berupa zat kimia (baygon, alkohol, minyak tanah, bensin, dll),
makanan (jengkol, ikan, jamur, dll), obat-obatan.

2. Seseorang dicurigai keracunan bila :


a. Seseorang yang sehat mendadak sakit.
b. Gejalanya tidak sesuai dengan suatu keadaan patologik tertentu.
c. Gejalanya menjadi cepat karena dosis yang besar.
d. Amnestik menunjukkan kearah keracunan, terutama pada kasus bunuh
diri/kecelakaan.
e. Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat dalam jangka waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
3. Sifat racun dapat dibagi menjadi :
a. Korosif: asam basa kuat (asam klorida, asam sulfat,natrium hidroksida).
b. Non korosif: makanan, obat-obatan.
4. Survay Primer dan Resusitasi
a. Airway (jalan nafas)
Periksa kelancaran jalan nafas,gangguan jalan nafas sering terjadi pada klien
dengan keracunan baygon, botulisme karena sering mengalami depresi
pernafasan seperti pada klien karecunan baygon, botulinum. Usaha untuk
kelancaran jalan nafas dapat dilakukan chin lift/jaw thrust/nasopharyngeal
airway/pemasangan guidel. Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala
pasien diturunkan, menggunakan jalan nafas orofaring dan pengisap. Jika ada
gangguan jalan nagas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan
hidup dasar).
b. Breathing (dan ventilasi)
Kaji ventilasi adekuat dengan observasi usaha ventilasi melalui analisis gas
darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi
pernafasan. Tekanan ekspresi positif diberikan jalan nafas, masker kantong
dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang, berikan oksigen pada
klien yang mengalami depresi pernafasan, tidak sadar dan syok.
c. Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat,
dengan memasang IV line. Mungkin ini berhubungan dengan kerja
kardiodepresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di
estremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan
meningkatnya pemeabilitas kapiler. Kaji tanda-tanda vital,kardiovaskuler

11
dengan mengukur nadi, tekanan darah, dan tekanan vena central dan suhu.
Stabilkan fungsi kardiovaskuler dan pantau EKG.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran
dapat terjadi pada klien dengan keracunan alcohol dan obat-obatan
penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi,
akibat depresi pernafasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum.
5. Penatalaksanaan Kedaruratan Keracunan Sistem Pencernaan

tujuan tindakan kedaulatan adalah menghilangkan atau menginaktifkan


racun sebelum diabsorpsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk
memelihara sistem organ vital, menggunakan antidot spesifik untuk menetralkan
racun dan memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun
terabsorpsi.

1) tindakan kedaruratan keracunan pencernaan secara umum :


a. menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, Kapan waktu tertelan,
gejala, usia, berat pasien, dan riwayat kesehatan yang tepat. hubungan
pusat kontrol racun di area jika agens toksik tidak diketahui atau jika
dibutuhkan Mengidentifikasi antidot untuk agen Toksik yang diketahui.
b. tangani Syok yang tepat. mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio
depresan dari obat yang tertelan, pengumpulan aliran Vena di ekstremitas
bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler.
c. hilangkan atau kurangi absorpsi racun, hal berikut mungkin digunakan :
 encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi
penyerapan nya dengan cara memberikan cairan dalam jumlah
banyak. cairan yang digunakan adalah air biasa, susu, notried yang
telah dilarutkan dengan air.
 upayakan muntah, efektif dilakukan dalam 4 jam Setelah racun
ditelan. dapat dilakukan dengan cara merangsang dinding faring
menggunakan jari. dapat juga menggunakan sirup ipekak untuk
merangsang muntah. upaya muntah tidak boleh dilakukan pada klien
dengan keracunan zat korosif pada klien tidak sadar.
 sirup ipekak untuk merangsang muntah pada klien sadar bilas
lambung, simpan aspirasi lambung untuk menyaring toksikologi.
 carbon diaktivasi diberikan jika racun adalah salah satu yang dapat
diabsorbsi oleh karbon.
 pemberian katartik sesuai indikasi

12
d. berikan terapi spesifik. berikan antagonis kimia yang spesifik atau
antagonis fisiologis secepat mungkin untuk merubah atau menurunkan
efek toksin.
e. monitor client yang mengalami kejang. racun mungkin memicu sistem
Pusat klient mungkin mengalami kejang atau oksigen tidak adekuat.
f. bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat
yang ditelan jika hal-hal diatas tidak efektif : diuresis untuk agen yang
dikeluarkan lewat jalur ginjal, dianalisis dan karbon dosis ganda
g. pantau tekanan Vena Sentral sesuai indikasi.
h. Pantau Keseimbangan cairan dan elektrolit
i. menurunkan peningkatan suhu
j. berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri; nyeri berat menyebabkan
kolaps vasomotor dan penghambatan refleks fungsi fisiologis normal.
k. bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
l. observasi dengan ketat pada klien koma; koma karena keracunan akibat
gangguan fungsi sel otak atau metabolisme.
m. pantai dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan
kejang.
2) tindakan kedaruratan keracunan Baygon:
a. yang mengalami gangguan fungsi pernafasan melakukan resusitasi
(ABC).
b. posisi tidur klien semi fowler, untuk memaksimalkan ekspansi paru.
c. lakukan penghisapan lendir, karena client dengan keracunan Baygon
pada umumnya mengalami hipersekresi hidung dan gangguan kesadaran.
d. Beri Oksigen yang adekuat, karena pada klien keracunan Baygon
mengalami spasme laring dan brankho kontriktis.
e. anjurkan klien muntah bila kesadaran baik.
f. melakukan bilas lambung selama 4 jam Setelah keracunan, untuk
mengeluarkan racun yang ada di lambung.
g. buat rekaman EKG, untuk memonitor adanya aritmia jantung.
h. beri cairan parenteral untuk mencegah atau terjadinya syok.
3) tindakan kedaruratan keracunan alkohol
a. upayakan muntah bila klien sadar
b. pertahankan agar pernafasan baik.
c. beri minum kopi jika klien sadar.
d. lakukan pernafasan buatan, jika terjadi gagal nafas.
4) tindakan kedaruratan keracunan jengkol :
a. minum air putih yang banyak
b. berikan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
5) tindakan kedaruratan keracunan botulisme :
a. berikan cairan parenteral untuk netralisasi racun.

13
b. upayakan klien muntah.

Pengkajian

fokus pengkajian pada anak dengan kejang demam adalah :

1. riwayat kesehatan :
a. saat terjadi demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau diare,
nyeri, batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidur tidak nyenyak.
tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang
dikonsumsi.
b. faktor pencetus terjadinya kejang: penyakit infeksi atau setelah pemberian
imunisasi.
c. frekuensi dan karakteristik kejang yang terjadi sebelumnya serta perawatan
yang telah dilakukan.
2. pemeriksaan fisik :
a. tanda-tanda vital
b. status hidrasi.
c. aktivitas yang masih dapat dilakukan.
d. saat kejang :
 gambaran kejang : karakteristik, lamanya kejang, frekuensinya.
 gangguan pernafasan : sesak nafas, kesulitan mengeluarkan sputum.
 gangguan eliminasi : mengompol.
e. setelah kejang :
 tingkat kesadaran
 kemampuan : motorik, bahasa.
 sensasi : rasa nyeri.
3. psikologis : sesuai tingkat perkembangan koping yang digunakan, akibat
hospitalisasi, kondisi saat dilakukan tes diagnostik, penerimaan klien dan keluarga
terhadap penyakit, hubungan dengan teman sebaya.
4. pengetahuan klien dengan keluarga : pemahaman tentang penyakit dan perawatan.
5. pemeriksaan penunjang : yang dilakukan

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada anak dengan kejang demam dapat
menjadi diagnosa keperawatan sebelum kejang, saat kejang dan setelah kejang
adalah :

1. hipertermia berhubungan dengan meningkatnya metabolisme, kondisi sakit,


dehidrasi.
2. defisit volume cairan berhubungan dengan kondisi demam.

14
3. perubahan sensori persepsi berhubungan dengan meningkatnya temperatur
tubuh.
4. kurang pengetahuan tentang penyebab demam, cara perawatan anak
dengan demam, pencegahan dan deteksi demam.
5. tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
mukus, obstruksi lidah dan benda asing.
6. resiko tinggi injury dan bahaya fisik berhubungan dengan aktivitas motorik
dan hilangnya kesadaran selama kejang.
7. perubahan proses pikir berhubungan dengan aktivitas kejang dan hilangnya
kesadaran.
8. kurangnya pengetahuan tentang pengobatan, perawatan dan pencegahan
kejang.

Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan terkait dengan diagnosa keperawatan pada anak dengan kejang
demam adalah :

1. hipertermia berhubungan dengan meningkatnya metabolisme, kondisi sakit,


dehidrasi.
Tujuan : hipertermi teratasi
kriteria hasil :
 suhu tubuh dipertahankan dalam kondisi normal.
 klien mengungkapkan perasaan nyaman.
 klien dapat beraktivitas/ bermain, istirahat dengan tenang, dapat tidur.

Keracunan Botulisme
kaji adanya masa laten, gangguan penglihatan, klien nampak lemah, dan gangguan
refleks pupil.
keracunan ikan laut
kaji adanya masa laten 1 per 2 sampai 4 jam, rasa panas di sekitar mulut, rasa Baal
pada ekstremitas, klien lemah, muntah, nyeri perut dan diare.
7. Diagnosa keperawatan pada klien keracunan
1) gangguan pola nafas berhubungan dengan spasme laring dan bronkho
konstriksi.
2) gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan keracunan jengkol.
3) resiko tinggi gangguan Keseimbangan cairan berhubungan dengan output
yang berlebihan
8. intervensi keperawatan pada klien keracunan
1) gangguan pola nafas berhubungan dengan spasme laring dan bronkokonstriksi
a. observasi pernafasan ; frekuensi, kedalaman, bunyi nafas dan penggunaan
otot bantu pernafasan Serta adanya Apnoe.
b. posisi semi fowler, untuk meningkatkan ekspansi paru.

15
c. kolaborasi dengan medis dalam pemberian oksigen
d. kolaborasi dalam pemberian terapi antidotum.
2) gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan keracunan jengkol
a. observasi tanda-tanda vital, trauma nadi dan tekanan darah
b. anjurkan banyak minum air putih 2 sampai 2,5 liter.
c. atur posisi tidur klien sesuai dengan kondisi clean untuk mencapai rasa
nyaman.
d. pasang kateter pada klien keracunan jengkol.
e. lakukan kompres hangat pada daerah pinggang dan perut.
f. kolaborasi dalam pemberian analgetik dan vitamin K.
3) resiko tinggi gangguan Keseimbangan cairan berhubungan dengan output
yang berlebihan.
a. observasi intage dan output cairan serta tanda-tanda kekurangan cairan
b. kaji adanya keluhan mual dan muntah
c. berikan minuman teh, minuman karbohidrat atau air biasa untuk mual
ringan.
d. berikan obat antiemetik secara parenteral jika klien tidak mentoleransi
cairan atau pengobatan peroral.
e. berikan cairan per orang 2 sampai 2,5 liter per hari, 12-24 jam Setelah
mual dan muntah hilang.
f. kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral

16

You might also like