You are on page 1of 20

1.

Pendahuluan

Asma bronkial (asma) merupakan penyakit respiratorik kronik yang


tersering dijumpai pada anak. Asma dapat muncul pada usia berapa saja, mulai dari
balita, prasekolah, sekolah, atau remaja. Prevalens di dunia berkisar antara 4-30%,
sedangkan di Indonesia sekitar 10% pada anak usia sekolah dasar dan 6,7% pada
anak usia sekolah menengah.Tata laksana asma yang tidak adekuat akan
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak dan menurunnya kualitas hidup
anak, serta dapat mengakibatkan kematian.1
Penyakit asma mengenai semua umur meski kekerapannya lebih banyak
pada anak-anak dibanding dewasa. Asma lebih banyak diderita anak laki-laki. Pada
usia dewasa lebih banyak pada perempuan. Resiko dan tanda alergi atau asma dapat
diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandunganpun mungkin sudah
dapat terdeteksi. Alergi dan asma dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat
mengoptimalkan tumbuh dan kembang anak secara optimal. Perbedaan prevalensi
asma pada anak di kota biasanya lebih tinggi dibanding di desa. Terlebih pada
golongan sosioekonomi rendah dibanding sosioekonomi tinggi. Pola hidup di kota
besar meningkatkan risiko terjadinya asma baik prevalensi, morbiditas (perawatan
dan kunjungan ke instalasi gawat darurat), maupun mortalitasnya. 1

Lingkungan dalam rumah golongan sosioekonomi rendah mendukung


pencetusan asma. Asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab.
Yang paling sering karena faktor atopi atau alergi. Penyakit ini sangat berkaitan
dengan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua, kakek atau nenek
anak menderita asma bisa diturunkan ke anak. Faktor-faktor penyebab dan pemicu
asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap
obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti
susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berperananan penyebab
asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozon, sulfur dioksida (SO2),
nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10)
dihasilkan oleh industri dan kendaraan bermotor juga turut berpengaruh pada anak-
anak yang menderita asma. Makanan produk industri dengan pewarna buatan

1
(misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-
MSG) juga bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma
adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi atau stres. Aktivitas sekolah maupun
sehari-hari serta tidur anak akan terganggu. Dengan pengobatan yang dini dan tepat,
prognosis asma menjadi lebih baik.1

2. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari
rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak
langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari
pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah bagian yang terpenting
untuk mengetahui identitas pasien yang lengkap, riwayat medis, riwayat social
lingkungan dan riwayat pemakaian obat.1
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis.
Seorang anak dicurigai menderita asma apabila didapatkan gejala batuk
persisten dan/atau mengi berulang yang mempunyai karakteristik episodik, terjadi
pada malam hari (nokturnal), musiman, berkaitan dengan aktivitas atau pencetus,
reversibel, dan disertai riwayat atopi pada pasien maupun keluarganya. Splain
keluhan batuk, kadang-kadang dijumpai sesak nafas terutama gangguan ekspirasi.1

Derajat penyakit asma kronik ditentukan dari frekuensi timbulnya serangan.


Asma kronik terbagi menjadi 3 derajat, yaitu asma episodik jarang, dengan
frekuensi serangan < l x/bulan, asma epsidik sering dengan frekuensi serangan > 1
x/ bulan, dan asma persisten dengan frekuensi serangan yang sering, bahkan pasien
hampir selalu mempunyai gejala.1

 Identitas ( nama,umur,alamat,pekerjaan)
 Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas.
 Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
 Riwayat penyakit terdahulu
Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.

2
 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
 Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
 Riwayat kesehatan lingkungan
Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya
tungau, serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan
iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang
dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan
dengan percepatan terjadinya serangan asma

 Riwayat tumbuh kembang


 Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG,
POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
 Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur
1-6 tahun 900-1300 kalori/hari.
 Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
Gizi buruk kurang dari 60%
Gizi kurang 60 % – <80 %
Gizi baik 80 % – 110 %
Obesitas lebih dari 120 %
 Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas,Adanya penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukanaktivitas sehari-hari, Tidur
dalam posisi duduk tinggi
 Pernapasan
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan, Napas
memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur, Menggunakan alat
bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung,Adanya bunyi
napas mengi,Adanya batuk berulang
 Sirkulasi

3
- Adanya peningkatan tekanan darah- Adanya peningkatan frekuensi jantung,
Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
 Asupan nutrisi
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan dan Penurunan berat
badan karena anoreksia.2

3. Pemeriksaan Fisik

Berbagai tanda atau manifestasi alergi (allergic shiners) seperti geographic


tongueatau dermatitis atopik dapat ditemukan. Tanda lain yang dapat dijumpai
adalah bercak hitam di kulit seperti bekas gigitan nyamuk. Dasar penyakit ini adalah
hiperreaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik saluran respiratorik.
Akibatnya timbul hipersekresi lendir, edem dinding bronkus, dan konstriksi otot
polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi di atas mengakibatkan timbulnya gejala
batuk; pada auskultasi dapat terdengar ronki basah kasar dan mengi. Pada saat
serangan dapat dijumpai anak yang sesak/dispnea/ mengalami respiratory
effortdengan komponen expirntoryyang lebih menonjol. Bila keadaan tenang itu
normal dan bila ada serangan maka akan muncul mengi (wheezing) dan bila ada
serangan berat akan muncul gejala sianosis,gelisah,keringat,takikardi.2

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah uji fungsi paru yang


menunjukkan variabilitas 20% dan reversibilitas 20%pada asma. Selain
pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu
penegakkan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eosinofil total umum
dijumpai pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan
uji provokasi dengan hsitamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka
diagnosis asma secara definitif dapat ditegakkan.

Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma
dapat ditegakkan bila didapatkan :

4
1. Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau
FEV1 (forced expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa
pada detik pertama) ≥ 15%
2. Kenaikan ≥ 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi
bronkodilator
3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
4. Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari
nilai normal akan menunjang diagnosis
5. Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau
adanya komplikasi pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu
dipertimbangkan pada anak > 5 tahun dengan asma persisten atau
sulit diatasi.2

5.1. Working Diagnosis


Asma bronkiale
Asma merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak. Asma adalah
penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat penyempitan saluran napas yang
sifatnya reversible yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasn di antara dua
interval asimtomatik. Namun , ada kalanya sifat reversible(penyempitan dapat
hilang dengan sendirinya) berubah menjadi kurang reversible ( penyempitan baru
hilang setelah mendapat pengobatan). Penyumbatan saluran napas yang
menimbulkan manifestasi klinis asma adalah akibat terjadinya bronkonstriksi,
pembengkakan mukosa bronkus dan hipersekresi lendir karena hiperaktivitas
saluran pernapasan terhadap bebrapa stimulus. Hal yang sama dapat ditemui pada
penderita asma adalah pernapasannya yang hiperresponsif terhadap stimulus.
Untuk setiap pendertia stimulusnya tidak selalu sama. Dalam keadaan serangan
asma, sangat mudah untuk mengakkan diagnosisnya, tetapi ketika berada dalam
episode bebas gejalaa, tidak mudah untuk menentukan seseorang menderita asma.3
Klasifikasi derajat penyakit asma :
Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak membagi asma berdasarkan
keadaan klinis dan keperluan obat menjadi 3 golongan, yaitu asma episodik jarang,
persisten sering, dan persisten berat.3

5
Parameter
klinis Asma episodic Asma episodic Asma
kebutuhan obat jarang (asma sering (Asma Persisten
No. dan faal paru ringan) sedang) (Asma berat)

1.
<1x/ bulan
Frek. Serangan >1x/ bulan
Sering
2.
< 1 minggu
Lama serangan > 1 minggu
Hampir
sepanjang
tahun, tidak
ada remisi.
3.
Biasanya ringan
Intensitas Biasanya sedang
serangan Biasanya berat
4.
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Diantara Gejala siang
serangan dan malam

5.
Tidakterganggu
Sering terganggu Sangat
terganggu
6. Tidur dan
aktivitas Normal Tidak pernah
Mungkin
terganggu normal.

Pemeriksaan
7. fisik diluar Perlu,steroid
Tidak perlu
serangan
Perlu,non steroid

8. Obat pengendali
(anti inflamasi) PEV/FEV PEF/FEV 1 <
1>80% 60%
PEF/FEV 1 60- variabilitas 20-
80% 30%
Uji faal paru
(diluar serangan)

6
9. Variabilitas > Variabilitas >
15% 50%

Variabilitas faal Variabilitas >


paru (bila ada 30%
serangan)

Tabel 1. Klasifikasi Asma.3

5.2 Differential Diagnosis


Bronkitis
Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-
paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi, pada penderita yang memiliki penyakit menahun ( misalnya
penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut. Bronchitis bisa
bersifat serius.3
Secara umum, bronchitis dibagi menjadi dua jenis yaitu bronchitis akut dan
ronkitis kronik. Bronchitis akut timbul karena flu atau infeksi lain pada saluran
napas dan dapat membaik dalam bebrapa hari atau beberapa pekan. Sedangkan
bronchitis kronik yang merupakan iritasi atau radang menetap pada saluran napas
harus ditangani dengan lebih serius. Seringkali, bronchitis kronis disebabkan karena
rokok.3
Gejala umum bronchitis adalah batuk berdahak,sesak napas ketika
melakukan olahraga atau aktivitas ringan, sering menderita infeksi pernapasan,
napas berat, mudah lelah, pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri
dan kanan, wajah telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan, pipi
tampak kemerhan, sakit kepala dan gangguan penglihatan.3
Pada bronchitis akut yaitu ada gejala terasa sakit pada sendi, lemas seperti
saat flu, demam ringan atau dmam tinggi, dada terasa tidak nyeri, napas berbunyi,
seing diiringi batuk keras dan kering hampir terus menerus, terdapat lendir
kental/ludah dalam tenggorokan. Pada bronchitis akut harus lebih banyak istirahat
dan menghindari kelelahan serta mengonsumsi makanan yang bergizi, hindarkan
debu, dan zat-zat kimia yang merangsang, hentikan mengisap rokok dan gunakan
antibiotic untuk memberantas infeksi bakteri.3

7
Pada bronchitis kronis tidak selalu memperlihatkan gejala dan baru terasa
setelah usia setengah baya yaitu ditandai dengan tersumbatnya saluran pernapasan
secara kronis,terjadi secara lambat dan menjadi parah,napas pendek dan berbunyi,
penurunan stamina, sering batuk-batuk, apabila keadaan napas pendek dan berbunyi
semakin parah sejalan dengan bertambahnya usia maka akan menyebabkan
kesukaran berbapas, kurangnya oksigen dalam darah dan kelainan funsi paru. Jika
semakin parah dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan jantung,
kelumpuhan, kegagalan pernapasan yang parah serta kematian.3
Oleh karena itu untuk mengurangi berlanjutnya penyakit agar tidak menjadi
parah dan sebelum keruskaan paru-paru semakin meluas, perlu menhentikan rokok
dan hal-hal yang mengganggu pernapasan, menghindari cuaca yang terkena polusi,
mejaga agar ruangan tetap hangat dan tidak pengab/lembap. Mengonsumsi
makanan yang bergizi dengan diet yang seimbang, istirahat yang cukup, gunakan
antibiotic untuk mengobati infeksi bakteri.3

Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah suatu kondisi terjadi terutama pada umur kurang dari 6
bulan dan didahului dengan gejala pilek yang diikuti oleh batuk iritatif serak, sukar
bernafas, dan tidak mau makan.Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obstruksi
bronkiolus yang sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling
sering pada usia 6 bulan. Bronkiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat
inflamasi akut pada saluran nafas kecil (bronkiolus), terjadai pada anak berusia
kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan.4
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari biasanya tanpa disertai kenaikan
suhu atau hanya subfebris. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama makin
hebat. Pernafasan dangkal atau cepat disertai dengan serangan batuk. Terlihat juga
pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak
menjadi gelisah dan cyanosis. Pada pemeriksaan terdapat suara perlusi hipersonor,
ekspirasi memanjang disertai dengan mengi (wheezing). Ronchi nyaring halus
kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirium atau pada permulaan ekspirium.
Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak terdengar karena

8
kemungkinan obstruksi hampir total. Selain itu bronkiolus dapat menyebabkan
cyanosis dan tidak dapat makan.4

6.Etiologi
Walaupun prevalensi kejadian asma pada populasi tidak kecil yaitu 3-5 %.
Etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan pasti. Tampaknya teerdapat
hubungan antara asma dengan alergi. Pada sebagian besar penderita asma,
ditemukan riwayat alergi selain itu serangan asmanya juga sering dipicu oleh
pemajanan terhadap allergen. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi jika
ditelusuri ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Hal
ini menimbulkamn pendapat bahwa terdapat factor genetic yang menyebabkan
seseorang menderita asma. Factor genetic yang diturunkan adalah kecendrungan
memproduksi antibody jenis IgE yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai
predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat atopic,
sedangkan keadaaanya disebut atopi. Namun ada penderita asma yang tidak atopic
dan juga swrangan asmanya tidak dipicu oleh pemajanan terhadap allergen. Pada
penderita ini jenis asmanya disebut Idiosinkratik;biasanya serangan asmanya
didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas.5

7. Epidemiologi
Angka kejadian asma pada masa anak-anak berkisar antara 1,4-11,4% dan
di Amerika Serikat antara 8-13% dengan peningkatan sebesar 50% antara tahun
1964-1980 atau peningkatan prevalensi asma pada anak umur antara 6-11 tahun
dari 4,5% antara tahun 1971-1974 menjadi 6,8% antara tahun 1976-1980, suatu
peningkatan sebesar hampir 60%. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu
faktor modernisasi dan urbanisasi, misalnya menurunnya pemberian ASI ekslusif,
pemberian makanan padat yang lebih awal, pemukiman yang makin padat, dan
paparan alergen yang baru. Selain itu angka perawatan di rumah sakit meningkat,
di AS sekitar 200% pada tahun 1983 dibandingkan tahun 1965, atau kenaikan
sekitar 4,5% per tahun, tertinggi pada usia 0-4 tahun.5

8. Patofisiologi

9
Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus,
udema mukosa dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil,
makrofag) dan deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator
inflamasi seperti histamin, lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang mengakibatkan
adanya konstriksi bronkus, edema mukosa dan penumpukan mukus yang kental
dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh
paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas
menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas yang tidak merata di seluruh
jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi
(ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan
compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan tekanan
intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang
menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran
nafas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan
tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah
jantung yang bermanisfestasi sebagai pulsus paradoksus.5
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan
peningkatan kerja nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal
serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar
PaCO2 yang akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada
obstruksi jalan nafas yang berat, akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi
alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu
jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam
rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal
nafas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan
produksi laktat oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan
vasokontriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia
dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang
atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.6
Sesuai dengan definisi asma, maka hiperreaktivitas bronkus merupakan
dasar terjadinya asma bronkial. Hiperreaktivitas bronkus adalah peningkatan
respons bronkus dan penurunan ambang rangsang konstriksi bronkus terhadap

10
pelbagai rangsangan, misalnya latihan fisis, udara dingin, alergen, dan zat-zat
kimia, dan menimbulkan reaksi inflamasi.6
Derajat hiperreaktivitas bronkus bisa menetap atau makin berat bila terpajan
pada faktor pencetus dalam jangka waktu lama. Besar kecilnya intensitas faktor
pencetus untuk menimbulkan serangan asma sangat tergantung pada
hiperreaktivitas bronkus. Makin berat derajat hiperreaktivitasnya, makin kecil
intensitas faktor pencetus yang diperlukan untuk timbulnya serangan asma.6

Proses inflamasi saluran napas pasien asma tidak saja ditemukan pada
pasien asma berat, tetapi juga pada pasien asma ringan, dan reaksi inflamasi ini
dapat terjadi lewat jalur imunologik maupun nonimunologik. Akibat interaksi
antigen dengan IgE spesifik yang sudah terikat pada sel mast pada mukosa saluran
napas, dan/atau basofil di dalam peredaran darah, akan terjadi influks Ca++ ke
dalam sel mast dan basofil, dengan akibat cAMP menurun di dalam sel
mast/basofil, dan terjadi degranulasi dan pelepasan histamin dan mediator lain (lihat
bab tentang reaksi hipersensitivitas).6
Pada pajanan alergen dapat terjadi 3 kemungkinan, yaitu: respons asma
cepat, respons asma cepat dan diikuti respons asma lambat, atau respons asma
lambat saja.Pada EAR terjadi penyempitan bronkus dengan segera, kurang lebih
10-20 menit setelah pajanan alergen, dan berlangsung selama 1-2 jam. Mediator
yang dilepaskan oleh sel mast/basofil adalah histamin, ECF, NCF, dan lain-lain.
Akibat pelepasan mediator ini akan terjadi spasme otot polos bronkus, inflamasi,
edema, dan hipersekresi. Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah eosinofil dan
neutrofil sebagai akibat pelepasan ECF dan NCF oleh sel mast dan hiperreaktivitas
bronkus. Pada LAR proses penyempitan bronkus lebih lambat, lebih kurang 4-8 jam
sesudah pajanan alergen, dan dapat berlangsung sampai 12-48 jam. Respons lambat
ini disebabkan oleh reaksi inflamasi saluran napas sebagai akibat aktivasi eosinofil,
dan pelepasan mediator oleh sel mast/basofil seperti leukotrien, PAF,
prostaglandin, bradikinin, serotonin, dan lain-lain. Hiperreaktivitas bronkus akibat
LAR dapat berlangsung beberapa hari, minggu, bahkan beberapa bulan. Bila EAR
diikuti dengan LAR disebut sebagai dual response.6

11
Polutan seperti ozon dan asap rokok secara langsung menyebabkan
kerusakan epitel saluran napas tanpa melalui reaksi imunologik, dengan akibat
terpaparnya dan rangsangan pada ujung nervus vagus, demikian pula infeksi virus
dapat menimbulkan hiperreaktivitas bronkus lewat jalur nonimunologik dan
imunologik.6

9. Gejala Klinik
Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Keluhan alergi sering
sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah datang dan pergi tidak
menentu.Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala,
pekan depannya sesak selanjutrnya sulit makan hingga berminggu-minggu yang
terjadi pada anak-anak. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar
target organ (organ sasaran) dimana reaksi alergi yang dapat menggganggu
beberapa sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma. Organ
tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan atau serangan lebih banyak
dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat ini masih belum banyak
terungkap.7

Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh, bisa terpengaruh bisa
melemah. Penderita asma juga sering disertai gangguan alergi pada organ tubuh
yang lain seperti sering disertai hay fever, rinitis, sinusitis, dermatitis,
conjungtivitis, migrain dan gangguan hormonal. Pada gangguan saluran kencing
didapatkan gejala sering kencing, sistitis atau bedwetting.Gangguan saluran cerna
yang sering didapatkan adalah gastroesofageal refluk, Irritabel Bowel Syndrome,
nyeri perut berulang, konstipasi dan gangguan saluran cerna lainnya.Pada sistem
otot dan tulang didapatkan keluhan myalgia atau artralgia pada kaki, tangan, atau
pada leher dan nyeri dada ("pseudo heart attack").Pada gangguan sistem vaskular
didapatkan gejala palpitasi, mudah pingsan, kolap dan hipotensi.7

10. Penatalaksanaan
Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya
tentang penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta
medikamentosa.7

12
Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
pereda (reliever) dan pengendali (controller).8
1. Golongan Pengontrol ( Controller )
 Kortikosteroid Sistemik
 Kortikosteroid Inhalasi
 Sodium Kromoglikat
 Metilsantin (aminofilin)
 Agonis beta2 kerja lama
 Antihistamin generasi 2 (antagonis H1)
2. Golongan Pereda ( Reliever )
 Agonis beta2 kerja singkat
 Kortikosteroid Sistemik
 Anti Kolinergik
 Metilsantin ( aminofilin)
 Adrenalin
Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu pada saat
serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).Di luar serangan,
pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma episodik jarang,
tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan asma
persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat
serangan, kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya.
Pada serangan asma akut yang berat :8
 Berikan oksigen
 Nebulasi dengan -agonis ± antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali
pemberian.
 Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada
 Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam
 Berikan aminofilin intra vena
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala
batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala
tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka

13
panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus, dan serangan asma merupakan
kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang gawat darurat.
Tujuan tatalaksana serangan
 Meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin
 Mengurangi hipoksemia
 Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
 Rencanakan tatalaksana untuk mencegah kekambuhan.8
Tatalaksana serangan asma di klinik atau IGD
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai serajat
serangannya menurut klasifikasi di atas dengan fasilitas yang tersedia. Tatalaksana
awal terhadap pasien adalah pemberian b-agonis secara nebulisasi, dapat
ditambahkan NaCl 0,9% dan/atau mukolitik. Nebulisasi serupa dapat diulang 2 kali
dengan selang 20 menit dan pada pemberian kedua dapat ditambahkan prednison
oral 1 mg/kg/kali dan O2. Pemberian O2 dan prednison ini juga dapat diberikan
segera bila penderita datang dalam serangan berat. Pemberian prednison sistemik
awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di rumah sakit.8

Tabel 2. Obat asma jangka panjang yang ada di Indonesia.8

Fungsi Nama generic Nama dagang Sediaan Keterangan

Golongan -agonis (kerja pendek)

Bricsma,
Brasmatic,
terbutalin Sirup, tablet, 0,05
Bintasma,
MDI, mg/kgBB/x
Fartolin,
turbuhaler tablet 2,5 mg.
Lasmalin, Dll.

Ventolin,
salbutamol
Respolin, Sirup, tablet, Tablet 2 mg
Obat Salbuven, MDI, rotahaler
pereda Suprasma, diskhaler
orsiprenalin
(reliever)

14
heksoprenalin Salbron, Libretin, Sirup, tablet,
Dll. MDI, tablet
fenoterol
Alupent MDI
trimetoruinol
Ipradol Ped. Drop,
tabler
Berotec
Golongan santin
Inolin
Teofilin

Sirup, tablet
Bronsolvan,
Kalbron, Amilex,
Bronchophylin

11.Faktor Risiko
Faktor resiko yang dapat mengakibatkan asma dan beberapa faktor yang
terkait dengan maternal asma dapat diamati dan terjadi saat periode perinatal. Bayi
dengan berat lahir sangat rendah merupakan faktor resiko terjadinya asma dan
kejadian wheezing pada usia anak. Kesimpulan lain didapatkan riwayat keluarga
asma juga sering dikaitkan dengan kelahiran premature, bayi lahir sangat rendah
dan kejadian bronchopulmonary displasia dan penyakit paru kronik pada bayi
prematur.8

Transient tachypnea of the newborn atau transient respiratory distress of the


newborn tampaknya juga sering dikaitkan dengan kejadian asma.Kasus sesak bayi
baru lahir ini tampaknya akhir-akhir ini juga semakin meningkat pesat.Dahulu teori
yang dikaitkan dengan kelainan ini adalah akibat tidak terjadinya squeezing atau
pemerasan paru saat kelahiran sectio caesaria.Tetapi banyak penelitian terakhir
mengungkapkan hal ini terjadi karena produksi cairan paru janin yang ternyata lebih
banyak.Faktor resiko kelainan ini adalah maternal asma dan paparan rokok saat
kehamilan. Penelitian lain menyebutkan penderita transient tachypnea of the

15
newborn beresiko lebih mudah terjadi asma saat usia prasekolah. Fenomena
tersebut juga yang menimbulkan suatu penemuan ilmiah bahwa dengan pemberian
injeksi betametason pada ibu hamil menjelang persalinan ternyata dapat
mengurangi resiko terjadi transient tachpnea of the newborn secara drastis.9

Didapatkan penelitian yang mengejutkan yang dilakukan Croen.Maternal


asma atau asma saat kehamilan ternyata bisa meningkatkan resiko terjadinya autis
pada anak yang dilahirkan.Penelitian ini dilakukan terhadap 88.000 anak pada
tahun 1995 – 1999 di North California.9

Gangguan tumbuh kembang yang sering dikaitkan pada anak-anak yang


menderita asma antara lain adalah seperti :9

1. Gangguan tidur
Anak merasa gelisah/bolak-balik ujung ke ujung, bila tidur berbicara,
tertawa, berteriak dalam tidur, sulit tidur, malam sering terbangun, duduk,
gelisah saat memulai tidur, brushing (gigi gemeretak, beradu gigi), tidur
ngorok dan mimpi buruk.

2. Gangguan konsentrasi
Cepat bosan terhadap sesuatu aktifitas (kecuali menonton televisi, baca
komik atau main game), tidak bisa belajar lama, terburu-buru, tidak mau
antri, tidak teliti, sering kehilangan barang atau sering lupa, nilai pelajaran
naik turun drastis. Nilai pelajaran tertentu baik, tapi pelajaran lain buruk.
Sulit menyelesaikan pelajaran sekolah dengan baik.Sering mengobrol dan
mengganggu teman saat pelajaran. Biasanya anak tampak cerdas dan pintar.

3. Emosi tinggi
Mudah marah, sering berteriak ,mengamuk, keras kepala, suka membantah
dan sulit diatur,cengeng atau mudah menangis.

4. Gangguan perkembangan motorik kaki dan mulut


Tidak bisa bolak-balik, duduk, merangkak sesuai usia. Berjalan sering
terjatuh dan terburu-buru, sering menabrak, jalan jinjit, duduk seperti huruf

16
W (kaki ke belakang) Terlambat mengayuh sepeda, keterlambatan dan
gangguan proses mengunyah makanan.

5. Impulsif
Anak banyak bicara atau tertawa berlebihan, sering memotong pembicaraan
orang lain.

6. Gangguan neurologi dan gangguan perilaku


Tak terkecuali ternyata otak ataupun susunan saraf pusat ternyata dapat
terganggu oleh asma pada anak-anak. Reaksi asma dengan berbagai
manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu
neuroanatomi dan neurofungsional menimbulkan beberapa manifestasi
klinis seperti sakit kepala, migrain dan vertigo.Selanjutnya akan
mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak.9

12. Komplikasi
 Pneumothorax
 Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
 Atelektasis
 Gagal napas
 Bronkhitis
 Fraktur Iga.9
13. Prognosis

Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar
asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur.10

14. Pencegahan
Langkah preventif dikenal dengan pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Pencegahan primer (pranatal) dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai
riwayat atopi pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya atau pada suami.
Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada janin intrauterin
dan dilakukan saat janin dalam kandungan dan menyusu. Untuk melakukan

17
pencegahan primer ibu hamil dan ibu menyusui harus menghindari faktor pemicu
(inducer) seperti asap rokok atau makanan yang alergenik.10

Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi pada


bayi/anak vang sudah tersensitisasi. Target pencegahan sekunder adalah bayi/anak
yang mempunyai orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama
18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada orang tua.10

Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak


yang sudah menderita asma. Pencegahan dapat berupa penghindaran terhadap
pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).10

Aspek penghindaran ini sangat penting dalam keberhasilan tata laksana


asma secara menyeluruh. Tanpa penghindaran yang memadai, tata laksana asma
tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. 10

Kesimpulan
Asma adalah suatu keadaan di manasaluran nafasmengalami penyempitan
karena Hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.Manifestasi klinik pada pasien
asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian penderita disertai
dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah. Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi
yang disebabkan olehalergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-
obatan. Klien denganasma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan
alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara
spesifik dengan alergen. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma
adalah pneumotoraks,atelektasis, gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.

18
DAFTAR PUSTAKA

1.Rampengan, H.T.dkk.Penyakit infeksi tropik pada


anak.Jakarta.EGC.2002.h.211-34.

2. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Edisi 4.Jilid 1.Jakarta.Internl


Publishing.2009.h.721-4.

3. Welsby PD. Pemeriksaan fisis dan anamnesis klinis. Jakarta. EGC.2010.h.77-


83.

4. Darmanto D. Respirologi. Jakarta. EGC.2009.h.112-6.

5. Robbins C. Dasar patalogi penyakit. Jakarta. EGC. 2009.h.234-43.

6.Joyce K. Pendidikan proses keperawatan farmakologi. Jakarta.


EGC.2008.h.232-5.

7. Made B. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta. EGC.h.256-70.

19
8. Jan T. Buku ilmu kesehatan anak. Jakarta. EGC.2010.h.453-57.

9. Hayes PC. Buku saku diagnosis dan Terapi. Jakarta. EGC.2007.h.163-5.

10. Laurenius A. Ilmu penyakit dalam. Jakarta. EGC.2006.h.478-81.

20

You might also like