You are on page 1of 25

BERKAS PORTOFOLIO

KASUS KEMATIAN

BAB I
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS

Nama : An. MI

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL : Bekasi, 06 Januari 2016

Usia : 1 tahun 10 bulan

Nama Orangtua : Ny. QN

Alamat : Kp. Cibeber RT 01/05 Ds. Simpangan Kec. Cikarang Utara

Agama : Islam

Tanggal masuk RS : 23 November 2017, 13.55 WIB

NO. RM : 562183

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang sejak 5 jam SMRS
Keluhan Tambahan : demam (+), batuk pilek (+)
Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang dengan kejang sejak 5 jam SMRS.
Kejang dirasakan selama ± 1 menit. Saat kejang
mata os mendelik keatas. Setelah kejang os
langsung sadaar dan kemudian menangis beberapa
menit setelahnya. Os mengalami demam ± 2 hari
sebelum timbul kejang, demam dirasakan mendadak
o
tiggi dan mencapai 39,0 C. Batuk dan pilek (+).
Mual dan muntah (+), 2 kali/hari. BAB dan BAK
tidak ada keluhan.

1
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Riwayat Penyakit Dahulu : Os sebelumnya pernah mengalami hal yang sama.


Riwayat kejang satu kali pada umur 9 bulan. Kejang
didahului dengan adanya demam. Kejang dirasakan
±1 menit dan setelah kejang Os langsung sadar.
Riwayat Penyakit Keluarga : Dikeluarga ada yang mengalami hal yang sama.
Kakak dan sepupu Os juga pernah mengalami
kejang yang disertai dengan demam. Riwayat asma
dan TB paru disangkal. Riwayat alergi obat atau
makanan disangkal.
Riwayat Pengobatan : Os sudah berobat ke klinik 24 jam untuk
mengobati keluhan demam tersebut, namun saat di
klinik Os tiba-tiba kejang dan diberikan obat kejang
melalui anus oleh dokter dan kemudian kejang
berhenti setelah 1 menit.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Os lahir cukup bulan (39 bulan), lahir spontan
pervaginam dan menangis spontan. BB lahir 3100
gram, PB 48 cm. Tidak ada penyulit dalam
kehamilan dan persalinan.
Riwayat Imunisasi : Os rutin melakukan imunisasi di puskesmas.
Imunisasi BCG sudah dilakukan saat usia 2 bulan,
hepatitis B sudah dilakukan 3x pada saat lahir, 1
bulan dan 6 bulan. Polio dan DPT sudah di lakukan
sebanyak 3x pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Campak pada usia 10 bulan.
Riwayat Perkembangan : Usia 2-3 bulan os sudah dapat bereaksi terhadap
suara dan membolak balikkan badannya, usia 4-5
bulan os sudah dapat meraih mainan, usia 6-8 bulan
os sudah dapat merangkak, sudah belajar duduk,
usia 12 bulan sudah dapat mengatakan mama papa.
Riwayat Makanan : Os mengkonsumsi ASI selama 4-5 bulan. Setelah
itu os diberikan susu formula oleh karena ibu os

2
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

tidak banyak ASI. Setelah usia 5 bulan os mulai


diberikan bubur Promina dan buah-buahan seperti
pisang.
Riwayat Alergi : riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
Riwayat alergi susu sapi disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umun : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital :
 Suhu : 38,5o C
 Nadi : 110 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
 Nafas : 32 x/menit

Antropometri :

 BB : 10 kg
 TB : 78 cm

Status gizi

 BB/U : 10 – 11,5 = -1,5 SD


Gizi kurang (-3 SD sampai dengan <-2 SD)
 TB/U : 78 – 86 = -8 SD
Sangat pendek (<-3 SD)
 BB/TB : 10 – 10,5 = -0,5 SD
Normal (-2 SD sampai dengan 2 SD)

STATUS GENERALIS
Kepala :
 Bentuk : normocephal
 Lingkar kepala : 44 cm
 Ubun-ubun : normal, tidak cekung

3
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Rambut : rambut hitam, distribusi merata


Alis : warna hitam, tidak ada madarosis
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil
isokor
Hidung : epistaksis (-), sektet (-)
Telinga : membrane timpani intak (+), serumen (-)
Mulut : bibir kering (-), anemis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1
hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks

Paru

Inspeksi : dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)

Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+)/(+), ronki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : tidak tampak ictus cordis

Palpasi : teraba ictus cordis ICS-V linea midklavikularis sinistra

Perkusi : Redup. Batas jantung kanan linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri linea midklavikula sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : perut cembung (+), luka bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus normal

4
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen

Ascites :-

Palpasi : abdomen supel, hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas Atas

Akral : hangat

RCT <2 detik : (+)

Edema : (-)

Ekstremitas Bawah

Akral : hangat

RCT <2 detik : (+)

Edema : (-)

Anogenital : Dalam batas normal.

Pemeriksaan Neurologis

Refleks Fisiologis : normal


Refleks Patologis : Babinsky (-), Rangsang meningeal (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan tanggal 23 November 2017

Jenis Hasil Satuan Nilai rujukan


Pemeriksaan

Hemoglobin 10,2 g/ dl P : 14-16

W : 12-16

5
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Leukosit 5.700 / µL 3.500-10.000

Eritrosit 4,0 Juta/ µL 3,8-5,8

Hematokrit 29,2 % 35-50

Jumlah 43 Ribu/ µL 150-400


trombosit

GDS 133 mg/dl < 170

Natrium (Na) 122 mEq/L 136 – 145


darah

Kalium (K) 3,3 mEq/L 3,3 – 5,1


darah

Klorida (Cl) 96 mEq/L 98 – 106


darah

E. RESUME
Os datang dengan kejang sejak 5 jam SMRS. Kejang dirasakan selama ± 1 menit. Saat
kejang mata os mendelik keatas. Setelah kejang os langsung sadaar dan kemudian
menangis beberapa menit setelahnya. Os mengalami demam ± 2 hari sebelum timbul
o
kejang, demam dirasakan mendadak tiggi dan mencapai 39,0 C. Batuk dan pilek (+).
Mual dan muntah (+), 2 kali/hari. Sebelumnya OS dibawa ke klinik dan diberikan obat
kejang. Riwayat kejang yang sama satu kali pada umur 9 bulan. Dikeluarga ada yang
mengalami hal yang sama. Os rutin melakukan imunisasi di puskesmas.
TTV
 S : 38,5o C
 N : 110 x/m
 RR : 32 x/m

Status gizi

 BB/U : 10 – 11,5 = -1,5 SD (Gizi kurang)


 TB/U : 78 – 86 = -8 SD (Sangat pendek)

6
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

 BB/TB : 10 – 10,5 = -0,5 SD (Normal)

F. DIAGNOSIS
Kejang demam sederhana

G. TERAPI
- IVFD KAEN 3A 10 tpm makro
- Inj. Ceftriaxone 1x500 mg
- PCT drip 3x100 mg
- Protap kejang bila kejang

H. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

I. FOLLOW UP

Tanggal S O A P
23-12- 2017 Kejang selama TTV Kejang Diazepam
Jam 14.15 ± 1 menit. Saat demam supp10 mg
S: 39,1o C
kejang mata os kompleks
mendelik N: 112 x/m
keatas. Setelah
RR: 32 x/m
kejang
langsung
sadaar dan
kemudian
menangis.

23-12- 2017 Kejang (-), TTV Kejang Paracetamol


Jam 16.00 demam (+) demam drip 125 mg
S: 39,5o C
kompleks
N: 102x/m
RR: 30 x/m

7
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

23-12-2017 Kejang (+), TTV Susp. Fenitoin drip


Jam 17.40 selama ± 5 encefalitis 100 mg
S: 38,9o C
menit. Saat selama 30
kejang mata os N: 109x/m menit
mendelik
RR: 32 x/m
keatas. Setelah
kejang OS
seperti ingin
tertidur terus.
Menangis (-).

23-12-2017 Kejang (+), TTV Encefalitis Fenobarbital


Jam 19.25 selama ± 2 200 mg IV
S: 39,0o C
menit. Saat
kejang mata os N: 110x/m
mendelik
RR: 31 x/m
keatas. Setelah
kejang OS
seperti ingin
tertidur terus.
Menangis (-).

23-12-2017 Kejang (+), TTV Encefalitis Fenobarbital


Jam 21.00 selama ± 5 100 mg IV
S: 39,2 o C
menit. Saat Pro ICU 
kejang mata os N: 107x/m ICU full
mendelik
RR: 30 x/m
keatas. Setelah
kejang OS
seperti ingin
tertidur terus.
Menangis (-).

23-12-2017 Pasien
Jam 21.15 meninggal

8
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat


kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Hasan,
1995).

Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu


diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya
terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah
kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang
demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam (Mansjoer, 2000).

KEJANG DEMAM (KD): bangkitan kejang yg terjadi pd  suhu tubuh (S rektal >
38oC) yg disebabkan o/ proses ekstrakranium.

Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam sederhana

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik dan atau
klonik , umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu
24 jam.

Kejang demam kompleks

Kejang demam dengan ciri (salah satu di bawah ini):

9
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

1. Kejang lama > 15 menit


2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

KD Berulang: KD >1 episode demam

Epilepsi: kejang tanpa demam >1 kali

B. Epidemiologi

a. Anak < 5 thn: 2-5% pernah kejang + demam

b. 85% kejang I umur < 4 thn (17 – 23 bln)

c. Faktor penting pd KD: demam, umur, genetik, prenatal & perinatal

d. Demam lebih banyak oleh karena infeksi sal.napas atas, otitis, pneumonia,
gastroenteritis & ISK

e. KD diturunkan sec. autosomal dominan sederhana

C. Etiologi

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam

sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,

gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang

tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang

(Mansjoer, 2000).

Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan

oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air,

atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel

apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

10
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

D. Faktor Risiko
Faktor risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80 %, sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut hanya 10 % - 15 % kemungkinan berulang. Kemungkinan
berulang paling besar pada tahun pertama.

Faktor risiko terjadinya epilepsi


Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

11
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4


% - 6 %, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

E. Patofisiologi

Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel

neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion

natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun

sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.

Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat

perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan

adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas

muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel tetangganya sehingga terjadi kejang.

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang

12
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang tinggi baru terjadi pada suhu

40 C atau lebih.

F. Tanda dan Gejala

 Kejang singkat: serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral

 Lebih banyak kejang berhenti sendiri

 Kejang berhenti anak tak bereaksi sejenak bbrp detik/menit anak terbangun &

sadar kembali, defisit neurologis (-)

 Kejang dpt diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) bbrp jam s/ bbrp

hari

 EEG pada Kejang Demam

o Terdapat gelombang lambat di daerah belakang, bilateral, kdng unilateral

 88% : bila EEG pd hari I kejang

 33% : bila EEG 3-7 hari setelah kejang

o KD kompleks: >> gambaran EEG abnormal

o Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormal tdk dpt digunakan u/menduga akan terjadi epilepsi di kemudian

hari

o Tidak dianjurkan u/melakukan EEG pd penderita KD sederhana

G. Kriteria Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis yang baik diperlukan untuk memilih
pemeriksaan penunjang yang terarah dan tatalaksana selanjutnya. Anamnesis dimulai dari
riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan
adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya,

13
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

kondisi medis yang berhubungan, obatobatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan


neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.
Pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma
akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya
kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan
lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Untuk menentukan faktor penyebab dan
komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu:
laboratorium, pungsi lumbal, elektroensefalografi, dan neuroradiologi. Pemilihan jenis
pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang dianjurkan
pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung
jenis.
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA
FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun


2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali.

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam,
dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala
neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa
kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada
radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan
usia kurang dari 1 tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai

14
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

prognostic, EEG tidak dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya


epilepsy atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan
diare, muntah dan gangguan keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan
metabolisme akut, sehingga pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium
lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab timbulnya demam.

H. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah
perifer, elektrolit dan gula darah.
 Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas
secara klinis, oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

 Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

 Pencitraan

15
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT) atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan atas
indikasi, seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Parese nervus VI
3. Papiledema

I. Komplikasi

Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi

hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula

kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.

Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di

otak sehingga terjadi epilepsy.

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :

a. Pneumonia aspirasi

b. Asfiksia

c. Retardasi mental

J. Penatalaksanaan

Pengobatan fase akut

 Semua pakaian yg ketat dibuka

 Penderita dimiringkan u/cegah aspirasi

 Jalan napas hrs bebas, isap lendir, beri O2, jika perlu intubasi

 Awasi keadaan vital: kesadaran, tensi, pernapasan, jantung

16
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

 Jika suhu tinggi: kompres, beri antipiretika

 Penghentian kejang tercepat: diazepam (IV atau Intra Rektal)

Penghentian kejang

 Diazepam (IV) 0,3-0,5 mg/kgBB atau diazepam (IR) 5 mg  BB anak < 10 kg


diazepam (IR) 10 mg  BB anak > 10 kg

 Bila kejang (+) diazepam dpt diulang 2 kali  jika msh kejang beri fenitoin
Fenitoin dosis awal: 10-20 mg/kgBB (IV)  setelah 12-24 jam fenitoin: 4-8
mg/kgBB/hari

 Utk maintenance: fenobarbital atau as. valproat

 Fenobarbital dosis awal: 10-20 mg/kgBB  4-8 mg/kgBB/hari

Mencari & mengobati penyebab

 Pada bayi kecil gejala meningitis tidak jelas

 Untuk menyingkirkan meningitis  perlu pem. cairan serebrospinalis terutama:

o Penderita kejang demam pertama kali

o Bayi < 6 bulan (harus)

o Bayi < 18 bulan

Pengobatan profilaksis

 KD berulang sbbkan kerusakan otak yg menetap  hrs dicegah  profilaksis :

 Profilaksis intermittent pd waktu demam

o Diazepam intrarektal / 8 jam  5 mg/10 mg

o Diazepam oral 0,5 mg/kgBB/hr (: 3)

 Efek samping: mengantuk, ataksia, hipotoni

17
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

 Profilaksis terus menerus dg antikonvulsan tiap hr

o Fenobarbital: 4-5 mg/kgBB/hr

 Efek samping: kelainan watak; iritabel, hiperaktif, pemarah, agresif


(30-50%)

o Asam Valproat: 15-40 mg/kgBB/hr

 Efek samping: hepatotoksik, namun tdk sbb kelainan watak

Indikasi pemberian profilaksis terus-menerus

 Sebelum KD pertama sdh ada kelainan neurologis / perkembangan

 Ada riwayat kejang tanpa demam pd orang tua / saudara kandung

 KD > 15 menit, fokal atau diikuti kel.neurologis sementara / menetap

 Dapat dipertimbangkan bila KD terjadi pd bayi < 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dlm satu episode demam

 Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 thn setelah kejang
terakhir, kmdn dihentikan sec.bertahap selama 1-2 bulan

K. Prognosis

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya
kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila
melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973)
mendapatkan:

 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan
pria 33%.
 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.

18
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya


Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston
(1954) mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi
epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang
menjadi epilepsi.

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.


2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam
hanya 2% - 3% saja ("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981") Pada penelitian
yang dilakukan oleh The National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat ,
dalam hal mana 1.706 anak pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7
tahun, tidak didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan
kejang demam ini lalu dibandingkan dengan saudara kandungnya yang normal,
terhadap tes iQ dengan menggunakan WISC. Angka rata-rata untuk iQ total ialah 93 pada
anak yang pernah mendapat kejang demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara
kandungnya (kontrol). Anak yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal
atau dicurigai menunjukkan gejala yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah
daripada saudara kandungnya. Hasil yang diperoleh the National Collaborative Perinatal
Project ini hampir serupa dengan yang didapatkan di Inggris oleh The National Child
Development-Study* Didapatkan bahwa anak yang pernah mengaiami KD kinerjanya
tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes pada usia 7 dan 11 tahun.

19
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu
diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang
demam.

 Pencegahan
 Bila anak kejang berikan anti kejang
 Bila anak panas berikan antipiretik sebelum terjadi kejang.

 Kesimpulan
Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang.
Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk mencegah kejang menjadi status
konvulsivus. Setelah kejang teratasi dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang.

20
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

BAB III

PEMBAHASAN

A. ANAMNESIS

Os kejang sejak 5 jam SMRS. Kejang dirasakan selama ± 1 menit. Saat kejang mata os
mendelik keatas. Setelah kejang os langsung sadaar dan kemudian menangis beberapa
jam setelahnya. Os mengalami demam ± 2 hari sebelum timbul kejang. Batuk dan pilek
(+). Mual dan muntah (+), 2 kali/hari.

Di UGD, os kejang sebanyak 4 kali. Os selalu ingin tertidur, menangis (-).

B. PEMERIKSAAN FISIK
TTV
 S : 38,5o C
 N : 110 x/m
 RR : 32 x/m
Antropometri
 BB = 10 kg
 TB = 7,8 cm
Status gizi
 BB/U : 10 – 11,5 = -1,5 SD (Gizi kurang)
 TB/U : 78 – 86 = -8 SD (Sangat pendek)
 BB/TB : 10 – 10,5 = -0,5 SD (Normal)

Trias Encephalitis

1. Demam  hiperpireksia
2. Kejang umum,fokal atau hny twitching
3. Kesadaran menurun
 Masa prodromal: 1-4 hari

21
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

22
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

BAB IV

DISKUSI

NO. PERTANYAAN JAWABAN


1. dr. Ahmad Habibi Gafur Kejang demam sederhana
Jelaskan perbedaan KDS, KDK,
Kejang demam yang berlangsung singkat,
Kejang berulang dan epliepsi?
kurang dari 15 menit, umum, tonik dan
atau klonik , umumnya akan berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang
dalam waktu 24 jam.
Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan ciri (salah satu di
bawah ini):
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu
sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
- Berulang atau lebih dari 1 kali
dalam 24 jam
KD Berulang: KD >1 episode demam
Epilepsi: kejang tanpa demam >1 kali
2. dr. Annisa Kallista Faktor risiko lain adalah terjadinya
Apa faktor risiko terjadinya epilepsi?
epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko
menjadi epilepsi adalah :
- Kelainan neurologis atau
perkembangan yang jelas
sebelum kejang demam
pertama.
- Kejang demam kompleks

23
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

- Riwayat epilepsi pada orang


tua atau saudara kandung.
3. dr. Dhisa Zainita Habsari Trias meningitis
Sebutkan trias pada meningitis? - Hipereksia
- Nyeri kepala
- Kaku kuduk
4. dr. Disca Ariella Rucita Dengan penangulangan yang tepat dan
Bagaimana prognosis pada kasus ini? cepat, prognosis kejang demam baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian.
5. dr. Edho Biondi Joris Pemberian profilaksis terus-menerus
Jelaskan pada kasus kejang seperti apa
diberikan pada :
yang diberikan pengobatan
profilaksis? - Sebelum KD pertama sdh ada
kelainan neurologis /
perkembangan
- Ada riwayat kejang tanpa
demam pd orang tua / saudara
kandung
- KD > 15 menit, fokal atau
diikuti kel.neurologis
sementara / menetap
- Dapat dipertimbangkan bila
KD terjadi pd bayi < 12 bulan
atau terjadi kejang multipel
dlm satu episode demam
- Antikonvulsan profilaksis
terus menerus diberikan
selama 1-2 thn setelah kejang
terakhir, kmdn dihentikan
sec.bertahap selama 1-2 bulan
6. dr. Septiana Amelia Komplikasi kejang demam : Pneumonia
Sebutkan komplikasi apa saja yang
terjadi pada kejang demam? aspirasi, asfiksia dan retardasi mental.

24
BERKAS PORTOFOLIO
KASUS KEMATIAN

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Bethel J, 2008. Paediatric Minor Emergencies. M & K Update Ltd, 18 : 151-3


2. Campfield P and Camfield C, 2000. Advance in Diagnosis and Management of Pediatrics
Seizures Disorders in Twentieth Century. J Pediatrics 2000, 136 : 847 – 9.
3. Matondang, Wahidiyat, Sastroasmoro, 2009. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke-2. Jakarta.
CV Sagung Seto 2009. Hal-130-138
4. Fishman MA, 2011. Patient information: Febrile seizures. Available from :
http://www.uptodate.com/contents/patient-information-febrile-seizures
5. Hassan R and Alatas H, 2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985 ; 847
6. Millichap JG, 2008. Febrile Convulsions. Universitas Michigan. Macmillan, 1967 ; 222
7. NHS, 2010. Complications of febrile convulsions. Available from :
http://www.nhs.uk/Conditions/Febrile-convulsions/Pages/Complications.aspx
8. NINDS, 2011. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Febrile Seizures Fact
Sheet. Available from :
http://www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
9. Tejani, NR, 2010. Paediatric Febrile Seizure. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
10. Wilfong A, 2011. Patient information: Treatment of seizures in children. Available from :
http://www.uptodate.com/contents/patient-information-treatment-of-seizures-in-
children?source=see_link

25

You might also like