You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

Episode mania merupakan bagian dari gangguan suasana perasaan atau


gangguan afektif/ “Mood” dimana kelainan fundamental dari kelompok
ini berupa perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,biasanya kearah
depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau kearah elasi
(suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek ini biasanya disertai
dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan
kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau
mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.(1)
Mania merupakan status mental abnormal yang ditandai dengan euforia,
disinhibisi sosial, aliran pikiran yang cepat, susah tidur, berbicara terus
menerus, mudah mengambil resiko dan bersifat iritabilitas.(2,3)

Gangguan afektif dibedakan menurut episode tunggal atau multipel,


tingkat keparahan gejala (mania dengan gejala psikotik mania tanpa
gejala psikotik hipomania, dan depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala
psikotik hingga berat dengan gejala psikotik), dan menurut dengan atau
tanpa gejala somatic.(1)

Mania tanpa gejala psikotik termasuk dalam episode mania, ditandai


dengan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai dengan
peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental,
dalam berbagai derajat keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode
manik tunggal (yang pertama). Termasuk dalam kelompok ini hipomania,
mania tanpa gejala psikotik, dan mania dengan gejala psikotik. Jika ada
episode afektif (depresi, manik, atau hipomanik) sebelum atau
sesudahnya, maka termasuk gangguan afektif bipolar (F31).(1,4)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Mania merupakan status mental abnormal yang ditandai dengan euforia,


disinhibisi sosial, aliran pikiran yang cepat, susah tidur, berbicara terus
menerus, mudah mengambil resiko dan bersifat iritabilitas.

EPIDEMIOLOGI

Serangan pertama bisa muncul pada usia 15 dan 30 tahun, tetapi bisa
muncul pada berbagai usia dari masa kanak-kanak hingga dekade 7 atau 8.
Prevalensi terjadinya mania 0,1% terjadi di atas usia 65 tahun, 1,4% dapat
terjadi dalam kelompok usia 18-44 tahun. Mania dapat terjadi pada usia
tua (rata-rata 55 tahun) dengan perbadingan antara perempuan dan laki-
laki2:1.(2)

ETIOLOGI

Dasar umum untuk gangguan ini tidak ketahui. Penyebabnya


merupakan interaksi antara faktor biologis, faktor genetik dan faktor
psikososial. Bukan hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor
psikososial, namun faktor nongenetik mungkin memainkan peranan
kausatif dalam perkembangan gangguan ini pada sekurangnya beberapa
pasien.(4)
Genetika. Pola penurunan genetika terjadi melalui mekanisme
yang kompleks. Penelitian kembar menunjukkan angka kesamaan
sebesar 70% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot.
Insiden dalam masyarakat umum sebesar 1% dan dalam keluarga tingkat
pertama 10-15%. Jenis transmisinya kemungkinan poligenik, mengarah

2
ke berbagai tingkat predisposisi. Penyakit bipolar dan unipolar bersifat
menurun. (4,5)

Biokimia. Biokimia dari kelainan afektif tetap tidak diketahui,


walaupun dua hipotesis tentang senyawa amina menghasilkan banyak
penyelidikan selama bertahun-tahun. Hipotesis katekolamin menyatakan
bahwa setidaknya beberapa penyakit mania mungkin berhubungan
dengan kelebihan katekolamin di dalam otak. Hipotesis indolamina juga
membuat pernyataan serupa untuk 5 hydroxytriptamin (5HT). Metabolit
utamanya asam 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA). Kelainan
metabolit amin biogenik seperti 5-hydroxyindoleacetic acid (5 HIAA),
homovanillic acid (HVA), 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG)
dalam darah, urin, dan cairan cerebrospinal dilaporkan ditemukan pada
pasien.(4,5)

Terjadinya mania secara biologi sampai saat ini belum diketahui


dengan pasti. Terdapat hipotesis yang menjelaskan bahwa jumlah
neurotransmitter serotonin di lobus temporal mungkin sangat tinggi
sehingga terjadi mania. Dopamin, norepinephrine, glutamate dan GABA
juga mengambil peranan yang penting. Lobus temporal berperan dalam
berbicara, belajar, membaca, asosiasi huruf berisi amygdala, yang
merupakan pusat emosional di otak. Bagian kiri amygdala lebih aktif
pada wanita yang mania dan korteks orbitofrontal merupakan bagian
yang kurang aktif (2005).(3)

Psikososial. Hal ini berhubungan dengan psikis (kejiwaan) dan


keadaan lingkungan sosial seorang penderita mania. Kepribadian
premorbid biasanya menunjukkan adanya gangguan afek yang ringan
selama hidupnya. Keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab
eksterna. Kepribadian atau personalitas penderita mania biasanya
berperilaku lebih riang, energitik, dan lebih ramah dari rata-rata.

3
Penelitian terbaru menemukan bahwa penderita gangguan bipolar afektif
yang menggunakan obat-obatan maupun alkohol, memiliki onset yang
lebih awal dan penyakit yang lebih parah daripada yang tidak
menggunakannya. Para pengguna obat-obatan dan alkohol tersebut lebih
bersifat iritabel dengan mood/perasaan yang mudah berubah serta lebih
resisten terhadap pengobatan dan lebih cenderung untuk dirawat inap di
rumah sakit. Meskipun terdapat perdebatan dalam perbandingan
penggunaan obat-obatan dan alkohol dan terjadinya gangguan afektif,
tetapi secara umum insidens terjadinya gangguan ini pada pengguna
alkohol beberapa kali lebih banyak daripada populasi lain yang tidak
menggunakannya (sekitar 6%-9%).(5,13)

GEJALA KLINIS

Episode mania

Biasanya paling sedikit berlangsung selama satu minggu hampir setiap


hari, afeknya meningkat, lebih gembira, mudah tersinggung (iritabel)
atau membumbung tinggi (ekspresif) dan terdapat hendaya dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala berupa: penurunan
kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Perasaannya hipethym, mudah tersingggung, tidak mudah frustasi,
mudah marah dan menyerang. Emosinya tidak stabil, bisa cepta berubah
dan gembira ke depresi dalam beberapa menit saja. Pikiran pasien terisi
dengan rasa percaya diri yang berlebihan, merasa hebat. Mereka mudah
teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan tidak terkendalikan.

 Tampilan umum :

Bersemangat, banyak bicara, melawak, hiperaktif. Ada kalanya mereka

4
memperlihatkan gejala psikotik dan bingung sehingga perlu difiksasi dan
diberikan suntikan antipsikotik.

 Alam perasaan, emosi :

Perasaannya hiperthym, mudah tersinggung, tidak mudah frustrasi,


mudah marah dan menyerang. Emosinya tidak stabil, bisa cepat berubah
dan gembira ke depresi dalam beberapa menit saja.

 Cara bicara:

Bicaranya sukar dipotong, bombastis, volumenya keras, bermain dengan


kata-kata, bercanda, berpantun, dan tidak relevan. Selanjutnya bisa
terjadi loncat gagasan, asosiasi menjadi longgar, konsentrasi berkurang,
bisa inkoheren sehingga sukar dibedakan dengan pasien skizofrenia.

 Gangguan persepsi:

75 % pasien mania mengalami waham, yang biasanya berhubungan


dengan kekayaan, kemampuan yang luar biasa, kekuatan atau kehebatan
yang luar biasa. Kadang-kadang ada waham dan halusinasi yang kacau
dan tidak serasi.

 Gangguan pikiran:

Pikiran pasien terisi dengan rasa percaya diri yang berlebihan, merasa
hebat. Mereka mudah teralihkan perhatiannya, sangat produktif dan
tidak terkendalikan.

5
 Gangguan sensorium dan fungsi kognitif:

Ada sedikit gangguan pada fungsi sensorium dan kognitif, terkadang


jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan meskipun tidak ada gangguan
orientasi dan daya ingat.

 Gangguan pengendalian diri:

Sekitar 75 % pasien mania suka mengancam dan menyerang. Ada juga


yang melakukan homicide dan suicide. Mereka sukar menahan diri
untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan kalau sedang
tersinggung atau marah.

 Tilikan:

Pada umumnya pasien mania mengalami gangguan tilikan. Mereka


mudah melanggar hukum, pelanggaran dibidang seksual dan keuangan,
kadang-kadang mereka menyebabkan kebangkrutan ekonomi keluarga.

 Reliabilitas:
Pasien mania sering berbohong ketika memberikan informasi, karena
berdusta dan menipu adalah biasa untuk mereka. (1,3,4,6,7,8)

Mania Tanpa Gejala Psikotik (F30.1)

Berdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III),

Suasana perasaan (mood) meninggi tidak sepadan dengan keadaan


individu, dan dapat bervariasi antara keriangan (seolah-olah bebas dari
masalah apa pun) sampai keadaan eksitasi yang hamper tak terkendali.

6
Elasi (suasana perasaan yang meningkat) itu disertai dengan enersi yang
meningkat, sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan
kebanyakan bicara, dan berkurangnya kebutuhan tidur. Pengendalian
yang normal dalam kelakuan sosial terlepas, perhatian yang terpusat tak
dapat dipertahankan, dan sering kali perhatian sangat mudah dialihkan.
Harga diri membubung, dan pemikiran yang serba hebat dan terlalu
optimis dinyatakan dengan bebas.
Mungkin terjadi gangguan persepsi, seperti apresiasi warna terutama
yang menyala/amat cerah (dan biasanya indah), keasyikan (mengikat
perhatian) pada rincian sehalus-halusnya mengenai permukaan
penampilan barang, dan hiperakusis subjektif. Individu itu mungkin
mulai dengan perbagai rencana yang tidak praktis dan boros,
membelanjakan uang secara serampangan, atau menjadi agresif, bersifat
cinta-kasih, atau berkelakar dalam situasi yang tidak tepat. Suasana
perasaan (mood) yang tampil pada beberapa episode manik lebih banyak
mudah tersinggung dan curiga, daripada elasi. Serangan pertama paling
banyak muncul pada usia antara 15 dan 30 tahun, namun dapat terjadi
pada setiap usia antara akhir masa kanak sampai dasawarsa ketujuh atau
kedelapan.

DIAGNOSIS

Menurut DSM-IV-TR: Kriteria Diagnostik Episode Mania

A. Adanya periode nyata dari mood2 elevasi, expansif atau irritable yang
abnormal dan menetap sedikitnya 1 mingu (atau lebih singkat dimana
harus rawat inap).
B. Selama periode kekacauan mod diatas terdapat 3 gejala menetap (atau
lebih atau 4 jika moodnya hanya irritable) dan pada derajat yang bermakna
dari :
a) Rasa harga diri meningkat atau kebesaran.
b) Kebutuhan tidur berkurang (mis. Merasa telah beristirahat
walaupun hanya tidur 3 jam).

7
c) Lebih aktif bicara dari biasanya atau dorongan kuat bicara terus-
menerus.
d) Lompat gagasan atau pikiran dirasakan seperti berpacu.
e) Disatraktibilitas (perhatian terlalu mudah berpindah ke stimuli
external yang tidak penting atau berkaitan).
f) Peningkatan intensitas aktifitas yang bertujuan (apakah disekolah,
tempat kerja, lingkungan sosial, atau aktifitas sexual) atau agitasi
psikomotor.
g) Keterlibatan berlebihan dalam aktifitas2 yang menyenangkan
dimana berpotensi menimbulkan konsekuensi yang menyakitkan
(ms. Kesenangan tak tertahankan untuk berbelanja, perilaku sexual
yang takabur, atau penanaman modal tanpa perhitungan).
C. Gejala-gejala diatas tidak memenuhi kriteria episode campuran.
D. Kekacauan mood ini mampu mrusak fungsi-fungsi pekerjaan atau
aktifitas sosial dengan sesame, atau dibutuhkan rawat inap untuk
mencegah tindakan membahayakan diri sendiri atau orang lain, atau
adanya gambaran psikotik.
E. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (medikasi
penyalahgunaan obat atau terapi lainnya) atau kondisi medis umum (mis.
Hipertiroid)

Cat: Episode mirip mania yang jelas disebabkan terapi somatis atidepresan
(obat ECT, terapi cahaya) tidak dimasukan sebagai gangguan bipolar I.

Berdasarkan pedoman diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III),


A. Hipomania
 Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang
meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas,
menetap selama sekurang – kurangnya beberapa hari berturut
– turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan
melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan tidak
disertai halusinasi atau waham.
 Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial
memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila
kakacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania
harus ditegakkan.

8
B. Mania Tanpa Gejala Psikotik
 Episode harus berlangsung sekurang – kurangnya 1 minggu,
dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atay hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
 Perubahan afek harus disertai dengan energiu yang
bertambah sehingga terjadi aktivitas berlabihan, percepatan
dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide
– ide perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu
optimistik.
C. Mania Dengan Gejala Psikotik
 Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat
dari mania tanpa gejala psikotik.
 Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat
berkembang menjadi waham kejar (delusion of grandeur),
iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of
persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan
keadaan afek tersebut (mood congruent).

Kriteria ICD–10 untuk episode mania :

(World Health Organization, 1992)

Tanpa gejala psikotik:

1.Elevasimood atau perasaan dan iritabilitas

2. Peningkatan energi dan overaktivitas

3. Berbicara terus menerus

9
4. Jangka waktu tidur menjadi pendek

5. Disinhibisi social

6. Perhatiannya mudah teralih

7. Grandiositas

8. Gemar menghambur-hamburkan uang atau hidup foya-foya

9. Agresif.(2

DIAGNOSIS BANDING
 Skizofrenia (F20,-)
Skizofrenia dapat diawali dengan gangguan emosi dan afek
sehingga memberikan gambaran yang hampir mirip dengan gejala
episode mania. Kepribadian seorang dengan gangguan mania hangat
dan mudah bersahabat, sedangkan seorang dengan skizofrenia
biasanya pendiam, jauh dari pergaulan dan menutup diri.
 Skizofrenia tipe manic (F25.0)
Pada skizofrenia tipe mania terjadi ketidaksesuaian gejala afek
dengan waham dan halusinasi (mood incongruent) sanngat
menonjol.

PENATALAKSAAN
1. Secara umum

Penderita perlu dirawat di dalam rumah sakit karena biasanya tidak


mempunyai pandangan dan kesadaran terhadap dirinya, sehingga dapat

10
membahayakan kesehatan fisiknya seperti kurang memperhatikan
kebersihan diri, tidak mau makan, tidak tidur berhari-hari, membuang
banyak uang atau menghabiskan miliknya yang memang sudah rutin
dilakukan, sehingga perlu diawasi.

2. Terapi kimiawi

Obat Antimania

Obat antimania mempunyai beberapa sinonim, antara lain mood


modulators, mood stabilizer, dan antimanik. Obat acuan untuk antimania
adalah Lithium Carbonate. Penggolongan:

a. Mania Akut : Haloperidol. Carbamazepine, Valproic Acid,


Divalproex Na

b. Profilaksis Mania: Lithium Carbonate

Obat yang dapat menenangkan perlu diberikan untuk mengurangi


aktivitas penderita yang melelahkan dan agar dapat menahan penderita
untuk tetap tinggal di rumah. Obat yang dapat diberikan:

 senyawa fenotiazine: promazine (100-600mg/hari), Chlorpromazine


(75-500mg/hari, trifluoperazine (3-30mg/hari), perphenazine (8-
30mg/hari),dll

 senyawa alkaloid: reserpine (3-9mg/hari)

 senyawa butyrophenone: Haloperidol (3-5mg/hari). Untuk kasus akut


haloperidol menjadi drug of choice dan dapat mengendalikan perilaku.

11
Pada kasus yang sangat berat dapat diberikan 5-10 mg secara
intramuskular dan dapat diulang 2-4 jam sampai dosis total mencapai 30
mg. selanjutnya sama dengan kasus ringan dilanjutkan dengan 5-10 mg
peroral tiga kali sehari.

3. Terapi elektrolit

Senyawa litium karbonat: Litium karbonat (400-1200mg/hari), dapat


digunakan sebagai profilaksis mania dengan beberapa serangan dalam
interval 2 tahun atau kurang. Litium juga efektif untuk mania akut, tetapi
hanya setelah diberi terapi lain selama seminggu. Menggabungkan obat
ini dengan haloperidol nampaknya agak berbahaya. Jika terapi litium
gagal setelah dicoba selama paling kurang setahun, maka dapat
diberikan suntikan depot flupentiksol dekanoat untuk pofilaksis.(5,12)

4. Terapi Psikososial

• terapi keluarga

• terapi interpersonal

• terapi tingkah laku

• therapeutic community

• kurangi jumlah dan berat stressor.(3)

12
PROGNOSIS

4% mania dapat berulang, intervalnya tidak teratur dan tidak dapat


diramalkan, tetapi dengan peningkatan jumlah serangan, maka waktu
interval cenderung berkurang. Prognosis diperkirakan baik bila
episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik, dan tinggal di RS dalam
waktu yang singkat. Gambaran prognostik yang memuaskan dan
indikator respon yang baik terhadap terapi fisik mencakup gejala
endogen yang khas, misalnya mulainya mendadak, kepribadian
premorbidnya stabil tanpa sifat neurotik dan sebaliknya gambaran
prognostik menjadi buruk jika ada depersonalisasi, sifat bawaan histeri
dan gejala atipik lainnya. Gangguan ini cenderung memiliki perjalanan
penyakit yang panjang dan mengalami kekambuhan 90% berulang
dalam 10 tahun. (4,5,10)

13
BAB III
KESIMPULAN

Episode mania merupakan bagian dari gangguan suasana perasaan atau


gangguan afektif/ “Mood” dimana kelainan fundamental dari kelompok
gangguan afektif ini berupa perubahan suasana perasaan (mood) atau
afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat).
Serangan pertama bisa muncul pada usia 15 dan 30 tahun, tetapi bisa
muncul pada berbagai usia dari masa kanak-kanak hingga dekade 7 atau
8.
Dasar umum untuk gangguan ini tidak ketahui. Penyebabnya merupakan
interaksi antara faktor biologis, faktor genetik dan faktor psikososial.
Bukan hanya tidak mungkin untuk menyingkirkan faktor psikososial,
namun faktor nongenetik mungkin memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan ini pada sekurangnya beberapa pasien
Biasanya paling sedikit berlangsung selama satu minggu hampir setiap
hari, afeknya meningkat, lebih gembira, mudah tersinggung (iritabel)
atau membumbung tinggi (ekspresif) dan terdapat hendaya dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan
kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin
Mania tanpa gejala psikotik harus berlangsung sekurang-kurangnya 1
minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan dan terdapat
perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga
terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara,
kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ ”grandiose
ideas” dan terlalu optimistik.

14
DAFTAR ISI

1. Sadock, Benjamin J, Virgina A. Kaplan & Sadoc’k Synopsis Of


Psychiatry: Behavioral/ Clinical Psyciatry. 10th Edition. New York.
Lippincot William & Wilkins. 2007. P.777-858
2. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III,
pedoman diagnostik F30-39 : Gangguan Suasana Perasaan/Mood
(Gangguan Afektif). Jakarta, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya. 2001. H.58-69
3. Kaplan, Harold I, Benjamin J. Sadock, ahli bahasa Wicaksana M. Ilmu
Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Binapura Aksara. 2002.
4. Roan, Wicaksana Martin. 1979. Ilmu Kedokteran Jiwa Psychiatry. Jakarta

15

You might also like