You are on page 1of 37

KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFEKSI JAMUR

OLEH :

KELOMPOK 2

ADEK AISYA PUTRI 1411311007

SILVIA KHAIRANI 1411311021

TRI GUSPITA SARI 1411311022

BERLIANA MUSI DANI 1411311025

ADILLA YULIANI 1411311026

SUCI MEILISA 1411312007

IKE SINTIA SUCI 1411312021

DIANNISA PUTRI WAHYUNI 1411311022

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta hidayah Nya maka
makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFEKSI JAMUR” ini dapat
diselesaikan. Tidak lupa kepada Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmatNya yang
kita nantikan di yaumul akhir nanti.

Makalah ini penting karena sebagai tugas dari mata kuliah Integumen, makalah
ini dibuat dari berbagai sumber buku, internet dan lainnya.

Kemudian kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna maka
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah yang
selanjutnya. Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini, dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Terima Kasih.

Padang, 28 September 2016

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 2

DAFTAR ISI........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 4

1.3 Tujuan................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................ 6

2.1 Infeksi Jamur (Dermatofitosis).......................................................... 6


2.2 Teori Infeksi Jamur Tinea Pedis....................................................... 7
2.3 Teori Infeksi Jamur Tinea Corporis................................................. 10
2.4 Teori Infeksi Jamur Tinea Kapitis.................................................... 12
2.5 Teori Infeksi Jamur Tinea Cruris..................................................... 16

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Askep pada Penderita Terinfeksi Jamur Tinea Pedis..................... 20


3.2 Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Korporis.............. 23
3.3 Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Kapitis................. 26
3.4 Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Cruris.................. 29

BAB IV PENUTUP

3.1 KESIMPULAN................................................................................. 32

3.2 SARAN.............................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 33

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dermatofitosis ,(juga dikenal sebagai kurap atau tinea) adalah infeksi jamur
superfisialdari kulit, bulu atau kuku. Kelompok ini infeksi jamur superfisialis biasanya
diklasifikasikanmenurut lokasi di tubuh. Dermatofitosis (tinea) dapat mempengaruhi kulit
kepala (tinea capitis),kulit wajah berjenggot (tinea barbae), badan (tinea corporis -
terutama yang mempengaruhi anak-anak), di pangkal paha (tinea cruris atau gatal atlet),
kuku (tinea unguium ), dan kaki (tinea pedisatau di kaki atlet ). These disorders vary from
mild inflammations to acute vesicular reactions.Gangguan ini bervariasi dari peradangan
ringan sampai reaksi vesikular akut. Meskipun remisidan eksaserbasi yang umum,
dengan pengobatan yang efektif, tingkat penyembuhan sangattinggi. Namun, sekitar 20
persen dari semua orang yang terinfeksi mengembangkan kondisikronis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Infeksi Jamur (Dermatofitosis)?
2. Bagaimana Teori Infeksi Jamur Tinea Pedis?
3. Bagaimana Teori Infeksi Jamur Tinea Corporis?
4. Bagaimana Teori Infeksi Jamur Tinea Kapitis?
5. Bagaimana Teori Infeksi Jamur Tinea Cruris?
6. Bagaimana Askep pada Penderita Terinfeksi Jamur Tinea Pedis?
7. Bagaimana Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Korporis?
8. Bagaimana Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Kapitis?
9. Bagaimana Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Cruris?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Bagaimana Infeksi Jamur (Dermatofitosis)

2. Untuk mengetahui Teori Infeksi Jamur Tinea Pedis

3. Untuk mengetahui Teori Infeksi Jamur Tinea Corporis


4. Untuk mengetahui Teori Infeksi Jamur Tinea Kapitis
5. Untuk mengetahui Teori Infeksi Jamur Tinea Cruris
6. Untuk mengetahui Askep pada Penderita Terinfeksi Jamur Tinea Pedis
7. Untuk mengetahui Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Korporis
8. Untuk mengetahui Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Kapitis
9. Untuk mengetahui Askep pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Cruris
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Infeksi Jamur (Dermatofitosis)

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengadung zat tanduk,


misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, kuku, yang disebabkan golongan
jamur dermatofita. Disebut juga sebagai tinea,ringworm, kurap, teigne, herpes
sirsinata.

Golongan jamur dermatofita merupakan kelompok jamur yang berfilamen,


yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Trychophyton,Mycrosporum, dan Epidermophyton.
Jamur ini dapat menginfeksi jarngan keratin manusia maupun binatang.
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam
jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keralotik yang berdifusi ke
dalam jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhan jamur
dengan pola radial di dalam stratum korneum yang menyebabkan timbulnya lesi kulit
sirsinar dengan batas yang jelas dan meninggi yang disebut ringworm.

Secara klinis dermatofitosis dibagi berdasarkan bagian tubuh yang di serang,


yakni tinea kapitis (skalp, rambut, alis, bulu mata), tinea korporis (badan dan anggota
badan, selain tangan, kaki, dan daerah tinea kruris), tinea kruris (genitokrural sampai
dengan bokong, pubis, paha atas medial), tinea barbe (daerah jenggot/jambang), tinea
manum (tangan dan telapak tangan), tinea pedis (kaki dan telapak kaki) dan tinea
unguium (kuku).

Gambaran klinis berbeda tergantung dari lokasi kelainan, respon imun selular
pasien terhadap penyebab, serta jenis spesies dan galur penyebab. Morfologi kusus
yaitu kelainan yang berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam efloresensi
(polimorfi), bagian tepinya lebih aktif. Kelainan terasa gatal. Pada beberapa keadaan,
gambaran klinis tidak khas dan sulit di diagnosis, misalnya akibat infeksi sekunder
atau pengobatan kortikosteroid. Dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas
disebut tinea inkognito.

2.2 Teori Infeksi Jamur Tinea Pedis

A. Pengertian

Tinea pedis merupakan infeksi dermatofit pada kaki, terutama sela jari dan
telapak kaki terutama yang memakai kaus dan sepatu yang tertutup. Keadaan lembab
dan panas merangsang pertumbuhan jamur. Tinea manum adalah dermatofitosis pada
tangan. Semua bentuk di kaki dapat terjadi pada tangan.
B. Etiologi

Penyebab yang sering yaitu Trichophyton.rubrum. Selain itu Trichophyton.


mentagrophytes dan Epidermophyton. foccosum.

C. Patofisiologi

Tinea pedis menyukai bagian kulit yang sering lembab dan basah. Serta
beberapa faktor lain yaitu memakai sepatu tertutup dalam waktu lama yang
menyebabkan keringat berlebih sehinga menambah kelembaban di daerah sekitar
kaki. Selain itu, pemakaian kaus kaki, khususnya kaus kaki yang bersala dari bahan
yang tidak mudah menyerap keringat juga dapat menambah kelembaban.
Pada manusia T. Rubrum memiliki sifat sifat anthropophilic, ectothirx dan tes
urease negatif.selain itu, T.rubrum juga menghasilkan keratinase yang dapat meliliskan
lapisan keratin pada stratum kaoneum kulit sehingga dapat timbul skuama. Kerusakan
yang terjadi pada startum koeneum ini, maka jamur akan dapat dengan mudah masuk
menginvasi pada jaringan yang lebih dalam dan dapat menyebabkan reaksi peradangan
lokal, yang menimbulkan pula beberapa gejala tambahan lain seperti deman, gatal
kemerahan dan nyeri. Gejala dapat pula di perparah dengan infeksi sekunder karena
bakteri.

D. Manifestasi klinis

Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan
adalah:
1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta
erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat
berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke
bawah jari dan telapak kaki.
2. Bentuk hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat berupa
bercak dengan skuama putih agak mengkilat, melekat, dan relative tidak
meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung sehingga
mengenai seluruh telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin foot.
3. Bentuk vesikular subakut yaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari kemudian
meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang hebat. Bila
vesikel pecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut koloret. Bila
terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi erysipelas.

E. Komplikasi
a. Selulitis
Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis.
Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi
bakteri pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder
pada luka. Faktor predisposisi selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit
pembuluh darah perifer. Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin,
golongan beta laktam ataupun golongan kuinolon.
b. Tinea Ungium
Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum
merupakan jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal,
pecah-pecah, dan tidak berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur
tersebut.
c. Dermatofid
Dermatofid atau reaksi “id” adalah reaksi tubuh baik bersifat umum atau
terlokalisasi terhadap antigen jamur. Merupakan suatu manifestasi reaksi
peradangan. Reaksi ini diawali dengan demam, anoreksia, adenopati,pembesaran
limpa dan leukositosis.
F. Prognosis

Infeksi kronik tidak jarang terjadi jika penyebabnya adalah Trichophyton


rubrum. Persistensi dan eksaserbasi akan sering tedapat, bila terdapat infeksi subklinis
Trichophyton lakukan varian interdigitale.

G. Penatalaksanaan

Berhubung penyakit ini sering rekurens maka faktor predisposisi perlu


dihindari. Kaus kaki yang dipilih kaus yang memungkinkan ventilasi dan diganti
setiap hari. Kaki harus bersih dan kering. Hindari memakai sepatu tertutup, sempit,
sepatu olah raga dan sepatu plastik sepanjang hari. Kaki dan sela-sela jari dijagaa agar
selalu kering. Sesudah mandi dapat diberikan bedak dengan atau tanpa anti jamur.

1. Obat topikal
Bila lesi basah, maka sebaiknya direndam dalam larutan kalium permanganat
1/5.000 atau larutan asam asetat 0,25% selama 15-30 menit, 2-4 kali sehari. Atap
vesikel dan bula dipecahkan untuk mengurangi keluhan. Bila peradangan hebat
dikombinasikan dengan obat antobiotik sistemik.
Kalau peradangan sudah berkurang, diberikan obat topikal anti jamur berspektrum
luas antara lain , haloprogin, klotrimazol, mikanazol, bifonazol, atau ketokonazol.
Pada tinea pedis tipe papilo skuamosa dengan hiperkeratosis, obat anti jamur
topikal sukar menembus kulit.

2. Obat sistemik
Biasanya tidak digunakan. Namum, bila digunakan harus dikombinasikan dengan
obat-obat anti jamur topikal. Obat-obat sistemik tersebut antara lain griseofulvin,
ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafin.

2.3 Teori Infeksi Jamur Tinea Corporis

A. Pengertian
Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, kurap, herpes sircine
trichophytique, ringworm of the body) merupakan dermatofitosis pada kulit berambut
halus kecuali telapak tangan, telapak kaki. Dinamakan Tinea Corporis karena
berdasarkan bagian tubuh yang terkena, yaitu di badan dan anggota badan; disebabkan
oleh golongan jamur Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum. Tinea ini
meliputi semua dermatofitosis superfisialis yang tidak termasuk bentuk tinea kapitis,
barbe, kruris, pedis et manum, dan unguium.

B. Etiologi

Disebabkan oleh Microsporum.canis, Trichophyton.rubrum, Trichophyton.tonsurans,


dan Trichophyton.mentagrophytes.

C. Patofisiologi

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama perlekatan ke


keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat
pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan
flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang
diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.
Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan
spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih
cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase
lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan
maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam
dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika m=begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi
oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV
atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting
dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita
sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya
negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus
limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi
untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier
epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera
jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

D. Manifestasi klinis

Predileksi tinea ini adalah di leher, ekstremitas, dan badan. Lesi dapat berupa
a. Lesi anular, bulat atau bulat lonjong, berbatas tegas karena terjadi konfluensi
beberapa lesi, pinggir lesi polisiklik dan agak meninggi. Lesi nampak eritema
dengan skuama, kadang-kadang dengan papul dan vesikel di tepi. Daerah tengah
biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Bila
menahun, tanda-tanda aktif menghilang, tampak hiperpigmentasi, skuama, dan
likenifikasi.
b. Tinea imbrikata mulai dengan papul yang berwarna coklat, perlahan-lahan
membesar. Pada permulaan infeksi pasien dapat merasa sangat gatal, tapi bila
menahun tidak ada keluhan. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-kadang dapat
menyerupai iktiosis. Kulit kepala pasien dapat terserang, rambut biasanya tidak.
c. Tinea favosa biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang
berwarna merah kuning dan berkembang membentuk kusta yang berbentuk cawan
(skutula) dengan berbagai ukuran.krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau
dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan
membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya lepas. Bila tidak
diobati, penyakit ini meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak.
E. Prognosis

Prognosis tergantung pada etiologi, fraktor predisposisi dan status imun


pasien. Namun tinea ini biasanya bisa sembuh dalam waktu beberapa bulan.

F. Penatalaksanaan

Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup berikan obat topical. Lama
pengobatan bervariasi antara 1 sampai 4 minggu bergantung jenis obat. Pada keadaan
inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid
jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien.

1. Obat topical
Obat topical merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topical dipengaruhi
oleh mekanisme kerja, viskositas, hidrofobitas dan asiditas formulasi obat
tersebut. Selain itu obat –obat derivat imidazol dan alilamin dapat digunakan
untuk mengatasi masalah tinea ini. Pemberian obat ini selama 3-4 minggu atau
sampai hasil kultur negative.
2. Obat sistemik
Obat sistemik yang digunakan adalah griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol
serta terbinafin.
Secara umum penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan
badan dan memakai pakaian yang menyerap keringat.

2.4 Teori Infeksi Jamur Tinea Kapitis

A. Pengertian

Tinea kapitis ( ringworm of the scalp) adalah kelainan pada kulit dan rambut
kepala, alis, dan bulu mata. Penyakit ini juga sering dikenal dengan istilah ringworm
of the scalpatau fungal infection of the scalp. Penyakit ini terbentuk dari mikosis
superficial atau dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Ringkasnya, tinea kapitis adalah dermatofitosis pada scalp dan rambut.
B. Etiologi

Tinea kapitis disebabkan oleh beberapa spesies Trychophyton dan Microsporum. Di


Indonesia penyebab terbanyak adalah M. Canis dan T. Tonsurans. Yang beresiko
tingga adalah sosioekonomi yang rendah. Penyakit ini menular, meskipun cara
penularannya belum pasti. Namun penyebabnya adalah diisolasi dari sisir, alat
cukur rambut, topi, kursi dll.

C. Patofisiologi

Tinea Capitis disebabkan oleh jamur dari spesies Trichophyton dan


Microsporum. Tinea Capitis merupakan infeksi dermatofit yang paling umum
terjadi pada anak-anak di seluruh dunia. Agen penyebab tinea capitis termasuk
jamur keratinofilik dermatofit. Jamur ini biasanya ada pada lapisan tanduk kulit
yang sudah mati dan kandang-kadang mampu menembus lapisan kulit yang paling
dalam, stratum korneum, atau bagian bagian kulit yang telah terkeratinisasi lainnya
yang diturunkan dari kulit, seperti rambut dan kuku.
Menurut elewski (1996) jamur penyebab tinea kapitis secara invivo hidup
pada keratin yang terbentuk lengkap pada bagian rambut yang sudah mati. Jamur
menyebabkan keratolisis karena adanya enzim keratinase, walaupun banyak juga
jamur penghasil keratinase yang tidak menyebabkan tinea kapitis (Epidermophyton
floccosum, T.concentricum dll). Rockman (1990) mengemukakan bahwa insiden
tinea kapitis pada anak prapubertas terjadi karena menurunnya asam lemak dalam
sebum. Infeksi dimulai dengan invasi dermatofita melalui perifolikuler stratum
korneum, hifa tumbuh kedalam folikel dan berkembang membentuk rangkaian
spora dan berhenti tiba – tiba pada pertemuan antar sel yang berinti dan yang
mempunyai keratin tebal.(Budimulja, 2004)

D. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis bervariasi dari lesi yang hanya berupa skuama ringan
sampai berupa alopesia luas. Kelainan juga dapat berupa lesi supuratif dengan
proses peradangan berat yang disebut kerion. Secara lebih rinci masing-masing
spesies penyebab dapat menimbulkan gejala klinis yang berbeda

Gambaran klinis tersebut dapat berupa:

1. Grey patch ringworm merupakan lesi dimulai dari papul eritematosa yang
kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan berbentuk bercak, yang menjadi
pucat dan bersisik . Keluhan gatal. Warna kulit abu-abu dan tidak berkilat.
Rambut mudah patah (beberapa mm di atas kulit kepala) dan terlepas dari
akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa ada rasa nyeri. Dapat
alopesia setempat, batas lesi tidak tegas. Kelainan ini disebabkan oleh M.
Canis, M.audoinii, atau M.ferrugienum.
2. Black dot ringworm adalah rambut terkena peradangan pada muara folikel dan
patah meninggalkan bintik-bintik hitam pada alopesia yang penuh spora.
Awalnya 2 dan 3 helai rambut, tidak semua rambut yang terkena. Lesi dapat
multipel dan tersebar di seluruh permukaan kulit kepala. Umumnya tidak
berbatas tegas. Bentuk ini disebabkan oleh T.tonsurans, T.violaceum, atau
T.soudanense.
3. Kerion adalah reaksi peradangan akut yang berat berupa pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya
dan disertai pembesaran kelenjer getah bening regional. Pada pemeriksaan
terasa pembengkakan, nyeri dan pus keluar dari folikel. Kerion dapat
menimbulkan alopesia permanen dan jaringan parut. Disebabkan M.canis,
T.mentagrophyters, T.tonsurans, M.gypseum, atau T.verrucosum.

E. Prognosis
Infeksi jamur yang ringan dapat sembauh dengan cepat. Rekasi peradangan
yang hebat lebih mudaha sembuh terutama yang disebabkan spesies zoofilik.
Infeksi ektotriks kadang-kadang dapat sembuh tanpa pengobatan. Infeksi endotriks
dapat berjalan kronis dan berlangsung sampai dewasa.

F. Penatalaksanaan
Mengingat lokasi jamur dalam folikel rambut, maka diberikan obat oral,
kecuali bila tidak ada kontraindikasi. Untuk mencegah penyebaran spora, berikan
obat topikal berupa sampo. Sebagai sampo dapat digunakan selenium sulfida,
sampo povidon iodine atau sampo yang mengandung derivat azol. Pemberian 2 kali
seminggu dapat mencegah penularan dan perluasan infeksi serta bermanfaat
mempercepat kultur negatif.
Pengobatan yang diberikan adalah griseofilvin microsize dengan dosis yang
direkomendasikan. Lama pemberian 6-8 minggu. Pengobatan sistemeik juga dapat
menggunakan ketokonazol atau itrakonazol. Dosis itrakonazol 100 mg/hari dengan
lama pemberian 5 minggu. Obat oral lain yang dilaporkan efektif adalah derival
alilamin (terbinafin). Dosis berkisar 62,5-250 mg/hari tergantung berat badan
pasien.
Kortikosteroid oral dapat dipertimbangkan penggunaannya dalam keadaan-
keadaan tertentu, untuk menghindari reaksi “id” dan mengurangi peradangan.
Penggunaan kortikosteroid oral misalnya pada bentuk kerion diberikan prednisolon
20mg/hari digunakan jangka pendek (selama ± 5 hari) untuk mengurangi gejala
inflamasi dan sisa alopesia)

G. Pemeriksaan Klinis Tinea Capitis


1. Pengambilan specimem
Daerah yang terinfeksi di kerok mengunakan skalpel tumpul sampai pada
daerah rambut yang terinfeksi, akar rambut yang patah dan kulit kepala yang
terinfeksi.
2. Pemeriksaan mikroskopis dan Kultur
Pahan rambut yang rontok beserta akarnya dan kerokan kulit kepala
dimasukkan ke dalam larutan potasium hidrosxida 10-30% dan di lihat dibawah
cahaya mikroskop hasil positif apabila pada specimen tersebut terlihat hifa atau
spora.
3. Pemeriksaan Lampu Wood
Biasanya digunakan untuk infeksi ectothrix misalnya yang disebabkan
oleh M.canis, M.rivaliery dan M.audouinii, yang menyebabkan rambut terlihat
berwarna hijau terang dibawah lampu wood. Apabila terinfeksi T.schoenleinii
menunjukkan warna hijau muda atau biru keputihan
4. Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan ini menggunakan cara biopsi kulit pada rambut yang
terinfeksi menggunakan bahan histokimia untuk memudahkan identifikasi jamur
penyebab.

2.5 Teori Infeksi Jamur Tinea Cruris

A. Pengertian
Tinea krusis (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of
the groin) adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural
saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah atau bagian tubuh yang lain (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005).

B. Etiologi
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum,
namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004). Golongan jamur ini dapat mencerna
keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik)
sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum
korneum sampai dengan stratum basalis (Boel, 2003).
C. Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.


Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan
melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi
dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase
yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum.
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan
keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan
epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial
di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang
menjadi suatu reaksi peradangan.

D. Manifestasi Klinis

Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan seumur hidup. Lesi
kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural, atau meluas sekitarr anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lainnya. Lesi umumnya bilateral
namun tidak selalu simetri. Biasanya sertai rasa gatal dan kadang-kadang rasa panas.
Kelainan kulit yang tampak pada sel paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengah. Efloresensi bermacam-macam
(polimurfi). Pada bentuk kronis, lesi kulit hanya berupa bercak hiperpigmentasi
dengan sedikit skuama. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.

E. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.
Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.

F. Penatalaksanaan

1. Terapi topikal
Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen
yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan
perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering digunakan :
a) Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol 1%,
Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat
enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
b) Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%. Terbinafin
1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari
sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
c) Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal
dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
1.2,4,9,10
2. Terapi sistemik
a) Griseofulvin.
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah
3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal
tidak ada perbaikan.
b) Ketokonazol.
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari – 2
minggu pada pagi hari setelah makan
c) Flukonazol.
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
d) Itrakonazol.
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum
bersama dengan makanan.
e) Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi
oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah
akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. 1.2,4,9,10

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawaan pada Penderita Terinfeksi Jamur Tinea Pedis


A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Keluhan
Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada keluhan
yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana, ada lesi
pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa yang
sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu perawat yang
mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

2) Pola Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali sehari
makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
i. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
ii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
j. Nilai kepercayaan
i. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. Diagnosa keperawatan
NO NANDA NOC NIC

1. Kerusakan Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit


Integritas Kulit b.d dan Membran Mukosa
 Amati
adanya lesi
 Sensasi IER warna,kehangatan(suhu),ben
 Pigmentasi IER
 Data gkak,getaran,tekstur,edema,
penunjang  Warna IER dan nanah pada ekstremitas
 Tekstur IER  Periksa
:Turgor kulit
Penyembuhan luka: kemerahan,perubahan suhu
jelek,tampak ada
Tujuan Primer yang ekstrim,atau drainase
lesi,pustule.
dari kulit dan membrane
 Pengeringan
mukosa
Purulensi  Pantau infeksi, khususnya
 Pengeringan serosa
pada daerah edematous
dari luka  Pantau kelainan kekeringan
 Pengurangan drainase
dan kelembaban kulit
dari luka  Catat perubahan kulit atau
 Pengeringan
membrane mukosa
seroanginosa dari
Perawatan luka
luka
Penyembuhan luka: tujuan Bersihkan dengan sabun
sekunder antibakterial
Bersihkan area yang rusak
 Pengeringan purulensi
 Pengeringan serosa pada air mengalir
 Pengurangan drainase Gunakan salep kulit dengan
 Pengeringan Seroanginosa
tepat
 Pengurangan area kuit
Manajemen analgesik
kemerahan
 Bau Luka  tentukan lokasi, karakte-
 Ukuran Luka ristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian
obat
 cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi
 cek riwayat alergi
 pilih analgetik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu
 tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal

Mengontrol Analgesik
 Pastikan bahwa pasien tidak
alergi terhadap analgesik
yang diberikan
 Anjurkan pasien dan keluarga
untuk memantau intensitas,
kualitas, dan durasi nyeri
 Anjurkan pasien dan keluarga
untuk memantau tingkat
pernapasan dan tekanan
darah

2 NYERI AKUT KONTROL NYERI MANAJEMEN NYERI

 Menilai factor penyebab  Lakukan penilaian nyeri


 Recognize lamanya
Nyeri secara komprehensif
 Gunakan ukuran dimulai dari lokasi,
pencegahan
 Penggunaan mengurangi karakteristik, durasi,
nyeri dengan non frekuensi, kualitas,
analgesic
 Penggunaan analgesic intensitas dan penyebab.
yang tepat  Pastikan pasien
 Gunakan tanda –tanda
vital memantau mendapatkan perawatan
perawatan dengan analgesic
 Laporkan tanda / gejala
nyeri pada tenaga  Pertimbangkan pengaruh
kesehatan professional budaya terhadap respon
 Gunkan sumber yang
nyeri
tersedia
 Menilai gejala dari nyeri  Tentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan sehari-
hari (tidur, nafsu makan,
aktivitas, kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung jawab
sehari-hari
 Tentukan tingkat kebutuhan
pasien yang dapat
memberikan kenyamanan
pada pasien dan rencana
keperawatan
 Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri, bagaimana
kejadiannya, mengantisipasi
ketidaknyamanan terhadap
prosedur
 Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)
Mengontrol Analgesik
 Pastikan bahwa pasien tidak
alergi terhadap analgesik
yang diberikan
 Anjurkan pasien dan keluarga
untuk memantau intensitas,
kualitas, dan durasi nyeri
 Anjurkan pasien dan keluarga
untuk memantau tingkat
pernapasan dan tekanan
darah

3.2 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Korporis


A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. Keluhan
Utama
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
4. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

b) Pola Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi Kesehatan
i. Adanya riwayat infeksi sebelumnya
ii. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
iii. Lingkungan yang kurang sehat
iv. Hygiene personal yang kurang
b. Pola Nutrisi /Metabolik
i. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali sehari
makan
ii. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
iii. Jenis makanan yang disukai.
c. Pola Eliminasi
i. Sering berkeringat
ii. Tanyakan pola perkemihan
d. Pola Aktifitas dan Latihan
i. Pemenuhan sehari –hari terganggu
e. Pola Kognitif – Persepsi
i. Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
ii. Mimpi buruk
f. Pola istirahat tidur
i. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
g. Pola persepsi dan konsep diri
i. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
h. Pola peran hubungan
i. Frekuensi interaksi berkurang
i. Pola seksual
ii. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
iii. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
j. Nilai kepercayaan
ii. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah

B. NANDA, NOC dan NIC


NO NANDA NOC NIC

1. Kerusakan Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit


Integritas Kulit b.d dan Membran Mukosa
 Amati
adanya lesi
 Sensasi IER warna,kehangatan(suhu),ben
 Pigmentasi IER
 Data penunjang gkak,getaran,tekstur,edema,
 Warna IER
:Turgor kulit  Tekstur IER dan nanah pada ekstremitas
 Periksa
jelek,tampak ada Penyembuhan luka:
kemerahan,perubahan suhu
lesi,pustule. Tujuan Primer
 Klien mengatakan yang ekstrim,atau drainase
bahwa kulit nya  Pengeringan dari kulit dan membrane
gatal, berbau, dan Purulensi mukosa
 Pengeringan serosa  Pantau infeksi, khususnya
nyeri
dari luka pada daerah edematous
 Pengurangan drainase  Pantau kelainan kekeringan
dari luka dan kelembaban kulit
 Pengeringan  Catat perubahan kulit atau
seroanginosa dari membrane mukosa
luka Perawatan luka
Penyembuhan luka: tujuan
 Cukur rambut sekitar area
sekunder
yang rusak
 Pengeringan purulensi  Bersihkan dengan sabun
 Pengeringan serosa
antibakterial
 Pengurangan drainase
 Pengeringan Seroanginosa  Bersihkan area yang rusak
 Pengurangan area kuit pada air mengalir
kemerahan  Gunakan salep kulit dengan
 Bau Luka
 Ukuran Luka tepat
2. Gangguan Konsep Body image positif Peningkatan Citra Diri
Diri (body image) b.d
a. Mampu mengidentifikasi  Tentukan harapan gambaran
perubahan
kekuatan personal diri pasien berdasarkan
penampilan b. Mendiskripsikan secara
tahapan perkembangan
faktual perubahan fungsi  Gunakan bimbingan
tubuh antisipasi untuk
c. Mempertahankan
mempersiapkan pasien
interaksi sosial
d. Adaptasi terhadap terhadap perubahan tubuh

kemampuan fisik yang dapat di prediksi


e. Penghargaan diri  Pantau apakah pasien bisa
f. Klien menilai keadaan melihat perubahan bagian
dirinya terhadap hal-hal tubuh
yang realistik tanpa  Monitor frekuensi statement

menyimpang diri yang kritis


g. Klien dapat menyatakan  binHubungan saling percaya
dan menunjukkan antara perawat-klien
peningkatan konsep diri Body image enhancement
h. Klien dapat menunjukkan
adaptasi yang baik dan  Kaji secara verbal dan

menguasai kemampuan nonverbal respon klien

diri. terhadap tubuhnya


 Monitor frekuensi
mengkritik dirinya

3.3 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Kapitis

A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2. Keluhan Utama
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan gatal.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
5. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
a.Adanya riwayat infeksi sebelumnya
b. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
c.Lingkungan yang kurang sehat
d. Hygiene personal yang kurang
2. Pola Nutrisi /Metabolik
a. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali sehari
makan
b. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
c. Jenis makanan yang disukai.
3. Pola Eliminasi
a. Sering berkeringat
b. Tanyakan pola perkemihan
4. Pola Aktifitas dan Latihan
a.Pemenuhan sehari –hari terganggu
5. Pola Kognitif – Persepsi
a.Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
b. Mimpi buruk
6. Pola istirahat tidur
a. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
7. Pola persepsi dan konsep diri
a. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
8. Pola peran hubungan
a. Frekuensi interaksi berkurang
9. Pola seksual
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
b. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
10. Nilai kepercayaan
a. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. NANDA, NOC dan NIC
NO NANDA NOC NIC

1. Kerusakan Integritas Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit


Kulit b.d adanya lesi dan Membran Mukosa
 Amati
 Data penunjang  Sensasi IER warna,kehangatan(suhu)
 Pigmentasi IER
:Turgor kulit ,bengkak,getaran,tekstur,
 Warna IER
jelek,tampak  Tekstur IER edema,dan nanah pada
ada Penyembuhan luka: ekstremitas
 Periksa
lesi,pustule. Tujuan Primer
 Klien kemerahan,perubahan
mengatakan  Pengeringan suhu yang ekstrim,atau
bahwa kulit Purulensi drainase dari kulit dan
 Pengeringan serosa
kepalanya membrane mukosa
dari luka  Pantau infeksi,
gatal,dan
 Pengurangan
khususnya pada daerah
memerah
drainase dari luka
 Pengeringan edematous
 Pantau kelainan
seroanginosa dari
kekeringan dan
luka
kelembaban kulit
Penyembuhan luka:
 Catat perubahan kulit
tujuan sekunder
atau membrane mukosa
 Pengeringan purulensi Perawatan luka
 Pengeringan serosa
 Pengurangan drainase  Cukur rambut sekitar
 Pengeringan area yang rusak
Seroanginosa  Bersihkan dengan
 Pengurangan area kuit
sabun antibakterial
kemerahan
 Bau Luka  Bersihkan area yang
 Ukuran Luka rusak pada air
mengalir
 Gunakan salep kulit
dengan tepat
2. Deficit Self care : Activity of Daily Self Care assistane : ADLs
Living (ADLs)
Perawatan  Monitor kemempuan
 Klien terbebas dari klien untuk perawatan
Diri b.d adanya pustule
bau badan diri yang mandiri.
 Menyatakan  Monitor kebutuhan klien
kenyamanan untuk alat-alat bantu
DS : - Klien
terhadap untuk kebersihan diri,
mengatakan lukanya kemampuan untuk berpakaian, berhias,
melakukan ADLs toileting dan makan.
memerah dan bau
 Dapat melakukan  Sediakan bantuan
ADLS dengan sampai klien mampu
- Klien mengatakan bantuan secara utuh untuk
melakukan self-care.
kurang dalam
merawat kebersihan  Dorong klien untuk
dirinya melakukan aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
DO : dimiliki.

Klien terlihat kotor  Dorong untuk


melakukan secara
mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak mampu
melakukannya.
3. Gangguan body image NOC: Body image enhancement
b.d kerusakan jaringan  Body image
 Kaji secara verbal dan
kulit  Self esteem
nonverbal respon klien
Setelah dilakukan tindakan
terhadap tubuhnya
keperawatan selama 2 hari
 Monitor frekuensi
DS : gangguan body image
mengkritik dirinya
pasien teratasi dengan
Klien mengatakan  Jelaskan tentang
kriteria hasil:
pengobatan, perawatan,
malu dengan kondisi  Body image positif
kemajuan dan prognosis
 Mampu
badannya penyakit
mengidentifikasi
 Dorong klien
DO : kekuatan personal
mengungkapkan
 Mendiskripsikan
- Lesi tampak kasar perasaannya
secara faktual
 Identifikasi arti
- Lesi nampak bersisik perubahan fungsi tubuh
pengurangan melalui
 Mempertahankan
- Tampak sering pemakaian alat bantu
interaksi sosial
 Fasilitasi kontak dengan
menutup daerah
individu lain dalam
lukanya kelompok kecil
3.4 Asuhan Keperawaan pada Penderiita Terinfeksi Jamur Tinea Cruris
1. Pengkajian keperawatan
a.Pengumpulan Data
 Aktivitas/ istirahat
Tanda: klien tampak gelisah
 Integritas ego
Gejala: klien mengatakan stress terhadap penyakit
Tanda: tampak murung
 Hygiene
Gejala:
- klien mengatakan kurang dalam merawat kebersihan dirinya
- klien mengatakan lukanya memerah dan bau
Tanda: klien nampak kotor dan bau, lesi nampak berisik
 Integritas kulit
Gejala: klien mengatakan gatal pada lukanya
Tanda: tampak adanya pustule eritema, lesi nampak kasar
 Kenyamanan
Gejala: klien mengatakan malu dengan kondisi badannya
Tanda: nampak sering menutup daerah lukanya
 Pengetahuan/ pemahaman
Gejala: klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya.
b. Pengelompokkan Data
 Data Subyektif
- klien mengatakan gatal pada lukanya
- klien mengatakan malu dengan kondisi badannya
- klien mengatakan lukanya memerah dan bau
- klien mengatakan kurang dalam merawat kebersihan dirinya
- Klien mengatakan kurang mengetahui tentan penyakitnya
 Data Obyektif
- klien tampak gelisah
- tampak murung
- klien tampak kotor dan bau
- lesi tampak kasar
- lesi tampak bersisik
- tampak adanya pustule, erytema, lesi
c. Pengkajian Fisik
Pengkajian Kulit
a. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksa
menggunakan penlight untuk menyinari lesi sehingga pemeriksa akan melihat
apakah keadaan kulit pasien, meliputi: Warna kulit, kelembaban kulit, tekstur kulit,
lesi, vaskularisasi, mobilitas kondisi rambut serta kuku. Turgor kulit, edema, warna
kebiruan, sianosis (hipiksia seluler) dapat dilihat pada ekstremitas dan dasar kuku,
bibir, membran mukosa. Ikterus (kulit yang menguning) akibat kenaikan bilirubin,
skelera membran mukosa, perubahan vaskular (petekie), ekimosis.
b. Palpasi
Dalam melakukan tindakan ini pemeriksa harus menggunakan sarung
tangan, guna melindungi dari terpaparnya penyakit pasien. Tindakan ini
dimaksudkan untuk memeriksa: Turgor kulit, edem, elastisitas kulit

2 . Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC

NO NANDA NOC NIC

1. Kerusakan Integritas Jaringan :Kulit Pengawasan Kulit


Integritas Kulit b.d dan Membran Mukosa
 Amati
adanya lesi
 Sensasi IER warna,kehangatan(suhu),
 Pigmentasi IER
 Data bengkak,getaran,tekstur,
 Warna IER
penunjang  Tekstur IER edema,dan nanah pada
:Turgor kulit Penyembuhan luka: ekstremitas
 Periksa
jelek,tampak ada Tujuan Primer
kemerahan,perubahan
lesi,pustule.
 Pengeringan suhu yang ekstrim,atau
Purulensi drainase dari kulit dan
 Pengeringan serosa
membrane mukosa
dari luka  Pantau infeksi,
 Pengurangan drainase
khususnya pada daerah
dari luka
edematous
 Pengeringan
 Pantau kelainan
seroanginosa dari
kekeringan dan
luka kelembaban kulit
 Catat perubahan kulit
Penyembuhan luka: tujuan
atau membrane mukosa
sekunder
Perawatan luka
 Pengeringan purulensi
 Pengeringan serosa Bersihkan dengan sabun
 Pengurangan drainase antibakterial
 Pengeringan Seroanginosa
 Pengurangan area kuit Bersihkan area yang rusak
kemerahan pada air mengalir
 Bau Luka Gunakan salep kulit
 Ukuran Luka
dengan tepat
Manajemen analgesik
 tentukan lokasi, karakte-
ristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
 cek riwayat alergi
 pilih analgetik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih
dari satu
 tentukan pilihan
analgetik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal

Mengontrol Analgesik
 Pastikan bahwa pasien
tidak alergi terhadap
analgesik yang diberikan
 Anjurkan pasien dan
keluarga untuk memantau
intensitas, kualitas, dan
durasi nyeri
 Anjurkan pasien dan
keluarga untuk memantau
tingkat pernapasan dan
tekanan darah

2 NYERI AKUT KONTROL NYERI MANAJEMEN NYERI

 Menilai factor penyebab  Lakukan penilaian nyeri


 Recognize lamanya
Nyeri secara komprehensif
 Gunakan ukuran dimulai dari lokasi,
pencegahan
 Penggunaan mengurangi karakteristik, durasi,
nyeri dengan non frekuensi, kualitas,
analgesic
 Penggunaan analgesic intensitas dan penyebab.
yang tepat  Pastikan pasien
 Gunakan tanda –tanda
vital memantau mendapatkan perawatan
perawatan dengan analgesic
 Laporkan tanda / gejala
nyeri pada tenaga  Pertimbangkan
kesehatan professional pengaruh budaya
 Gunkan sumber yang
terhadap respon nyeri
tersedia
 Menilai gejala dari nyeri  Tentukan dampak nyeri
terhadap kehidupan
sehari-hari (tidur, nafsu
makan, aktivitas,
kesadaran, mood,
hubungan sosial,
performance kerja dan
melakukan tanggung
jawab sehari-hari
 Tentukan tingkat
kebutuhan pasien yang
dapat memberikan
kenyamanan pada
pasien dan rencana
keperawatan
 Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri,
bagaimana kejadiannya,
mengantisipasi
ketidaknyamanan
terhadap prosedur
 Kontrol faktor
lingkungan yang dapat
menimbulkan
ketidaknyamanan pada
pasien (suhu ruangan,
pencahayaan, keributan)
Mengontrol Analgesik
 Pastikan bahwa pasien
tidak alergi terhadap
analgesik yang diberikan
 Anjurkan pasien dan
keluarga untuk memantau
intensitas, kualitas, dan
durasi nyeri
 Anjurkan pasien dan
keluarga untuk memantau
tingkat pernapasan dan
tekanan darah

BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Infeksi jamur pada kulit ada 4, yaitu tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis, dan
tinea cruris. Masing-masing infeksi jamur tersebut memiliki etiologi, anifes, komplikasi
dan patofisiologi yang berbed-beda meskipun mereka sejenis
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Tinea capitis adalah infeksi
superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatophyta (biasanya spesies Microsporum dan
Trichophyton), menyerang folikel rambut di kulit kepala dan sekitar kulit. Tinea Cruris
adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. infekssi Kelainan ini
dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit..

4.2 Saran

Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas penulis ingin memberikan beberapa


saran sebagai berikut:
1. Agar perawat sebagai insan kesehatan dapat memahami apa itu infeksi jamur
tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, dan tinea cruris, penyebabnya, pejalanan
penyakitnya, tanda dan gejalanya serta penatalaksaan medisnya.
2. Kepada teman-teman mahasiswa keperawatan agar dapat menggali pengetahuan
lebih dalam lagi mengenai apa itu infeksi jamur tinea pedis, tinea korporis, tinea
kapitis, dan tinea cruris, penyebabnya, pejalanan penyakitnya, tanda dan
gejalanya serta penatalaksaan medisnya.
DAFTRA PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit: LWW


Philadelphia.

Mandal,dkk. 2004. Lecture notes on infections disease. Penerbit: Erlangga

Mansjoer, Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Sunarso Suyoso.Tinea Kapitis Pada Bayi Dan Anak. Departemen / SMF Kesehatan Kulit
dan Kelamin. FK. Unair / RSU Dr. Soetomo
\

You might also like