Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
KELOMPOK 2
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta hidayah Nya maka
makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFEKSI JAMUR” ini dapat
diselesaikan. Tidak lupa kepada Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmatNya yang
kita nantikan di yaumul akhir nanti.
Makalah ini penting karena sebagai tugas dari mata kuliah Integumen, makalah
ini dibuat dari berbagai sumber buku, internet dan lainnya.
Kemudian kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna maka
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah yang
selanjutnya. Dan kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini, dan semoga bermanfaat bagi pembaca. Terima Kasih.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 4
1.3 Tujuan................................................................................................. 4
BAB IV PENUTUP
3.1 KESIMPULAN................................................................................. 32
3.2 SARAN.............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Bagaimana Infeksi Jamur (Dermatofitosis)
TINJAUAN TEORI
Gambaran klinis berbeda tergantung dari lokasi kelainan, respon imun selular
pasien terhadap penyebab, serta jenis spesies dan galur penyebab. Morfologi kusus
yaitu kelainan yang berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam efloresensi
(polimorfi), bagian tepinya lebih aktif. Kelainan terasa gatal. Pada beberapa keadaan,
gambaran klinis tidak khas dan sulit di diagnosis, misalnya akibat infeksi sekunder
atau pengobatan kortikosteroid. Dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas
disebut tinea inkognito.
A. Pengertian
Tinea pedis merupakan infeksi dermatofit pada kaki, terutama sela jari dan
telapak kaki terutama yang memakai kaus dan sepatu yang tertutup. Keadaan lembab
dan panas merangsang pertumbuhan jamur. Tinea manum adalah dermatofitosis pada
tangan. Semua bentuk di kaki dapat terjadi pada tangan.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Tinea pedis menyukai bagian kulit yang sering lembab dan basah. Serta
beberapa faktor lain yaitu memakai sepatu tertutup dalam waktu lama yang
menyebabkan keringat berlebih sehinga menambah kelembaban di daerah sekitar
kaki. Selain itu, pemakaian kaus kaki, khususnya kaus kaki yang bersala dari bahan
yang tidak mudah menyerap keringat juga dapat menambah kelembaban.
Pada manusia T. Rubrum memiliki sifat sifat anthropophilic, ectothirx dan tes
urease negatif.selain itu, T.rubrum juga menghasilkan keratinase yang dapat meliliskan
lapisan keratin pada stratum kaoneum kulit sehingga dapat timbul skuama. Kerusakan
yang terjadi pada startum koeneum ini, maka jamur akan dapat dengan mudah masuk
menginvasi pada jaringan yang lebih dalam dan dapat menyebabkan reaksi peradangan
lokal, yang menimbulkan pula beberapa gejala tambahan lain seperti deman, gatal
kemerahan dan nyeri. Gejala dapat pula di perparah dengan infeksi sekunder karena
bakteri.
D. Manifestasi klinis
Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling sering ditemukan
adalah:
1. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi, skuamasi serta
erosi di celah-celah jari terutama jari ke-4 dan 5. Kulit terlihat putih, dapat
berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak enak. Lesi dapat meluas ke
bawah jari dan telapak kaki.
2. Bentuk hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik
terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi dapat berupa
bercak dengan skuama putih agak mengkilat, melekat, dan relative tidak
meradang. Lesi umumnya setempat, akan tetapi dapat bergabung sehingga
mengenai seluruh telapak kaki, sering simetris dan disebut moccasin foot.
3. Bentuk vesikular subakut yaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari kemudian
meluas ke punggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal yang hebat. Bila
vesikel pecah akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut koloret. Bila
terjadi infeksi akan memperberat keadaan sehingga terjadi erysipelas.
E. Komplikasi
a. Selulitis
Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis.
Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi
bakteri pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder
pada luka. Faktor predisposisi selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit
pembuluh darah perifer. Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin,
golongan beta laktam ataupun golongan kuinolon.
b. Tinea Ungium
Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya
dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum
merupakan jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal,
pecah-pecah, dan tidak berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur
tersebut.
c. Dermatofid
Dermatofid atau reaksi “id” adalah reaksi tubuh baik bersifat umum atau
terlokalisasi terhadap antigen jamur. Merupakan suatu manifestasi reaksi
peradangan. Reaksi ini diawali dengan demam, anoreksia, adenopati,pembesaran
limpa dan leukositosis.
F. Prognosis
G. Penatalaksanaan
1. Obat topikal
Bila lesi basah, maka sebaiknya direndam dalam larutan kalium permanganat
1/5.000 atau larutan asam asetat 0,25% selama 15-30 menit, 2-4 kali sehari. Atap
vesikel dan bula dipecahkan untuk mengurangi keluhan. Bila peradangan hebat
dikombinasikan dengan obat antobiotik sistemik.
Kalau peradangan sudah berkurang, diberikan obat topikal anti jamur berspektrum
luas antara lain , haloprogin, klotrimazol, mikanazol, bifonazol, atau ketokonazol.
Pada tinea pedis tipe papilo skuamosa dengan hiperkeratosis, obat anti jamur
topikal sukar menembus kulit.
2. Obat sistemik
Biasanya tidak digunakan. Namum, bila digunakan harus dikombinasikan dengan
obat-obat anti jamur topikal. Obat-obat sistemik tersebut antara lain griseofulvin,
ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafin.
A. Pengertian
Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, kurap, herpes sircine
trichophytique, ringworm of the body) merupakan dermatofitosis pada kulit berambut
halus kecuali telapak tangan, telapak kaki. Dinamakan Tinea Corporis karena
berdasarkan bagian tubuh yang terkena, yaitu di badan dan anggota badan; disebabkan
oleh golongan jamur Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum. Tinea ini
meliputi semua dermatofitosis superfisialis yang tidak termasuk bentuk tinea kapitis,
barbe, kruris, pedis et manum, dan unguium.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi klinis
Predileksi tinea ini adalah di leher, ekstremitas, dan badan. Lesi dapat berupa
a. Lesi anular, bulat atau bulat lonjong, berbatas tegas karena terjadi konfluensi
beberapa lesi, pinggir lesi polisiklik dan agak meninggi. Lesi nampak eritema
dengan skuama, kadang-kadang dengan papul dan vesikel di tepi. Daerah tengah
biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Bila
menahun, tanda-tanda aktif menghilang, tampak hiperpigmentasi, skuama, dan
likenifikasi.
b. Tinea imbrikata mulai dengan papul yang berwarna coklat, perlahan-lahan
membesar. Pada permulaan infeksi pasien dapat merasa sangat gatal, tapi bila
menahun tidak ada keluhan. Pada kasus menahun, lesi kulit kadang-kadang dapat
menyerupai iktiosis. Kulit kepala pasien dapat terserang, rambut biasanya tidak.
c. Tinea favosa biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang
berwarna merah kuning dan berkembang membentuk kusta yang berbentuk cawan
(skutula) dengan berbagai ukuran.krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau
dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan
membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya lepas. Bila tidak
diobati, penyakit ini meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak.
E. Prognosis
F. Penatalaksanaan
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup berikan obat topical. Lama
pengobatan bervariasi antara 1 sampai 4 minggu bergantung jenis obat. Pada keadaan
inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid
jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien.
1. Obat topical
Obat topical merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topical dipengaruhi
oleh mekanisme kerja, viskositas, hidrofobitas dan asiditas formulasi obat
tersebut. Selain itu obat –obat derivat imidazol dan alilamin dapat digunakan
untuk mengatasi masalah tinea ini. Pemberian obat ini selama 3-4 minggu atau
sampai hasil kultur negative.
2. Obat sistemik
Obat sistemik yang digunakan adalah griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol
serta terbinafin.
Secara umum penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan
badan dan memakai pakaian yang menyerap keringat.
A. Pengertian
Tinea kapitis ( ringworm of the scalp) adalah kelainan pada kulit dan rambut
kepala, alis, dan bulu mata. Penyakit ini juga sering dikenal dengan istilah ringworm
of the scalpatau fungal infection of the scalp. Penyakit ini terbentuk dari mikosis
superficial atau dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita.
Ringkasnya, tinea kapitis adalah dermatofitosis pada scalp dan rambut.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis bervariasi dari lesi yang hanya berupa skuama ringan
sampai berupa alopesia luas. Kelainan juga dapat berupa lesi supuratif dengan
proses peradangan berat yang disebut kerion. Secara lebih rinci masing-masing
spesies penyebab dapat menimbulkan gejala klinis yang berbeda
1. Grey patch ringworm merupakan lesi dimulai dari papul eritematosa yang
kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan berbentuk bercak, yang menjadi
pucat dan bersisik . Keluhan gatal. Warna kulit abu-abu dan tidak berkilat.
Rambut mudah patah (beberapa mm di atas kulit kepala) dan terlepas dari
akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa ada rasa nyeri. Dapat
alopesia setempat, batas lesi tidak tegas. Kelainan ini disebabkan oleh M.
Canis, M.audoinii, atau M.ferrugienum.
2. Black dot ringworm adalah rambut terkena peradangan pada muara folikel dan
patah meninggalkan bintik-bintik hitam pada alopesia yang penuh spora.
Awalnya 2 dan 3 helai rambut, tidak semua rambut yang terkena. Lesi dapat
multipel dan tersebar di seluruh permukaan kulit kepala. Umumnya tidak
berbatas tegas. Bentuk ini disebabkan oleh T.tonsurans, T.violaceum, atau
T.soudanense.
3. Kerion adalah reaksi peradangan akut yang berat berupa pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya
dan disertai pembesaran kelenjer getah bening regional. Pada pemeriksaan
terasa pembengkakan, nyeri dan pus keluar dari folikel. Kerion dapat
menimbulkan alopesia permanen dan jaringan parut. Disebabkan M.canis,
T.mentagrophyters, T.tonsurans, M.gypseum, atau T.verrucosum.
E. Prognosis
Infeksi jamur yang ringan dapat sembauh dengan cepat. Rekasi peradangan
yang hebat lebih mudaha sembuh terutama yang disebabkan spesies zoofilik.
Infeksi ektotriks kadang-kadang dapat sembuh tanpa pengobatan. Infeksi endotriks
dapat berjalan kronis dan berlangsung sampai dewasa.
F. Penatalaksanaan
Mengingat lokasi jamur dalam folikel rambut, maka diberikan obat oral,
kecuali bila tidak ada kontraindikasi. Untuk mencegah penyebaran spora, berikan
obat topikal berupa sampo. Sebagai sampo dapat digunakan selenium sulfida,
sampo povidon iodine atau sampo yang mengandung derivat azol. Pemberian 2 kali
seminggu dapat mencegah penularan dan perluasan infeksi serta bermanfaat
mempercepat kultur negatif.
Pengobatan yang diberikan adalah griseofilvin microsize dengan dosis yang
direkomendasikan. Lama pemberian 6-8 minggu. Pengobatan sistemeik juga dapat
menggunakan ketokonazol atau itrakonazol. Dosis itrakonazol 100 mg/hari dengan
lama pemberian 5 minggu. Obat oral lain yang dilaporkan efektif adalah derival
alilamin (terbinafin). Dosis berkisar 62,5-250 mg/hari tergantung berat badan
pasien.
Kortikosteroid oral dapat dipertimbangkan penggunaannya dalam keadaan-
keadaan tertentu, untuk menghindari reaksi “id” dan mengurangi peradangan.
Penggunaan kortikosteroid oral misalnya pada bentuk kerion diberikan prednisolon
20mg/hari digunakan jangka pendek (selama ± 5 hari) untuk mengurangi gejala
inflamasi dan sisa alopesia)
A. Pengertian
Tinea krusis (eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of
the groin) adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural
saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah atau bagian tubuh yang lain (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005).
B. Etiologi
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum,
namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004). Golongan jamur ini dapat mencerna
keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik)
sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum
korneum sampai dengan stratum basalis (Boel, 2003).
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan seumur hidup. Lesi
kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural, atau meluas sekitarr anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh lainnya. Lesi umumnya bilateral
namun tidak selalu simetri. Biasanya sertai rasa gatal dan kadang-kadang rasa panas.
Kelainan kulit yang tampak pada sel paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengah. Efloresensi bermacam-macam
(polimurfi). Pada bentuk kronis, lesi kulit hanya berupa bercak hiperpigmentasi
dengan sedikit skuama. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
E. Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.
Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi topikal
Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen
yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan
perbaikan klinik yang tinggi.Berikut obat yang sering digunakan :
a) Topical azol terdiri atas: Econazol 1 %, Ketoconazol 2 %, Clotrimazol 1%,
Miconazol 2% dll. Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat
enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.
b) Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3
epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan
ergosterol membran sel jamur, yaitu naftifine 1%, butenafin 1%. Terbinafin
1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari
sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.
c) Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat
masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah
permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal
dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.
1.2,4,9,10
2. Terapi sistemik
a) Griseofulvin.
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah
3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal
tidak ada perbaikan.
b) Ketokonazol.
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari – 2
minggu pada pagi hari setelah makan
c) Flukonazol.
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
d) Itrakonazol.
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat
fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun
jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum
bersama dengan makanan.
e) Amfoterisin B. Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi
oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah
akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan
sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol. 1.2,4,9,10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Mengontrol Analgesik
Pastikan bahwa pasien tidak
alergi terhadap analgesik
yang diberikan
Anjurkan pasien dan keluarga
untuk memantau intensitas,
kualitas, dan durasi nyeri
Anjurkan pasien dan keluarga
untuk memantau tingkat
pernapasan dan tekanan
darah
A. Pengkajian
1) Anamnesa
1. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi
lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2. Keluhan Utama
Klien datang kerumah sakit dengan keluhan gatal.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah ada
keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana,
ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan
apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu
perawat yang mengkaji.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
5. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
b) Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
a.Adanya riwayat infeksi sebelumnya
b. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
c.Lingkungan yang kurang sehat
d. Hygiene personal yang kurang
2. Pola Nutrisi /Metabolik
a. Pola makan sehari – hari :jumlah makanan,waktu makan,berapa kali sehari
makan
b. Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu : berminyak ,pedas
c. Jenis makanan yang disukai.
3. Pola Eliminasi
a. Sering berkeringat
b. Tanyakan pola perkemihan
4. Pola Aktifitas dan Latihan
a.Pemenuhan sehari –hari terganggu
5. Pola Kognitif – Persepsi
a.Perubahan dalam konsentrasi dan daya stress
b. Mimpi buruk
6. Pola istirahat tidur
a. Kesulitan tidur pada malam hari karena gatal - gatal
7. Pola persepsi dan konsep diri
a. Perasaan tidak percaya diri atau minder dan peraan terisolasi
8. Pola peran hubungan
a. Frekuensi interaksi berkurang
9. Pola seksual
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
b. Ansietas ,takut akan penyakitnya serta gelisah
10. Nilai kepercayaan
a. Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
B. NANDA, NOC dan NIC
NO NANDA NOC NIC
Mengontrol Analgesik
Pastikan bahwa pasien
tidak alergi terhadap
analgesik yang diberikan
Anjurkan pasien dan
keluarga untuk memantau
intensitas, kualitas, dan
durasi nyeri
Anjurkan pasien dan
keluarga untuk memantau
tingkat pernapasan dan
tekanan darah
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Infeksi jamur pada kulit ada 4, yaitu tinea pedis, tinea korporis, tinea capitis, dan
tinea cruris. Masing-masing infeksi jamur tersebut memiliki etiologi, anifes, komplikasi
dan patofisiologi yang berbed-beda meskipun mereka sejenis
Tinea pedia atau ringworn of the foot adalah infeksi dermatifia pada kaki,
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea Korporis adalah suatu penyakit kulit
menular yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Tinea capitis adalah infeksi
superfisial yang disebabkan oleh jamur dermatophyta (biasanya spesies Microsporum dan
Trichophyton), menyerang folikel rambut di kulit kepala dan sekitar kulit. Tinea Cruris
adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. infekssi Kelainan ini
dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit..
4.2 Saran
Sunarso Suyoso.Tinea Kapitis Pada Bayi Dan Anak. Departemen / SMF Kesehatan Kulit
dan Kelamin. FK. Unair / RSU Dr. Soetomo
\