Professional Documents
Culture Documents
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya
secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke glomerulus dan
mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut kapiler. Di
glomerulus, zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa yang masih
terpakai serta cairan akan melewati membran kapiler sedangkan sel darah merah, protein
dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap tertahan di dalam darah. Filtrat (hasil
penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal yang disebut kapsula Bowman. Selanjutnya,
filtrat akan diproses di dalam tubulus ginjal. Di sini air dan zat-zat yang masih berguna
yang terkandung dalam filtrat akan diserap lagi dan akan terjadi penambahan zat-zat
sampah metabolisme lain ke dalam filtrat. Hasil akhir dari proses ini adalah urin (air seni).
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut dan gagal ginjal
kronik.
1. Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak sehingga
ginjal tidak mampu menjalani fungsinya untuk mengekskresikan hasil metabolisme tubuh
(kelebihan nitrogen dan air) dan mempertahankan keseimbangan asam dan basa
(Mueller,2005). GGA adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal
sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria. GGA dapat berakibat azotemia progesif
disertai kenaikkan ureum dan kreatinin darah (Parsoedi and Soewito, 1990). Kriteria
Diagnosis Gagal Ginjal Akut. Penurunan mendadak fungsi ginjal (dalam 48 jam) yang
ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum sebesar > 0,3 mg/dl atau kenaikan
kadar kreatinin serum lebih dari 1,5 kali (50%) bila dibandingkan dengan kadar
sebelumnya atau penurunan urine output menjadi kurang dari 0,5 cc/jam selama lebih
dari 6 jam (workshop dan symposium HIPERCCI Jawa tengah, 2013)
2. Epidemiologi
Menurut Dr. Suhardjono kasus gagal ginjal di dunia meningkat lebih dari 50%, sedangkan
di Indonesia sudah mencapai 20%. Mortalitas penderita GGA masih cukup tinggi 40–50%
pada GGA oliguri dan 15–20 % pada gagal ginjal akut non-oliguri. Insiden GGA di
populasi umum kurang dari 1 %, 5–7 % pada penderita yang dirawat di rumah sakit dan
20–25 % dari penderita di ruang perawatan intensif (Suhardjono, 2007).
3. Etiologi
Penyebab GGA dapat di bagi dalam 3 kategori utama : 1) GGA akibat penurunan suplai
darah ke ginjal, keadaan ini sering disebut sebagai GGA prarenal untuk menggambarkan
bahwa kelainan terjadi sebelum ginjal. Kelainan ini bisa diakibatkan oleh: a) Gagal
jantung dengan penurunan curah jantung dan tekanan darah rendah. b) Keadaan yang
berhubungan dengan penurunan volume darah dan tekanan darah rendah seperti pada
pendarahan hebat. 2) Gagal ginjal intrarenal akibat kelainan di dalam ginjal itu sendiri
termasuk kelainan yang mempengaruhi darah glomerulus atau tubulus. 3) Gagal ginjal
pascarenal, berarti ada sumbatan di traktus urinarius di luar ginjal adalah batu ginjal,
akibat presipitasi kalsium, atau sistin (Guyton and Hall, 1997).
4. Patofisiologi
a) Perubahan filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus bergantung pada penjumlahan
gaya-gaya yang mendorong filtrasi plasma menembus glomerulus dan gaya-gaya yang
mendorong reabsorpsi filtrat kembali ke dalam glomerulus. Gaya-gaya yang mendorong
filtrasi adalah tekanan kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium (Corwin,
2000). Tekanan kapiler bergantung pada tekanan arteri rerata. Peningkatan tekanan arteri
rerata meningkatkan tekanan kapiler sehingga cenderung terjadi peningkatan filtrasi
glomerulus. Penurunan tekanan arteri rerata menurunkan tekanan kapiler dan cenderung
mengurangi filtrasi glomerulus. Tekanan osmotik koloid cairan intertisium rendah karena
hanya sedikit protein plasma atau sel darah merah dapat menembus glomerulus. Pada
cedera glomerulus atau kapiler peritubulus, tekanan osmotik koloid cairan intertisium
dapat meningkat. Apabila meningkat, maka cairan akan tertarik keluar glomerulus dan
kapiler peritubulus sehingga terjadi pembengkakan dan edema di ruang Bowman dan
intertisium yang mengelilingi tubulus. Pembengkakan tersebut dapat mengganggu filtrasi
glomerulus dan reabsorpsi tubulus lebih lanjut dengan meningkatkan tekanan cairan
interstisium (Corwin, 2000).
b) Obstruksi tubulus. Peningkatan tekanan cairan interstisium sering disebabkan oleh
obstruksi tubulus. Obstruksi menyebabkan penimbunan cairan di nefron yang mengalir
kembali ke kapsula dan ruang Bowman. Obstruksi tubulus yang tidak diatasi dapat
menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi kerusakan ginjal yang
ireversibel terutama di papila yang merupakan tempat akhir pemekatan urin. Penyebab
obstruksi antara lain adalah batu ginjal dan pembentukkan jaringan parut akibat infeksi
ginjal (Corwin, 2000).
c) Iskemia korteks ginjal. Iskemia terjadi karena kerusakan tubulus sel endotel dan
adanya sumbatan intrarenal sehingga laju filtrasi glomerulus menurun. Iskemia umumnya
merupakan kejadian awal yang dapat merusak tubulus atau glomerulus sehingga dapat
menurunkan aliran darah. Nekrosis tubular akut mengakibatkan deskuamasi sel tubulus
nekrotik dan bahan protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan
menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan seluler akibat iskemia awal, juga ikut
menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia (Wilson, 1995).
Pemeriksaan laju filtrasi glomerulus dapat menggunakan konsentrasi kreatinin serum dan
Blood Urea Nitrogen (BUN)
1) Blood Urea Nitrogen (BUN)
Urea adalah produk akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen. Pada
penurunan fungsi ginjal, kadar urea darah meningkat. BUN dapat dipengaruhi
keadaan-keadaan yang tidak berkaitan dengan ginjal, misalnya peningkatan atau
penurunan asupan
2) Kreatinin Serum
Kreatinin serum merupakan produk sampingan dari metabolisme otot rangka normal.
Laju produksinya bersifat tetap dan sebanding dengan jumlah massa otot tubuh. Kreatinin
diekskresi terutama oleh filtrasi glomeruler dengan sejumlah kecil yang diekskresi atau
reabsorpsi oleh tubulus. Bila massa otot tetap, maka adanya perubahan pada kreatinin
mencerminkan perubahan pada klirensnya melalui filtrasi, sehingga dapat dijadikan
indikator fungsi ginjal. Kreatinin serum meningkat pada gagal ginjal. Namun ada
beberapa yang mempengaruhi kadar kretinin serum antara lain : diet, saat pengukuran,
usia penderita, jenis kelamin, berat badan, latihan fisik, keadaan pasien, dan obat
(Kenward and Tan, 2003).
Tabel II. Fungsi Ginjal Berdasarkan Klirens Kreatinin (ClCr) dan Serum Kreatinin (SrCr)
Gangguan Fungsi Ginjal ClCr (ml/menit) SrCr (mg/dl)
Ringan 20-50 1,5-5
Moderat 10-20 5-10
Parah <10 >10
3)Pemeriksaan penunjang untuk melihat anatomi ginjal. Pada gagal ginjal pemeriksaan
ultrasonography menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan anatomi ginjal
(Suhardjono et al., 2001).
4) Pemeriksaan biopsi ginjal dan serologi