You are on page 1of 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI - FITOKIMIA


ACARA II: ANALISIS METABOLIT SEKUNDER
MENGGUNAKAN KLT

Disusun oleh :

Adilah Marwa
2201031614020

Tanggal praktikum : 30 Oktober 2017

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
I. TUJUAN
- Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui dasar pemisahan suatu senyawa bahan alam
dengan menggunakan KLT
- Untuk menganalisis senyawa pada sampel

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampel Uji


2.1.1 Kunyit
Kunyit memiliki nama latin Curcuma domestica Val. Kunyit termasuk salah satu
suku tanaman temu-temuan (Zingiberaceae). Menurut Winarto (2003), dalam taksonomi
tanaman kunyit dikelompokkan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Species : Curcuma domestica


Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Sumber:
tanamanobatherbalkeluarga.blogspot.co.id

Serbuk rimpang kunyit menberikan zat warna yang berwarna kuning jika dilarutkan
di dalam air. Rimpang kunyit berisi kira-kira 5% bahan pewarna diaryl heptanoid, lebih
dikenal sebagai curcuminoids. Yang utama dari curcuminoid adalah curcumin
(diferuloylmethane) bersama-sama dalam jumlah yang lebih kecil dicaffeoglmethane,
caffeoglferuloylmethane dan dihydrocurcumin. Selain itu, menyatakan bahwa karakterisasi
dari konstituen dari fraksi polisrimpangida curcuma menunjukkan glycans asam yang baru
seperti ukanons A, B, C, dan D. (Evans, 1998)

Rimpang kunyit mengandung beberapa senyawa pewarna, terutama curcumin


(diferuloylmethane) (Evans, 1998). Prinsip pewarnaan aktif curcumin tidak jelas karena
evaluasi kromatografi kolom curcumin menunjukkan adanya beberapa pecahan berwarna
dan karakterisasi fraksi aktif tidak ditentukan. Kemampuan suatu pewarna untuk merona
struktur jaringan spesifik ditentukan oleh faktor-faktor tertentu, salah satunya adalah
keasaman zat warna. Struktur asam akan terwarnai oleh pewarna basa, sementara struktur
basa akan terwarnai oleh pewarna asam (Baker & Silverton, 1976; Carleton, 1976).

2.1.2 Jahe

Menurut Rukmana (2000), tumbuhan jahe taksonomi dikelompokkan sebagai berikut


:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Sumber: mindbodygreen.com
Spesies :Zingiber officinale
Rosc.

Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi 3 jenis,
yaitu: jahe besar (jahe gajah) yang ditandai dengan ukuran rimpang yang besar, berwarna
muda atau kuning, berserat halus dan sedikit beraroma maupun berasa kurang tajam.
(Rukmana, 2000)
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) termasuk dalam ordo Zingiberales, famili
Zingiberaceae, dan genus Zingiber (Simpson, 2006). Jahe banyak mengandung berbagai
fitokimia dan fitonutrien. Beberapa zat yang terkandung dalam jahe adalah minyak atsiri 2-
3%, pati 20-60%, oleoresin, damar, asam organik, asam malat, asam oksalat, gingerin,
gingeron, minyak damar, flavonoid, polifenol, alkaloid, dan musilago. Minyak atsiri jahe
mengandung zingiberol, linaloal, kavikol, dan geraniol. Rimpang jahe kering per 100 gram
bagian yang dapat dimakan mengandung 10 gram air, 10-20 gram protein, 10 gram lemak,
40-60 gram karbohidrat, 2-10 gram serat, dan 6 gram abu. Rimpang keringnya mengandung
1-2% gingerol (Suranto, 2004).
2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen yang dipisahkan
terdistribusi dalam 2 fase. Salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan
permukaan yang luas yang lainnya seperti fluida yang mengalir lembut disepanjang
landasan stasioner. Ketika pita tersebut melewati kolom, pelebaran disebabkan oleh
rancangan kolom dan kondisi pengerjaan dan dapat diterangkan secara kuantitatif dengan
pengertian jarak dengan teori kolom adalah jantung kromatografi, pemisahan sesungguhnya
komponen dicapai dalam kolom. Kromatografi lapis tipis atau TLC (Thin layer
chromatography) seperti halnya kromatografi kertas, murah dan mudah dilakukan.
Kromatografi ini mempunyai satu keunggulan dari segi kecepatan dan kromatografi kertas.
Kromatografi lapis tipis membutuhkan hanya setengah jam saja, sedangkan pemisahan
yang umum pada kertas membutuhkan waktu beberapa jam. TLC sangat terkenal dan rutin
digunakan di berbagai laboratorium. Media pemisahannya adalah lapisan dengan ketebalan
sekitar 0,1-0,3 mm zat padat adsorben pada lempeng kaca, plastic dan aluminium. Lempeng
yang paling umum digunakan yang berukuran 8x2 inchi. Dan zat padat yang digunakan
adalah alumina, TLC kadang-kadang disebut dengan kromatografi planar. Tidak ada cara
yang mudah dalam mengelusi komponen sampel dari lempengan (kertas) untuk melintasi
sebuah detektor tetapi telah dikembangkan peralatan untuk mengamati lempengan dengan
sifat-sifat sampel seperti itu adsorpsi sinar UV dan pengedaran ( Underwood.2006 : 487 ).
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase
geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel
padat. Kromatografi adsorpsi memiliki beberapa kekurangan, yaitu : a. pemilihan fase
diam(adsorben), b. koefisien distribusi untuk seringkali tergantung pada kadar total,
sehingga pemisahannya kurang sempurna ( Soebagio,dkk. 2002 : 58-88).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun
1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan
elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau
dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan
sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Kromatografi lapis tipis menggunakan
plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina)
maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan
dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas,
sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.
Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor
retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh
oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah: Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa
tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa
diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga
menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf
terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.
(Ewing Galen Wood, 1985)
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan.
Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat
dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat.
Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini
1. Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan perekasi warna, fluorinsasi
atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
2. Dapat dilakukan elusi secara menaik, atau dengan cara elusi 2 dimensi. merupakan bercak
yang tidak bergerak.
3. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan
merupakan bercak yang tidak bergerak.
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran,
identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas
pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau
kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan
KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang
digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara,
yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau
dengan teknik densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain,
misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang
ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi
dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya
dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib Gandjar, 2007).
2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat,
hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel
tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi
dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik
komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)

Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan cara
refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan alat
soxhlet. (Dirjen POM, 1986)

2.4 Nilai Rf

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang telah dipisahkan pada lapisan tipis lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Namun, lazimnya untuk
identifikasi menggunakan nilai Rf

Definisi nilai Rf (Faktor Retardasi) adalah jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik
asal diibagi dengan jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal. Nilai Rf berkisar pada
rentang 0 – 1. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai senyawa
standar. Suatu senyawa dikatakan identik dengan standarnya jika Rf senyawa tersebut sama
atau mendekati Rf standar. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula
jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan
dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorben polar dari plat kromatografi
lapis tipis.

Nilai Rf sangat ditentukan oleh kelancaran pergerakan bercak dalam KLT, adapun
faktor yang mempengaruhi pergerakan bercak adalah :

1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan


2. SIfat dari penjerap dan derajat aktivasinya
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap
4. Pelarut dan derajat kemurniannya
5. Derajat kejenuhan dari uap pelarut dalam bejana elusi
6. Teknik percobaan
7. Jumlah sampel yang digunakan
8. Suhu
9. Kesetimbangan

(Sastrohamidjojo, 1985)

2.5 Analisa Bahan


2.5.1 Kloroform

Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di laboratorium. Wujudnya


pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah menguap, dan berbau khas.

Sifat Fisika Kloroform

1. Berat molekul : 119,38 gr/mol


2. Titik didih : 61,20 C
3. Titik lebur : - 63,50 C
4. Massa jenis : 1,49 gr/cm3 (200 C)
5. Kelarutan dalam air : 0,82 gr/l (200 C)
6. Viskositas : 0,542 cP
Sifat Kimia Kloroform
1. Rumus molekul : CHCl3
2. Merupakan larutan yang mudah menguap, tidak berwarna, memiliki bau yang tajam
dan menusuk.
3. Bila terhirup dapat menimbulkan kantuk
2.5.2 Etanol

Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak
beracun. Selain itu etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun kimia.

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Fisika Etanol

Sifat-Sifat Kimia Etanol

Etanol selain memiliki sifat-sifat fisika juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifat-sifat kimia
tersebut adalah:

1. Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik

2. Mudah menguap dan mudah terbakar

3. Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkyl halida dan air CH3CH2OH +
HC=CH CH3CH2OCH=CH2

4. Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air CH3CH2OH +
CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O
5. Dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid

6. Mudah terbakar diudara sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang berwarna biru muda
dan transparan, dan membentuk H2O dan CO2.

2.5.3 Metanol
Sifat Fisik dan Kimia Metanol (Riawan, 2010)
Sifat fisika Metanol (CH3OH) :

1. Massa molar : 32.04 g/mol


2. Berwarna : bening
3. Densitas : 0.7918 g/cm³,
4. Titik leleh : –97 °C, -142.9 °F (176 K),
5. Titik didih : 64.7 °C, 148.4 °F (337.8 K).
6. Kelarutan dalam air : Fully miscible
7. Keasaman (pKa) : 15.5
8. Viskositas : 0.59mPa·s at 20 °C
9. Momen dipol : 1.69
Sifat Kimia Methanol:

1. Mudah terbakar,
2. Beracun
3. Mudah menguap
4. Tidak berwarna
5. Bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada etanol)
2.5.4 Heksana

Sifat fisika heksana adalah (Riawan, 2010):


1. Rumus molekul : C6H14
2. Berat molekul : 86,18 gr mol−1
3. Penampilan : Cairan tidak berwarna
4. Densitas : 0,6548 gr/mL
5. Titik lebur : −95 °C, 178 K, -139 °F
6. Titik didih : 69 °C, 342 K, 156 °F
7. Kelarutan dalam air : 13 mg/L pada 20°C
8. Viskositas : 0,294 cP
9. Klasifikasi Uni Eropa : Dapat menyala (F), Berbahaya (Xn), Reproduksi Cat.
10. Titik nyala : −23,3 °C
11. Suhu menyala sendiri : 233,9 °C
Sifat Kimia Heksana (science lab, 2005)
1. Ambang bau : 130 ppm
2. Air/minyak (koefisien partisi).: lebih larut dalam minyak log(minyak/air) = 3.9
3. Derajat ionisasi diair : tidak tersedia
4. Kelarutan ; larut dalam dietil eter, aceton. Tidak larut dalam
air dingin dan panas
V. PEMBAHASAN
Percobaan Analisis Metabolit Sekunder Menggunakan KLT bertujuan agar
mahasiswa dapat memahami dasar pemisahan senyawa bahan alam dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan untuk menganalisis senyawa dalam sampel.
Prinsip yang mendasari percobaan ini adalah distribusi senyawa yang akan dipisahkan
terhadap fase gerak dan fase diam. Fase gerak yang digunakan ialah beberpa jenis
pelarut dan fase diam yang digunakan ialah lempeg KLT. Distribusi senyawa
bergantung pada kepolaran masing-masing komponen. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk mengetahui
kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kunyit dan jahe. Fase gerak
yang digunakan untuk mengelusi sampel divariasikan berdasarkan gradien kepolaran
yaitu kloroform, etanol, methanol dan etil asetat.
Pada percobaan ini dianalisis sampel ekstrak kunyit dan jahe. Kedua sampel
ditimbang sebanyak 3 gram lalu diekstraksi dengan 10 ml etanol secara maserasi
selama 10-15 menit tujuan penjenuhan ini agar sampel maupun pembanding dapat
dipartisi dengan mudah oleh eluen (……). Pelarut etanol digunakan sebagai cairan
penyaring dengan pertimbangan dapat melarutkan berbagai senyawa, merupakan
pelarut universal; kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas; tidak
beracun; netral; etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan; untuk
menguapkan pelarut dibutuhkan waktu yang relatif lebih cepat, sedangkan kerugiannya
adalah pelarut etanol lebih mahal harganya dibandingkan dengan air atau akuades
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Lalu diambil filtrat dengan cara
disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam vial. Tujuan penyaringan yaitu untuk
mendapatkan larutan jernih dari kedua sampel sehingga dapat ditotolkan pada fasa
diam. Selanjutnya dilakukan pengukuran plat lapis tipis (KLT) sepanjang 7x2 cm
kemudian memberi batas garis atas 1 cm dan batas bawah 0,5 cm atau spot.Spot
berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel yang akan dipisahkan. Pembuatan batas
dilakukan dengan menggunakan pensil dikarenakan bahan pensil tidak dapat bereaksi
dengan pelarut (eluen) yang digunakan. Penotolan dilakukan dengan pipet kapiler yang
telah dicuci dengan etanol dengan diameter kurang lebih 2 mm, lalu pada bagian bawah
diberi jarak untuk kedua sampel hal ini bertujuan agar pemisahan terlihat jelas dan tidak
bercampur (…). Pencucian pipet kapiler menggunakan etanol karna etanol merupakan
pelarut universal dan tidak bereaksi dengan eluen (…).
Keempat jenis pelarut yang berbeda dijenuhkan pada beakerglass dengan cara
memasukkan kertas kedalamnya dan dikatakan jenuh ketika seluruh bagian kertas
sudah basah oleh pelarut. Kemudian sampel yang telah ditotolkan pada batas kedua
titik lempengan dielusikan di dalam chamber yang pelarutnya sudah dijenuhkan.
Penjenuhan dengan uap pelarut bertujuan untuk mempercepat terjadinya elusi atau
pergerakan komponen-komponen sampel pada media kertas kromatografi (….). Elusi
dilakukan sampai jarak 0,5 cm dari atas lempeng KLT lalu diangkat. Dari hasil
percobaan dapat dilihat masing –masing komponen senyawa dalam sampel akan
bergerak ke atas dengan kecepatan yang berbeda. Perbedaan kecepatan gerakan ini
merupakan akibat terjadinya pengaruh proses dengan KLT, mulai pemilihan adsorben
sampai identifikasi masing – masing komponen yang telah terpisah (adnan, 1997).
Lempeng kromatografi kemudian diamati pada lampu UV dengan panjang
gelombang 254 nm dan 365 nm. Diamati pada panjang gelombang 254 nm karena pada
UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap. Sedangkan pada panjang gelombang 366 nm noda akan berflouresensi dan
lempeng akan berwarna gelap (....). Kemudian setiap hasil pemisahan yang berbentuk
noda diberi tanda menggunakan pensil, karena jika dilakukan dengan tinta, pewarna
dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang (…). Lempeng
disemprot dengan H2SO4, prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 adalah
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus
kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke
arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh mata.
Kemudian lempeng dipanaskan diatas hot plate untuk mengeringkan lempeng
kromatografi sehingga noda dapat nampak jelas (…). Kemudian lempeng diamati
kembali pada panjang gelombang 365 nm.
5.1 Kloroform

Kloroform atau triklorometana mempunyai rumus molekul CHCl3. Dimana pada


tekanan dan suhu normal merupakan cairan bening dan berbau karakteristik.
Kloroform lebih dikenal karena kegunaanya sebagai bahan pembius, walaupun pada
kenyataannya kloroform lebih banyak digunakan sebagai pelarut nonpolar di
laboratorium atau industri. [Amonette dkk., 2009]

Pelarut kloroform dijenuhkan pada beakerglass dengan cara memasukkan kertas


kedalamnya dan dikatakan jenuh ketika air sudah mencapi titik atas kertas.
Penjenuhan pelarut akan mempengaruhi kecepatan penarikan senyawa. Selanjutnya
dilakukan tahap penotolan yaitu dengan ketentuan batas 1 cm dibagian bawah dan 0,5
cm dibagian atas. Lalu pada bagian bawah diberi jarak untuk kedua sampel hal ini
bertujuan agar pemisahan terlihat jelas dan tidak bercampur (…).

Sampel yang telah ditotolkan lempeng kemudian dielusikan di dalam chamber


yang pelarutnya sudah dijenuhkan. Penjenuhan dengan uap pelarut bertujuan untuk
mempercepat terjadinya elusi atau pergerakan komponen-komponen sampel pada
media kertas kromatografi (….). Elusi dilakukan sampai jarak 0,5 cm dari atas
lempeng KLT lalu diangkat. Dari hasil percobaan dapat dilihat masing –masing
komponen senyawa dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang
berbeda. Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat terjadinya pengaruh
proses dengan KLT, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi masing – masing
komponen yang telah terpisah (adnan, 1997). Lalu diamati pada lampu UV dengan
panjang gelombang 254 nm

You might also like