You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA BERAT

DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT SARI MULIA


BANJARMASIN

Disusun Oleh
Selly Resty Pratama
NIM : 14.IK.413

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2018
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Duramater : Lapisan luar, berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat yang bersifat liat,
tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu.
2. Arachnoid : Membran bagian tengah, bersifat tipis dan lembut. Berwarna putih
karena tidak dialiri darah, terdapat pleksus khoroid yang memproduksi cairan
serebrospinal (CSS) terdapat villi yang mengabsorbsi CSS pada saat darah masuk
ke dalam sistem (akibat trauma, aneurisma, stroke).
3. Piamater : Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang
menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan otak.

Serebrum, terdiri dari 4 lobus, yaitu:


1. Lobus frontal : Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian, dan menahan diri. Lobus terbesar.
2. Lobus parietal : Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi, mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
3. Lobus temporal : Sensasi kecap, bau, dan pendengaran, ingatan jangka
pendek.
4. Lobus oksipital : menginterpretasikan penglihatan.

Diensefalon, terdiri dari talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipofisis.


1. Talamus : Pusat penyambung sensasi bau dan nyeri.
2. Hipotalamus :Bekerja sama dengan kelenjar hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan mempertahankan pengaturan suhu
tubuh. Sebagai pusat lapar dan mengontrol BB, pengatur tidur, tekanan darah,
perilaku agresif, seksual, respon emosional.
3. Kelenjar hipofisis : Dianggap sebagai master kelenjar, karena sejumlah hormon
dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. hipofisis lobus anterior memproduksi hormon
pertumbuhan, hormon prolaktin, TSH, ACTH, LH. Lobus posterior berisi hormon
ADH.

Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.


1. Otak tengah/mesencephalon, bagian yang menghubungkan diencephalon dan
pons. Fungsi utama menghantarkan impuls ke pusat otak yang berhubungan
dengan pergerakan otot, penglihatan dan pendengaran.
2. Pons: Menghantarkan impuls ke pusat otak.
3. Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi involunter
seperti pernafasan, bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva, muntah.
Serebrum: merangsang dan menghambat dan tanggung jawab terhadap koordinasi
gerak, keseimbangan, posisi.
Sirkulasi Serebral
Menerima kira-kira 20% dari curah jantung/750 ml per menit. Sirkulasi ini sangat
dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan, sementara mempunyai
kebutuhan metabolisme yang tinggi.
Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
1) Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat
kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang
pembuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga:
a) Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
b) Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
c) Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri
komunikan posterior.
2) Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat
diraba oleh karena kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang
leher, pembuluh darah ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua
pembuluh darah tersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh
darah yang disebut anastomosis.

Suplay darah ke Medula Spinalis


Menerima nutrisi melalui cabang-cabang arteri vetebralis melalui cabang aorta
thorakalis dan aorta abdominalis. Arteri medula spinalis dan sistem vena berjalan
secara paralel satu dengan lainnya dan mempunyai hubungan percabangan yang luas
untuk mencukupi suplay darah ke jaringan-jaringan. Dibentuk oleh pleksus koroideus,
dan bersirkulasi dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subaraknoid. CSF terdiri dari air,
elektrolit, oksigen, karbondioksida, glukosa dan sedikit protein, serta konsentrasi
kalium dan klorida yg tinggi. Produksi dan reabsorbsi CSF berlangsung konstan serta
volume total CSF sekitar 125 cc dengan kecepatan sekresi CSF perhari 500 – 750 cc.
Tekanan dalam cairan CSF sekitar 5 sampai 12 cm H2O.

B. DEFINISI
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta
edema cereblal disekitar jaringan otak.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :
1. Cidera otak primer adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat
langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
2. Cidera otak sekunder adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
1. Kejang-kejang
2. Gangguan saluran nafas
3. Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
a. edema fokal atau difusi
b. hematoma epidural
c. hematoma subdural
d. hematoma intraserebral
e. over hidrasi
4. Sepsis/septik syok
5. Anemia
6. Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan
sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan
dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya .
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun
sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).
Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala, antara lain :
1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
3. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan
4. Kontak benturan (Gonjatan langsung)
a. Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
b. Kecelakaan lalu lintas
c. Jatuh
d. Kecelakaan industri
5. Serangan yang disebabkan karena olah raga
Perkelahian

D. KLASIFIKASI
Cedera kepala dibagi menjadi:
1. Cedera Kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pencahnya tengkorak
atau luka penetrasi. Besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh
velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika
tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai
durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera
kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera Kepala Tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian
serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera
kepala tertutup meliputi: komusio (gegar otak), kontusio (memar), dan laserasi.
3. Berdasarkan Tingkat Keparahan
Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas
GCS. Dimana GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :
a. Reaksi membuka mata (E)

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

b. Reaksi berbicara
Reaksi Verbal Nilai
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

c. Reaksi Gerakan lengan / tungkai

Reaksi Motorik Nilai

6
Mengikuti perintah

Melokalisir rangsangan nyeri 5

Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4

Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3

Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan 2


nyeri
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Cedera kepala ringan
Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai dengan
nyeri kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada fraktur tengkorak,
kontusio/hematoma
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung)
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral,
laserasi, hematoma dan edema serebral.
Tingkat kesadaran dibedakan menjadi:

a. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya, baik terhadap

dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang

ditanyakan pemeriksa dengan baik Nilai GCS (15-14).

b. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap

lingkungannya Nilai GCS (13-12) : Apatis.

c. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur

bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta

meronta-ronta Nilai GCS (11-10).

d. Somnolen yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila

dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali Nilai GCS (9-7).

e. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat

dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak

terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik Nilai GCS

(6-5).

f. Semi-coma yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap

pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang

nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik Nilai GCS (4)
g. coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons

terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang

nyeri Nilai GCS (3).

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi
gerakan kepala. Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa
kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Akselerasi-deselerasi terjadi
karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma.
Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi
semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan
dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak
otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah
cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam
pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen
intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara
berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium
pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan
pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung
dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan
oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera
mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah
sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam
otak.
F. MANIFESTASI KLINIK
Berdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)
a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)
a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung
lokasi dan derajad
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
d. Penekanan batang otak
e. Penurunan kesadaran
f. Edema jaringan otak
g. Defisit neurologis
h. Herniasi
4. Laserasi
a. Hematoma Epidural
“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam,
menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
1) kacau mental → koma
2) gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3) pupil isokhor → anisokhor
b. Hematoma subdural
1) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya
karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura
3) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-
bulan
4) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5) perluasan massa lesi
6) peningkatan TIK
7) sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8) disfasia
c. Perdarahan sub arachnoid
1) Nyeri kepala hebat
2) Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial.

G. KOMPLIKASI
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam
setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar
meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma. Sebagai
akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan
struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan
posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang
terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.
Defisit neurologik dan psikologik Pasien cedera kepala dapat mengalami
paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau
abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan
kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis
organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi
gangguan.
Komplikasi lain secara traumatik:
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses
otak)
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK
2. Hemorarghi
3. Kegagalan nafas
4. Diseksi ekstrakranial

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Spinal X ray, Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan, Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram, Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinal aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance), Dengan menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray, Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan, Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah, Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital
a. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbangan
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak
tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus
otot.
b. Sirkulasi
Gejala :Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia,takikardia yg diselingi bradikardia disritmia)
c. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi
e. Makanan/cairan
Gejala : mual,muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah,gangguan menelan
f. Neurosensori
Gejala:Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental,
Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tdk simetris, Genggaman
lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda: Wajah menyeringai,respon menarik pd ransangan nyeri, nyeri yang
hebat,merintih.
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi.
i. Keamanan
Gejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda:Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit:laserasi, abrasi,
perubahan warna, tanda batle disekitar telinga, adanya aliran cairan dari telinga
atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau vena
terputusNyeri
2. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisikKebersihan jalan nafas tidak efektif
3. Defisit self care b.d de-ngan kelelahan, nyeri
J. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN (NOC) INTERVENSI KEPERAWATAN (NOC)
1 Ketidakefektifan perfusi jaringan NOC : NIC :
(spesifik serebral) b.d aliran arteri dan Status sirkulasi Perfusi jaringan Monitor Tekanan Intra Kranial
atau vena terputus. serebral 1. Catat perubahan respon klien
Setelah dilakukan tindakan terhadap stimulus / rangsangan
keperawatan selama ….x 24 jam, klien 2. Monitor TIK klien dan respon
mampu men-capai : Status sirkulasi neurologis terhadap aktivitas
dengan indikator: Tekanan darah sis- 3. Monitor intake dan output
tolik dan diastolik dalam rentang yang 4. Pasang restrain, jika perlu
diharapkan Tidak ada ortostatik 5. Monitor suhu dan angka leukosit
hipotensi Tidak ada tanda tanda PTIK 6. Kaji adanya kaku kuduk
Perfusi jaringan serebral, dengan 7. Kelola pemberian antibiotik
indikator : 8. Berikan posisi dengan kepala
O
1. Klien mampu berkomunikasi elevasi 30-40 dengan leher dalam
dengan jelas dan sesuai posisi netral
kemampuan klien. 9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
2. Klien menunjukkan perhatian, 10. Beri jarak antar tindakan
konsentrasi, dan orientasi Klien keperawatan untuk meminimalkan
mampu memproses informasi peningkatan TIK
3. Klien mampu mem-buat 11. Kelola obat obat untuk
keputusan dengan benar mempertahankan TIK dalam batas
4. Tingkat kesadaran klien membaik spesifik
Monitoring Neurologis
1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi
dan bentuk pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
dan muntah
5. Monitor respon klien terhadap
pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik. NOC: NIC:
1. Nyeri terkontrol Manajemen nyeri
2. Tingkat Nyeri 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
3. Tingkat kenyamanan karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, dan beratnya
Setelah dilakukan asuhan nyeri.
keperawatan selama …. x 24 jam, klien 2. Observasi respon ketidaknyamanan
dapat : secara verbal dan non verbal.
1. Mengontrol nyeri, dengan 3. Pastikan klien menerima perawatan
indikator: analgetik dg tepat.
- Mengenal faktor-faktor 4. Gunakan strategi komunikasi yang
penyebab efektif untuk mengetahui respon
- Mengenal onset nyeri penerimaan klien terhadap nyeri.
- Tindakan pertolong-an non 5. Evaluasi keefektifan penggunaan
farmakologi kontrol nyeri
- Menggunakan anal-getik 6. Monitoring perubahan nyeri baik
- Melaporkan gejala-gejala nyeri aktual maupun potensial.
kepada tim kesehatan. 7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
- Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan 8. Kurangi faktor-faktor yang dapat
indikator: menambah ungkapan nyeri.
- Melaporkan nyeri 9. Ajarkan penggunaan tehnik
- Frekuensi nyeri relaksasi sebelum atau sesudah
- Lamanya episode nyeri nyeri berlangsung.
- Ekspresi nyeri; wa-jah 10. Kolaborasi dengan tim kesehatan
- Perubahan respirasi rate lain untuk memilih tindakan selain
- Perubahan tekanan darah obat untuk meringankan nyeri.
- Kehilangan nafsu makan 11. Tingkatkan istirahat yang adekuat
3. Tingkat kenyamanan, dengan untuk meringankan nyeri.
indicator :
- Klien melaporkan kebutuhan Manajemen pengobatan
tidur dan istirahat tercukupi 1. Tentukan obat yang dibutuhkan
klien dan cara mengelola sesuai
dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari
pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan efek
samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien / keluarga cara
mengatasi efek samping
pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan yg
dapat mempengaruhi gaya hidup
klien.

Pengelolaan analgetik
1. Periksa perintah medis tentang
obat, dosis & frekuensi obat
analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe dan
beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau IM
untuk pengobatan, jika mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian analgetik
yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik,
observasi tanda dan gejala efek
samping, misal depresi pernafasan,
mual dan muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat,
dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas, dan keparahan sebelum
pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar
a. 11. Dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak
diinginkan
3 Defisit self care b.d kelelahan, nyeri. NIC: NIC :
Self care: activity of daily living Membantu perawatan diri klien Mandi
(ADLs) dan toiletting
Setelah diberi motivasi perawatan Aktifitas: Tempatkan alat-alat mandi di
selama….x24 jam, mengerti cara tempat yang mudah dikenali dan mudah
memenuhi ADL secara bertahap dijangkau klien Libatkan klien dan
sesuai kemam-puan, dengan kriteria : dampingi Berikan bantuan selama klien
1. Mengerti secara seder-hana cara masih mampu mengerjakan sendiri
mandi, makan, toileting, dan NIC: ADL Berpakaian
berpakaian serta mau mencoba Aktifitas: Informasikan pada klien dalam
secara aman tanpa cemas memilih pakaian selama perawatan
Sediakan pakaian di tempat yang mudah
dijangkau Bantu berpakaian yang sesuai
2. Klien mau berpartisipasi dengan Jaga privcy klien Berikan pakaian pribadi
senang hati tanpa keluhan dalam yg digemari dan sesuai
memenuhi ADL NIC: ADL Makan
Anjurkan duduk dan berdo’a bersama
teman Dampingi saat makan Bantu jika
klien belum mampu dan beri contoh Beri
rasa nyaman saat makan
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius

Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Carolyn M. Hudak. 2001. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih
Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah
Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Corwin, E.J. 2002. Handbook of Pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC.

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes
. 4th. Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC.

Sandra M. Nettina. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical–Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.

Suyono, S, et al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI

You might also like