You are on page 1of 7

Abstrak

Saat musim hujan, resiko melakukan budidaya tanaman semakin besar. Pengaruh hujan bisa
berakibat pada gagalnya pembungaan sehingga tanaman tidak berbuah. Belum lagi terjadi
banjir, tanaman banyak yang terendam sehingga bisa berakibat puso. Musim hujan bisa
menjadi berkah bagi petani sekaligus bisa menjadi musibah. Melihat kondisi tersebut perlu
ada sistem perlindungan bagi petani agar petani tidak semakin terpuruk keadaannya kalau
terjadi gagal panen. Sistem perlindungan bisa didapatkan dari asuransi pertanian

Adapun tujuan penulisan ini adalah mengetahui manfaat asuransi pertanian dan hal-hal yang
harus diantisipasi dalam merealisasikan asuransi pertanian..Data yang ada di peroleh dari
studi pustaka (buku, laporan dan internet), dan analisa yang dipakai menggunakan analisa
deskriptif.

Program asuransi pertanian ini telah dimulai sejak tahun 2012 dan di uji coba dalam skala
kecil. Setelah lahirnya UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani maka asuransi pertanian menjadi keniscayaan Namun sampai saat ini belum ada
peraturan turunan untuk melaksanakan UU No.19 Tahun 2013.

Peraturan yang lebih teknis setidaknya harus bisa menjawab empat hal. Pertama, standarisasi
yang jelas terhadap produk pertanian yang diasuransikan. Kedua, nilai premi yang harus
dibayarkan. Ketiga, kelembagaan terkait pengelola jasa asuransi.

Yang terpenting, asuransi pertanian tidak menjadi pelarian tanggung jawab Pemerintah dari
persoalan pokok yang dihadapi dalam sektor pertanian. Jangan sampai banjir, kekeringan dan
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi kambing hitam atas kegagalan
panen. Harus ada langkah antisipatif untuk mengatasi itu semua.

Kata kunci : UU No.19 Tahun 2013, asuransi pertanian, petani


Asuransi Pertanian : Solusi Alternatif Perlindungan Petani Di Saat Bencana

I. Pendahuluan

Petani sering diposisikan pada kaum marginal. Dimana petani selama ini hanya sebagai price
taker (penerima harga) bukan price maker (penentu harga). Keadaan ini berakibat pada
posisi petani yang kurang menguntungkan. Kondisi ini dimulai saat petani melakukan
budidaya tanaman terutama padi. Biaya sarana produksi pertanian mahal dan kondisi musim
yang tidak menentu menyebabkan bertani bukan pekerjaan mudah.

Kebiasaan petani di Indonesia pada umumnya masih tergantung pada produk pabrik baik
pupuk maupun pestisida kimiawi. Ini turut menyebabkan biaya produksi ditingkat petani
semakin membengkak. Biaya produksi yang semakin membengkak tidak menjadi masalah
kalau petani di Indonesia adalah farmers.

Menurut Sutrisno (1999) ada dua konsep mengenai petani , yaitu peasants dan farmers.
Peasants (subsitance farmers) adalah petani yang memiliki lahan sempit dan memanfaatkan
sebagian besar hasil pertanian yang diperoleh untuk kepentingan sendiri. Farmers adalah
orang-orang yang hidup dari pertanian dan memanfaatkan sebagaian besar hasil pertanian
yang diperoleh untuk di jual dan telah akrab dengan sistem modern,seperti perbankan.
Secara mayoritas, petani di Indonesia bisa digolongkan hanya sebagai Peasants.

Selain petani mengeluarkan biaya produksi yang tidak sedikit, petani masih menghadapi
ketidakpastiannya kiatannya dengan faktor bencana, iklim, serangan hama yang bisa
menyebabkan gagal panen. Dalam konteks pertanian, resiko tidak terlepas dari masalah
ketidakpastian bisa muncul dikemudian hari terutama yang berkaitan dengan pendapatan
yang dapat berpengaruh dalam proses produksi jangka pendek dan perencanaan jangka
panjang. Pengaruh tersebut bisa menimbulkan turunnya hasil produksi, sehingga menurunnya
nilai asset baik tetap mau aset bergerak, dan mempengaruhi keputusan petani untuk tetap
bekerja atau tidak.

Melihat kondisi tersebut perlu ada sistem perlindungan bagi petani agar petani tidak semakin
terpuruk keadaannya kalau terjadi gagal panen. Sistem perlindungan bisa didapatkan dari
asuransi pertanian. Namun masalahnya, apakah biaya premi asuransi hanya di bebankan
petani saja ?. Berapa biaya preminya?. Penyebab kerugian apa saja yang bisa di cover / di
klaim oleh asuransi ?. Tentu masih pertanyaan lain yang harus segera bisa di jawab agar
petani di Indonesia tidak terombang-ambing oleh ketidakpastian.

Adapun tujuan penulisan ini adalah mengetahui manfaat asuransi pertanian dan hal-hal yang
harus diantisipasi dalam merealisasikan asuransi pertanian.

II. Tinjauan Pustaka

Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer resiko dari satu pihak lain dengan cara rutin membayar premi secara
rutin ke pihak perusahaan asuransi.

Fungsi asuransi ini untuk melindungi petani dari resiko karena bencana. Artinya petani tidak
terlalu menangung rugi besar saat hasil pertaniannya terkena bencana yang tidak diinginkan.
Saat musim hujan, resiko melakukan budidaya tanaman semakin besar. Pengaruh hujan bisa
berakibat pada gagalnya pembungaan sehingga tanaman tidak berbuah. Belum lagi terjadi
banjir, tanaman banyak yang terendam sehingga bisa berakibat puso. Musim hujan bisa
menjadi berkah bagi petani sekaligus bisa menjadi musibah.

Menurut Santi Singagerda (2012) dalam menghadapi risiko, petani menerapkan strategi yang
berbeda-beda. Umumnya, mereka menerapkan satu atau kombinasi dari beberapa strategi
berikut:
1 . Strategi produksi, mencakup diversifikasi atau memilih usaha tani yang pembiayaan dan
atau pengelolaan produksinya fleksibel. Petani Indonesia umumnya menerapkan strategi
diversifikasai usaha tani.
2 . Strategi pemasaran, misalnya menjual hasil panen secara berangsur, memanfaatkan system
kontrak untuk penjualan produk yang akan dihasilkan, dan melakukan perjanjian harga antara
petani dan pembeli untuk hasil panen yang akan datang. Upaya yang banyak dilakukan petani
Indonesia adalah dengan cara menjual hasil panen secara berangsur.
3 . Strategi finansial, mencakup melakukan pencadangan dana yang cukup, melakukan
investasi pada kegiatan berdaya hasil tinggi, dan membuat proyeksi arus tunai berdasarkan
perkiraan biaya produksi, harga jual produk, dan produksi. Di Indonesia strategi ini belum
populer.
4 . Pemanfaatan kredit informal, seperti meminjam uang atau barang kebutuhan pokok dari
pedagang atau pemilik modal perorangan. Strategi ini banyak diterapkan petani kecil di
Indonesia.
5 . Menjadi peserta asuransi pertanian untuk menutup kerugian yang diperkirakan akan
terjadi.Strategi ini banyak ditempuh oleh petani di negara maju dan sebagian petani di negara
berkembang. Di Indonesia, asuransi pertanian formal belum berkemkan. Meskipun beberapa
strategi tersebut telah diterapkan oleh sebagian petani, mereka masih sulit mengatasi risiko
berusaha tani.

III. Analisa dan Pemecahan Masalah

Kebijakan pemberian asuransi pertanian yang rencana di realisasikan pada tahun ini ternyata
belum terlaksana. Ini tidak terlepas dari keterbatasan fiskal pemerintaproses perizinan di
kementerian keuangan. Pemerintah hanya memfokuskan pada pananganan bantuan
pemulihan sektor pertanian yang dianggarkan pada dana kontigensi tanggap bencana. Dana
kontigensi bencana digunakan untuk perbaikan infrastruktur seperti perbaikan irigasi yang
rusak terkena banjir dan penyediaan benih. Bagi petani yang sawahnya terkena puso akan
memperoleh penggantian benih dan sarana produksi pertanian senilai Rp 3,7 juta per hektar.

Program asuransi pertanian ini telah dimulai sejak tahun 2012 dan di uji coba dalam skala
kecil. Setelah lahirnya UU No.19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani maka asuransi pertanian menjadi keniscayaan. Pasal 37 ayat 1 UU No.19 Tahun 2013
menyatakan “ Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban
melindungi usaha tani yang dilakukan oleh petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat 2 dalam bentuk Asuransi Pertanian. Sedangkan, pasal 37 ayat 2 “Asuransi pertanian
sebagaimana dimaksud pasa ayat (1) dilakukan untuk melindungi petani dari kerugian
gagal panen akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah
penyakit hewan penular, sampai perubahan iklim ; dan atau jenis resiko-resiko lain diatur
dengan peraturan menteri “.
Sampai saat ini belum ada peraturan turunan untuk melaksanakan UU No.19 Tahun 2013.
Peraturan turunan ini bisa menjadi panduan teknis sehingga asuransi pertanian mudah
direalisasikan. Belum semua Pemerintah Daerah memahami bentuk ganti rugi seperti yang
dimaksudkan dalam UU tersebut. Tidak hanya itu, banyak petani juga yang belum tahu
tentang asuransi pertanian. Sosialisasi tata cara asuransi menjadi hal penting sehingga petani
memahami program tersbut dan tidak diposisikan sebagai pihak yang dirugikan.

Nantinya, peraturan yang lebih teknis setidaknya harus bisa menjawab empat hal. Pertama,
standarisasi yang jelas terhadap produk pertanian yang diasuransikan. Apakah hanya
komoditas padi yang diasuransikan, bagaimana nasib komoditas lain ?. Data Badan Pusat
Statististik (BPS), total lahan panen pada tahun 2012 adalah 225,3 juta ha, terdiri dari
tanaman pangan 19,9 juta ha dan hortikultura 205,4 juta ha. Dari total tanaman pangan 19,9
juta ha , tanaman padi hanya 13,5 juta ha. Tanaman padi hanya 5,97 % dari total lahan panen
seluruhnya. Hal ini bisa menimbulkan kecemburuan bagi petani non padi .

Selain itu, harus ada standar minimal luas lahan yang boleh diasuransikan . Data BPS tahun
2013, jumlah petani mencapai 26,13 juta keluarga. Apabila suatu saat semua petani
mengajukan klaim gagal panen karena gangguan alam yang hebat, maka negara bisa
bangkrut. Antar petani bisa membentuk kelompok tani sehingga gabungan kepemilikan lahan
memenuhi batas minimal lahan persawahan yang bisa diasuransikan.

Kedua, nilai premi yang harus dibayarkan. Konsep yang ada dari Kementerian Pertanian,
petani dapat mengklaim Rp 6 Juta per hektar apabila terkena puso. Petani harus bayar premi
Rp 180.000,- untuk tiap musim tanam. Pemerintah akan mensubsidi sebesar 80 % dari toal
premi. Artinya petani hanya akan membayar Rp 36.000. Prosedur pengumpulannya juga
perlu ditentukan ke siapa. Batasan lahan pertanian yang diproteksi adalah 70 % sawah yang
puso.

Ketiga, kelembagaan terkait pengelola jasa asuransi. Apakah swasta atau BUMN ?. Selama
ini belum ada Bank yang siap menjadi pihak penjamin. Pemerintah harus bisa membentuk
lembaga khusus pertanian guna membiayai para petani. Perlu dipikirkan juga lembaga
ditingkat petani yang relevan dengan asuransi pertanian.
Yang terpenting, asuransi pertanian tidak menjadi pelarian tanggung jawab Pemerintah dari
persoalan pokok yang dihadapi dalam sektor pertanian. Jangan sampai banjir, kekeringan dan
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi kambing hitam atas kegagalan
panen. Harus ada langkah antisipatif untuk mengatasi itu semua.

Dalam hal banjir, Pemerintah kita bisa melakukan banyak hal,antaralain : reboisasi,
normalisasi sungai, pembersihan sampah darisungai/saluran air. Dalam hal mengatasi
kekeringan, harus bisa dicari teknologi tepat guna untuk mengatasi daerah-daerah yang biasa
mengalami kekeringan. Dalam hal mengatasi serangan hama, bisa diatasi secara teknis
budidiaya baik dengan rotasi tanaman, memelihara musuh alami dan sebagainya.

Peran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) harus dioptimalkan dalam mengawal program
asuransi pertanian ini. PPL bisa menjembatani kepentingan pihak asuransi dan petani. Ketika
petani mengalami kendala, baik secara administratif dan teknis dalam menjalankan program
ini maka bisa berkonsultasi dengan PPL. Semoga.

IV. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1. Asuransi pertanian perlu segera direalisasikan sesuai amanat UU No.19 Tahun


2013 demi kepastian petani dari resiko dalam melakukan usaha tani.
2. Perlu ada peraturan turunan yang lebih teknis dari UU No.19 Tahun 2013 dan itu
harus bisa menjawab pertanyaan berkaitan standarisasi yang jelas terhadap produk
pertanian yang diasuransikan, nilai premi yang harus dibayarkan dan kelembagaan
terkait pengelola jasa asuransin(antara swasta atau BUMN).

B. Saran
Sebagai sebuah sistem, asuransi pertanian berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
bersifat top down, oleh karena itu Pemerintah harus bisa segera membuat kebijakan
dengan aturan yang jelas sehingga ada kepastian bagi petani.
Daftar Pustaka

Soetrisno, Lukman,2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Kanisius . Yogyakarta

Santi Singagerda, Faura , 2012. Dampak Asuransi Pertanian Terhadap Usaha Peningkatan
Produksi Pertanian. From http://fauranisanti.blogspot.com/2012/03/dampak-asuransi-
pertanian-terhadap.html. 26 Februari 2014.pukul 14.00

You might also like