Professional Documents
Culture Documents
I. IDENTIFIKAS
• Nama :M
• Umur : 2 bulan
• Jenis Kelamin : perempuan
• Alamat : Pedamaran
• Agama : Islam
• MRS : 10 Maret 2017
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis : Diberikan oleh ibu kandung
Keluhan utama : sesak nafas sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus, tidak menggigil,
dan tidak disertai kejang. Muntah 4 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, banyaknya 3-4
sdm/kali, isi sisa minuman. Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada.
Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut, tidak diengaruhi oleh
makanan, cuaca dan aktivitas. Anak saat ini mendapatkan ASI saja. Riwayat tersedak
sebelumnya disangkal. Riwayat atopi atau biring susus tidak ada. Riwayat kontak dengan
unggas mati mendadak tidak ada. BAK jumlah dan warna biasa. BAB warna dan
konsistensi biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada pernah menderita berak-berak encer sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat alergi ( udang dan ikan )
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini
Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 3000 gram, panjang
lahir 49 cm.
Riwayat minum dan makan
ASI : sejak lahir - sekarang
Riwayat Imunisasi :
BCG : -
DPT : -
Polio : -
Hepaitis B : -
Campak : -
Kesan : imunisasi dasar pada pasien belum dierikan
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Frekuensi nadi : 130 x / menit
Frekuensi nafas : 58 x / menit
Suhu : 37,3º C
Berat badan : 5,7 kg
Tinggi badan : 57 cm
BB/U : 5,7/ 5 x 100% = 114 %
TB/U : 57/57 x 100% = 95,36 %
BB/TB : 5,7/5 x 100% = 114 %
Kesan : gizi baik
PEMERIKSAAN SISTEMIK
Kulit : Teraba hangat, turgor baik , sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun tidak
cekung.
Mata : mata terlihat cekung, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, Reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)
Thorak
Paru Inspeksi : normochest, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor kiri = kana
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring di kedua
lapangan paru, ekspirasi memanjang
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus terapa pada LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : hepar teraba 1/3 – ¼ , lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Extremitas : akral teraba hangat, refilling kapiler baik,
reflek patella +/+ N, achilles +/+ N. Reflek patologis : Babinsky +/+
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb : 11,6 gr%
Leukosit : 18.300/mm3
Hitung jenis : 0/0/1/50/48/1
Urin : Makroskopis : Warna kuning
Mikroskopis : leukosit : (-)
Eritrosit : (-)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : gepeng (-)
Protein :(-)
Glukosa :(-)
Bilirubin (-)
Urobilinogen (+)
Diagnosis Kerja:
Bronkopneumonia
Diagnosis Banding :
Bronkhitis akut
Terapi :
O2 2 liter/ menit
IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Dexamethason 3x1 mg IV
Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Sementara Puasa
FOLLOW UP
Keluhan Pemeriksaan dan Diagnosis Penatalaksanaan
11 Maret 2017
S : Sesak Nafas O: P:
KU : Tampak sakit sedang O2 1 liter/ menit
Kesadaran : Compos Mentis IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari
HR : 122x/m : 24 tetes/menit ( mikro )
RR : 52x/m Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Temp : 36,9C Dexamethason 3x1 mg IV
Pemeriksaan Fisik Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Mata : KA (-/-), SI (-/-) Coba minum 1x5cc/NGT
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
A : Broncopneumonia
12 Maret 2017
S: O: P:
Sesak berkurang KU : Tampak sakit sedang O2 1 liter/ menit
Kesadaran : Compos Mentis IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari
HR : 120x/m : 24 tetes/menit ( mikro )
RR : 36x/m Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Temp : 37,1C Dexamethason 3x1 mg IV
Pemeriksaan Fisik Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Mata : KA (-/-), SI (-/-) ASI 8x15cc
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
A : Broncopneumonia
13 Maret 2017
S : Sesak (-) O: P:
KU : Tampak sakit sedang O2 1 liter/ menit
Kesadaran : Compos Mentis IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari
HR : 124x/m : 24 tetes/menit ( mikro )
RR : 30x/m Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Temp : 36,1C Dexamethason 3x1 mg IV
Pemeriksaan Fisik Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Mata : KA (-/-), SI (-/-) ASI 8x15cc
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Pasien Pulang Paksa
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
A : Broncopneumonia
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan
adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.
1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di
Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar
180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti
menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan anak balita, pneumonia sering disebabkan
oleh infeksi Streptococus pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan
Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan penelitian pada pneumonia
anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan
bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV
), Rhinovirus, dan virus Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi
infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentuka etiologi.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jaang
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Sreptococcus group B Streptococcus group D
Lahir – 20 hari Listeria Monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Virus Bordetella pertussis
Virus Adeno Hamophillus influenza tipe B
Virus Influenza Moraxella catharallis
3 minggu – 3 bulan Virus Parainfluenza 1,2,3 Staphylococcus aureus
Repiratory Syncytial virus Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Hamophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharallis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Staphylococcus aureus
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Hamophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
5 tahun – remaja Virus adeno
Virus Epstein Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Repiratory Syncytial virus
Virus varisella zoster
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi, suara nafas
melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil
Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari servix ibu.
Infeksi dapat berasal dari kimtaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital-acquired
pneumoni ). Disamping itu dapat terjadi akibat kontaminasi dengansumber infeksi dari
masyarakat ( community-acquired pneumonia).
Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan
apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,
takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi BBLR sering terjadi
hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis dan meningitis. Sepsis pada
pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka
mortalitas sangat tiggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di
Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap
kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus
segera dirawat di RS.
infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat
menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi mendapatkan
infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port d’entree infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran
respiratori, dan vagina. Gejala timbul pada usia 4-12 minggu. Gejala umum ; gejala infeksi
respiratori ringan-sedang, ditandai dengan batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu
kali batuk ), kadang – kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa
kasus infeksi berkembang menjadi pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan
memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.
Gambaran foto rontgen thoraks tidak khas, umumnya terlihat tanda—tanda hiperinflasi
bilateral dengan berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat iinterstisial, retikulonoduler,
atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier. Antibiotik pilihan adalah makrolid
intravena.
2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar.
Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumonae merupakan etiologi
pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit
kepala, anoreksia, kadang – kadang keluhan gastrointestinal. Secara klinis ditemukan gejala-
gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta, nafas cuping hidung, ronki dan sianosis.
Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Ronki hanya ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea
merupakan gejala pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema gerakan
dada tertinggal di daerah efusi. Gaerakan dada juga akan tergnggu bila terdapat nyeri dada
akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin bertambah, tetapi
nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann bawah
yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan
bawah menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi kibat dilatasi lambung yang
disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin terba karena tertekan oleh
difragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
pneumonia.
1.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau serologis
merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri penyebab tidak selalu
mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai. Prediktor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut :
takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki dan suara nafas melemah serta didukung
oleh gambaran radiologis.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana
pneumonia yang sederhana.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia berat
Bila ada sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Pneumonia
Bila tidak ada sesak nafas
Ada nafas cepat dengan laju nafas
> 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
o Bukan pneumonia
Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.
Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumoniaarus dirawat dan diberikan antibiotik
Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Bukan pneumonia
Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
1.8 Penatalaksanaan
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan
atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat
inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena,
oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari,
diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis
15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan
dosis 5mg/kgBB untuk hari berikutnya.
Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin atau
amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan brupa : Penisilin
G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ),
dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan selama 10 hari.
1.9 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.