You are on page 1of 14

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKAS
• Nama :M
• Umur : 2 bulan
• Jenis Kelamin : perempuan
• Alamat : Pedamaran
• Agama : Islam
• MRS : 10 Maret 2017

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis : Diberikan oleh ibu kandung
Keluhan utama : sesak nafas sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 4 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak terus menerus, tidak menggigil,
dan tidak disertai kejang. Muntah 4 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, banyaknya 3-4
sdm/kali, isi sisa minuman. Batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk berdahak, pilek tidak ada.
Sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut, tidak diengaruhi oleh
makanan, cuaca dan aktivitas. Anak saat ini mendapatkan ASI saja. Riwayat tersedak
sebelumnya disangkal. Riwayat atopi atau biring susus tidak ada. Riwayat kontak dengan
unggas mati mendadak tidak ada. BAK jumlah dan warna biasa. BAB warna dan
konsistensi biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada pernah menderita berak-berak encer sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
 Ayah pasien memiliki riwayat alergi ( udang dan ikan )
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini
Riwayat Kehamilan
Ibu kontrol sekali sebulan secara teratur ke bidan.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan, ditolong bidan , langsung menangis kuat, BB lahir 3000 gram, panjang
lahir 49 cm.
Riwayat minum dan makan
ASI : sejak lahir - sekarang
Riwayat Imunisasi :
 BCG : -
 DPT : -
 Polio : -
 Hepaitis B : -
 Campak : -
Kesan : imunisasi dasar pada pasien belum dierikan

Riwayat Sosial Ekonomi dan Keluarga


Pasien anak pertama ( tunggal ), ayah bekareja sebagai wiraswasta buang air besar di
jamban, pekarangan cukup luas, sampah rumah tangga dibakar

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : sadar
Frekuensi nadi : 130 x / menit
Frekuensi nafas : 58 x / menit
Suhu : 37,3º C
Berat badan : 5,7 kg
Tinggi badan : 57 cm
BB/U : 5,7/ 5 x 100% = 114 %
TB/U : 57/57 x 100% = 95,36 %
BB/TB : 5,7/5 x 100% = 114 %
Kesan : gizi baik

PEMERIKSAAN SISTEMIK
Kulit : Teraba hangat, turgor baik , sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Kepala : Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun tidak
cekung.
Mata : mata terlihat cekung, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, Reflek cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Mulut tidak kering, lidah kotor (-), sianosis (-)
Thorak
Paru Inspeksi : normochest, retraksi epigastrium (+)
Palpasi : fremitus sukar dinilai
Perkusi : sonor kiri = kana
Auskultasi : bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring di kedua
lapangan paru, ekspirasi memanjang
Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus terapa pada LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada.

Abdomen
Inspeksi : perut tidak membuncit, distensi tidak ada
Palpasi : hepar teraba 1/3 – ¼ , lien tidak teraba.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Extremitas : akral teraba hangat, refilling kapiler baik,
reflek patella +/+ N, achilles +/+ N. Reflek patologis : Babinsky +/+

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb : 11,6 gr%
Leukosit : 18.300/mm3
Hitung jenis : 0/0/1/50/48/1
Urin : Makroskopis : Warna kuning
Mikroskopis : leukosit : (-)
Eritrosit : (-)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Epitel : gepeng (-)
Protein :(-)
Glukosa :(-)
Bilirubin (-)
Urobilinogen (+)

Diagnosis Kerja:
Bronkopneumonia

Diagnosis Banding :
Bronkhitis akut

Terapi :
 O2 2 liter/ menit
 IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari : 24 tetes/menit ( mikro )
 Cefotaxime 2 x 300 mg IV
 Dexamethason 3x1 mg IV
 Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
 Sementara Puasa

FOLLOW UP
Keluhan Pemeriksaan dan Diagnosis Penatalaksanaan
11 Maret 2017
S : Sesak Nafas O: P:
KU : Tampak sakit sedang  O2 1 liter/ menit
Kesadaran : Compos Mentis  IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari
HR : 122x/m : 24 tetes/menit ( mikro )
RR : 52x/m  Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Temp : 36,9C  Dexamethason 3x1 mg IV
Pemeriksaan Fisik  Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Mata : KA (-/-), SI (-/-)  Coba minum 1x5cc/NGT
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
A : Broncopneumonia

12 Maret 2017
S: O: P:
Sesak berkurang KU : Tampak sakit sedang  O2 1 liter/ menit
Kesadaran : Compos Mentis  IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari
HR : 120x/m : 24 tetes/menit ( mikro )
RR : 36x/m  Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Temp : 37,1C  Dexamethason 3x1 mg IV
Pemeriksaan Fisik  Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Mata : KA (-/-), SI (-/-)  ASI 8x15cc
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
A : Broncopneumonia

13 Maret 2017
S : Sesak (-) O: P:
KU : Tampak sakit sedang  O2 1 liter/ menit
Kesadaran : Compos Mentis  IVFD Ka En 1B 105cc/kgBB/hari
HR : 124x/m : 24 tetes/menit ( mikro )
RR : 30x/m  Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Temp : 36,1C  Dexamethason 3x1 mg IV
Pemeriksaan Fisik  Paracetamol 60 mg ( T> 38,5 C)
Mata : KA (-/-), SI (-/-)  ASI 8x15cc
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
 Pasien Pulang Paksa
Thoraks : retraksi epigastrium dan interkosta menurun
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler rhonki +/+, wheezing -/-
Abdomen : distensi (-), BU (+) normal
Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik
A : Broncopneumonia
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Pneumoni adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Bronkopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan
adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

1.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor
6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab
kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang
dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di
Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP
Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara
penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis,
pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 %
diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar
180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti
menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.
1.3 Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih beeasr dan anak balita, pneumonia sering disebabkan
oleh infeksi Streptococus pneumoniae, Haemophillus inflienzae tipe B, dan
Staphylococcusaureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk. Melakukan penelitian pada pneumonia
anak dan menemukan etiologi virus sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30%, dan
bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytical Virus ( RSV
), Rhinovirus, dan virus Paraifluenza. Kelompok anak usia 2 tahu ke atas mempunyai etiologi
infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.
Secara klinis, umumya pneumoia bakteri sulit dibedakan dengan pneumonia virus.
Demikian juga dengan pemerikksaan radiologis dan laboratorium, biasanya tidak dapat
menentuka etiologi.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jaang
Bakteri Bakteri
 E.colli  Bakteri anaerob
 Sreptococcus group B  Streptococcus group D
Lahir – 20 hari  Listeria Monocytogenes  Haemophillus influenza
 Streptococcus pneumoniae
 Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo
 Virus Herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Virus  Bordetella pertussis
 Virus Adeno  Hamophillus influenza tipe B
 Virus Influenza  Moraxella catharallis
3 minggu – 3 bulan  Virus Parainfluenza 1,2,3  Staphylococcus aureus
 Repiratory Syncytial virus  Ureaplasma urealyticum
Virus
 Virus Sitomegalo

Bakteri Bakteri
 Chlamydia trachomatis  Hamophillus influenza tipe B
 Mycoplasma pneumoniae  Moraxella catharallis
 Streptococcus pneumoniae  Neisseria meningitidis
 Staphylococcus aureus

4 bulan - 5 tahun Virus Virus


 Virus adeno  Virus varisella zoster
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus

Bakteri Bakteri
 Chlamydia trachomatis  Hamophillus influenza tipe B
 Mycoplasma pneumoniae  Legionella sp
 Streptococcus pneumoniae  Staphylococcus aureus
Virus
5 tahun – remaja  Virus adeno
 Virus Epstein Barr
 Virus influenza
 Virus parainfluenza
 Virus rino
 Repiratory Syncytial virus
 Virus varisella zoster

1.4 Patologi dan patogenesis


Umumnya mikroorganime penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
respiratori. Mula – mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penybaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukasit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis
yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi , fibrin menipis, kuman dan debris
menghilang. Stadium ini disebut stadium reolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang
tidak terkena akan tetap normal.
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,
shingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri
tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri
lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak – bercak
konsolidasi merata di seluruh lapanga paru ( bronkopneumonia ), dan pada anak besar atau
remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus ( pneumonia lobaris ). Pneumotokel atau
abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil
karena Staphylococcus aureus meghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin,
lekosidin, stafilokinase , dan koagulase. Toksi dan enzim ini enyebabkan nekrosis,
perdarahan dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilka
bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat
fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman.
Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang
serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan – bulan, tetapi biasanya tidak
memerlukan terapi lebih lanjut.

1.5 Manifestasi Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomikdan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinik yang
kadang – kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan afsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mutah atau diare; kadang – kadang ditemukan
geala infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda kliis seperti pekak perkusi, suara nafas
melemah, dan ronkhi. Akan tetapi pada neonatus dan bai kecil gejala dan tanda pneumonia
lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.
1. Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil
Pneumonia pada neonatus sering kali terjadi akibat transmisis vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari servix ibu.
Infeksi dapat berasal dari kimtaminasi dengan sumber infeksi dari RS (hospital-acquired
pneumoni ). Disamping itu dapat terjadi akibat kontaminasi dengansumber infeksi dari
masyarakat ( community-acquired pneumonia).
Gambaran pneumonia pada neonatus dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan
apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,
takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Ada bayi BBLR sering terjadi
hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan antara sepsis dan meningitis. Sepsis pada
pneumonia neonatus dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka
mortalitas sangat tiggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%. Angka kematian di
Indonesia dan di negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh karena itu, setiap
kemungkinan adanya pneumonia pada neonatus dan bayi kecil berusia dibawah 2 bulan harus
segera dirawat di RS.
infeksi oleh Chamydia trachomatis merupakan infeksi perinatl dan dapat
menyebabkan pneumonia pada bayi berusia dibawah 2 bulan. Umumnya bayi mendapatkan
infeksi dari ibu pada masa persalinan. Port d’entree infeksi meliputi mata, nasofaring, saluran
respiratori, dan vagina. Gejala timbul pada usia 4-12 minggu. Gejala umum ; gejala infeksi
respiratori ringan-sedang, ditandai dengan batuk-batuk stacatto ( inspirasi diantara setiap satu
kali batuk ), kadang – kadang disertai muntah, umumnya pasien tidak demam. Beberapa
kasus infeksi berkembang menjadi pneumonia berat ( sindrom pneumonitis ) dan
memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi ronki atau mengi, takipnea, dan sianosis.
Gambaran foto rontgen thoraks tidak khas, umumnya terlihat tanda—tanda hiperinflasi
bilateral dengan berbagai bentuk infiltrat difus, seperti infiltrat iinterstisial, retikulonoduler,
atelektasis, bronkopneumonia, dan gambarn milier. Antibiotik pilihan adalah makrolid
intravena.
2. Pneumonia pada Balita dan Anak yang Lebih Besar.
Pada anak yang lebih besar dan remaja, Mycoplasma pneumonae merupakan etiologi
pneumonia atipik yang cuup signifikan. Keluhan meliputi demam, menggigil, batuk, sakit
kepala, anoreksia, kadang – kadang keluhan gastrointestinal. Secara klinis ditemukan gejala-
gejala respiratori seperti takipnea, retraksi subkosta, nafas cuping hidung, ronki dan sianosis.
Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Ronki hanya ditemkan bila ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipnea
merupakan gejala pneumonia yang bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema gerakan
dada tertinggal di daerah efusi. Gaerakan dada juga akan tergnggu bila terdapat nyeri dada
akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak nafas akan semakin bertambah, tetapi
nyeri pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
Kadang – kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kann bawah
yang menimbulkan iritasi diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan
bawah menyerupai apendisistis. Abdomen mengalami distensi kibat dilatasi lambung yang
disebabkan oleh aerofagi atau ileus paralitik. Hati mungkin terba karena tertekan oleh
difragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif sebagai komplikasi
pneumonia.

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumoia virus dan juga mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam baas
normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis (
15.000 – 40.000/mm3 ). Dengan prdominan PMN. Leukopenia ( < 5000/mm3 ) menunjukkan
prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Pada
efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-100.000/mm3, protein >
2,5 g/dl, dan glukosa relatigf lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang – kadang terdapat
anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil peneriksaan darah perifer
lengkap tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
2. C- Reaktif Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama
IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin
berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis atau profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus atau infeksi superfisialis daripada
profunda.
3. Uji Serologis
Uji serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, ui serologis tidak terlalu
bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik sepert
Mycoplasma dan chlamydia tampak peningkatan anibodi IgM dan IgG.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat iambil dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan
definitif apabila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
Kultur darah jarang positif pada infeksi Mycoplasma dan Chlamydia,
5. Pemeriksaan rontgen Thoraks
Secara umum gambaran oto thoraks terdiri dari :
 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
 Infiltrat alveoler, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus ( pneumonia lobaris ), atau terlihat
sebagai lei tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, batas tidak
terlalu tegas, menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia
 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak – bercak infiltrat yang meluas hingga ke daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran radiologis pneumonia meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga
konsolidasi luas pada kedua paru. Pada satu penelitian, ditemukan bahwa lesi pneumonia
pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di pru kiri
dan terbanyak di lbus bawah, hal itu merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih
berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih besar.

1.7 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan / atau serologis
merupakan dasar terpi yang optimal. Akan tetapi penemuan bakteri penyebab tidak selalu
mudah karena memerlukan laboratorim yang memadai. Prediktor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut :
takipnea, batuk, nafas cuping hidung, rtraksi, ronki dan suara nafas melemah serta didukung
oleh gambaran radiologis.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya peanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana
pneumonia yang sederhana.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
 Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia berat
 Bila ada sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Pneumonia
 Bila tidak ada sesak nafas
 Ada nafas cepat dengan laju nafas
 > 50 x / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
 > 40 x / menit untuk anak usia >1-5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
o Bukan pneumonia
 Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.
 Bayi berusia dibawah 2 bulan
o Pneumoniaarus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bila ada nafas cepat ( > 60 x / menit ) atau sesak nafas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
o Bukan pneumonia
 Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

1.8 Penatalaksanaan
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan
atau minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat
inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena,
oksigen, koreksi terhadap gangguan asa basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri
Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya
aktivitas ganda terhadap S.pneumonia da bakteri atipik. Dosis eritroisn 30-50 mg/kgBB/hari,
diberikan setiap 6 jam selama 10-14 hari. Klaritromisin diberikan 2 kali sehari dengan dosis
15 mg/kgBB. Azitromisin 1 kali sehari 10mg/kgBB 3-5 hari(hari pertama) dilanjutka dengan
dosis 5mg/kgBB untuk hari berikutnya.
Pneumonia Rawat Inap
Pada pneumonia rawat inap antibiotik yang diberikan adalah beta laktam, ampisilin atau
amoksisislin dikombinasikan degan kloramfenikol. Antibiotik yang dibrikan brupa : Penisilin
G intrvena ( 25.000 U/kgBB setiap 4 jam ) dan kloramfenikol ( 15 mg/kgBB setiap 6 jam ),
dan seftriaxon intravena ( 50 mg/kgBB setiap 12 jam ). Keduanya diberikan selama 10 hari.

1.9 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

You might also like