You are on page 1of 2

Azyumardi Azra Sebutan Islam Nusantara jadi kekhasan Islam di Indonesia.

Menurut
cendekiawan Islam, Azyumardi Azra, Islam nusantara adalah Islam dengan wajah yang
tersenyum, berbunga-bunga, toleran, penuh warna, dan akomodatif.

Untuk kemunculan golongan neokonservatik dan sektarian di Indonesia bukanlah gejala


umum. Menurut Azyumardi mayoritas organisasi massa (ormas) Islam di Indonesia
menjadi pilar kuat penyokong Islam yang toleran.

"Islam Indonesia tidak akan gagal selama kita terus memperkuat," ujar Azyumardi yang
berbicara dalam diskusi Majelis Kemisan bertajuk "Islam Nusantara" di rumah dinas
Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin, Selasa (7/7) malam.

Disebut berbunga-bunga (Flowery Islam), menurut Azyumardi, karena ada


kontekstualisasi dan pembahasaan Islam dengan istilah lokal. Di Indonesia dikenal ada
tasyakuran atau selamatan. Ketika bayi masih dalam kandungan pun sudah ada
selamatan, misalnya empat atau tujuh bulanan. Dalam acara itu dipanjatkan doa
kepada Allah. Warga sekitar yang datang pada acara selamatan akan pulang
membawa makanan.

"Di sana terdapat makna memberi dan berbagi, juga ada silaturahmi sehingga ada
kohesi sosial untuk sebuah keutuhan masyarakat," kata Azyumardi.

Karakter Islam Indonesia


Karakter Islam di Indonesia dan Malaysia berbeda. Untuk di Malaysia Islam menjadi
agama resmi negara. Islam dikooptasi kerajaan. Islam pun menjadi identitas politik.

"Karena itu jangan heran kata 'Allah' di sana hanya boleh digunakan oleh mereka yang
beragama Islam," kata Azyumardi.

Islam di Indonesia disebut toleran karena meski 88,2 persen warganya adalah muslim,
Islam tidak menjadi agama negara.
Perbedaan juga terjadi terhadap Islam jazirah Arab di mana dominasi lelaki sangat kuat
serta kehormatan keluarga di atas segala-galanya.

"Di Arab, bila ada anak gadis sebuah keluarga dinodai seorang pemuda maka lebih
baik gadis itu dibunuh demi kehormatan keluarga," katanya.

Sementara, Islam Nusantara memberikan tempat kepada kaum perempuan. Mantan


Rektor UIN Syarif Hidayatulah ini menceritakan pengalamannya ketika mendampingi
Pangeran Charles dari Inggris dalam kunjungannya ke Masjid Istiqlal, Jakarta.

Pangeran Charles heran melihat ada dua perempuan masuk masjid. Demikian juga
ketika mendapatkan penjelasan partisi yang memisahkan area jemaah laki-laki dan
perempuan. Artinya, di Indonesia, jemaah laki-laki dan perempuan bisa sholat bersama,
hal yang tak berlaku di Inggris. Di sana perempuan tak boleh masuk masjid.
Juga ketika Azyumardi mendampingi mantan Menlu AS Hillary Clinton. Ketika di Istiqlal,
Hillary menyatakan kepada Azyumardi bahwa Indonesia adalah rujukan soal
demokrasi, modernitas, dan kedudukan perempuan.

Lebih jauh Azyumardi mengatakan, Islam itu satu yakni bersumber pada Al-Quran yang
adalah wahyu Allah. Karena itu, Islam Nusantara menganut Rukun Iman dan Rukun
Islam yang sama dengan kaum Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah di belahan dunia lainnya.

Al-Quran berisi perintah Allah. Untuk melaksanakannya, kata Azyumardi, diperlukan


semacam petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) berupa fiqih yakni
cara melaksanakan Quran. "Di sinilah keberagaman muncul karena latar belakang
tempat dan ilmu masing-masing orang dan kemudian muncul lima atau enam mazab
fiqih," katanya.

Perbedaan dengan Arab Saudi


Standar yang dianggap mewakili kebenaran atau ortodoksi Islam Nusantara, kata
Azyumardi, berbeda dengan Arab Saudi.
Ortodoksi Islam Nusantara disebutkan, memiliki tiga unsur. Pertama, kalam (teologi)
Asy'ariyah yakni cepat menyerah pada takdir.

"Seperti kebakaran di bandara, pak menteri harus menunggu berjam-jam diterima


sebagai takdir. Kira-kira begitulah," kata Azyumardi setengah bercanda.

Kedua, fiqih Syafii. Ketiga, tasawuf. Sementara di Arab Saudi hanya dua unsur yakni
kalam Salafi-Wahabi yang menekankan puritanisme serta fiqih yang dianut adalah
Hambali yang paling rigid. Di Arab Saudi tak mengenal tasawuf. Azyumardi menyatakan
keduanya sama-sama sah karena punya landasan masing-masing yang bisa
dipertanggungjawabkan.

"Islam satu tapi juklak dan juknisnya beragam," katanya.

Karena itu, menurut Azyumardi, Islam Nusantara sah dan valid. Masing-masing
berbeda karena sistem sosialnya berbeda.
Berkumpul dalam Majelis Kemisan ini, Azyumardi membahas secara mendalam soall
Islam Nusantara. Majelis Kemisa sendiri merupakan forum untuk mendiskusikan isu
aktual bukan hanya masalah keumatan melainkan juga kebangsaan

Menteri Agama dalam sambutannya mengatakan, Majelis Kemisan diharapkan bisa


digunakan untuk mengklarifikasi bila ada isu-isu tertentu seperti yang muncul di media
soasial namun tak bisa ditangkap karena keterbatasan media.

Sedangkan tema diskusi 'Islam Nusantara' adalah istilah yang belakangan popular,
terutama setelah PBNU mengangkatnya menjadi tema Muktamar ke-33 NU di
Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015 mendatan

You might also like