You are on page 1of 16

Asuhan Keperawatan Anak dengan SLE

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK


PADA PASIEN DENGAN SLE (SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS)

A. DEFINISI
SLE merupakan suatu penyakit auotoimun kronik yang melibatkan berbagai organ
dengan manifestasi klinis yang bervariasi dari yang ringan sampai berat. (kapita selekta
2000). Sistemik lupus erytematosus adalah penyakit otoimun kronis yang di tandai dengan
berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi padaa
berbagai organ.
SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakit radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau
kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam
tubuh. Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun,
dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh
sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi
seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam
tubuh.( Smeltzer. Suzanne C. 2002). SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu
penyakit komplek yang bersifat genetis dan di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang
akan terkena atau tidak (Sharon moore, 2008).

B. ETIOLOGI
1. Faktor genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE.
Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang
menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi
daripada saudara kembar non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak
gen yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen
komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s,
C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin
(Albar, 2003) . Faktor genetik mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan
dan ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat (first
degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada saudara kembar identik (24-
69%) lebih tinggi daripada saudara kembarn non-identik (2-9%).
2. Faktor lingkungan
a. Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit herpes zoster
(shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela, virus yang
juga menjadi penyebab dari penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
b. Antibiotik
Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita. Perbedaan hormonal
antara pria dan wanita mungkin menjadi latar belakang timbulnya lupus.
c. Faktor sinar matahari
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus. Diduga oleh para dokter
bahwa sinar matahari memiliki banyak ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi
autoimmun. Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam hari. Pasien
Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau sesudah pukul 16.00 WIB dan
disarankan agar memakai krim pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari di
negara tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi para pasien
yang peka terhadap sinar matahari dapat menimbulkan bercak-bercak kemerahan di bagian
muka.kepekaan terhadap sinar matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak
normal terhadap sinar matahari.
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan yang tertentu.

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak
spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan menurun.
1. Manifestasi sistem muskulo skeletal
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di tandai dengan
sendi yang bengkok, kemerahan yang kadang - kadang disertai efusi, sendi yang sering
tekena antara lain sendi jari – jari tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE kadang
menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE sifatnya nonerosif
2. Sistem mukokutaneus
a. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu
bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di tandai dengan
adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut
kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif, papulodermatitis, bulosa,
toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif
b. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema , psoriatik LE,
pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat
hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan scar.
c. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak
kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren pada lesi
yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada
daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan
kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher , lengan dan wajah juga sering terkena
panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan inflamasi pada lapisan bawah dari
dermis dan jaringan subkutan. Gambaran klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan
sangat keras, dengan ukuran 1-3cm. Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE
d. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien .
manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena .
bentuknya bermacam macam antara lain :
 Urtikaria
 Ulkus
 Purpura
 Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction
 Splinter hemorrhage
 Eritema periungual
 Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
 Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai pada umumnya biopsi pada tempat
ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis
 Raynould phenomenon
Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini adanya vasospasme, yang di tandai dengan
sianosis yang berubah menjadi bentuk kemerahan bila terkena panas. Kadanga disertai
dengan nyeri. Raynould phenomenon ini sangat terkait dengan antibodi U1 RNP
 Alopesia
Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan aktifitas penyakitbiasnya
bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambut biasanya di mulai pada garis
rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan alopecia yang menetap di sebabkan
oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan parut
 Sklerodaktili
Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan pada tangan akibat dari
perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien
 Nodul rheumatoid
Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya reumatoid like artritis
 Perubahan pigmentasi
Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar sinar matahari
 Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada kutikula kuku
 Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum
mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
3. Manifestasi pada paru
Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli paru, hipertensi
pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura, atau friction rub pada
pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya jernih dengan kadar protein <10.000
kadar glukosa normal
4. Manifestasi pada jantung
Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup
penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung
tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%, yang
jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan miokardium berupa
miokarditis yang di tandai dengan pembesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis
yang di kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis, sering sekali asimptomatis tanpa di
sertai dengan bising katup. Yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta
5. Manifestasi hematologi
Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit
kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita. Selain anemia
juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, trombopenia
6. Manifestasi pada ginjal
Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan melibatkan
kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan tergantung derajat kerusakan
pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast,. Berdasarkan kriteria WHO
secara histopatologi di bedakan menjadi 5 klas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi
gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan petanda prognosis jelek
7. Manifestasi sistem gastrointestinal
Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid, keradangan sistem saluran
makanan (lupus gut), kolitis
8. Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi sampai
psikosis, kejang, stroke, dan lain2. Untuk memudahkan diagnosis American College
Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus serebral di
kelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokla, difus, dan neuropsikiatrik.

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan
penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari,
luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah
alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi
tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

Pathway SLE:
Gangguan Respon Imun

Stimulasi Antigen ( Bahan Kimia, DNA Bakteri, Antigen Virus, Fosfolipid, Protein, DNA
dan RNA )

Aktivasi Sel T

Memproduksi Sitokin

Sel B Terangsang

 Produksi Autoantibodi Yang patogen
 Peningkatan Sel Antibodi Hipergamaglobulinemia
 Pembentukan Kompleks Imun

E. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis lupus, yaitu :
1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES), dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak,
lupus paru-paru, lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal,
lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan lain-lain.
2. Lupus Diskoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit. Termasuk
paling banyak menyerang.
3. Lupus Obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan sembuh sendiri dengan
memberhentikan obat terkait. Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine (obat
hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur).

F. KOMPLIKASI
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun jika
tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda. Berikut ini adalah
beberapa komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak ditangani dengan cepat dan
tepat:
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda divonis mengidap
lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada tubuh Anda sudah tidak normal. Ada
yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus yang lebih parah, gejalanya sampai urin bercampur
darah hingga pasien mengalami gagal ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah terjadinya infeksi
pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh darah, dan melemahnya otot-otot
jantung.
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput pembungkus paru-paru.
Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat bernapas hingga batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan gejala yang
dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti terganggunya distribusi
oksigen dalam darah atau berkurangnya produksi sel darah putih, dan anemia.
5. Gangguan saraf dan menta
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa, sakit kepala yang
sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini dikarenakan penyakit lupus
lama-kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan menyebabkan stres pada pasien.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Patologi Anatomi
Hasil yang didapat pada penderita lupus berupa:
- Epidermis atrofi
- Degenerasi pada junction dermal-epidermal
- Dermis edema
- Infiltrat limfositosis dermal
- Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh darah.
2. Imunofluoresensi Kulit
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG dan C3. Pada
tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi pemphigus tipe IgG. Tes pertama
lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah positif pada penuaan penyakit. Kadar
titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang
dengan pengobatan kortikosteroid.
3. Serologi
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum. Pemeriksaan serologi
mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung pada respon imun saat pemeriksaan
laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan yang dialami penderita. Pada pemeriksaan ini,
penderita SLE sering menunjukkan hasil berupa:
- ANA positif
- Anti double strand DNA antibodies
- Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
- Anti-kardiolipin auto anti-bodi.
4. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai berikut:
- Anemia
- Limpopenia
- Trombositopenia
- Elevasi ESR
5. Urinalisa
Akan menunjukkan hasil berupa:
- Proteinuria.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Tujuan dari pengobatan SLE adalah untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah terjadinya
inflamasi dan kerusakan jaringan, memperbaiki kualitas hidup pasien, memperpanjang
ketahanan pasien, memonitor manifestasi penyakit, menghindari penyebaran penyakit, serta
memberikan edukasi kepada pasien tentang manifestasi dan efek samping dari terapi obat
yang diberikan. Karena banyaknya variasi dalam manifestasi klinik setiap individu maka
pengobatan yang dilakukan juga sangat individual tergantung dari manifestasi klinik yang
muncul. Pengobatan SLE meliputi terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (Herfindal
et al., 2000).
a. Terapi Nonfarmakologi
Pada sinar matahari ketika akan beraktivitas di luar rumah (Delafuente, 2002). Gejala yang
sering muncul pada penderita SLE adalah lemah sehingga diperlukan keseimbangan antara
istirahat dan kerja, dan hindari kerja yang terlalu berlebihan. Penderita SLE sebaiknya
menghindari merokok karena hidrasin dalam tembakau diduga juga merupakan faktor
lingkungan yang dapat memicu terjadinya SLE. Tidak ada diet yang spesifik untuk penderita
SLE (Delafuente, 2002). Tetapi penggunaan minyak ikan pada pasien SLE yang mengandung
vitamin E 75 IU and 500 IU/kg diet dapat menurunkan produksi sitokin proinflamasi seperti
IL-4, IL-6, TNF-a, IL-10, dan menurunkan kadar antibodi anti-DNA (Venkatraman et al.,
1999). Penggunaan sunblock (SPF 15) dan menggunakan pakaian tertutup untuk penderita
SLE sangat disarankan untuk mengurangi paparan sinar UV.
- Diet Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan
kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium,
rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan
dan obat tradisional.
- Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olahraga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan
karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim
pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat
meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.

b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk SLE ditujukan untuk menekan sistem imun dan mengatasi
inflamasi. Umumnya pengobatan SLE tergantung dari tingkat keparahan dan lamanya pasien
menderita SLE serta manifestasi yang timbul pada setiap pasien.
- NSAID
Merupakan terapi utama untuk manifestasi SLE yang ringan termasuk salisilat dan NSAID
yang lain (Delafuente, 2002). NSAID memiliki efek antipiretik, antiinflamasi, dan analgesik
(Neal, 2002). NSAID dapat dibedakan menjadi nonselektif COX inhibitor dan selektif COX-
2 inhibitor. Nonselektif COX inhibitor menghambat enzim COX-1 dan COX-2 serta
memblok asam arakidonat. COX-2 muncul ketika terdapat rangsangan dari mediator
inflamasi termasuk interleukin, interferon, serta tumor necrosing factor sedangkan COX-1
merupakan enzim yang berperan pada fungsi homeostasis tubuh seperti produksi
prostaglandin untuk melindungi lambung serta keseimbangan hemodinamik dari ginjal.
COX-1 terdapat pada mukosa lambung, sel endotelial vaskular, platelet, dan tubulus
collecting renal (Katzung, 2002). Efek samping penggunaan NSAID adalah perdarahan
saluran cerna, ulser, nefrotoksik, kulit kemerahan, dan alergi.
- Obat lain
Obat-obat lain yang digunakan pada terapi penyakit SLE antara lain adalah azatioprin,
intravena gamma globulin, monoklonal antibodi, terapi hormon, mikofenolat mofetil dan
pemberian antiinfeksi.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Pendidikan terhadap pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit,
komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakit.
b. Monitoring yang teratur
c. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu
istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup.
d. Fotoproteksi
Kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat juga digunakan lotion
tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.
e. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus
memeriksanya.
f. Menyarankan untuk rencana kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapatkan
pengobatan dengan obat imunosupresif.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita, bila
dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini lebih sering dijumpai
pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih.
b. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema malar ( pipi ) ras
seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh demam
dan kelelahan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik, trombositopeni,
abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan darah ( kemungkinan sindroma,
antibody, antikardiolipin ).
d. Riwayat penyakit keluarga
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga cenderung
memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai resiko tinggi terjadinya
lupus eritematosus.
e. Pola – pola fungsi kesehatan
 Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa kg, penyakit ini
disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga mengakibatkan penderita nafsu makannya
menurun.
 Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
 Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial, namun, secara
klinis penderita ini juga mengalami diare.
 Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari – jari tangannya
terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.
 Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas seperti luka dan
warna yang buruk pada kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan
adanya lesi kulit yang ada.
f. Pemeriksaan fisik
o Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang bersifat
irreversibel.
o Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang sifatnya reversibel
dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.
o Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
o Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
o Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
o Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan jari jari-jari kaki,
juga sering merasakan nyeri sendi.
o Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis, interstilsiel fibrosis.
o Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme, intolerance glukosa.
o Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis, vaskulitis.
o Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada perut.
o Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint swelling.
o Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
o Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
g. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditemukan dengan melakukan biopsi kulit. Pada pemeriksaan histologi
terlihat adanya infiltrat limfositik periadneksal, proses degenerasi berupa mencairnya lapisan
basal epidermis penyumbatan folikel, dan hyperkeratosis. Imunofluoresensi langsung pada
kulit yang mempunyai lesi memberikan gambaran pola deposisi immunoglobulin seperti yang
terlihat pada SLE. Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pemeriksaan serologis
terhadap autoantibodi / antinuklear antibodi / ana yang diproduksi pada penderita le. Skrining
tes ana ini dilakukan dengan teknik imunofluoresen indirek, dikenal dengan fluorescent
antinuclear antibody test ( fana ).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan SLE adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit, kerusakan
jaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang rendah.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/aktivitas
yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres emosional.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot,
rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik, kurangnya atau tidak tepatnya
pemakaian alat-alat ambulasi.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronik.

3. Perencanaan
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Intervensi Rasional
kriteria hasil
Nyeri akut Setelah 1. Kolaborasi1. Menggunakan
berhubungan dilakukan pemberian agens
dengan tindakkan analgetik dan kaji farmakologi
inflamasi dan keperawatan skala nyeri untuk meredakan
peningkatan selama ... x 24 atau
aktivitas jam diharapkan menghilangkan
penyakit, nyeri berkurang nyeri
kerusakan dengan kriteria2. Ukur TTV pasien2. Mengetahui
jaringan, hasil: perubahan TTV
keterbatasan - Skala nyeri3. Observasi respon pasien
mobolitas atau berkurang nonverbal dari3. Mengetahui
tingkat toleransi- TTV dalam ketidaknyamanan respon pasien
yang rendah. batas normal terhadap nyeri
- Kegelisahan
berkurang
Keletihan Setelah 1. Monitor nutrisi1. Mengontrol
berhubungan dilakukan dan sumber asupan nutrisi
dengan tindakkan energi yang pasien untuk
peningkatan keperawatan adekuat mengurangi
aktivitas selama ... x 24 keletihan
penyakit, rasa jam diharapkan2. Kaji tingkat2. Mengetahui
nyeri, keletihan kecemasan pasien apakah pasien
tidur/aktivitas teratasi dengan cemas untuk
yang tidak kriteria hasil: mengurangi
3. Monitoring pola
memadai, nutrisi- Glukosa darah keletihan
tidur dan lamanya
yang tidak adekuat 3. Mengetahui
tidur/ istirahat
memadai dan- Kecemasan apakah istirahat/
pasien
depresi/stres menurun tidur pasien
emosional. - Istirahat cukup cukup

Hambatan - Setelah1. Latih pasien1. Melatih pasien


mobilitas fisik dilakukan berpindah dari untuk berpindah
berhubungan tindakkan tempat tidur ke untuk
dengan keperawatan kursi menghindari
penurunan selama ... x 24 dissus atrofi.
rentang gerak, jam diharapkan 2. Mengetahui
kelemahan otot, pasien 2. Ukur TTV pasien perubahan TTV
rasa nyeri pada menunjukkan saat dan setelah pasien saat dan
saat bergerak, mobilitas fisik beraktivitas setelah pasien
keterbatasan dengan kriteria beraktivitas
daya tahan fisik, hasil: 3. Memandirikan
kurangnya atau - Mampu3. Latih pasien pasien dalam
tidak tepatnya berpindah dari dalam pemenuhan memenuhi
pemakaian alat- tempat duduk kebutuhan ADL kebutuhan ADL
alat ambulasi. ke kursi secara mandiri
- TTV normal
saat dan setelah
beraktivitas
- Mampu
melakukan
kebutuhan ADL
secara mandiri
Gangguan citra Setelah 1. Kaji secara verbal1. Mengetahui
tubuh dilakukan dan nonverbal apakah body
berhubungan tindakkan respon klien image pasien
dengan keperawatan terhadap positif atau tidak
perubahan dan selama ... x 24 tubuhnya
ketergantungan jam diharapkan2. Fasilitasi kontak2. Membantu
fisik serta pasien dapat dengan individu pasien untuk
psikologis yang menerima lain dalam mempertahankan
diakibatkan oleh keadaan kelompok kecil interaksi
penyakit kronik. tubuhnya 3. Dorong klien sosialnya
dengan kriteria mengungkapkan
hasil: perasaannya 3. Mendorong
- Body image pasien untuk
positif mengungkapkan
- secara faktual
Mempertahanka tentang
n interaksi perasaannya
sosial terhadap
- perubahan fungsi
Mendeskripsika tubuh
n secara faktual
perubahan
fungsi tubuh

4. Evaluasi
Diagnosa keperawatan Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan1. Pasien mengatakan skala nyeri
inflamasi dan peningkatan aktivitas berkurang
penyakit, kerusakan jaringan,2. TTV dalam batas normal
keterbatasan mobolitas atau tingkat3. Kegelisahan berkurang
toleransi yang rendah.
Keletihan berhubungan dengan1. Glukosa darah adekuat
peningkatan aktivitas penyakit, rasa2. Kecemasan menurun
nyeri, tidur/aktivitas yang tidak3. Istirahat cukup
memadai, nutrisi yang tidak
memadai dan depresi/stres
emosional.
Hambatan mobilitas fisik1. Mampu berpindah dari tempat
berhubungan dengan penurunan duduk ke kursi
rentang gerak, kelemahan otot, rasa2. TTV normal saat dan setelah
nyeri pada saat bergerak, beraktivitas
keterbatasan daya tahan fisik,3. Mampu melakukan kebutuhan ADL
kurangnya atau tidak tepatnya secara mandiri
pemakaian alat-alat ambulasi.
Gangguan citra tubuh berhubungan1. Body image pasien terlihat positif
dengan perubahan dan2. Pasien mampu mempertahankan
ketergantungan fisik serta psikologis interaksi sosial
yang diakibatkan oleh penyakit3. Pasien mampu mendeskripsikan
kronik. secara faktual perubahan fungsi
tubuh
http://leonipawitria.blogspot.co.id/2015/05/asuhan-keperawatan-anak-dengan-sle.html

You might also like