You are on page 1of 14

PENDAHULUAN

Penyakit kronis adalah gangguan atau penyakit yang berlangsung lama

(berbilang bulan atau tahun), contohnya hipertensi, diabetes melitus, kusta, TBC,

dan sebagainya. Agar proses kesembuhan pasien yang menderita penyakit kronis

cepat terwujud, kerja sama antara pasien dan keluarganya dengan penyedia

layanan kesehatan, khususnya dokter harus terjalin dengan baik. Berdasarkan

beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada berbagai penyakit kronis, pasien

yang tergolong tidak patuh dalam mengkonsumsi obat lebih dari 50% bahkan

dalam penelitian Jarbose (2002) menunjukkan bahwa pasien yang tidak patuh

pada akhirnya akan diikuti dengan berhentinya pasien untuk mengonsumsi obat.

Ketidakpatuhan minum obat dapat dilihat terkait dengan dosis, cara

minum obat, waktu minum obat, dan periode minum obat yang tidak sesuai

dengan aturan. Jenis-jenis ketidakpatuhan meliputi ketidakpatuhan yang disengaja

dan ketidakpatuhan yang tidak disengaja. Ketidakpatuhan yang disengaja

disebabkan karena keterbatasan biaya pengobatan, sikap apatis pasien, dan

ketidakpercayaan pasien akan efektivitas obat. Ketidakpatuhan yang tidak

disengaja karena pasien lupa minum obat, ketidaktahuan akan petunjuk

pengobatan, kesalahan dalam pembacaan etiket.

Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian menjadi fokus dalam

mencapai derajat kesehatan pasien, dalam hal ini perilaku ini dapat dilihat dari

sejauh mana pasien mengikuti atau mentaati perencanaan pengobatan yang telah

disepakati oleh pasien dan profesional medis untuk menghasilkan sasaran-sasaran

terpiutik.Sebagai sebuah perilaku, aspek-aspek kepatuhan pasien dalam

1
mengonsumsi obat dapat diketahui dari metode yang digunakan untuk

mengukurnya. Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan

dalam mengonsumsi obat yang dinamakan MMAS (Morisky Medication

Adherence Scale), dengan delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang

menunjukkan frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum

obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan mengendalikan dirinya untuk tetap

minum obat.

2
I. Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana pasien

mengikuti instruksi yang diberikan oleh tenaga medis, mencari perhatian medis,

meminum obat secara tepat, melakukan imunisasi, dan modifikasi gaya hidup

menuju lebih baik seperti menjaga kebersihan, menghindari rokok dan

melakukan aktivitas fisik yang cukup. Pasien dikatakan patuh minum obat

apabila memenuhi 4 kriteria, yaitu: dosis yang diminum sesuai dengan yang

dianjurkan, durasi waktu minum obat diantara dosis sesuai dengan yang

dianjurkan, jumlah obat yang diambil pada satu waktu sesuai dengan yang

ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat yang lain.

Kepatuhan (adherence) adalah sejauh mana perilaku seseorang minum

obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup, sesuai

dengan rekomendasi yang telah disepakati dari penyedia layanan kesehatan.

Kesesuaian (compliance) adalah lebih pada kepatuhan terhadap hal yang telah

disampaikan penyedia layanan kesehatan secara sepihak tanpa persetujuan dari

pasien. Perbedaan utama antara kepatuhan dan kesesuaian adalah membutuhkan

kesepakatan pasien dengan rekomendasi. Pasien harus menjadi mitra aktif

dengan tenaga profesional kesehatan dalam perawatan mereka sendiri.

Komunikasi yang baik antara pasien dan profesional kesehatan adalah suatu

keharusan untuk praktek klinis efektif.

Kepatuhan memiliki sedikit hubungan dengan faktor-faktor

sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin, ras, kecerdasan, dan pendidikan.

3
Meskipun kepatuhan yang rendah adalah masalah tersendiri bagi perawatan diri

untuk untuk semua gangguan, pasien dengan masalah kejiwaan dan pasien

dengan cacat fisik cenderung untuk lebih patuh karena penyakit tersebut lebih

mungkin untuk mematuhi. Selain itu, pasien cenderung melewatkan janji

pemeriksaan dan putus perawatan ketika ada waktu tunggu yang panjang di

klinik atau jarak waktu yang lama antar janji pememeriksaan selanjutnya.

Bagi pasien kepatuhan berobat merupakan keterlibatan aktif dan

sukarela pasien dalam pengelolaan penyakitnya, dengan mengikuti terapi

pengobatan yang disepakati bersama dan berbagi tanggung jawab antara pasien

dan penyedia layanan kesehatan. Hal ini karena tampaknya ada sedikit korelasi

antara kepatuhan terhadap perilaku perawatan diri yang terpisah, menunjukkan

bahwa kepatuhan bukanlah bangunan unidimensional.

II. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pada pasien:

1. Karakteristik dari penyakit dan pengobatannya

Tiga elemen dari pengobatan (kompleksitas dari pengobatan, lamanya

penyakit dan cara pemberian pelayanan) dan penyakit itu sendiri snagat

berhubungan dengan kepatuhan pasien. Pada umumnya, semakin kompleks

rejimen pengobatan semakin kecil kemungkinan pasien dalam mematuhi.

Indikator kompleksitas dari suatu pengobatan adalah frekuensi pengobatan

yang harus dilakukan oleh pasien itu sendiri, misalnya frekuensi minum obat

dalam sehari. Pasien akan lebih patuh pada dosis yang diberikan satu kali

sehari daripada dosis yang diberikan lebih sering, misalnya tiga kali sehari.

4
Lamanya penyakit tampak memberikan efek negatif terhadap kepatuhan

pasien. Pasien yang dilayani pada klinik dokter keluarga lebih banyak

mengunjungi dokternya dengan tujuan untuk mendapatkan konseling

terapinya dari pada untuk memeriksakan drinya karena terserang penyakit

yang akut. Masalah biaya pelayanan juga merupakan hambatan yang besar

bagi pasien yang mendapatkan pelayanan rawat jalan dari klinik umum.

Hambatan terhadap akses pelayanan juga berhubungan dengan buruknya

kontrol metabolik.

2. Faktor Intrapersonal

Tujuh faktor intrapersonal penting yang berhubungan dengan kepatuhan

adalah umur, jenis kelamin, penghargaan terhadap diri sendiri, disiplin diri,

stres, depresi, dan penyalahgunaan alkohol. Umur berpengaruh terhadap

kepatuhan dalam menerapkan terapi non-farmakologi berupa aktivitas fisik.

Pada pasien yang lebih muda lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga

mengeluarkan kalori lebih banyak dari pada pasien yang lebih tua. Orang

dewasa tua lebih mematuhi rejimen pengobatan daripada orang dewasa muda.

3. Faktor interpersonal

Dua hal penting dalam faktor interpersonal : kualitas hubungan antara pasien

dan petugas pelayanan kesehatan dan dukungan keluarga. Komuniakasi yang

baik antara pasien dan petugas kesehatan sangan memperbaiki kepatuhan

pasien.

5
4. Faktor lingkungan

Dua faktor lingkungan yaitu sistem lingkungan dan situasi dengan risiko

tinggi, berhubungan dengan buruknya kepatuhan pasien. Perilaku pengaturan

pengobatan oleh diri sendiri terjadi dalam lingkungan yang berubah secara

rutin, misalnya dari lingkungan rumah, lingkungan kerja, lingkungan

masyrakat dan sebagainya, yang berhubungan dengan kebutuhan dan prioritas

yang berbeda-beda. Setiap ada perubahan lingkaran kegiatan rutinnya, setiap

orang akan perlu melakukan penyesuaian. Situasi yang menyebabkan

terjadinya ketidakpatuhan disebut dengan resiko tinggi.

III. Morisky Medication Adherence Scale 8 (MMAS-8)

Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 8 (MMAS-8) merupakan

pengembangan dari kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 4 (MMAS-

4). Kuesioner MMAS-4 terdiri dari 4 item pertanyaan sedangkan kuesioner

MMAS-8 terdiri dari 8 item pertanyaan. Kuesioner MMAS-8 telah divalidasi

pada 1367 responden dengan α sebesar 0,83. Kuesioner tersebebut relatif

sederhana dan praktis digunakan pada kondisi klinik untuk melihat masalah

kepatuhan pasien di awal dan untuk memantau kepatuhan selama pelaksanaan

terapi.

MMAS-8 merupakan kuisioner yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan jawaban

ya dan tidak, untuk mengukur tingkat kepatuhan subjek dalam menggunakan

obat. Skor penilaian MMAS-8 dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

6
 Nilai > 2 = kepatuhan rendah

 Nilai 1-2 = kepatuhan sedang

 Nilai 0 = kepatuhan tinggi

Kelemahan penilaian melalui kuesioner ini adalah jawaban yang diberikan

oleh pasien bersifat subjektif dan belum tentu sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Kuesioner Kepatuhan MMAS (Morisky Medication AdherenceScale)

JawabanPasien Skor
(Ya= 1/
Pertanyaan Tidak=0)
Ya Tidak
1. PernahkahAndalupaminumobat ?
2. Selainlupa,
mungkinAndatidakminumobatkarenaalasan lain.
Dalam 2 mingguterakhir,
3. apakahAndapernahtidakminumobat? Mengapa?
PernahkahAndamengurangiatauberhentiminumobattan
pasepengetahuandokterkarenaAndamerasaobat yang
diberikanmembuatkeadaanAndamenjadilebihburuk?
4.
PernahkahAndalupamembawaobatketikabepergi
5. an ?
ApakahAndamasihmeminumobatAndakemari
6. n?
ApakahAndaberhentiminumobatketikaAndamerasa
7. gejala yang dialamitelahteratasi?
Meminumobatsetiapharimerupakansesuatuketidaknya
mananuntukbeberapa orang.
8. BerapaseringAndalupaminumobat?
ApakahAndamerasatergangguharusminumobatsetiaph A= 0
a. TidakPernah
ari? B-E= 1
b. Sesekali
c. Kadang -kadang
d. Biasanya
e. SelaluKet
Selalu :7
kalidalamsemingguBiasanya : 4-6
kalidalamsemingguKadang- kadang : 2-3 kali
dalamsemingguSesekali :1
kalidalamsemingguTidakPernah :
Tidakpernahlupa

7
Total Skor

IV. Negara yang menggunakan metode penelitian Morisky

1. Indonesia

Banyak penelitian di Indonesia yang menggunakan Morisky Modifikasi

Scale. Alat yang digunakan adalah lembar pengumpul data yang memuat

identitas pasien dan kuesioner berisi pertanyaan dari Morisky Modifikasi Scale.

Salah satu penelitian pada tahun 2014 dengan judul Tingkat Kepatuhan

Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat

Jalan Rumah Sakit X. Penilaian tingkat kepatuhan menunjukkan bahwa pasien

yang tingkat kepatuhannya tinggi adalah sebesar 16,55%, sementara sebanyak

50,56% dan 32,58% pasien menunjukkan tingkat kepatuhan yang sedang dan

rendah.

Penelitian lainnya pada tahun 2015 yang dilakukan oleh Muvita Rina Wati

dkk dengan judul Pengaruh Konseling Apoteker Komunitas Terhadap Pasien

Hipertensi.Pengambilan data meliputi data tekanan darah, jenis kelamin, usia,

tingkat pendidikan, indeks massa tubuh, lamanya menderita hipertensi,

banyaknya gejala yang dikeluhkan, adanya penyakit penyerta, status merokok

dan minum alkohol, rutinitas olahraga, insomnia, stres, kepatuhan dengan

Morisky Medication Adherence Scale (MMAS), dan tingkat pengetahuan

tentang penyakit hipertensi dan pengobatannya.

2. Malaysia

Penelitian yang dilakukan Department of Pharmacy, Faculty of Medicine,

University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia dengan judul The Malaysian

8
Medication Adherence Scale (MALMAS): Concurrent Validity Using a

Clinical Measure among People with Type 2 Diabetes in Malaysia. Wen Wei

Chung dkk juga menggunakan Medication Adherence Scale.

3. Perancis

Validation of a French Version of the 8-Item Morisky Medication

Adherence Scale in Hypertensive Adults merupakan salah satu penelitian yang

di lakukan di perancis oleh Virginie Korb-Savoldelli, PharmD dkk. Dalam

penelitiannya mengatakan bahwa The French MMAS

adalah ukuran yang dapat diandalkan dan validnya kepatuhan minum obat pada

pasien hipertensi. Kuesioner ini harus digunakan secara khusus pada pasien

dengan tidak terkendali meskipun antihipertensi yang tepat pengobatan dan

untuk mengembangkan strategi untuk meningkatkan kepatuhan. Versi Perancis

dari kuesioner ini bisa membantu untuk memulai dialog antara dokter dan

pasien tentang obat antihipertensi.

4. Amerika serikat

Dalam penelitian dengan judul Review of the four item Morisky

Medication Adherence Scale (MMAS-4) and eight item Morisky Medication

Adherence Scale (MMAS-8) yang dilakukan Xi Tan, Ph.D. Candidate,

Pharm.D.; Isha Patel,Ph.D.; and Jongwha Chang, PhD. Di University of

Michigan, College of Pharmacy and Samford University, McWhorter School

of Pharmacy Dept. of Pharmaceutical, Social & Administrative Sciences,

mengatakan bahwa ketidakpatuhan terhadap obat dianggap sebagai salah satu

terkait masalah terbesar. WHO menyatakan bahwa ketidakpatuhan untuk obat

9
adalah “masalah di seluruh dunia yang mencolok besarnya.” kepatuhan yang

buruk dengan tidak meminum obat dapat menyebabkan hasil kesehatan

menurun seperti memburuknya penyakit atau bahkan kematian dan studi

menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan terhadap kurang untuk

obat diindikasikan untuk kronis penyakit dengan obat kurangnya sumber daya

kesehatan. Kepatuhan juga dapat mengakibatkan peningkatan biaya perawatan

kesehatan.

Ada 33% -69% dari penerimaan rumah sakit terkait obat di AS adalah

karena obat ketidakpatuhan, bersama dengan biaya dari sekitar $ 100 miliar

year. Sejauh tidak ada metode standar emas untuk mengukur obat mengenai

perilaku. Metode pengukuran kepatuhan dapat diklasifikasikan sebagai metode

langsung dan tidak langsung. Metode langsung termasuk langsung diamati

terapi, pengukuran konsentrasi obat dalam darah, dan pengukuran penanda

biologis dalam tubuh.

V. Penelitian yang menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence

Scale beserta hasil uji validasinya.

Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas

dan reliabilitas, maka kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba/trial di

lapangan.Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas yang tinggi yaitu apabila mampu mengukur apa yang

10
diinginkan. Uji validitas kuesioner menggunakan koefisien korelasi yang menguji

konsistensi antara skor tiap nomor soal dengan skor total kuesioner.

Penelitian yang menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale:

1. Ika Sulistyaningsih (2016) tentang “Hubungan kepatuhan minum obat

dengan kualitas hidup pasien skizofrenia di poli jiwa RSUD dr. Soedirman

Mangun Sumarso Wonogiri.

Hasil uji validitas didapatkan instrumen kepatuhan obat dinyatakan

valid (rhitung > rtabel (n=20)=0,444) dengan rentang nilai antara 0,604-0,912.

Hasil uji reliabilitas terhadap instrumen kepatuhan minum obat dinyatakan

layak digunakan untuk penelitian karena nilai Cronbanch’s Alpha= 0,932.

2. Penelitian yang dilakukan oleh departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

Los Angeles (2008) tentang Validitas kepatuhan berobat pada pasien rawat

jalan.

Hasil uji reliabilitas dapat diandalkan dengan nilai Alpha= 0,83.

Hasil uji validitas dapat digunakan dengan validitas dan prediksi yang

baik.

3. Riza Alvia (2014) tentang “Layanan pesan singkat pengingat untuk

meningkatkan kepatuhan dan menurunkan tekanan darah pasien hipertensi

di RSUD dr. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin”.

Kuesioner Morisky Medication Adherence Scale dinyatakan valid

karena nilai R hitung lebih besar dibanding nilai R tabel yang

11
dipersyaratkan. Nilai uji realibilitas Cronbach alpha kuesioner setelah diuji

adalah 0,641 mengindikasikan bahwa kuesioner sudah reliabel.

4. Departemen Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Malaya, Kuala

Lumpur, tentang ‘Validasi The Malaysian Medication Adherence Scale

pada pasien DM Tipe 2 di Malaysia”.

Hasil analisis keandalan MALMAS didapatkan nilai Alpha Cronbach=

0,565 sedangkan nilai MMAS= 0,715.

5. Departemen Keperawatan, Technological Educational Institution Greece,

Eropa, tentang “Validasi Morisky Medication Adherence Scale pada

pasien dengan penyakit kronis di pedesaan Greece”.

Hasil analisis reliabilitas didapatkan nilai Alpha Cronbach= 0,753

yang menunjukkan konsistensi internal yang baik. Hasil Validitas

konvergen didapatkan nilai r=0,492. Penelitian ini menunjukkan

reliabilitas yang dapat diterima dan validitas MMAS versi Yunani untuk

mengukur kepatuhan berobat untuk berbagai penyakit kronis.

6. Virginie Korb (2012) tentang “Validasi kepatuhan berobat dengan

Morisky Medication Adherence Scale versi Perancis pada pasien

hipertensi”.

Hasil uji validitas didapatkan nilai=0,74 sehingga layak untuk digunakan.

Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai Alpha Cronbach=0,54.

12
VI. Cara meningkatkan kepatuhan berobat

Dari beberapa penelitian ditemukan beberapa alasan pasien tidak patuh

berobat atau mengkonsumsi obat antara lain pasien lupa mengkonsumsi obat,

pasien merasa sehat, pasien lupa membawa obat ketika bepergian, bosan

mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama (teruma pengobatan pada

penyakit kronik), obat habis, kesulitan mengingat obat dan takut terhadap efek

samping obat. Pasien yang lupa dalam pemakaian (minum) obat dapat

dikarenakan kesibukan pekerjaan yang dilakukan maupun karena berkurangnya

daya ingat seperti yang terjadi pada pasien lanjut usia. Hal ini dapat diatasi salah

satunya dengan mengingatkan pasien melalui dukungan keluarga atau teman

terdekat.

Kurangnya informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan juga mungkin

dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam pemakaian obat, dapat dilihat

dari alasan pasien akan berhenti minum obat jika sudah merasa sehat atau enak.

Padahal, beberapa penyakit seperti DM dan hipertensi harus meminum obat

seumur hidup, untuk menghindar perburukan penyakit dan komplikasi dari

penyakit yang diderita. Sama halnya dengan efek samping yang ditimbulkan

oleh pengobatan tersebut. Untuk itu sebaiknya perlu diadakan penyuluhan oleh

tenaga kesehatan mengenai hal tersebut sehingga dapat meningkatkan kepatuhan

berobat pasien.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Jarbose, K. 2002. Treatment Nonadherence: Cases & Potential

Resolutions. Journal of American Psychiatric Nurses Association. 18-25.

2. Hayers, T. 2009. Medication Adherence in Healthy Elders: Small

Cognitive Changes Make a Big Differences. Journal of Aging & Health.

567-580.

3. Frain, M. 2009. Adherence to Medical Regimens: Understanding the

Effects of Cognitive Appraisal, Quality og Life & Perceived Fairy

Resiliency. Rehabilitation Counseling Bulletin. 237-250.

4. Sulistyaningsih, Ika.2016. Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan

Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia. Surakarta.

5. Joseph, Culig. 2014. From Morisky to Hill-Bone; Self-Reports Scales for

Measuring Adherence to Medication. Croatia.

6. Morisky, D.E. 2008. Predictive Validity of A Medication Adherence

Measure in a Outpatient Setting, Health-Syst Pharm.384-54.

7. Siew, Siang.2013. The Development and Validation of The Malaysian

Medication Adherence Scale (MALMAS) On Patients With Type 2

Diabetes In Malaysia. Dept. of Pharmacy University Malaya.

8. Deti, Dwi. 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan dan SMS Reminder

Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengonsumsi Tablet Besi. UIN

Syarif Hidayatullah. Jakarta.

14

You might also like