You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan adalah komponen utama yang sangat berperan penting dalam

kehidupan umat manusia. Tak satupun manusia dapat bertahan tanpa makanan sehari

saja, sehingga dalam hal ini makanan adalah penentu dari segala akivitas manusia.

Makanan sering diistilahkan sebagai segala sesuatu yang dapat dimakan atau

dikonsumsi oleh manusia dan tidak mendatangkan bahaya bagi orang yang

mengkonsumsinya. Makanan biasa juga diistilahkan sebagai sesuatu yang mengandung

unsur atau zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan mendatangkan manfaat bagi orang

yang mengkonsumsinya (Sediaoetomo, 2000).

Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa

seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lainlain.

Kandungan jenis bahan tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan makanan

tersebut. Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik

meskipun kandung gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu produk makanan

sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap makanan tersebut. Kualitas

makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari makanan tersebut yang berpengaruh

terhadap penerimaan dari konsumen. Atribut kualitas makanan adalah pertama, yaitu

sifat indrawi/organoleptik yaitu sifat-sifat yang dapat dinilai dengan panca indra seperti

sifat penampakan (bentuk, ukuran, warna), atau rasa (asam, asin, manis, pahit dan

flavor) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari indra peraba. Kedua, nilai gizi yaitu
karbohidrat, protein, vitamin, mineal, lemak dan serat. Ketiga, keamanan makanan

yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahanbahan pencemar atau racun yang bersifat

mikrobiologis dan kimiawi (Afrianti, 2005).

Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan yang

mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak menyebabkan

kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan makanan mengandung bahan yang

sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka makanan tersebut dikategorikan sebagai

bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi. Makanan yang tidak layak dikonsumsi

misalnya, makanan yang mengandung zat pewarna berbahaya (Rhodamin B, Methanyl

yellow atau Amaranth) (Effendy, 2004).

Makanan yang sangat digemari dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat kota

Lhokseumawe khususnya pelajar dan mahasiswa adalah mie, baik itu mie basah

maupun mie kering atau juga mie dengan campuran bakso, karena makanan ini relatif

simpel dan praktis, lagipula harganya relatif murah dan terjangkau oleh status sosial

manapun. Mie basah adalah makanan yang terbuat dari olahan tepung terigu dengan

campuran bumbu, berbentuk seperti tali.

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada pangan yang

akan dikonsumsi oleh setiap orang. Pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi bisa

berasal dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan.Industri pangan adalah

salah satu faktor penentu berkembangnya pangan yang memenuhi standar mutu dan

keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Sekarang ini, terjadi perubahan yang

sangat luar biasa dalam pengolahan makanan karena didukung oleh semakin

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyaknya bahan-bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan. Sebagai salah satu contoh metanil yellow yang
banyak digunakan untuk pewarna makanan seperti mie basah agar warna yang

dihasilkan lebih cerah (Sediaoetama,2010).

Bahan tambah pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa atau campuran

berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan. Pengawet dan

pewarna merupakan beberapa jenis bahan tambahan pangan. Zat warna sintetis banyak

digunakan sebagai pewarna tambahan pangan karena penggunaannya lebih praktis dan

harganya lebih murah (Cahyadi, 2009).

Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan

dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan pangan. Akan tetapi seringkali

terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk berbagai bahan pangan, misalnya

zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Dalam hal

ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna

tersebut, antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna

untuk pangan dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah

dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan (Hamdani, 2011).

Penggunaan pewarna pada pangan juga telah diatur oleh pemerintah mengenai

pewarna yang dilarang digunakan dalam makanan, pewarna yang diizinkan serta batas

penggunaanya, termasuk penggunaan bahan pewarna alami. Namun tetap saja

masyarakat terutama produsen pangan menggunakan bahan pewarna yang dilarang dan

berbahaya bagi kesehatan. Sebagai contoh sering ditemukan pada kasus IRTP (Industri

Rumah Tangga-Pangan) menggunakan pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya

berwarna cerah, lebih stabil selama penyimpanan serta harganya lebih murah namun

mereka belum mengetahui dan menyadari bahaya dari pewarna tersebut (Nur’an, 2011).
Salah satu pewarna yang dilarang digunakan pada produk pangan adalah

metanil yellow, yang peruntukan sebenarnya sebagai pewarna tekstil. Sehingga perlu

adanya pengawasan penggunaanya zat pewarna untuk keamanan pangan bagi

masyarakat. Metanil yellow ini dilarang penggunaanya oleh pemerintah berdasarkan

peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.

Walaupun pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai penggunaan bahan

tambahan pangan (BTP), masih saja ada penjual makanan atau produsen yang

menggunakan BTP yang dilarang yang dapat membahayakan kesehatan manusia,

seperti pada hasil uji BPOM yang dilakukan di 18 provinsi pada tahun 2008

diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Bali, dan Padang terhadap

861 contoh makanan menunjukkan bahwa 39,65 % (344 contoh) tidak memenuhi syarat

keamanan pangan dari total sampelitu 10,45% mengandung pewarna yang dilarang

diantaranya metanil yellow.

Alasan produsen makanan lebih menggunakan pewarna sintetis daripada

pewarna alami karena dua faktor. Pertama, yaitu masalah harga, pewarna kimia dijual

dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pewarna alami. Masalah ini

tentu saja sangat diperhatikan oleh produsen, mengingat daya beli masyarakat

Indonesia yang masih cukup rendah. Faktor kedua adalah stabilitas, pewarna sintetis

memiliki tingkat stabilitas yang lebih baik, sehingga warnanya tetap cerah meskipun

sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan pewarna alami mudah

mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya mie

yang menggunakan pewarna alami, maka warnanyaakan segera pudar manakala

mengalami proses perebusan (Nur’an, 2011).


Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna metanil yellow dapat

berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya

kanker pada kandung kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit

perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah.Bahaya lebih lanjut yakni

menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih (Kristanti, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Mie kuning merupakan menu makanan yang relatif murah, praktis, dan mudah

didapat. Sehingga peminat konsumen terhadap mie kuning semakin meningkat tanpa

memperhatikan zat-zat bahaya yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, beberapa

produsen ada yang menggunakan bahan tambahan kimia seperti metanhil yellow, agar

menghasilkan warna yang lebih menarik konsumen. Namun, sampai saat ini data

tentang kandungan metanhil yellow di beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Aceh

masih kurang, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

penggunaan metanhil yellow pada mie kuning di pasar Inpres Kota Lhokseumawe.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat kandungan metanhil yellow secara kualitatif dalam mie kuning

yang diproduksi di pasar Inpres Kota Lhokseumawe ?


1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini, yaitu :

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya penggunaan metanhil yellow yang terdapat pada

mie kuning yang diproduksi di pasar Inpres Kota Lhokseumawe

1.4.2 Tujuan Khusus

Menganalisis penggunaan metanhil yellow secara kualitatif dalam mie kuning

yang diproduksi di pasar Inpres Kota Lhokseumawe

1.5 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca baik secara

langsung maupun tidak langsung.

1.5.1 Manfaat teoritis

Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai penggunaan

metanhil yellow pada mie kuning.

2. Dapat digunakan sebagai landasan penelitian lanjutan tentang bahaya

penggunaan metanhil yellow pada mie kuning.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan evaluasi

tentang makanan khususnya (mie kuning) bagi BPOM dan industri mie kuning terkait

serta dapat meningkatkan upaya food safety yang sesuai peraturan Menteri

Kesehatan.
BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Mie Kuning

Uji Kualitatif
(Kromatografi Kertas)

Berubah warna: Mengandung Tidak berubah warna:


metanil yellow Tidak Mengandung
Metanil Yellow

You might also like