You are on page 1of 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter

dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuri disertai dengan atau tidak adanya

gejala klinis akut ataupun kronis sebagai akibat kurangnya insulin efektif.1 Diabetes

memiliki 2 tipe yaitu tipe 1 yang sering terjadi pada remaja atau dapat disebut

sebagai independen insulin dimana sel beta pankreas tidak dapat memproduksi

insulin. Tipe 2 yang sering terjadi pada orang dewasa diakibatkan retensi insulin

dan kebanyakan disebabkan oleh obesitas, obesitas ini yang menyebakan

terjadinya insulin relatif.2

Penyakit pada mata yang disebabkan oleh diabetes adalah retinopati yang

paling banyak mempengaruhi hampir satu dari setiap sepuluh orang penderita

diabetes. Retinopati diabetika adalah salah satu faktor utama penyebab dari

kebutaan dikalangan usia kerja. Di negara Amerika prevalensi retinopati diabetika

dengan usia lebih dari 40 tahun sekitar 28,5 % (sekitar 4,25 juta).2 Pada penelitian

terhadap 17.995 subyek penderita diabetes di India, retinopati sekitar 15%. Pada

subyek kontrol diet dengan retinopati diabetes adalah 4,4% sedangkan, subyek

penggunaan obat oral adalah 12,5%, dan pada subyek penggunaan insulin hampir

27%.3

Retinopati diabetika terjadi akibat kadar gula darah tinggi yang menyebabkan

kerusakan pembuluh darah pada retina. Pada pembuluh darah bisa terjadi bengkak

dan bocor atau dapat menutup, menghentikan darah agar tidak lewat. Terkadang

dapat membuat pembuluh darah baru yang abnormal pada retina.4

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina merupakan jaringan saraf semi transparan yang berlapis-lapis

melapisi dua pertiga posterior dinding bola mata bagian dalam. Lapisan-lapisan

retina mulai dari sisi luar ke dalam, adalah epitel pigmen retina, lapisan

fotoreseptor, membran limitan eksterna, lapisan pleksiform luar, lapisan nukleus

interna, lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, membran limitan interna.5

Gambar 2.1 Lapisan Retina

Retina memiliki tebal 0,1 mm di area ora serrata dan 0,23 mm pada kutub

posterior. Pada kutub posterior terdapat makula, yang merupakan daerah yang

mengandung pigmen luthein dan zeaxantin dengan diameter 1,5 mm. Lebih dari

satu lapis sel. Makula dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal.

2
Di tengah makula, sekitar 3,5 mm dari papil saraf optik terdapat fovea, yang

memberikan refleks pantulan sinar bila dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi.

Fovea merupakan zona avaskuler yang secara histologis ditandai dengan

menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan parenkim, foveola

adalah bagian paling tengah dari fovea yang fotoreseptornya adalah sel kerucut.5

Retina mendapat vaskularisasi dari khoriokapiler yang berada tepat di luar

membran Bruch, yang memperdarahi sepertiga luar retina dan arteri retina sentralis

yang memvaskularisasi dua pertiga sebelah dalam. Pembuluh darah retina memiliki

lapisan endotel yang membentuk sawar darah retina.5

Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang

membentuk 80% volume darah. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa,

retina dan papil saraf optik. Permukaan luar vitreus yaitu membran hialoid

berkontak dengan struktur-struktur seperti kapsul posterior lensa, zonnula zinnii,

lapisan epitel pars plana, retina dan papil saraf optik. Basis vitreus terkuat pada

lapisan epitel pars plana dan retina tepat dibelakang ora serrata. Vitreus terdiri dari

99% air dan 1% sisanya merupakan kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan

bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus.5

Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu

reseptor kompleks dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi

impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui papil saraf

optik menuju ke korteks oksipital. Makula yang sebagian besar selnya adalah sel

kerucut, bertanggung jawab untuk tajam penglihatan terbaik sentral dan untuk

penglihatan warna (penglihatan fotopik). Bagian retina perifer, sebagian besar

3
terdiri dari fotoreseptor batang digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan

malam hari (penglihatan skotopik). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak

dilapisan terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat

berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan.5

2.2 Definisi

Retinopati diabetika adalah suatu kelainan retina dan sistem vaskuler yang

diakibatkan diabetes melitus.5 Retinopati diabetika merupakan suatu

mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-

pembuluh darah halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-

vena.6

Gambar 2.2 Perbandingan Retina Normal dan Retinopati.

2.3 Epidemiologi

Retinopati diabetika merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di

jumpai, terutama di negara barat. Prevalensi dari semua tipe populasi retinopati

diabetika meningkat seiring dengan lama menderita diabetes dan usia penderita.

Retinopati diabetika jarang ditemukan pada anak dibawah usia 10 tahun tanpa

4
memandang lama menderita diabetes. Resiko terjadinya retinopati diabetika

meningkat setelah masa pubertas. 7

2.4 Etiologi

Penyebab pasti retinopati diabetika belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa

lamanya terpapar pada hiperglikemia ( kronis ), hipertensi, hiperkolesterolemia, dan

merokok merupakan faktor resiko timbul dan berkembangnya retinopati. Hal ini

didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda

dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil

serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama

penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat. 6

2.5 Klasifikasi Retinopati Diabetika

Retinopati diabetika dapat digolongkan kedalam retinopati nonproliferatif,

makulopati, retinopati proliferatif. 6

2.5.1 Retinopati Diabetika Nonproliferatif

Retinopati diabetika adalah salah satu mikroangiopati progresif yang

ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil. Kelainan

pada penebalan membran basal endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit.

Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut

mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya berbeda di

dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.6

Retinopati nonproliferatif ringan ditandai dengan sedikitnya satu

mikroaneurisma. Retinopati nonproliferatif sedang ditandai dengan

mikroaneurisma luas, perdarahan intraretina, gambaran manik-manik pada vena

(venous beading) dan atau bercak-bercak cotton wool. Retinopati nonproliferatif

5
berat ditandai bercak-bercak cotton wool, gambaran manik-manik pada vena, dan

kelainan mikrovaskular intraretina (IRMA). Stadium ini terdiagnosis dengan

ditemukannya perdarahan intraretina di empat kuadran, gambaran manik-manik

vena di dua kuadran, atau kelainan mikrovaskular intraretina berat di satu kuadran.6

Gambar 2.3 Funduskopi pada NPDR.

Mikroaneurisma, hemorrhages intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates

merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark

serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).

2.5.2 Retinopati Diabetika Makulopati

Makulopati diabetika bermanifestasi sebagai penebalan atau edema retina

setempat atau difus, yang terutama disebabkan oleh kerusakan sawar darah-retina

pada tingkat endotel kapiler retina, yang menyebabkan terjadinya kebocoran cairan

dan konstituen plasma ke retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada

pasien diabetes tipe II dan memerlukan penanganan segera setelah kelainannya

bermakna secara klinis, yang ditandai oleh penebalan retina sembarang pada jarak

500 mikron dari fovea, eksudat keras pada jarak 500 mikron dari fovea yang

berkaitan dengan penebalan retina, atau penebalan retina yang ukurannya melebihi

satu diameter diskus dan terletak pada jarak satu diameter diskus dari fovea.6

6
2.5.3 Retinopati Diabetika Proliferatif

Komplikasi mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati

diabetika proliferatif. Iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang

pembentukan pembuluh-pembuluh darah halus baru yang menyebabkan kebocoran

protein-protein serum (fluoresens) dalam jumlah besar. Retinopati diabetika

proliferatif awal ditandai oleh kehadiran pembuluh-pembuluh darah baru pada

diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE). Ciri yang beresiko

tinggi ditandai oleh pembuluh darah baru pada diskus optikus yang meluas lebih

dari sepertiga diameter diskus, sembarang pembuluh darah baru pada diskus optikus

yang disertai perdarahan vitreus, atau pembuluh darah baru di bagian retina

manapun yang besarnya lebih dari setengah diameter diskus dan disertai perdarahan

vitreus.6

Pembuluh-pembuluh darah baru yang rapuh berproliferasi ke permukaan

posterior vitreus dan terjadi saat vitreus mulai berkontrksi menjauhi retina. Apabila

pembuluh tersebut pecah, perdarahan pada vitreus yang bersifat masif

menyebabkan penurunan penglihatan mendadak. Sekali terjadi pelepasan total

vitreus posterior, mata berisiko mengalami neovaskularisasi dan perdarahan

vitreus. Pada mata retinopati diabetika proliferatif dan adhesi vitreoretinal persisten,

jaringan neovaskular dapat mengalami perubahan fibrosa dan membentuk pita-pita

fibrovaskular yang rapat, menyebabkan traksi vitreoretina. Hal ini dapat

menyebabkan ablatio retina akibat traksi progresif atau, apabila terjadi robekan

retina, ablatio retina regmatogenosa. Ablatio retina dapat ditandai atau ditutupi oleh

perdarahan vitreus. Apabila kontraksi vitreus di mata tersebut telah sempurna,

7
retinopati proliferatif cenderung masuk ke dalam stadium “involusional” atau

burned-out.6

Gambar 2.4 funduskopi pada PDR

Tanda panah menunjukkan adanya preretina neovascularisation

2.6 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya retinopati diabetika masih belum jelas, namun

beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama

kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan

menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh

darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat proses

biokimiawi yang terjadi pada hipoglikemia kronis yang diduga berhubungan

dengan timbulnya retinopati diabetika, antara lain:8

1) Akumulasi sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi

jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase

yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerolus dan dinding

pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu

senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis

8
sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan

sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel

menjadi bengkak akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga

menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai perkusor

sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim NA-K-ATPase yang

mengatur konduksi saraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat

menyebabkan gangguan konduksi saraf.

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel

vaskular meningkat akibat peningkatan sintesis dari diasilgliserol, yang

merupakan suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki

pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskuler, sintesis

growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan

meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas

dan aliran darah vaskuler retina.

Peningkatan permeabilitas vaskuler akan menyebabkan terjadinya

ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskuler meningkat

disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi

menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan

menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks

ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi

penebalan dinding vaskuler, ditambah dengan aktivasi endotelia 1 yang

merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskuler makin menyempit.

9
Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya

menyebabkan terjadinya oklusi vaskuler retina

3) Pembentukan Advanced Glication end Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non

enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu

senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, sintesis growth factor,

aktivasi endotelia 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel

endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya

oklusi vaskuler retina.

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.

Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x

lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5 – 20 minggu. Pada pasien

DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE

yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada

ekstrasel.

4) Pembentukan Reactive Oxigen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang

menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superoksida (O2-).

Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur

poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan

terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.

10
5) Growth factor

Jumlah faktor pertumbuhan yang berhubungan dengan perkembangan

retinopati diabetika diantaranya fibroblas growth factor, insulin like growth

factor, angiopoetin 1 dan 2, stromal derived factor 1, epidermal growth

factor, transforming growth factor beta 2, platelet derived growth factors

dan eritropoietin.

Insulin like growth factor di produksi oleh kebanyakan dari jaringan tubuh

dan merupakan mediator dari pertumbuhan sel, diferensiasi dan

transformasi. Peningkatan jumlah dari IGF telah ditemukan pada cairan

vitreus dan serum dari pasien diabetes. Peran penting IGF pada patogenesis

retinopati diabetika masih belum diketahui. Neovaskularisasi dikendalikan

oleh Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). VEGF

mempromosikan angiogenesis , menyebabkan kerusakan barier pembuluh

darah retina, stimulasi pertumbuhan sel endotel dan peningkatan

permeabilitas vaskuler pada iskemik retina.

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat

hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskuler

retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan

menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan

menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan

penderita retinopati diabetika dengan gangguan penglihatan berupa pandangan

kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat

ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada

pemeriksaan funduskopi.8

11
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena

angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya

disebut Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan

dinding vaskuler terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai

jaringan penyokong dinding vaskuler. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan

pada dinding vaskuler karena bagian dinding lemah tersebut terus terdesak sehingga

tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa

mikroaneurisma dan defek dinding vaskuler lemah yang lainnya dapat pecah hingga

terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi.

Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau

benda yang melayang – layang pada penglihatan.8

Gambar 2.5 Patofisiologi Retinopati Diabetika8

Retinopati diabetika suatu kondisi dimana tingkat glukosa dalam darah yang

terlalu tinggi. Kadar glukosa yang meningkat dari dapat merusak dan menghambat

pembuluh darah kecil yang memberikan nutrisi pada retina. Bila pembuluh darah

rusak dapat membuat keluar ke dalam retina mengakibatkan suatu kondisi yang

dikenal sebagai edema makula diabetika yang menyebabkan pembengkakan di

12
bagian tengah mata (makula). Kerusakan yang lama pada pembuluh darah kecil di

retina memperburuk sirkulasi ke retina dan makula menyebabkan pertubuhan

pembuluh darah abnormal baru (neovaskularisasi) dan pertumbuhan jaringan parut

di permukaan retina tahap ini dinamakan Proliferative Diabetic Retinopathy

(PDR). Pertumbuhan neovaskularisas di iris dan terjadi menyumbat pada sistem

drainase menyebabkan kehilangan penglihatan.9

Hiperglikemi yang berlangsung lama akan menyebabkan perubahan

fisiologi dan biokimia aliran darah dan berakhir dengan terjadinya kerusakan

endotel kapiler (intraretinal mikroangiopati). Mikroangiopati ini pada pemeriksaan

histologi adalah hilangnya perisit dan menebalnya dinding pembuluh darah

sehingga mengecilnya lumen pembuluh darah kapiler bahkan dalam keadaan yang

berat terjadinya pembuntuan pembuluh darah kapiler retina, keadaan ini diperberat

dengan terjadinya fenomena lumpur dari rheologi darah sehingga menimbulkan

terbentuknya mikroaneurisma dan daerah hipoksia retina atau iskemi.

2.7 Gejala klinis

Pada tahap awal retinopati diabetika, pasien umumnya tidak menunjukkan

gejala. Pada stadium lanjut gejala subyekif yang dapat ditemui berupa : kesulitan

membaca, penglihatan kabur, penglihatan tiba-tiba menurun, melihat lingkaran

cahaya, melihat bintik gelap dan kelap-kelip.10

Retinopati diabetika merupakan penyakit mikrovaskular. Tanda tanda yang

ditemukan pada pasien retinopati diabetika dapat digunakan sebagai evaluasi risiko

ancaman gangguan penglihatan dan juga menentukan penatalaksanaan pada pasien.

Tanda tanda pada retinopati diabetika meliputi :10

13
1. Mikroaneurisma

Mikroaneurisma adalah lesi awal pada retinopati diabetika akibat adanya

oklusi kapiler. Mikroaneurisma tampak sebagai bintik merah bentuk bulat kecil

dengan ukuran yang bervariasi.10,11

Mikroaneurisma dapat terbentuk dari kegagalan pembentukan pembuluh

darah baru ataupun kelemahan dinding pembuluh kapiler karena hilangnya

integritas struktural pembuluh kapiler. Mikroaneurisma dapat pecah sehingga

terjadi perdarahan, edema dan eksudat. Trombosis spontan dapat meresorpsi

perdarahan, edema dan eksudat. Trombosis mikroaneurisma dapat menghilang,

tetapi terkadang dapat terlihat seperti bintik putih.10,11

2. Dot haemorrhages

Dot Haemorrhages sulit dibedakan dengan miroaneurisma karena

bentuknya sama hanya ukurannya yang berbeda10,11

3. Blot haemorrhages

Terjadi saat sekelompok kapiler tersumbat, sehingga terbentuk bercak

perdarahan intraretinal. Blot haemorrhages menandakan infark retina yang

luas10,11

4. Flame shape haemorrhages

Perdarahan yang terjadi pada lapisan serat saraf yang lebih superfisial11

5. Edema retina dan eksudat keras

Disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina diikuti dengan

kebocoran dari protein serum, lemak dan protein dari pembuluh darah11

14
6. Cotton wool spot

Perubahan mikrovaskular pada retinopati diabetika menyebabkan

terjadinya oklusi mikrovaskular. Hilangnya perfusi (non perfussion) akibat

oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina

sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Hal ini

menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma

melalui endotel yang rusak yang disebut cotton wool spot. Efek dari hipoksia

retina yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler

dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal

Microvascular Abnormalities (IRMA)10,11

7. Edema makula

Edema makula akibat adanya akumulasi dari cairan eksudat dari hipoksia

retina yang menyebabkan terakumulasinya cairan pada retina11

8. Neovaskularisasi

Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang

berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada

jaringan retina, kemudian berkembang kearah preretinal, ke badan kaca. Jika

pecah dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid

(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.11

2.8 Diagnosis

Anamnesis11

a) Lama menderita diabetes

b) Kadar HbA1c

c) Riwayat pengobatan

15
d) Riwayat penyakit (obesitas, penyakit ginjal, hipertensi, kadar kolesterol

darah, riwayat kehamilan, neuropati)

e) Riwayat penyakit mata (trauma, penyakit mata yang lain, pembedahan,

pengobatan dengan laser)

Pemeriksaan fisik11

a) Tajam penglihatan

b) Biomikroskopi Slit lamp

c) Tekanan intraokular

d) Gonioskopi

e) Funduskopi

Gambar 2.6 Gejala Retinopati diabetika

16
Jadwal Pemeriksaan12

Tipe diabetes Rekomendasi evaluasi Rekomendasi kontrol


awal
Tipe 1 5 tahun setelah Setiap tahun
terdiagnosis
Tipe 2 Pada saat terdiagnosis Setiap tahun
Kehamilan (tipe 1 atau Segera setelah  Bukan retinopati
tipe 2) pembuahan dan awal sampai NPDR
trimester pertama ringan atau
sedang : setiap 3
– 12 bulan
 NPDR berat atau
lebih : setiap 1 –
3 bulan
Tabel 2.1 Rekomendasi pemeriksaan mata pada pasien diabetes militus

2.9 Pemeriksaan Penunjang

Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya retinopati diabetika,

pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan :11,12

1. Fundus Photography

Fundus photography sangat membantu untuk dokumentasi retinopati serta

konseling pasien seperti apa penyakit mereka. Fundus photography juga

berguna untuk memantau perbaikan atau perkembangan retinopati diabetika.

Terdapat beberapa jenis Fundus photography, diantaranya11,12 :

a. Standard fundus photography

Standard fundus photography menggambarkan 30° bagian posterior mata,

yang mencakup makula dan nervus opticus. Kelebihan dari Standard fundus

photography ini antara lain mudah digunakan, banyak tersedia, dan bisa

dimanfaatkan untuk membantu dalam dokumentasi. Fitur morfologis

tertentu seperti eksudat keras mudah dikenali pada foto berwarna. Namun,

Standard fundus photography ini tidak dapat mengkonfirmasi edema

makula yang signifikan secara klinis pada Clinically Significant Makular

17
Edema (CSME), detail halus seringkali tidak terlihat, dan sulit untuk

mendapatkan pencitraan yang baik jika ada opasitas media.12

Gambar 2.7 Standard Fundus Photography

b. Widefield fundus photography

Widefield fundus photography dapat menangkap bidang pandang hingga

200° meskipun tanpa dilatasi pupil, bidang pandang ini dapat melihat lebih

dari 80% area permukaan total retina sehingga memungkinkan untuk

dokumentasi dan deteksi patologi retina perifer dengan cara minimal

invasif.12

Gambar 2.8. Widefield Fundus Photography

18
c. Stereoscopic fundus photography

Bentuk fotografi ini memungkinkan pemeriksaan patologi pasien dalam tiga

dimensi untuk membedakan antara Intra Retinal Microvascular

Abnormality (IRMA) dan Neovascularization Elsewhere (NVE). Namun,

dalam praktik klinis, kegunaan stereoscopic fundus photography ini masih

bisa diperdebatkan dan membutuhkan waktu lama untuk interpretasi hasil

pemeriksaan.12

2. Optical Coherence Tomography (OCT)

OCT Menggunakan cahaya untuk menghasilkan bayangan cross-

sectional dari retina. Uji ini digunakan untuk menentukan ketebalan retina

dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan

vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan

edema makular diabetika atau edema makular yang signifikan secara klinis.12

Gambar 2.9 Optical Coherence Tomography Menunjukaan

Abnormalitas Ketebalan Retina

19
3. Fundus Fluorescein Angiography (FFA)

Merupakan pemeriksaan tambahan yang penting dalam diagnosis dan

manajemen retinopati diabetika :11,12

o Mikroaneurisma akan tampak sebagai hiperfluoresensi pinpoint

yang tidak membesar tetapi agak memudar pada fase akhir tes.

o Perdarahan berupa noda dan titik bisa dibedakan dari

mikroaneurisma karena mereka tampak hipofluoresen.

o Area yang tidak mendapat perfusi tampak sebagai daerah gelap

homogen yang dikelilingi pembuluh darah yang mengalami oklusi.

o IRMA (Intra Retinal Microvascular Abnormality) tampak sebagai

pembuluh darah yang tidak bocor, biasanya ditemukan pada batas

luar retina yang tidak mendapat perfusi.

o Kebocoran fluoresein yang disertai dengan edema retina, mungkin

membentuk gambaran petaloid edema makula kistoid tau mungkin

gambaran difus.6

Gambar 2.10 Gambaran FFA pada Retinopati Diabetika

4. B-scan Ultrasonography

B-scan ultrasonography dapat menunjukkan jika ada retinal detachment

dan vitreous haemorrhage.11,12

20
2.10 Diagnosis Banding11

1. Mikroaneurisma dan perdarahan akibat retinopati hipertensi, oklusi vena

retina

2. Perdarahan vitreus dan neovaskularisasi akibat kelainan vitreo-retina

yang lain.12

2.11 Penatalaksanaan

Sejauh ini belum ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mencegah

perkembangan retinopati diabetika.12

1. Pencegahan

Suatu fakta dikemukakan bahwa insiden retinopati diabetika ini tergantung

pada durasi menderita diabetes mellitus dan pengendaliannya. Hal sederhana

yang terpenting yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes untuk dapat

mencegah terjadinya retinopati adalah dengan mengontrol gula darah, selain

itu tekanan darah, masalah jantung, obesitas dan lainnya harus juga

dikendalikan dan diperhatikan.12,13

2. Pengobatan

a. Terapi Bedah

 Fotokoagulasi Laser12,13

Fotokoagulasi laser di daerah hipoksia dan mikroaneurisma yang berdifusi

dan adanya neovaskularisasi. Pengobatan dengan sinar laser hanya efektif bila

media optik masih jernih, oleh karena itu harus dilakukan sedini mungkin.

Terapi fotokoagulasi laser pada retinopati diabetika adalah untuk

meningkatkan tekanan oksigen retina sehingga memperbaiki suplai oksigen,

21
menghilangkan vasokonstriksi dan neovaskularisasi sehingga terjadi aliran

oksigen dari daerah jejas laser ke dalam lapisan inti retina dalam.

Teknik fotokoagulasi : setelah pupil dilebarkan maksimal dipasang lensa

kontak 3 cermin dari Goldman, sinar laser ditembakkan melalui lensa kontak,

kornea, lensa, vitreus sampai retina.

a) Fotokoagulasi fokal : untuk daerah retina yang hanya mengalami hipoksia

atau mikroaneurisma yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik

ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema makula.12,13

Gambar 2.11 fotokoagulasi fokal

b) Grid fotokoagulasi : suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran

dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah yang difus. Terapi edema

makula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi fokal dan grid

fotokoagulasi.11,13

22
Gambar 2.12 Fotokoagulasi grid

c) Fotokoagulasi panretina : untuk retinopati diabetika yang sudah ada

neovaskularisasi baik di papil saraf optik, retina maupun vitreus. Dilakukan

pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetika

resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan

mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada

permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-

2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari makula untuk menyusutkan

neovaskular. Jika sudah terjadi perdarahan di vitreus, dimana sinar laser tidak

bisa menembus sampai retina, dapat dilakukan tindakan virektomi. 11,12,13

23
Gambar 2.13 fotokoagulasi panretina

Dosis laser yang digunakan adalah sebagi berikut :

Untuk daerah di sentral dekat makula penampang dari laser (spotsize) 50 mikron,

makin ke perifer makin lebar sampai 500 mikron, sedangkan waktu dan daya laser

disesuaikan dengan hasil tembakan yang terlihat saat melakukan fotokoagulasi

yakni 0,1 – 0,2 second dengan daya 200 – 1000 mW. Jumlah tembakan laser

tergantung teknik yang dipakai antara 200 – 2000 tembakan. 12,13

24
Gambar 2.14 Laser Fotokoagulasi

 Vitrektomi

Beberapa pasien dengan retinopati proliferatif yang parah dapat mengalami

perdarahan yang luas atau lepasnya retina yang dapat menyebabkan kebutaan.

Pembedahaan vitrektomi dapat dilakukan untuk memulihkan penglihatan

dengan mengambil perdarahan dan jaringan yang mengalami perdarahan.

Pengambilan cairan vitreus yang opak diikuti fotokoagulasi retina dapat

memulihkan beberapa fungsi penglihatan, namun waktu yang tepat untuk

intervensi ini sangatlah kritis. Untuk melakukan pembedahan sebaiknya tidak

menunggu traksi dari makula dan berkembangnya perdarahan vitreus yang

merupakan indikasi vitrektomi yang paling banyak. Pada pasien dengan

25
kerusakan penglihatan yang berat, vitrektomi merupakan terapi yang dapat

diharapkan untuk memperbaikinya. 11,12

Tujuan utama pembedahan vitrektomi secara khusus pada retrinopati

diabetika adalah mendapatkan ketajaman penglihatan yang berguna. Tujuan

penting lainnya adalah mencegah perkembangan lebih lanjut proses neovaskular

diabetika sehingga mendapat keberhasilan secara fungsional maupun anatomikal

dalam jangka panjang. 11,12

b. Medikamentosa

 Steroid intraokular

Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati

diabetika. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi

intravitreus. Intravitreal triamcinolone 1 atau 4 mg digunakan dalam terapi

edema makular diabetika. Pemberian ulang dapat diberikan setiap 4 bulan

apabila edema makular menetap.12

Uji klinis dari Diabetika Retinopathy Clinical Research Network

menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema makular setelah

triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang dicapai dengan

terapi laser fokal.Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal bisa memiliki

beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan tekanan

intraokular dan katarak.12

Penelitian lain menjelaskan pengunaan dexametason inraokular untuk

terapi edema makular. Efek samping peningkatan tekanan intraocular lebih

tinggi

26
 Anti VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor)

Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis

meliputi bevacizumab intravitreal dan ranibizuma. Obat-obatan ini bisa

membantu mengurangi edema makular diabetika dan juga neovaskularisasi

diskus atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser

fokal sedang diinvestigasi dalam uji klinis. Onset untuk mengurangi edema

makular lebih lama bila dibandingkan dengan steroid intraokular, tetapi lebih

jarang menimbulkan komplikasi daripada penggunaan steroid intraokular. 11,12

 Diet

Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk

semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa

membantu mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga

pengontrolan diabetes.12

 Aktivitas

Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting

untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa

membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa

perifer. Hal ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan

dapat menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopati diabetika.12

2.12. Perjalanan Klinis Dan Prognosis 11,12,13

 Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang

memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang

setiap 1 tahun.

27
 Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema makula perlu

dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat

progresif.

 Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema makula

yang secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap

4-6 bulan karena dapat berkembang menjadi Clinically Significant Makular

Edema (CSME).

 Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi. Dengan

terapi fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat berkurang

50%.

 Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien

DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75%

dimana 45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien

DRNP sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.

 Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi.

Teknik yang dilakukan adalah scatter photocoagulation

 Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula

menggunakan metode fokal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode

fotokoagulasi metode panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema

makula, maka untuk terapi dengan metode ini harus dibagi menjadi 2 tahap

dengan jarak 4 minggu untuk melengapi terapi, mencegah edema makula

dan regresi sempurna dari pembuluh darah baru.

28
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:

 Faktor prognostik yang menguntungkan12,13

o Eksudat yang sirkuler.

o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.

o Perfusi sekitar fovea yang baik.

 Faktor prognostik yang tidak menguntungkan12,13

o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.

o Deposisi lipid pada fovea.

o Iskemia makular.

o Edema makular kistoid.

o Visus preoperatif kurang dari 20/200.

o Hipertensi

29

You might also like