Kategori: Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja Lolos moderasi pada: 20 February 2018 Terpana. Itulah respon pertamaku ketika menapakkan kaki di sekolah baruku ini. Tak salah jika Mama dan Papa memilihkanku sekolah ini. Arsitektur yang agak kuno tapi menarik, bersih, megah. “Gia,” tegur Kak Aldo. “Cepet sana masuk, nanti lo telat lagi,” lanjutnya. Badannya yang berbalut celana levis, kemeja putih, dan sepatu fantofel masih bertengger di atas ochel -motor ninja kesayangannya-. “Iya iya bawel lo, but thanks yaa kak” kataku sambil berlari menuju gerbang sekolah. Kak Aldo sudah pergi dari depan gerbang sekolahku, ia berangkat ke sekolahnya. Kulirik jam tanganku. 06:50. Masih ada 10 menit. “Hufftt, untung aja gak telat” desahku. Aku celingak-celinguk mencari ruangan kepala sekolah. Tiba- tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang. Refleks, aku berbalik badan. Yang kulihat kini adalah 3 orang gadis seusiaku. Mereka tampak ramah, tapi yaa cuek cuek gimana gitu, hehe. “Hai, lo murid baru ya?” tanya gadis yang ditengah, memakai tas merah. “Emm.. Ehh iiiyaaa” jawabku gugup. “Lo masuk kelas berapa?” tanya gadis lain yang memakai topi adidas hitam. “Kelas VIII-D” jawabku lagi. “Sama!” kata mereka bertiga serentak. “Terus, nama lo siapa?” tanya gadis yang terakhir, dengan rambut digerai. “Gianissa Almira Tunggadewi” jawabku -lagi-. “Oohh, oke kenalin nama gue Zhifilia Ulfiyah Ramadhani panggil aja Ulfi” ujar gadis yang pertama menyapaku. “Nama gue Aulia Zifana Ashilla panggil gue Nana” “Kalo gue Vanessa Adilla Kirana biasa dipanggil Nessa” Aku hanya mengangguk. Huft, sepertinya mereka orang yang baik. “Lo nyari ruang kepsek kan?” tanya Nana. “Iya” jawabku -lagi lagi lagi dan lagi-. “Ya udah yuk ikut kita aja” ajak Ulfi sambil menarik tanganku. “Eh?” aku kaget. “Eh apa?” tanya Nessa heran. “Ooh, nggak” kataku polos. Sampai di ruang kepsek, aku masuk. Ulfi, Nana, dan Nessa menunggu diluar. “Assalaamu’alaikum,” kataku mengucapkan salam. Seorang ibu-ibu berjalan menujuku. “Wa’alaikumsalam,” jawab ibu itu. “Kamu murid baru kan? Yang namanya Gitassa Amira Tunggaldevi?” tanya ibu itu balik sambil membaca sebuah buku yang entah isinya apa. Loh, kok namaku berubah? “Ehh.. Emm iya Bu, tapi nama saya bukan Gitassa Amira Tunggaldevi, nama saya Gianissa Almira Tunggadewi” koreksiku. Ulfi, Nana dan Nessa tertawa geli di balik pintu ruangan kepsek. “Ooh, gitu ya” kata ibu itu -masih membolak balik sebuah buku-. Sempat kulirik name tag nya. Namanya Eriska Nurjannah. “Ooh, namanya Bu Eriska toh” batinku. “Ini,” kata Bu Eriska menyerahkan sebuah kartu nama. Aku bingung. “Ini buat tanda pengenal kamu, sebagai murid baru nanti kalo udah seminggu kamu simpan aja gak perlu dipake lagi,” terang Bu Eriska. Aku ber ooh ria. Lalu mengenakan kartu nama itu. “Kamu sudah tau belum ruang kelas kamu di mana?” tanya Bu Eriska. “Belum Bu, tapi kebetulan saya bertemu dengan Ulfi, Nana dan Nessa yang baru berkenalan dengan saya mereka juga sekelas dengan saya” kataku yakin. “Ooh, mereka bertiga ya” gumam Bu Eriska. “Kenapa Bu mereka bertiga?” tanyaku. “Ah, nggak. Ulfi, Nana dan Nessa itu murid yang ramah, makanya ibu gak heran kalo mereka bertiga langsung bisa kenalan ama anak baru. Oiya kamu langsung ke kelas, ibu nanti nyusul mau kenalin kamu ke anak-anak” “Ooh, iya Bu ya udah Bu makasih ya Assalaamu’alaikum” “Iya sama-sama waalaikumussalam” Aku keluar ruangan kepsek. “Baa!” kejut Nessa. Aku meliriknya. “Kenapa? Kurang mengejutkan ya? Hmm” “Lo ngapa si Ness? Ah udah yok” ajak Nana kepada Ulfi dan aku. “Eh eh, tungguin gue dong!” “Gue duduk di mana nih?” tanyaku bingung. Mereka bertiga duduk di barisan paling belakang. Nana dan Nessa berdua, sedangkan Ulfi sendiri. “Sama Ulfi aja,” tawar Nessa. Aku mengangguk. Lalu menaruh tasku di bangku sebelah Ulfi. Aku mengedarkan tatapan ke seluruh penjuru kelas. Semua memandangi asing. Aku acuhkan pandangan itu. Bu Eriska datang. “Assalaamu’alaikum,” ucap Bu Eriska. “Waalaikumussalam” koor siswa di kelasku. “Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Kamu, ayo maju” kata Bu Eriska sambil menunjukku. Aku mengangguk. “Hai, kenalin namaku Gianissa Almira Tunggadewi panggil aja Gia aku pindahan dari SMPIT AL-HIJR” kataku memperkenalkan diri. “Baik, Gia silahkan kamu duduk kembali” aku menuruti perintah Bu Eriska. Semua anak menatap bu Eriska. Bu Eriska tampak menghela nafas panjang. Wajahnya tampak berduka. Ada apa gerangan? Mungkin itu yang ada di pikiran siswa di kelasku. “Ada apa Bu?” tanya seseorang angkat bicara. Perempuan. Kutanya namanya pada Ulfi. “Fi, dia namanya siapa?” “Ooh, dia namanya Raisa. Raisa Nur Aisya” Aku manggut-manggut saja. “Bu Hesty hari ini tidak bisa mengajar, maka jam pelajaran ke 1 dan ke 2 kosong, anak Bu Hesty lagi koma di rumah sakit, kena penyakit kanker” jelas Bu Eriska sambil menitikkan air mata. Aku terhenyak. Bu Hesty? Siapa Bu Hesty? Yang pasti aku gak kenal, ets ralat. Belum kenal. Pasti ia jadi salah satu guru di sini. Maklum, aku kan anak baru, hehe. “Bu Hesty tuh siapa toh Fi?” tanyaku lagi pada Ulfi. “Haduuh.. Dia tuh guru, Gi. Masa lo gak tau?” jawab Ulfi agak kesal. “Yee kalo gua tau juga gua gak nanya kalee!” kataku balik kesal. “Oh iya ya, hehee” sambil cengar-cengir gak jelas. “Hmm upill upill” gumamku. “Hah? Upil?” “Dih, apaan si. Orang gua bilang Hmm Ulfii Ulfii” dustaku. Aku rasa, semenjak aku berteman baik dengan Ulfi aku akan gila. Entah bagaimana respon Nana dan Nessa nanti. “Alahh” cibirnya. Aku memilih tak menanggapinya. Semakin membuatku gondok saja, huh. Karena jam ke 1 dan 2 gak ada guru nya, maka siswa di kelasku bebas mau ngapain saja. Bruk. Aku menutup buku novel itu dengan dentuman yang sedikit keras. Ya, aku sedang berada di perpustakaan. Kalau ke kantin, gak mungkin kan? Nanti yang ada diomelin Bu Eriska, mentang- mentang jam ke 1 dan 2 gak ada gurunya pada ke kantin. Hahaha. Tiba-tiba bell istirahat berbunyi 3 kali. “Gi, Na, Ness, kantin yuk” ajak Ulfi. “Ayo!” dengan serempak. “Lo pada mau pesen apaan?” tanyaku. “Liat daftar menunya aja!” kata Nana. “Daftar menunya aja mana!” Nessa kesal. “Ihh, udah udah!” lerai Ulfi. “Mbak! Minta daftar menunya dong!” pinta Ulfi pada seorang pelayan perempuan di kantin. “Iya!” balas pelayan itu. “Nih dek,” sambil menyerahkan sebuah kertas berisi menu-menu makanan dan minuman. Setelah kesepakatan, Ulfi angkat bicara. “Rawon daging 1, soto ayam 1, bakso urat 1, bakso telur 1. Trus sama es jeruk dingin 4” “Tunggu ya” “Okey” Sambil menunggu pesanan datang, aku memutuskan membeli camilan makanan ringan. Nana ikut. Setelah itu, kami kembali. Ternyata pesanan sudah datang. Langsung deh dilahap. Aku pesan bakso urat. Hmm yummy! “Ehh sambelnya dong bagi!” kata Nana sambil merebut sebuah mangkok kecil berisi sambel di tangan Ulfi. Nana pesan soto ayam. Sedangkan Ulfi pesan rawon. So, Nessa pesan bakso telur dong! “Eh, iya iya sabar dong ntar tumpah!” kata Ulfi. “Gua mau sini!” sahut Nessa. Aku mengernyitkan dahi. Kok, sambel aja diributin? “Eh eh udah dong udah! Maasaa sambel doang diributin sih! Lu pada kek anak kecil ae!” kataku kesal. “Au nih Nana, ama Nessa gak sabaran banget!” sahut Ulfi. “Lo juga sama aja Fi,” kataku sambil melotot. “Loh, kok gue?” Ulfi bingung. “Iyalah, lu ngambil sambel doang lama” kataku -lagi lagi lagi lagi lagi dan lagii- “Hm, intinya yang bersalah itu Nessa and the Nana, gue gak salah” ujar Ulfi ketus sambil makan soto ayamnya. “Hey, pokoknya yang salah tu kalian bertiga! Udah deh! Yang gak salaah tuh gue” ucapku enteng. Ulfi, Nana dan Nessa melotot. “Whet? Ehh what? Uvuvwevwevwev?” ledek Nana. “Alah, sok Inggris lo” Nessa menoyor kepala Nana. Nana mengaduh. “Ett bocah yak, napsu amat lu mau noyor pala gua” cetus Nana kesal. “Elu sih,” sahut Ulfi. “Apaan sii upill” ledekku, Nana dan Nessa. Ih, kok kompak ya? “Hmm biasa deh gue dikatain upil, padahal jelas-jelas ZHIFILIA ULFIYAH RAMADHANI or ULFI! Beda jauh ama upil! Huh!” “Iye iyee bang,” sindir Nana. “Eh, gimana nanti pulang sekolah kita ke rumah Gia mau gak?” tawar Nana. “Gue sih fine-fine aja. Rumah gue terbuka bagi semua orang” kataku santai sambil menyeruput es jerukku. “Semua orang?” tanya Nessa memastikan. Aku hanya meliriknya saja. “Emang kenapa?” tanyaku balik dengan heran. “Loh, berarti rumah lo terbuka buat maling juga dong?” sahut Ulfi. Nana juga setuju. “Ihh lo pada Lola apa gimana sih?” aku mulai kesal. “Gak gitu juga kalee! Mana ada orang yang mau rumahnya dimasukin maling! Uhh!” kataku sambil menoyor kepala merek bertiga satu-satu. “GIA!!!!” “Assalaamu’alaikum Mama, Gia pulang” kataku sambil melepas sepatu dan meletakkannya di rak. Ulfi, Nana dan Nessa juga mengikuti. “Wa’alaikumsalam, ehh ada temen-temen baru nya Gia, ya? Ayo masuk masuk! Dienakin aja ya! Mau apa-apa ambil, anggep aja rumah sendiri!” kata Mama ku. “Hehe, iya iya Tante makasih” ucap Ulfi. “Oh iya nama kalian siapa? Tante belum kenal” “Aku Ulfi” “Nana” “Kalau aku Nessa” “Ooh, yaudah kalian mau di mana mainnya? Di kamar Gia atau di ruang tamu? Di mana aja boleh deh!” “Di kamar Gia aja Tante, kalo di ruang tamu tar berantakan, ngerepotin” kata Nessa. Nana mengangguk. “Yah enggak lah! Namanya juga tamu! Ya udah dienakin ya pokoknya kalo di sini, anggep aja rumah sendiri! Tante mau ke Dapur dulu” “Iyaa Tante” kata Nana. “Gia, jagain adekmu ya” kata Mama padaku. “Sip, Ma!” kataku memberi hormat. Mama tertawa kecil. Lalu pergi ke Dapur. “Lo punya adek, Gi?” tanya mereka bertiga serempak. Melotot, lagi. Ihh serem deh! “Iya, emang kenapa sih? Biasa aja dong matanya! Kayak mau makan gue aja” “Ihhh mana adek lu? Mana mana? Ihh” Nessa heboh sendiri. “B aja dong, lebay lo Ness” cibirku. “Maklum,” kata Ulfi menghela nafas. “Nessa kan anak tunggal” “Hmm, gitu ya? Lo pada punya kakak atau adek gak, Fi? Na?” tanyaku pada Ulfi dan Nana. “Gue punya nya kakak namanya *Mita* sama adek cowok *Angga*” kata Nana. “Gue punya Abang *Alif* kakak *Eka* sama adek cewek *Erila*” kata Ulfi. “Enak dong,” candaku. “Punya Abang kakak ama adek” “Nggak juga tuh, buktinya gue suka berantem Erila ama Mas Alif, kalo ama Mbak Eka sih jarang banget” kata Ulfi. “Hmm, gua punya nya adek cowok namanya *Gio* sama Abang namanya *Gevan*” curhatku. “Hmm, oke oke” gumam Nessa. “Ya udah yuk ke Dapur dulu liat Mama gue masak apaan” ajakku. “Gue rebahan ae lahh, cape” kata Ulfi tiduran di sofa kamarku. “Iya, capek banget” Nana nyahut, sambil tiduran -juga- di karpet. “Oke oke” kataku ketus. “Ness ayo ke Dapur” ajakku pada Nessa. “Yuk!” “Ma, masak apa?” tanyaku begitu sampai di Dapur bersama Nessa. “Mama masak spaghetti bolognese, sama jus mangga, kalian tunggu aja dikamar, oh iya Gi kamu ambil snack snack ama makanan ringan tuh di lemari, taro di toples ya” Aku mengangguk. “Nih, makan dulu ya pada udah lapar kan? Nih Tante bikinin spaghetti sama jus mangga, dimakan sekarang ya nanti udah dingin gak enak” kata Mama tiba-tiba, setelah membuka pintu kamarku. “Iya Tante, makasih” kata Ulfi, Nana dan Nessa. Mama hanya tersenyum, dan meletakkan nampan berisi spagetti bolognese 4 piring dan jus mangga 4 gelas. Lalu pergi. “Enak banget,” kata Nessa yang mulutnya masih penuh dengan spaghetti. “Lo laper apa doyan, Ness?” sindir Ulfi. “Dua dua nya, boleh juga tuh” sahut Nana. Aku tertawa. “Emang iya, kalee” kata Nessa. “Gia, kita pulang dulu yaa thanks loh, kapan-kapan kita gantian ya” kata Ulfi. “No problem” kataku santai. “Tante, makasih ya. Kita pulang dulu Assalaamu’alaikum” “Iya sama-sama” “Daahh Giaaa!” “Dadahh!” Humm, seru banget ya. Sekolah baru, teman baru, kenangan baru. Asyik! Gak sabar besok sekolah lagi, hehehe! Cerpen Karangan: Salma Suhailah Rajwa Haii ini Cerpenku yang ke dua, baca juga ya, Cerpenku yang pertama Cerpen Sekolah Baru Gia merupakan cerita pendek karangan Salma Suhailah Rajwa, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.