You are on page 1of 23

Perbandingan khasiat dan keamanan macam-macam antimikroba

pada pasien dengan rhinosinusitis akut Rumah sakit perawatan


tertier di Uttarakhand (UK)

Abstrak :
Untuk membandingkan khasiat dari gatifloxacin, azithromicin dengan amoxicillin
sebagai kontrol positif untuk pengobatan rinosinositis akut (ARS). Untuk memonitor
efek samping dari obat amoxicillin, azithromicin, dan gatifloxacin pada pasien ARS.
Suatu uji acak terbuka dari perbandingan khasiat dan keamanan amoxicillin,
azithromicin, dan gatifloxacin pada pasien dengan ARS. Pasien dibagi secara acak
menjadi 3 kelompok. Kelompok satu : pasien dengan oral amoxicillin 500mg TDS (3
kali/hari) selama 10 hari. Kelompok kedua : pasien dengan oral azithromycin 500mg
OD (1 kali/hari) selama 5 hari. Kelompok ke tiga : pasien dengan oral gatifloxacin
400mg OD (1 kali/hari) selama 10 hari. Pasien akan di evauasi untuk tanda dan gejala
pada hari ke 1, hari ke 7 (untuk kelompok 2), hari ke 12 (untuk kelompok ke 1,3)
sebagai titik akhir primer, dan pada 28 hari setelah perawatan sebagai titik sekunder.
Ketiga obat antimikroba (amoxicillin, azithromicin, dan gatifloxacin) efektif dalam
mengurangi gejala rinosinusitis akut dengan scoring skala visual analog.
Azithromycin menunjukkan perubahan signifikan secara radiografik pada hari ke 7 (P
< 0.01) dan pada hari ke 35 (P < 0.01). Gatifloxacin menunjukkan perubahan yang
sangat signifikan secara radiografik pada hari ke 40 (P < 0.001) dan perubahan
signifikan pada hari ke 12 (P < 0.01) ketika dibandingkan dengan amoxicillin.
Azithromycin, ketolid dihubungkan dengan efek samping yang lebih rendah
dibandingkan dengan amoxicillin. Ketiga obat antimikroba (amoxicillin,
azithromicin, dan gatifloxacin) efektif dalam mengurangi tanda dan gejala
rinosinositis akut dengan scoring skala visual analog. Gatifloxacin ditemukan sebagai
yang paling efektif dalam perubahan tanda dan gejala pada scoring skala visual
analog dan skor radiografik serta dikaitkan dengan efek samping yang dibandingkan
dari dua obat yang diteliti.

1
Kata kunci :
Rhinosinusitis akut (ARS). Gatifloxacin-respiratory fluoroquinolone. Ketolid
azithromycin. Aminopenisilin-amoxicillin.

Pendahuluan
Rhinosinusitis merupakan masalah global. Terutama pada penyakit orang dewasa.
Biasanya ini merupakan penyakit sumbatan sino-nasal dan bakterial trapping.
Sinusitis yang terjadi sendiri jarang terjadi. Biasanya didahului dan terjadi bersamaan
dengan virus URTI. Sinusitis merupakan sumber morbiditas penting, loss income,
dan memperburuk penyakit paru. Sinusitis dianggap sebagai bagian yang melekat
dengan “sindrom common cold” dan karena itu istilah rhino-sinusitis mendefinisikan
penyakit ini secara lebih tepatnya. Pada kasus dengan kombinasi infeksi bakteri dan
virus, ciri klinis penyakit mencerminkan sifat keduanya. Ketika lubang sinus
tersumbat, sekresi yang tertahan mungkin akan terinfeksi oleh pathogen, termasuk
virus, bakteri dan jamur. Selalu didahului dengan infeksi virus pada infeksi
pernapasan atas, kemudian diikuti oleh infeksi bakteri, antibiotic umumnya diberikan
kepada 85-95% kasus. Terlepas dari penyakit yang sangat umum, ada kemungkinan
untuk terjadinya mis-diagnose. Diwaktu yang sama penyakit ini memerlukan
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat waktu untuk menghindari komplikasi dari
rhinosinusitis akut (ARS). Pengobatan pada kondisi seperti itu masih berdasarkan
atas pengalaman dan cukup controversial dalam hal pemilihan obat anti-bacterial,
frekuensi, lamanya pengobatan, dan obat adjuvant lain yang digunakan. Saat ini
belum ada consensus umum diantara dokter di seluruh dunia berkenaan dengan terapi
obat dari penyakit ini. Oleh karena itu penelitian ini mempertimbangkan untuk
membandingkan perbedaan obat anti-mikroba dalam pengobatan ARS.

2
Metode
Desain penelitian
Menggunakan uji acak terbuka (open randomized trial) untuk membandingkan
khasiat dan keamanan amoxicillin, azithromicin, dan gatifloxacin pada pasien dengan
ARS.

Subjek
Pasien dewasa pada ENT OPD di HIMS, Jolly Grant, Dehradun, selama 1 tahun
dengan diagnosis utama dari klinis dan radiologi didokumentasikan sinusitis akut
selama kurang dari sama dengan 4 minggu terdaftar. Orang dewasa yang memenuhi
syarat dari kedua jenis kelamin, minimal usia 18 tahun yang terdaftar. Diperbolehkan
menggunakan terapi tambahan seperti antipiretik, phenylephrine nose drops atau
xylometazoline spray. Para pasien diberitahukan tentang penelitian ini baik secara
lisan maupun tulisan, dan telah mendapatkan persetujuan.

Criteria inklusi
Dengan gejala selama lebih dari 1 minggu atau mereka dengan gejala rhinosinusitis
yang parah.
1. Nasal discharge
2. Nyeri pada wajah tidak berhubungan dengan trauma
3. Nyeri pada rahang atas unilateral
4. Sakit gigi pada rahang atas atau nyeri ketika mengunyah.
5. Nyeri unilateral pada rahang atas dan bawah mata ketika membungkuk ke
depan.

Criteria eksklusi
1. Pasien dengan gejala kronik (>1 bulan)
2. Pasien dengan immunocompromised
3. Pasien dengan riwayat operasi sinus sebelumnya.
4. Pasein dengan riwayat penggunaan antibiotic sebelumnya selama 1 minggu.

3
5. Komorbiditas (diabetes, gagal jantung, immuno defisiensi)
6. Kehamilan / ibu menyusui.
7. Asupan anyibiotik terakhir selama kurang dari 4 minggu.
8. Kelainan hidung lain (polip nasi)
9. Bersamaan dengan bronchitis, episode saat ini lebih dari 3 bulan.
10. Diketahui memiliki hipersensitivitas pada amoxicillin, makrolide, dan
fluroquinolon.
11. Kelainan hepar, ginjal dan imunologi.
12. Kelainan koagulasi
13. Kejang atau kondisi lain yang membutuhkan terapi berupa obat penenang.
14. Pasien yang membutuhkan steroid baik nasal ataupun sistemik.

Protokol Studi
Karakteristik Dasar
Karakteristik demografis pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan status
sosial-ekonomi juga diperhitungkan. Riwayat kesehatan yang relevan diambil dari
pasien diikuti dengan pemeriksaan THT.

Kriteria Diagnostik
Berdasarkan adanya setidaknya dua faktor diagnostik mayoratau satu faktor mayor
dan dua faktor minor sebagai berikut [8].
Faktor mayor :
 Nyeri wajah atau tekanan.
 Kongesti wajah atau kepenuhan.
 Sumbatan hidung.
 Rhinorrhoeapurulen / discoloured postnatal discharge.
 Hiposmia atau anosmia.
 Demam dengan riwayat ISPA.
Faktor minor :
 Sakit kepala.

4
 Halitosis (napas bau).
 Sakit gigi (sakit gigi maksilaris).
 Batuk.

Terapi Antimikroba dan Penilaian


Setelah pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi selama 1 tahun (2005), pasien
direkrut untuk mempelajari protokol dan diacak menjadi tiga kelompok (masing-
masing sepuluh pasien) seperti di bawah:
Kelompok I : Pasien diberikan amoksisilin 500 mg per oral tiga kali sehari selama
10 hari.
Kelompok 2 : Pasien diberikan azitromisin 500 mg per oralsatu kali sehari selama 5
hari.
Kelompok 3 : Pasien diberikan gatifloxacin 400 mg per oral satu kali sehari
selama 10 hari.

Pasien dievaluasi untuk tanda dan gejala pada hari pertama. hari ke-7 (untuk
kelompok 2), pada hari ke-12 (untuk kelompok 1, 3) sebagai titik akhir primer dan 28
hari setelah terapi sebagai titik akhir sekunder.

Evaluasi Kemanjuran
Evaluasi kemanjuran meliputi penilaian tanda dan gejala klinis, secara penilaian
respon klinis secara keselurahan dan temuan radiografi, water’s view [9] sebelum dan
sesudah terapi obat sebagai titik akhir primer dan setelah 28 hari sebagai titik akhir
sekunder.

Penilaian Tanda Klinis dan Gejala


Tanda dan gejala klinis dinilai ketikapasien masuk dalam penelitian, pada kunjungan
rumah sakit pasca terapi 2 hari setelah akhir terapi, dan follow uppasca penelitian 28
hari setelah akhir terapi. Tanda klinis dan gejala ARS tercatat dengan keparahan
gejala dinilai denganvisual analogue scale (VAS) (nyeri wajah, penyumbatan

5
nasal,rhinorrhea purulen. post-nasal drip,gangguan atau kehilangan penghidu, sakit
kepala,dan ketidaknyamanan secara menyeluruh.

Temuan Radiografi dan Penilaian


Pemeriksaaan radiografi dilakukan saat masuk dan pada kunjungan rumah sakit pasca
terapi 2 hari setelah akhir terapi. Skoring radiografi dilakukan dengan bantuan sistem
penilaian radiografi [10].

Temuan radiografi dinilai sebagai resolved, membaik, memburuk atau tidak berubah
dan perbaikan radiografi secara keseluruhan dalam skoring dinilai sebelum dan
setelah terapi.

Evaluasi Keselamatan
Evaluasi keselamatan dilakukan secara bersamaan dengan pemantauan efek samping
obat pada setiap kunjungan pasien di rumah sakit. Efek samping yang dinilai sebagai
ringan: timbulnya tanda dan gejala, tetapi mudah ditoleransi; atau
sedang:ketidaknyamanan yang cukup untuk mengurangi atau mempengaruhi aktivitas
normal sehari-hari dan atau berat: menyebabkan ketidakmampuan untuk bekerja atau
membutuhkan rawat inap atau menyebabkan cacat permanen atau mengancam jiwa.

Analisis Statistik
Hal ini dilakukan untuk menguji kemanjuran dari kelompok obat penelitian dengan
menerapkan t-test. Semua hasilnya telah dilaporkan sesuai dengan intent-to-
treatanalysis (lihat Tabel 1).

6
Observasi dan hasil
Perbandingan Intra-Kelompok
Amoksisilin sebagai kontrol positif dalam pasien kelompok I. menghasilkan
penurunan nilai yang sangat signifikan dalam nilai skoring berdasarkan VAS pada
hari ke-12 (P <0,001) dan hari ke-40 (P < 0,001). Azithromycin pada pasien
kelompok II efektif dalam pengurangan gejala secara signifikan untuk sinusitis akut
dalam VAS pada hari ke-7 ({ < 0,001) dan pada hari ke-35 (P < 0,01).
Gatifloxacinpadapasien kelompok III, juga efektif dalam pengurangan signifikan
gejala dalamVAS pada hari ke-12 (P <0,001) dan pada hari ke-40 (P <0,001).

7
Perbandingan inter kelompok
Kombinasi dari azithromycin ditemukan sama efektifnya dengan amoxicillin saja
dalam mengurangi gejala pada skala analog visual pada hari ke 7 dan hari ke 35
(P>0,05). Gatifloxacin ditemukan yang paling efektif mengurangi gejala pada hari ke
12 (P<0.02) dan hari ke 40 (P<0.05) ketika dibandingkan dengan amoxicillin. (lihat
tabel 2).

Tabel 2 : perbandingan scoring radiografik axelssons dari x-ray sinus pada pasien
dengan akut rinosinusitis diantara kelompok yang sama pada hari pertama dengan
hari ke 7/12, atau hari ke 35/40 sama baiknya dengan perbandingan inter grup pada
hari ke 7/12, atau hari ke 35/40.
Perubahan radiografik pada pasien rinosinusitis akut seperti dinilai oleh scoring
radiografik.

8
Perbandingan Intra group
Amoxicillin (kelompok 1) menunjukkan perubahan yang signifikan pada scoring
radiografik pada hari ke 12 (P <0.05) dan hari ke 40 (P <0.01). azitromycin
(kelompok 2) menunjukkan perubahan yang signifikan dalam scoring radiografik
pada hari ke 12 (P <0.05), dan perubahan yang sangat signifikan pada hari ke 40
(P<0.001). gatifloxacin (kelompok 3) menunjukkan perubahan yang sangat signifikan
pada hari ke 12 (P<0.001). dan hari ke 40 (P<0.001). (lihat gambar 1,2,3).

9
Perbandingan inter group.
Azitromycin (kelompok 2) menunjukkan perubahan yang signifikan dalam scoring
radiografik pada hari ke 7 (P <0.01), dan hari ke 35 (P <0.01). Gatifloxacin
menunjukkan perubahan yang sangat signifikan secara radiografik pada hari ke 40
(P<0.001), dan perubahan yang signifikan pada hari ke 12 (P <0.01), ketika
dibandingkan dengan Amoxicillin. (lihat tabel 3)

Diskusi
Tujuan utama dari penatalaksanaan sinusitis akut adalah untuk
membasmi/menghilangkan infeksi menggunakan terapi anti mikroba yang tepat,
mengurangi tingkat keparahan dan lamanya gejala, serta mencegah komplikasi seperti
mukokel dan sinusitis kronik. Ketiga antimikroba tersebut adalah amoxicillin,

10
azitromycin, dan gatifloxacin yang efektif mengurangi gejala dari sinusitis akut pada
perhitungan skala visual analog (VAS).

Kesimpulan dan Saran


Dari ketiga kelompok, masing-masing dari obat antibiotic amoxicillin, azithromycin,
dan gatifloxacin efektif dalam menurunkan gejala sinusitis akut pada perhitungan
skala visual analog (VAS). Gatifloxacin ditemukan sebagai obat paling efektif dalam
perubahan tanda dan gejala pada perhitungan skala visual analog (VAS) dan
perhitungan secara radiografik. Hal itu terkait dengan efek samping yang
dibandingkan dari ketiga obat yang diteliti. Efek samping yang diamati adalah ringan.
Azitromycin, ketolide merupakan teraman kedua dengan efek samping minimal.
Kenyamanan dalam dosis adalah keuntungan tambahan pada gatifloxacin sama
halnya dengan azithromycin dalam meningkatkan kepatuhan pasien. Pada penelitian
ini dapat diambil kesimpulan bahwa gatifloxacyn adalah obat pilihan pada penyakit
rhinosinusitis akut. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan karena sifat
umum penyakit dan mungkin karena ukuran sampel yang lebih sedikit.

11
Khasiat Fluticasone dan Oxymetazoline sebagai Pengobatan Rinitis Alergi

ABSTRAK
Latar belakang: Steroid intranasal tetap merupakan pengobatan yang paling efektif
karena semua gejala utama rinitis alergi dilemahkan secara efektif. Namun,
penambahan dekongestan meningkatkan respon yang didapat bersamaan dengan
steroid intranasal. Data tentang efek penambahan Oxymetazoline ke fluticasone
terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efikasi
flutikason dikombinasikan dengan oxymetazoline dan fluticasone saja selama 4
minggu pengobatan rhinitis alergi.
Metodologi: Dalam penelitian acak dan terbuka, paralel dari 123 pasien yang secara
acak menerima fluticasone dengan oxymetazoline (Kelompok 1) atau flutikason saja
(Kelompok 2), 91 pasien menyelesaikan keseluruhan 4 minggu penelitian. Yang
utama hasil pengukuran adalah rata-rata perubahan skor gejala nasal siang hari
(PDTS) dan hasil pengukuran sekunder adalah perubahan rata-rata skor gejala nasal
malam hari (PNTS) dan skor gejala komposit (PCS).
Hasil: Perubahan gejala nasal siang hari total, gejala malam hari komposit Skor gejala
secara signifikan (p <0,05) lebih besar pada Kelompok 1 dibandingkan dengan
Kelompok 2. Analisis sub kelompok menunjukkan peningkatan skor kemacetan yang
signifikan (p 0,05) pada minggu ke 2 dan seterusnya pada Kelompok 1
Kesimpulan: Oxymetazoline dikombinasikan dengan flutikason efektif Dalam
mengurangi waktu siang, malam hari, dan skor gejala komposit dibandingkan dengan
fluticasone saja
PENDAHULUAN
Rinitis alergi adalah kondisi kronis yang sangat umum yang menghadirkan beban
kesehatan global yang sangat besar. Diperkirakan bahwa setidaknya 500 juta orang
memiliki rinitis alergi (AR) dan ini adalah salah satu alasan paling umum untuk
pengangkatan dengan praktisi perawatan primer.

12
Menurut Rhinitis Alergi dan dampaknya pada Asma (ARIA) Dokumen,
diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan, yang didasarkan pada diagnosis
gejala (yaitu berselang-seling versus persisten dan kualitas hidup (ringan, atau sedang
/ parah) . Istilah rinitis alergi "musiman" dan abadi sebelumnya Dikategorikan
sebagai rinitis alergi berdasarkan aeroalergen yang secara klinis signifikan. Rinitis
alergi abadi dikaitkan dengan alergen sepanjang tahun dan dalam ruangan yang
mencakup spora jamur, kecoak, partikel tungau debu tungau, bulu binatang, dan
paparan kerja. Rinitis alergi musiman biasanya terjadi. Disebut sebagai "hay fever
yang berkembang selama musim serbuk sari yang ditentukan dan biasanya berselang
sebagai akibat reaksi alergi terhadap aeroallergen luar ruangan, yang Termasuk spora
jamur dan serbuk sari pohon, rumput, dan gulma yang bergantung pada angin untuk
penyerbukan silang. Biasanya, ada tumpang tindih gejala "abadi" dan "musiman" di
beberapa wilayah geografis, yang mengakibatkan berkurangnya penggunaan dan
kebingungan mengenai istilah ini.
Bagian dari infeksi, perbedaan alergi mempengaruhi mukosa hidung. Respon
inflamasi dari mukosa nasal melibatkan pembedahan sinusoid vena, dan obslruction
aliran udara nasal melewati tingkat yang bervariasi, yang menyebabkan kerusakan
parah pada kehidupan sehari-hari misal. Pernapasan moulh melalui moulh kering,
perasaan hidung mengepul, dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik, para patien
Klasik bisa memiliki mukosa nasal pucat , dengan turbinat bengkak, oedematous dan
cairan hidung yang jernih (rhinomhoea).
Terapi obat untuk alergi harus dipandu oleh jenis dan tingkat keparahan gejala pasien
masing-masing dan harus mengurangi hidung tersumbat, bersin, dan rhinorrhoea
selama perjalanan Sepanjang siang dan malam dan preferensi dokter A, antihistamin
oral dan intranasal, stabilisator sel mast, penghambat leukotrien, dekongestan dan
antikolinergik intranasal, selain steroid intranasal (INS), semuanya merupakan
intervensi terapeutik berbasis bukti untuk AR. Steroid intranasal secara signifikan
lebih mudah terjadi daripada antihistamin oral atau intranasal dan anti-leukotrien dan
sama dengan kombinasi anti histamin plus anti-leukotrien. Untuk penyakit ringan,
antihistamin generasi kedua atau kortikosteroid nasal topikal direkomendasikan.

13
Untuk penyakit sedang sampai berat atau bila hidung tersumbat dominan, INS adalah
garis pertama pengobatan. Bagi sebagian besar pasien dengan rhinoconjunctivitis
alergi, steroid intranasal tetap merupakan pengobatan yang paling efektif, karena
semua gejala utama yang terkait dengan AR dilemahkan secara efektif setelah
pemberiannya.
60% dari subyek melaporkan tanggapan yang sangat baik terhadap Steroid intranasal.
Steroid bekerja dengan cara menembus membran plasma dan mengikat reseptor
glukokortikoid sitosolik (GR). Setelah pengikatan GR, kompleks steroid-GR
mentransmisikan ke dalam nukleus dan mengikat DNA pada elemen respons
glukokortikoid (GRE) di daerah aliran-5 dari gen responsif steroid. Aktivasi
transkripsi gen anti-inflamasi atau represi mekanisme pro-inflamasi dan lainnya yang
mengatur peradangan seperti melalui penyerapan protein-protein melalui pengikatan
pada faktor transkripsi inflamasi lainnya seperti Activalor prolein (AP-1), memimpin
pada penghambat lranskriplion gen inflamasi. Di sisi lain, Oxymelaroline memiliki
adrenergicaclivity utama dan a-1 adrenergik yang memiliki konsentrasi lebih tinggi.
Jika berhasil dalam vasokonstriktor dan jika oxymela oline dioleskan secara lopically
lo lhe nasal mucosa, il menghasilkan decongestion, facililate drainase sinus paranasal
dan menyebabkan kualitas hidup yang membaik. Beberapa lumpur telah melaporkan
peningkatan yang signifikan dalam respon la the add-on lherapy nuliCasone dengan
oxymela oline dibandingkan dengan eilher obat yang diberikan sendiri; Ada juga
beller mucociliary Clear ance pada pasien yang mendapat kombinasi kedua obat
tersebut. Karena dala populasi India kurang, kami menganggapnya layak untuk
menilai kemanjuran flulicasone furoale dengan oxymela oline di India.
Metode Penelitian
Populasi, penelitian kelompok acak, acak, terbuka, paralel (dengan periode
pengobatan 4 minggu) adalah Dilakukan di Departemen Rawat Jalan Rumah Sakit
dan Rumah Sakit Gian Sagar, Distrik Patiala dari bulan Desember 2010 sampai Mei
2011. Protokol studi dan informed consent ditinjau dan disetujui oleh Komite Etika
Kelembagaan di Rumah Sakit dan Rumah Sakit Gian Sagar sebelum memulai
penelitian. Dan informed consent tertulis diperoleh dari masing-masing subjek

14
sebelum pendaftarannya dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan
ICH-GCP.
Seleksi Pasien
Pasien dengan rhinitis alergi, dari kedua jenis kelamin, pada kelompok usia 18
sampai 55 tahun, direkrut untuk penelitian ini. Kriteria eksklusi termasuk kehamilan
dan / atau menyusui berikut; Tanda dan gejala fisik yang menunjukkan penyakit rena,
hepar atau kardiovaskular; Subjek yang diobati dengan steroid sistemik atau steroid
topikal selama 30 hari sebelumnya, subjek yang diobati dengan dekongestan anti-
histamin oral topikal selama 7 hari terakhir, subjek dengan polip di hidung atau
septum yang mengungsi; Dan subjek dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas
dalam 14 hari sejak awal penelitian.
Prosedur
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan yang bersedia
memberikan informed consent direkrut untuk penelitian ini. Kunjungan klinik mereka
dijadwalkan pada pemeriksaan (kunjungan 1), dan setelah setiap 2 minggu
pengobatan sesuai pengacakan selama 4 minggu (kunjungan 2 dan 3). Subyek diacak
menjadi dua kelompok dengan menggunakan tabel nomor acak. Kelompok 1
menerima Oxymetazoline (C0.05% nasal drop selama 1 minggu, 2puff semprot
hidung Fluticasone furoate (100ug hari di setiap lubang hidung setiap malam dan pagi
hari setiap hari selama 4 minggu, sedangkan Kelompok 2 hanya menerima semprotan
hidung Fluticasone furoate (100ug hari) Pagi hari setiap hari selama 4 minggu
Pemeriksaan fisik untuk sekresi hidung dan pembengkakan turbinate juga dilakukan
pada setiap kunjungan Pengukuran
Hasil Pengukuran
Hasil utama adalah perubahan rata-rata dari skor gejala nasal siang hari total
(PDTS), yang didefinisikan sebagai rata-rata Skor empat gejala nasal siang hari Hasil
sekunder adalah perubahan rata-rata skor gejala nasal malam hari (PNTS), dan gejala
komposit Skor (PCS (skor rata-rata skor gejala nasal siang dan malam hari).
Pengamat yang sama memeriksa semua pasien dan pada berbagai interval waktu.
Kredibilitas pemeriksaan hidung subjek secara nyata ditingkatkan dengan

15
perancangan pengamat tunggal ini. Percobaan untuk setiap pasien, yang
menghilangkan masalah reliabilitas antar pengamat.
Kartu Harian Rhinitis
Harian Seperti yang tercatat pada kartu harian harian, gejala rhinitis alergi dan
konjungtivitis dinilai pada skala 4 poin (O sampai 3) untuk kedua hari. Waktu (kartu
harian selesai di malam hari) dan waktu malam hari (kartu harian selesai dibangun).
Suara siang hari (rhinorrhoea, bersin, gatal, dan kemacetan) dan malam hari hidung
(hidung tersumbat saat terbangun, sulit tidur , Dan malam hari terbangun) gejala dan
penilaian mereka dijelaskan kepada setiap pasien oleh teknisi yang sama. Peringkat
gejalanya adalah: 0 gejala ringan yang tidak terlihat 2 gejala sedang dan 3 gejala
parah. Ting harus dilakukan oleh pasien sendiri untuk meningkatkan kredibilitas
skala subyektif. Evaluasi keamanan mencakup kejadian buruk yang dilaporkan secara
spontan selama penelitian berlangsung.
Analisis Statistik
Data ditabulasikan sebagai standar deviasi standar (SD). Hasilnya dianalisis
dengan menggunakan tes non-parametrik (Uji Chi-Kuadrat, Uji Wilcoxon Sign dan
Test Mann Whitney U) dan tes parametrik (uji t-test dua ekor). Nilai p 0,05 dianggap
signifikan secara statistik.
Variabel thenominal dibandingkan dengan menggunakan analisis kuadrat-kuadrat.
Uji t Student digunakan untuk membandingkan mean kelompok untuk data
terdistribusi normal dan uji Mann-Whitney U / Wilcoxon Sign Rank Test digunakan
untuk data terdistribusi non-ordinal.
HASIL
Pasien Sebanyak 155 pasien dengan rhinitis alergi diperiksa untuk penelitian ini.
Dari 155 pasien yang diperiksa, 123 memenuhi syarat untuk penelitian ini. Semua
pasien yang memenuhi syarat diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian ini 11
pasien pada kelompok 1 dan 12 pasien pada kelompok 2 dikeluarkan dari penelitian
karena penarikan informed consent mereka untuk partisipasi dalam penelitian ini. 9
pasien tidak menyelesaikan keseluruhan 4 minggu masa tindak lanjut dan karenanya,
dikeluarkan dari penelitian ini. 4 pasien (1 pada kelompok 1 dan 3 pada kelompok 2)

16
tidak melaporkan follow up setelah 2 minggu terapi dan 5 pasien (3 pada kelompok 1
dan 2 pada kelompok 2) tidak melaporkan follow-up setelah 4 minggu terapi. 91
pasien menyelesaikan keseluruhan 4 minggu masa tindak lanjut penelitian ini.
Khasiat
Pasien di kedua kelompok memiliki profil demografi dan klinis yang sebanding,
seperti yang ditunjukkan pada ITable / Fig-1]. Skor PDTS, PNTS, dan PCS
ditemukan berkurang secara signifikan dibandingkan dengan baseline pada kedua
kelompok. Skor PDTS (mean tSD) pada awal adalah 2.16t0.32, yang berkurang
secara signifikan menjadi 1,31 10,27 pada akhir minggu ke 4 pada kelompok 1.
Dengan demikian, skor PDTS ditemukan berkurang secara signifikan dari 2,18-0,35
menjadi 1,60 0,26 pada Akhir 4 minggu pada kelompok 2 Tabel / Gbr. 2. Skor PNTS
(meanSD) ditemukan menurun secara signifikan dari 2,15 menjadi,34 menjadi 1,26
0,30 pada kelompok 1 dan dari 2,13-0,38 menjadi 1,69 -+0,33 pada kelompok 2 pada
akhir minggu ke 4 Tabel Gbr. 31. Skor PCS (mean SD) ditemukan menurun secara
signifikan dari 2,16 0,22 menjadi 1,29t 0,18 pada kelompok 1 dan dari 2,15 +0,26
to1.60 0,24 pada kelompok 2 pada akhir 6 minggu. Gangguan pada Gambar 4
Peningkatan kelompok 1 secara signifikan (p 0,05) lebih banyak dibandingkan
dengan pada kelompok 2 dari minggu ke 2 dan seterusnya dalam skor PDTS
(1.7110.24 VS 1.8910.21), skor PCS (1,66 + 0,28 Vs 1,89t 0,17, dan skor PNTS (1,61
-0,28 Vs 1,89 +0,24)
Analisis sub kelompok menunjukkan peningkatan signifikan (p <0,05) pada skor
kemacetan pada kelompok 1 dari minggu kedua dan seterusnya dan peningkatan gatal
yang signifikan (p <O.05) Bersin, rinorrhea, kesulitan tidur dan waktu bangun tidur di
kelompok 1 dari minggu ke empat dan seterusnya, dibandingkan dengan kelompok 2.
Keselamatan
Tidak ada kejadian buruk yang serius yang dilaporkan pada kedua kelompok. Insiden
kejadian buruk yang dilaporkan Pada kelompok 1 lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok 2, namun tidak ada kejadian buruk yang dilaporkan sangat parah Bahwa
penghentian perawatan diperlukan. Kejadian buruk yang dilaporkan pada kedua
kelompok tidak memerlukan pengurangan dosis atau terapi untuk pengobatan

17
mereka. Pasien mengeluhkan penyiraman mata, sensasi terbakar dan menyengat dan
rasa tidak enak atau bersin. Dua pasien dalam kelompok 1 mengeluhkan penyiraman
mata, sedangkan satu pasien di kelompok 1 melaporkan adanya rasa tidak enak,
bersin dan sensasi yang menyengat dan terbakar. Tidak ada perpanjangan rawat inap
pada pasien manapun.
PEMBAHASAN
Ada sejumlah pilihan terapeutik yang tersedia untuk pengobatan rinitis alergi,
yang meliputi hepatitis dan histamin H1 oral dan intranasal, kortikosteroid intranasal,
dekongestan oral dan intranasal, antikolinergik intranasal dan antagonis reseptor
intranasal cromolyn dan leukotrien. Steroid intranasal lebih efektif dibandingkan
dengan kombinasi anti histamin plus anti-leukotrien. Untuk penyakit sedang sampai
berat atau ketika hidung tersumbat sangat dominan, steril intranasal sangat efektif,
karena semua gejala utama yang terkait dengan rinitis alergi dilemahkan setelah
pemberiannya. Penambahan oxymetazoline ke fluticasone furoate menambah
keefektifan pada Pengobatan rhinitis alergi. Dalam penelitian ini, kombinasi
oxymetazoline dan fluticasone furoate efektif dalam memperbaiki skor PDTS, PNTS
dan PCS pada pasien dengan rhinitis alergi. Terapi oxymetazoline dengan fluticasone
furoate secara signifikan memperbaiki skor ini dibandingkan dengan fluticasone
furoate saja.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang telah menunjukkan peningkatan
signifikan pada skor gejala nasal pada pasien yang menggunakan kombinasi
oksimetazolin dan flutikina satu furoat, yang menderita rhinitis alergi. Analisis sub
kelompok menunjukkan peningkatan skor congestions secara signifikan pada pasien
yang menerima oxymetazoline dengan fluticasone furoate.
Efek samping yang dilaporkan dalam penelitian kami serupa dengan yang dilaporkan
pada penelitian sebelumnya. Kejadian buruk yang dilaporkan terutama adalah
penyiraman mata, bersin dan / atau sensasi terbakar dan menyengat. Melaporkan efek
klinis yang signifikan pada sumbu HPA, pertumbuhan tulang, atau pembentukan
glaukoma katarak setelah penggunaan terapi steroid. Refleksi ini disebabkan oleh
bioavailabilitas sistemik yang rendah setelah pemberian steroid intranasal.

18
Hasil kami mengkonfirmasi dan memperpanjang yang sebelumnya. Penelitian, bahwa
axymetazoline withfluticasone furaate efektif dan sate pada pasien rhinitis alergi di
India dan kombinasi ini lebih berguna secara klinis untuk mengurangi gejala residual
dan untuk peningkatan kualitas hidup yang terkait dengan rhinitis alergi.
Keterbatasan penelitian kami adalah bahwa pertama-tama ukuran sampel sangat kecil
sehingga jumlah kejadian buruk yang dilaporkan tidak lebih signifikan dibandingkan
dengan yang terkait dengan penggunaan fluticasone furoate saja. Mungkin ukuran
sampel yang lebih besar mungkin menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kedua,
durasi penelitian yaitu 4 minggu, yang kecil. Mungkin durasi penelitian yang lebih
lama akan menunjukkan hasil yang bervariasi. Ketiga, ini adalah studi label terbuka,
dengan keterbatasan dana. Studi double-blind pasti ideal.
Kesimpulannya, pasien di kedua kelompok tersebut mentolerir pengobatan dengan
baik dan menunjukkan peningkatan yang signifikan dari baseline. Terdapat
peningkatan yang signifikan pada skor PDTS, PNTS dan PCS pada pasien yang
menerima oxymetazoline dengan Fluticasone furoate versus flutica sone furoate
sendiri pada semua interval waktu. Analisis subkelompok menunjukkan peningkatan
yang signifikan dalam skor kemacetan.

PDTS: Tanda Gejala Nasal Siang Hari


PNTS: Skor Gejala Nasal Malam Hari
PCS: Skor Gejala Komposit

19
JURNAL 1 JURNAL 2
Menggunakan uji acak terbuka (open Dalam penelitian acak dan terbuka, paralel
randomized trial) untuk membandingkan membandingkan dari kelompok pasien dari
khasiat dan keamanan amoxicillin, 123 pasien yang secara acak menerima
azithromicin, dan gatifloxacin pada pasien fluticasone dengan oxymetazoline atau
dengan ARS. flutikason saja .

 Pasien ENT OPD di HIMS, Jolly  Pasien dengan rhinitis alergi


Grant, Dehradun, selama 1 tahun  perempuan dan laki-laki,
dengan diagnosis sinusitis akut selama  usia 18 sampai 55 tahun,
kurang dari sama dengan 4 minggu
terdaftar
 Orang dewasa (usia minimal 18
tahun)yang memenuhi syarat da
 Perempuan dan laki-laki.
 Diperbolehkan menggunakan terapi
tambahan seperti antipiretik,
phenylephrine nose drops atau
xylometazoline spray.
 Informed consent
Kriteria inklusi (lebih dari 1 minggu) : Kriteria inklusi :
1. Nasal discharge 1. Subjek dengan diagnosis rhinitis
2. Nyeri pada wajah tidak berhubungan
alergi
dengan trauma
3. Nyeri pada rahang atas unilateral 2. Usia 18-55 tahun, baik laki-laki
4. Sakit gigi pada rahang atas atau nyeri maupun perempuan
ketika mengunyah.
5. Nyeri unilateral pada rahang atas dan
bawah mata ketika membungkuk ke
depan.

Kriteria eklusi : Kriteria eklusi :


1. Pasien dengan gejala kronik (>1 bulan) 1. Kriteria eksklusi termasuk kehamilan
2. Pasien dengan immunocompromised dan / atau menyusui berikut;
3. Pasien dengan riwayat operasi sinus 2. Tanda dan gejala fisik yang
sebelumnya. menunjukkan penyakit rena, hepar
4. Pasein dengan riwayat penggunaan atau kardiovaskular;

20
antibiotic sebelumnya selama 1 minggu. 3. Pasien dengan pengobatan steroid
5. Komorbiditas (diabetes, gagal jantung, sistemik atau steroid topikal selama
immuno defisiensi) 30 hari sebelumnya,
6. Kehamilan / ibu menyusui. 4. Pasien dengan pengobatan
7. Asupan anyibiotik terakhir selama dekongestan anti-histamin oral topikal
kurang dari 4 minggu. selama 7 hari terakhir,
8. Kelainan hidung lain (polip nasi) 5. pasien dengan polip di hidung atau
9. Bersamaan dengan bronchitis, episode septum yang mengungsi;
saat ini lebih dari 3 bulan. 6. pasien dengan ISPA dalam 14 hari
10. Diketahui memiliki hipersensitivitas sejak awal penelitian
pada amoxicillin, makrolide, dan
fluroquinolon.

Setelah pasien memenuhi kriteria inklusi dan


eksklusi selama 1 tahun (2005), pasien direkrut Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
untuk mempelajari protokol dan diacak menjadi eksklusi dan yang bersedia memberikan
tiga kelompok (masing-masing sepuluh pasien) informed consent direkrut untuk penelitian
seperti di bawah: ini. Kunjungan klinik mereka dijadwalkan
Kelompok I : Pasien diberikan amoksisilin pada pemeriksaan (kunjungan 1), dan setelah
500 mg per oral tiga kali sehari selama 10 hari. setiap 2 minggu pengobatan sesuai
Kelompok 2 : Pasien diberikan azitromisin pengacakan selama 4 minggu (kunjungan 2
500 mg per oralsatu kali sehari selama 5 hari. dan 3). Subyek diacak menjadi dua kelompok
Kelompok 3 : Pasien diberikan gatifloxacin dengan menggunakan tabel nomor acak.
400 mg per oral satu kali sehari selama 10 Kelompok 1 menerima Oxymetazoline
hari. (C0.05% nasal drop selama 1 minggu, 2puff
Pasien dievaluasi untuk tanda dan gejala pada semprot hidung Fluticasone furoate (100ug
hari pertama. hari ke-7 (untuk kelompok 2), hari di setiap lubang hidung setiap malam dan
pada hari ke-12 (untuk kelompok 1, 3) sebagai pagi hari setiap hari selama 4 minggu,
titik akhir primer dan 28 hari setelah terapi sedangkan Kelompok 2 hanya menerima
sebagai titik akhir sekunder. semprotan hidung Fluticasone furoate (100ug
hari) Pagi hari setiap hari selama 4 minggu
Pemeriksaan fisik untuk sekresi hidung dan
pembengkakan turbinate juga dilakukan pada
setiap kunjungan Pengukuran

21
PEMBAHASAN
Randomisasi
Kelebihan penelitian Eksperimen/Uji Klinis adalah memungkinkan untuk
dilakukan randomisasi. Uji acak terbuka (open randomized trial) adalah suatu
pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana sebelumnya diawali oleh
pengujian pada binatang atau uji pra klinik. Pada dasarnya uji klinik memastikan
efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia
akibat pemberian suatu obat. Menggunakan manusia sehat atau sakit dalam
eksperimen dibenarkan dalam ilmu kedokteran karena akan bermanfaat bagi
masyarakat banyak untuk memahami efek obat tersebut sehingga dapat digunakan
pada masyarakat luas dengan lebih yakin tentang efektifitas dan keamanannya. Pada
dasanya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping
yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik ini terdiri
dari uji fase I sampai fase IV.
Sedangkan pada desain parallel yakni jenis desain ini paling banyak digunakan,
baik pada penyakit akut maupun kronik. Pada desain ini disusun dua kelompok atau
lebih, sedangkan pengobatan pada kelompok-kelompok tersebut dilakukna secara
paralel atau simultan. Yang paling banyak dilakukan adalah desain paralel dengan
dua kelompok; kelompok pertama memperoleh pengobatan baru, sedangkan
kelompok lainnya menerima pengobatan standar dan berlaku sebagai kontrol.
Pemilihan random berfungsi membuat kelompok subjek yang menjadi sampel
itu representatif terhadap populasi. Adapun fungsi penugasan random adalah agar
sebelum pelaksanaan eksperimen, baik kelompok eksperimen maupun kontrol
keadaannya sama (homogen) sehingga bila setelah eksperimen terjadi perbedaan pada
kedua kelompok itu, perbedaan yang terjadi adalah pengaruh dari perlakuan.
Pada jurnal pertama, pembagian sampel dibagi menjad 3 kelompok yang
masing-masing beranggotakan 10 orang. Pembagian sampel pada jurnal ini dibagi
secara acak, pasien dievaluasi untuk tanda dan gejala pada hari pertama. hari ke-7
(untuk kelompok 2), pada hari ke-12 (untuk kelompok 1, 3) sebagai titik akhir primer
dan 28 hari setelah terapi sebagai titik akhir sekunder.

22
Pada jurnal kedua, dibagi dalam dua kelompok. Pengacakan sampel
menggunakan metode tabel nomor acak. Pengecekan atau pemeriksaan dijadwalkan
dengan kunjungan klinik (kunjungan 1), dan setelah setiap 2 minggu pengobatan
sesuai pengacakan selama 4 minggu (kunjungan 2 dan 3). Kelompok 1 menerima
Oxymetazoline (C0.05% nasal drop selama 1 minggu, 2puff semprot hidung dan
Fluticasone furoate (100ug hari di setiap lubang hidung setiap malam dan pagi hari
setiap hari selama 4 minggu, sedangkan Kelompok 2 hanya menerima semprotan
hidung Fluticasone furoate (100ug hari) pada pagi hari setiap hari selama 4 minggu.
Pemeriksaan fisik untuk sekresi hidung dan pembengkakan turbinate juga dilakukan
pada setiap kunjungan Pengukuran

23

You might also like