Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyebab utama kematian. Kondisi ini menempatkan klien TB
menjadi terstigma dan terdiskriminasi. Walaupun telah banyak dilakukan penelitian untuk mengkaji
sejauh mana terjadinya diskriminasi, tetapi sedikit sekali penelitian yang mengungkapkan secara jelas
pendekatan mendalam penyebab stigma dan diskriminasi pada klien TB. Penelitian ini merupakan
suatu studi kualitatif yang menggunakan pendekatan naratif dan bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang penyebab diskriminasi pada klien TB. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas
Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. In-depth interview dilakukan pada 4 klien TB, 4 orang anggota
keluarga klien TB, dan 4 orang anggota masyarakat. Proses wawancara dan analisa data mengikuti
pendekatan grounded theory. Hasil penelitian menunjukkan dari ketiga tipe diskriminasi didapatkan
bahwa diskriminasi langsung dalam hal ini diskriminasi diri adalah tipe yang paling banyak
ditemukan dirasakan oleh klien TB, terutama pada saat-saat awal pengobatan dari pengobatan delapan
(8) bulan yang direncanakan. Mereka menyatakan mereka mengisolasi diri mereka sendiri dari
keluarga dan teman, lebih dikarenakan untuk menghindari menularkan penyakit TB kepada keluarga
dan teman mereka. Alasan lain adalah untuk menghindari gossip dan kemungkinan diskriminasi.
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is a leading cause adult death in the world. This condition placed TB client were
stigmatized and discriminated. Even though there are many researchers have been done for exploring
how far the discrimination happened, but only a few researches have been done with using in-depth
approach to explore the causes of stigma and discrimination of TB client. This research was a
qualitative research with using narrative approach and has a goal to obtain the description of cause
of discrimination of TB client. Data collection was performed at Community Health Centre
(Puskesmas) of Jatinegara, East Jakarta. In-depth interviews were performed with four TB clients,
four family members of TB clients, and four community members. The interview process and data
analysis have been followed the grounded theory approach. The result showed that from three form of
discriminations, the direct discrimination particularly self-discrimination was the type which all the
participants who were TB clients in this research performed, particularly in the initial treatments of
eight months treatments. The participants stated that they isolated themselves from family and friends
partly to avoid infecting them. Another reason participants isolated themselves from friends were
avoiding gossip and potential discrimination.
103
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 103-111 104
kesehatan. Bahkan ketika klien datang stigma dan diskriminasi klien TB yang
untuk pengobatan, tidak adanya dukungan berdomisili di Jakarta.
sosial dari keluarga mereka atau anggota
METODE
masyarakat, akan menurunkan kepatuhan
Jenis penelitian ini adalah kualitatif,
pengobatan TB. Isolasi sosial, pengalaman
menggunakan pendekatan fenomenologi
ditolak, malu dan merasa bersalah karena
dengan penyajian dalam bentuk naratif.
mengidap TB dapat menyebabkan stres
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan
psikosomatik, kesepian dan rasa tidak
gambaran tentang penyebab diskriminasi
berdaya.
pada klien TB. Penelitian dilakukan di
Diskriminasi terjadi dalam dua
salah satu Puskesmas Kecamatan, Jakarta
bentuk, yaitu diskriminasi langsung dan
Timur pada bulan April s/d Oktober 2012.
diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi
Berkaitan dengan desain penelitian yang
langsung terjadi ketika seseorang
dilakukan, maka sangatlah penting bagi
diperlakukan kurang baik, disebabkan
peneliti untuk melakukan seleksi purposif
karena penyakit mereka, dimana orang lain
pada partisipan (research partners).
akan diperlakukan sama. Diskriminasi
Peneliti menggunakan petunjuk
tidak langsung terjadi ketika persyaratan
wawancara, dengan menggunakan
atau kondisi ditetapkan, walaupun ini
pertanyaan terbuka-tertutup dan tidak
berlaku sama bagi semua orang, sepertinya
terstruktur. Dalam proses wawancara tetap
mempertimbangkan pada sebagian
menggunakan topik utama, tetapi lebih
penderita saja. Berdasarkan persepsi
fleksibel kepada topik-topik yang relevan.
stigma oleh orang lain atau oleh orang
Kelompok target partisipan untuk
yang terstigma itu sendiri yang mendorong
penelitian ini adalah klien TB, dan
terjadinya diskriminasi.
merupakan klien yang berobat di
Tanpa pengetahuan tentang penyebab
Puskesmas dengan kriteria: 1) Status
stigma dan diskriminasi pada klien TB,
pernikahan: Lajang atau menikah, 2) Usia
akan sangat sulit mencari strategi untuk
remaja dan dewasa (17 tahun sampai 35
mengurangi terjadinya diskriminasi. Oleh
tahun), 3) Pendidikan minimal lulus SMP,
karena itu dibutuhkan investigasi
4) Menjalani pengobatan dengan DOT
mendalam penyebab diskriminasi melalui
minimal satu bulan. Sedangkan pada
perspektif klien dan keluarganya.
pelaksanaannya jumlah partisipan yang
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan
diperoleh sampai dengan akhir
penelitian untuk mengkaji penyebab
pengumpulan data yaitu empat (4) pasien
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 103-111 106
”Saya sakit aja lemas banget, jadi saya “Suami saya kalo dirumah gak mau
gak mau kalo anak saya kena tular saya, keluar-keluar… tetangga sih tahunya dia
nanti bisa jadi apa?....” (P2) sakit paru.. Tapi kami juga sampe pindah
rumah, soalnya tetangga pas depan suka
“Saya kasihan juga sih, N jadi
gosipin: itu sakit paru kan nular, saya kan
menderita… soalnya sendok sama piring
punya bayi… trus bilang ke kakak saya
dipisah, jadi dia langsung bilang tuh: Ini
yang punya rumah: kok mau sih terima
punya N, ini punya N, jangan dipake, ntar
orang ngontrak sakit paru kan bahaya…
ketularan… jadi dia marah sekali Bu kalo
jadi karena diomongin terus begitu suami
gelasnya misalnya dipake sama orang
saya jadi males tinggal situ, jadi kita
lain…jadi dia yang marah: penyakit TB
pindah…” (K3)
tuh nular loh” (K4)
“Nggak pernah mau keluar rumah kecuali
“Kalo suami saya keras jadinya ke anak
kalo ke sekolah, katanya gak enak karena
saya: jangan deket Bapak! Jangan tidur
harus pake masker, malu kali… temen-
sama Bapak! Jadi dia gak mau kalo
temennya juga gak ada yang kerumah…”
anaknya deket-deket Bu…” (K3)
(K4)
Paula Krisanty. Stigma Dan Diskriminasi Klien Dengan Tuberkulosis 107
“Saya gak mau bilang kalo saya sakit TB, Ditemukan juga oleh peneliti bukti kecil
abisan majikan saya bilang nanti saya bahwa kenyataannya teman dapat
nularin ke anaknya, makanya saya bilang melakukan diskriminasi terhadap klien TB.
aja saya cuma sakit paru aja, abis saya Akan tetapi, sebaliknya, klien menyatakan
kan kerjanya pembantu dirumahnya, nanti bahwa teman-teman mereka memberikan
gimana?...”(P3) dukungan dan perhatian.
“Yang saya lakukan mungkin, saya akan “ada juga teman saya... Alhamdullilah
koreksi diri saya kenapa kok saya bisa semua pada mendukung, gak menjauhi
terjangkit penyakit itu, pertama. Yang walaupun saya sakit „Paru‟...” (P2)
jadi karena diomongin terus begitu suami “TBC itu penyakit menular, itukan batuk-
saya jadi males tinggal situ, jadi kita batuk disertai dengan bercak darah atau
pindah…” (K3) yang seperti itu sih yang saya tau...” (M4)
Kebanyakan dari anggota masyarakat yang “Saya akan bikin surat ke Perusahaan,
diwawancara mengungkapkan bahwa klien sampai penyakit saya sembuh saya akan
TB sangat mudah diidentifikasi karena cuti akan ditempat saya karena memang
kelemahan fisik, kurus dan batuk. ada aturannya di tempat kerja saya untuk
malah berhenti kalo ketahuan sakit TB”…
(M3)
Paula Krisanty. Stigma Dan Diskriminasi Klien Dengan Tuberkulosis 109
”Kalo rekrut orang yang kerja terutama seseorang pada suatu bentuk karakteristik
dekat dengan keluarga inti saya, saya yang tidak diinginkan yang membentuk
pasti suruh foto ronsen, apa benar ya... stereotype, dalam hal ini stereotype yang
jadi pencegahannya seperti itu. Kalo ada di masyarakat tentang penyakit TB
orang-orang yang kerja dengan saya sebelumnya adalah penyakit orang miskin
ketahuan sakit TB, saya suruh cuti dulu, (low-caste disease).
sanatorium dirawat sampai sembuh, baru Klien TB juga menyembunyikan fakta
masuk lagi, kalo gak mau seperti itu saya bahwa mereka menderita TB dari anggota
langsung pecat...” (M4) masyarakat sekitar mereka tinggal. Dalam
penelitian ini, ditemukan bahwa masih ada
Hasil penelitian menunjukkan klien
anggota masyarakat yang melakukan
dengan TB menyatakan mereka
diskriminasi terhadap klien TB sekalipun
mengisolasi diri mereka sendiri dari
klien TB sendiri menolak mendapatkan
keluarga dan teman, lebih dikarenakan
perlakuan diskriminasi. Hal ini terjadi
untuk menghindari menularkan penyakit
bukan lagi karena stereotype yang ada
TB kepada keluarga dan teman mereka.
tetapi lebih kepada “takut tertular”.
Diskriminasi diri ini terjadi terutama
Sehingga muncul pendapat seperti yang
selama menjalani awal-awal pengobatan
disampaikan oleh salah satu partisipan
dari pengobatan delapan (8) bulan yang
kami:
direncanakan. Hal ini berarti klien dengan
TB takut akan mengalami diskriminasi ”Seandainya saya mendapat TB, yang
langsung, yang menurut Higashi (2011), saya lakukan mungkin, saya akan koreksi
adalah seseorang diperlakukan tidak adil diri saya kenapa kok saya bisa terjangkit
dibandingkan dengan orang lain yang penyakit itu, pertama. Yang kedua
dalam situasi yang sama, dan ini mungkin saya akan mengurung diri…”
disebabkan oleh salah satunya adalah (M3)
ketidakmampuan (disabilities).
Peneliti mengidentifikasi penyebab
Alasan lain klien TB mengisolasi diri
diskriminasi terhadap klien TB oleh
mereka sendiri dari teman-temannya
anggota masyarakat yang tidak
adalah untuk menghindari gossip dan
mempunyai hubungan dengan klien
kemungkinan diskriminasi. Hal ini sesuai
(seperti hubungan keluarga atau teman).
dengan pernyataan Jacoby (2005) bahwa
Penyebab-penyebab tersebut adalah
stigma juga dideskripsikan sebagai suatu
ketakutan akan risiko terinfeksi, adanya
suatu label yang menghubungkan
JKep. Vol. 1 No. 2 Mei 2014, hlm 103-111 110