You are on page 1of 7

Pribadi dan Sosial Pada Anak Autis

A. Pengertian

Autism berasal dari kata auto yang berarti berdiri sendiri, autism merupakan gangguan
yang dimulai dan di alami pada masa kanak-kanak. Autism pertama kali ditemukan oleh Kenner
pada tahun 1993. Dia mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang
tertunda, ecocalia, mustism, perbalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan
stereopetrik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan
didalam lingkungannya.

Masalah autism menimbulkan keprihatinan yang mendalam, terutama dari orangtuanya.


Selain itu, rasa kawatir timbul pada ibu-ibu muda yang akan melahirkan. Autism dapat terjadi
pada siapa saja. Tidak ada perbedaan status sosial-ekonomi, pendidikan, golongan etnik, atau
bangsa. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Autism menurut istilah ilmiah kedokteran, psikiatri dan psikologi pervasif (pervasive
developmental disorders). Secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai
dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan
keterampilan sosial dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan
gerakan-gerkan motorik. Autism merupakan suatu kelainan yang serius dan kompleks. Kelainan
ini serius karena didapati kelainan neuroanatomis yang permanen pada otak kecil, system limbic
dan lobus parietalis. Apabila tidak ditangani dengan tepat dan cepat, kelainan ini akan menetap.
Gejalanya sangat kompleks karena sangat variatif dan sering kali disertai dengan lain seperti
retardasi mental dan kelainan / kelemahan fisik.

Menurut beberapa ahli autism adalah salah satu nama gangguan perkembangan
komunikasi, sosial, prilaku pada anak (Leo Kanner & Asperger, 1943). Sedangkan
menurut American Psychology, austism adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak
yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengkibatkan anak mengalami
keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi sosial, dan prilaku. Menurut Ginanjar (2001),
autism adalah gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi,
perilaku, kemampuan sosialisasi, sensoris, dan belajar. Biasanya, gejala sudah mulai tampak
pada anak berusia di bawah 3 tahun. Widyawati (1997), mengatakan bahwa
gangguan autism juga sering disebut autism infantil. Gangguan ini merupakan salah satu dari
kelompok gangguan perkembangan pervasif yang paling dikenal dan mempunyai ciri khas:
(1)adanya gangguan yang menetap pada interaksi sosial, komunikasi yang menyimpang,dan
pola tingkah laku yang terbatas serta stereotip; dan (2) fungsi yang abnormal ini biasanya telah
muncul sebelum usia 3 tahun. Lebih dari dua per tiga mempunyai fungsi di bawah rata-rata.

Autism merupakan suatu perkembangan pervasif yang secara menyeluruh menggangu


fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak. Oleh sebab itu bisa juga dikatakan sebagai
gangguan neurobiologist yang disertai dengan beberapa masalah seperti automonitas,
gangguan pencernaan, dysbiosis pada usus, gangguan integrasi sensori, dan
ketidakseimbangangan susunan asam amino, beberapa penyebab diketahui antara lain
keracunan logam berat ketika anak dalam kandungan seperti timbale, merkuri, kadmium,
spasma infantile, rubella kongenental, sclerosis tuberose,lipidosis sereblal dan anomoli
kromosom X rapuh. Hal ini merupakan kondisi yang sering dijumpai.

Pada anak yang menderita autism diketemukan adanya masalah neurologis


dengan cereblal cortex, cerebellum, otak tengah, otak kecil, batang otak, pons, hipotalamus,
hipofisis, medulla dan saraf-saraf panca indera seperti saraf penglihatan atau saraf
pendengaran. Gejala umum yang bisa diamati dari anak yang mengalami gangguan autism,
antara lain dalam gangguan pola tidur, gangguan pencernaan, gangguan fungsi kognisi, tidak
adanya kontak mata, komunikasi satu arah, afasia, menstimulasi diri, mengamuk (temper
tantrum), tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh dan gangguan motorik yang
steriotipik.

Menurut sebuah hasil penelitian tingkat prevalensi dari autism ini diperkirakan empat
sampai lima per 10.000 anak mengalami gangguan autism. Beberapa penelitian yang
menggunakan definisi lebih luas dari autism memperkirakan 10 sampai 11 dari 10.000 anak
mengalami gangguan autism (Dawson & Castelloe, 1985).Ketika memasuki umur di mana
mereka seharusnya mulai mengucapkan beberapa kata, misalnya ayah, ibu, dan seterusnya,
balita ini tidak mampu melakukannya. Di samping itu, ia juga mengalami keterlambatan dalam
beberapa perkembangan kemampuan yang lainnya. Sebagian besar anak yang mengalami
autism mengalami gejala-gejala negative skizofrenia, seperti menarik diri dari lingkungan, serta
lemah dalam dalam berpikir ketika menginjak dewasa.

Anak-anak yang mengalami gangguan autism menunjukan kurang respon tehadap orang
lain, mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi, dan memunculkan respons yang
aneh terhadap berbagai pada masa 30 bulan pertama anak, terkadang para ahli gangguan
perkembangan anak menjelaskan gangguan ini dengan nama autisme infantill.

Sehubungan dengan aspek sosial kemasyarakatan, disebutkan bahwa anak autistik


terbiasa untuk sibuk dengan dirinya sendiri ketimbang bersosialisasi dengan lingkungannya.
Mereka juga sangat terobsesi dengan benda-benda mati. Selain itu anak-anak autistik tidak
memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan persahabatan, menunjukkan rasa empati, serta
memahami apa yang diharapkan oleh orang lain dalam beragam situasi sosial.

Bila mereka berada dalam satu ruangan dengan orang lain, maka anak autistik akan
cenderung menyibukkan diri dengan aktivitas yang melibatkan diri mereka sendiri. Ketika
dipaksa untuk bergabung dengan yang lainnya, mereka akan kesulitan untuk melakukan tatap
mata atau berkomunikasi secara langsung dengan orang lain. Anak autistik hanya memusatkan
perhatian pada apa yang dilakukan oleh tangannya saja. Mencoba untuk mengalihkan perhatian
mereka saat bermain sebelum mereka benar-benar siap hanya akan mengakibatkan krisis
emosional.

Ditinjau dari segi perilaku, anak autistik cenderung untuk melukai dirinya sendiri, tidak
percaya diri, bersikap agresif, menanggapi secara kurang atau bahkan berlebihan terhadap
suatu stimulus eksternal dan menggerak-gerakkan anggota tubuhnya secara tidak wajar. Mereka
mungkin melakukan tindakan-tindakan tidak wajar, seperti menepuk-nepukkan tangan mereka,
mengeluarkan suara yang diulang-ulang atau gerakan tubuh yang tidak bisa dimengerti seperti
menggigit, memukul atau menggaruk-garuk tubuh mereka sendiri. Kebanyakan, tindakan ini
mungkin berasal dari kurangnya kemampuan mereka untuk menyampaikan keinginan serta
harapan kepada orang lain dan juga sebagai usaha untuk melepaskan diri dari ketegangan.

Setiap manusia memliki gambaran tersendiri, demikianlah halnya dengan anak autistik.
Gambaran anak autistik adalah:

(1) Anak yang mengalami gangguan autism ini menunjukan kegagalan membina hubungan
interpersonal yang ditandai dengan kurangnya respon terhadap minat kepada orang-orang
disekitarnya. Hal ini terlibat kurang mampu membentuk perilaku melekat (attachment behavior)
yang wajar, terutama pada ibunya. Gejala kekurangmampuan anak membentuk perilaku
kelekatan ini terlihat ketika anak gagal untuk melakukan badannya apabila ia digendong. Anak
terlihat lebih suka menyendiri, asyik dengan dirinya sendiri, perhatiannya hanya tertuju pada satu
objek yang sedang dimainkannya,

(2) Anak autistik kurang mampu menunjukan respon ekspresi wajah yang wajar yang wajar seperti
tertawa atau tersenyum ketika digelitik atau diajak bermain,

(3) Menunjukan perilaku menghindar atau mengabaikan (acuh tak acuh) apabila disayang dan
diberikan kontak fisik seperti dielus, diraba, digelitik, dicium, atau di panggil namanya,

(4) Memperlakukan orang-orang dewasa disekitarnya tanpa perbedaan individual (interchangeable).


Contoh, biasanya anak menangis ketika akan digendong atau melihat orang asing disekitarnya,
atau melihat orang asing disekitarnya, atau menunjukan ekspresi takut dan meronta-ronta,

(5) Anak menunjukan kekurangmampuan untuk membina permainan kooperatif atau berkawan
dengan anak sebayanya. Anak lebih suka menyendiri, asyik dengan dirinya sendiri seolah-olah
dia tidak memperdulikan ramainya anak-anak sebayanya yang sedang bermain dan berlari-lari
disekitarnya, serta

(6) anak juga menunjukan hendaya pada kemampuan komunikasi yang mencakup baik
keterampilan verbal maupun nonverbal. Anak kadang tidak mampu berbahasa sama sekali atau
tidak mampu mengucapkan sepatah katapun.

Salah satu gambaran dari anak autistik adalah kegagalan membina hubungan
interpersonal yang ditandai dengan kurangnya respon terhadap minat kepada orang-orang
disekitarnya. Anak autistik juga gagal dalam membina hubungan interpersonal dengan
keluarganya sendiri. Anak autistik tidak merespon apa yang telah dilakukan oleh orang tuanya
kepadanya. Rasa kasih dan sayang yang diberikan oleh orang tuanya dan sanak saudaranya
yang lain untuk menunjukkan perhatian yang hangat, yang terwujud dalam bentuk fisik atau
kata-kata tidak mendapat respon yang sama dari anak autistik. Pada umumnya anak- anak
senang bila dia diberikan kasih sayang serta perhatian dari orang tuanya, dan ketika mereka
menerima rasa kasih sayang tersebut mereka memberikan respon yang positif seperti apa yang
telah mereka terima.
Pada umumnya anak-anak belajar mencintai orang, binatang, atau benda yang
menyenangkannya, dan mereka mengungkapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar,
tetapi ketika masih kecil anak menyatakan secara fisik dengan memeluk, menepuk, dan
mencium obyek kasih sayangnya. Rasa Ingin tahu yang besar diwujudkan dengan: bereaksi
secara positif terhadap unsur-unsur yang baru, aneh, tidak layak, atau misterius dalam
lingkungannya dengan bergerak ke arah benda tersebut, memeriksanya, atau
mempermainkannya., memperlihatkan kebutuhan atau keinginan untuk lebih banyak mengetahui
tentang dirinya sendiri dan atau lingkungannya, mengamati lingkungannya untuk mencari
pengalaman baru, tekun menyelidiki untuk mengetahui seluk beluk suatu situasi/benda.(P, Yanti
D:http://bocahkecil.info/emosi.html)

Anak autistik mereka tidak memiliki rasa ketertarikan pada sekitar mereka, tidak tertarik
dengan hal- hal yang baru mereka lihat, atau yang baru mereka temui. Anak autistik hanya
tertarik pada satu benda saja, dan benda itulah yang akan menjadi perhatiannya selama berjam-
jam. Anak autistik akan memberikan respon, ketika apa yang dia sukai diganti dengan benda
yang baru dengan bentuk dan warna yang sama dengan benda yang dia sukai, maupun diganti
dengan benda lain. Biasanya respon yang mereka berika negatif, seperti menangis, mengamuk,
dan respon- respon lain yang negatif.

Anak pada umumnya memiliki aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak
untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan
bermain bersama teman-teman sebayanya. Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan
anak, orangtua dan pendidik bisa merancang dan memberikan rangsangan serta latihan agar
keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang. Rangsangan atau latihan tidak bisa
terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek. Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut
diberikan dengan tetap memerhatikan kesiapan anak, bukan dengan paksaan. (AsianBrain.com
Content Team, www.AnneAhira.com).

Pada anak autistik aspek psikososialnya sangat kurang bahkan dapat dikatakan anak
autistik tidak memiliki aspek psikososial, mereka memiliki kemampuan yang kurang seperti
yang dimiliki anak pada umumnya untuk menyapa dan bermain dengan teman- teman
sebayanya. Anak autistik tidak bermain dengan teman sebayanya, dia hanya bermain seorang
diri saja dengan benda yang disukainya. Anak autistik lebih sering kelihatan diam sendiri, acuh
tak acuh dengan temannya walaupun temannya sedang bermain didekat dia, tidak tertarik
dengan lingkungannya hanya terfokus pada benda yang disenanginya, tidak memiliki rasa takut
ketika anak autistik sedang bermain, rasa ingin tahunya tidak ada khususnya untuk benda-
benda lain selain benda yang disenanginya. Anak autistik sangat terisolasi dari lingkungan
hidupnya, suka menghindar dengan saudaranya sendir. Dengan kata lain kehidupan sosial anak
autistik selalu aneh dengan seperti orang yang selalu sakit.

B. Faktor Penyebab

Gejala- gejala penyandang autism menurut Delay & Dainaker dan Marholin &
Philips (Delphie, Bandi (2006)) antara lain; senang tidur bemalas- malasan atau duduk
menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang
kebawah; selalu diam sepanjang waktu; jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat
pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau
menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian, diam menyendiri lagi; tidak pernah
bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, tidak mempunyai rasa keinginan yang bermacam-
macam, serta tidak menyenangi sekelilingnya; tidak tampak ceria; tidak peduli dengan
lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya.

Salah satu dari gejala autism adalah senang tidur bermalas- malasan atau duduk
menyendiri dengan tampang acuh. Kesenangan tidur bermalas- malasan atau duduk
menyendiri, sering dilakukan oleh anak autistik. Misalnya ketika anak autistik sendiri, biasanya
anak tersebut akan duduk menyendiri dan ketika mereka sudah duduk menyendiri, mereka akan
acuh dan tidak peduli dengan lingkungannya. Misalnya, anak autistik dibiarkan duduk pada kursi,
dalam beberpa menit. Setelah beberapa menit seseorang masuk dan duduk didepannya dia
tidak akan peduli, kemudian orang tersebut pindah kesampingnya dan kemanapun anak autistik
tersebut tidak memberikan respon kepada orang tersebut.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, yang setiap orangnya mmpunyai ciri- ciri yang dapat
menggambarkan dirinya, demikianlah halnya dengan anak autistik. Anak autistik memiliki ciri- ciri
yang menonjol yaitu:

(1) tidak ada kontak mata, kalaupun ada hanya bertahan 1-2 detik saja;

(2) menyukai benda yang bulat dan berputar;

(3) sangat menikmati permainan yang berulang-ulang (resisten terhadap perubahan);

(4) sulit bersosialisasi dengan anak lainnya;

(5) kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya;

(6) suka menggunakan isyarat daripada kata-kata, misalnya mendorong kita kesatu tempat dan
‘stuck’ disitu, diam, atau malah menangis. kadang menuntun tangan kita untuk menggapai
sesuatu, padahal sebetulnya dia sendiri bisa meraih benda tersebut;

(7) mengulang kata-kata atau kalimat tanpa makna yang jelas (echolalia), kadang malah berbahasa
planet, yang hanya dia dan Tuhan yang mengerti apa yang dia maksud;

(8) tertawa atau bahkan menangis tanpa alasan yang jelas;

(9) lebih memilih untuk menyendiri, terkadang malah menjauhkan diri dari anak lain;

(10) mudah marah (temper tantrum) dan mengamuk karena kurangnya kontrol emosi;

(11) terkadang memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas;

(12) tidak suka dipeluk, bahkan oleh papanya sendiri (kalau pun terjadi itu terjadi kadang- kadang);

(13) menekuni permainan dengan cara yang aneh dalam waktu yang lama;

(14) ketertarikan pada satu benda secara berlebihan (Attach to something), terkadang kalo suka
sesuatu, bisa seharian dipegangin terus, kalo hilang bisa tantrum (ngamuk);
(15) tidak berminat pada metode pengajaran yang biasa;

(16) tidak takut bahaya;

(17) kecakapan motorik halus/kasar yang tidak seimbang (seperti tidak mau menendang bola, hanya
dipegang atau dipeluk. Diusia 4 thn tidak bisa berdiri diatas satu kaki, tidak bisa menyusun balok
keatas, tetapi disejajarkan kebelakang seperti kereta api dsb);

(18) hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan (tidak mengenal capek);

(19) tidak adanya kontak mata;

(20) tidak menunjukkan respon terhadap lingkungan;

(21) kurang dalam berhubungan dengan orang lain (misalnya dalam bentuk komunikasi non verbal
yang lemah); dan

(22) kurang ekspresif serta kurang beremosi.

Anak autistik dalam membawa dirinya dilingkungan selalu menarik diri, seolah- olah tidak
mendengar (acuh tak acuh), melakukan segala sesuatu tanpa bicara, tahan bermain atau
berbaring sendiri selama berjam- jam, lebih senang menyendiri daripada bersama orang lain,
hidup dalam dunia khayalnya sendiri, kosentrasinya kosong, senang menggigit- gigit benda,
menyakiti diri sendiri, waktu yang tidak terduga- duga memukul teman atau orang lain yang ada
didekatnya.

Karena perkembangan sosial anak autistik yang kurang mengalami hambatan, dimana
perkembangan sosial itu berhubungan dengan perkembangan emosional dan perkembangan
intelegensi. Perkembangan sosial yang tidak sama dengan anak pada umumnya, kemampuan
psikososial untuk berinteraksi dengan lingkungan merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan anak autistik tidak dapat bermain dengan teman- teman sebayanya secara
khusus dan orang- orang yang disekitarnya secara umum.

Perkembangan emosi dimulai sejak anak lahir terus sampai anak menjadi besar.
Awalnya, kemampuan anak dalam mengekspresikan perasaannya masih terbatas. Ketika baru
lahir anak hanya bisa menunjukkan perasaan senang dan tidak senang. Perasaan tidak senang
ditunjukkannya dengan perilaku rewel atau menangis. Ketidaksenangannya bisa karena lapar,
kedinginan, kepanasan, sakit, dan sebagainya. Sedangkan perasaan senang ditunjukkannya
dengan perilaku tenang, tersenyum, menyuarakan bunyi-bunyi seperti bentuk tertawa, dan
sebagainya. Perasaan senang ini karena ia merasa nyaman, kenyang, dan lainnya.
Perkembangan emosi anak ketika meraka masih balita pada umumnya ada rasa takut, rasah
marah, rasa cemburu, rasa dukacita, rasa gembira serta rasa kasih sayang. rangsangan yang
umumnya menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang keras, binatang, kamar
yang gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orang yang tidak dikenal, tempat
dan obyek yang tidak dikenal. Anak kecil lebih takut pada benda-benda. Usia antara 2 – 6 tahun
merupakan masa puncak bagi perkembangan rasa takut. Anak sudah mampu mengenai bahaya
tetapi kurangnya pengalaman menyebabkan mereka tidak mampu menganalisa apakah
benda/peristiwa tersebut dapat benar-benar mengancam dirinya. Perkembangan pada aspek ini
meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa nyaman, berani, gembira, takut, dan marah;
serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi
dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan
impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka
akan belajar untuk menyayangi.

Pada anak autistik tidak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan anak normal
pada umumnya, misalnya bila dia diberi kasih sayang, dia tidak membalas kasih sayang itu
dengan menyayangi kembali. Mereka juga memiliki emosi yang sama seperti pada anak normal.
Mereka tidak merasa nyaman kalau apa yang mereka senangi diganggu oleh orang lain,
biasanya anak akan memberikan respon yang negatif seperti melakukan tindakan yang agresif,
marah menangis dan respon- respon lainnya.

Posted 6th September 2014 by Andi Prabowo, S.Pd.


Location: Manggar, Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia
Labels: Pendidikan Luar Biasa

0
Add a comment

Loading
Red Crescent ( Sabit Merah ). Dynamic Views theme. Powered by Blogger.

You might also like