You are on page 1of 122

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

P DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : EFUSI PLEURA DEXTRA
E/C CA MAMMAE DI RUANG MELATI 4
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


Ujian Akhir Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun oleh:

DESY NUGRAHANINGSIH
NIM : 111013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2014

i
PERSETUJUAN

Diterima dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan di depan


Tim Penguji dalam Ujian Akhir Program Diploma III Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Klaten, pada:

Hari : Selasa
Tanggal : 08 Juli 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Supardi, S. Kep, Ns., M. Sc. Rita Suryandari, S. Kep, Ns.


NPP. 129.116 NIP. 197703051999032003

ii
PENGESAHAN

Diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Ujian Akhir Program


Pendidikan Diploma III Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten pada:

Hari : Jum’at
Tanggal : 18 Juli 2014

Penguji I Penguji II Penguji III

Saifudin Z, S. Kp., M. Kes. Supardi, S. Kep, Ns., M. Sc. Rita S, S. Kep, Ns.
NPP. 129. 103 NPP. 129.116 NIP. 197703051999032003

Mengetahui:
Ka. Prodi D III Keperawatan

Esri Rusminingsih, S. Kep, Ns., M. Kep.


NPP. 129. 160

iii
MOTTO

Jangan takut gagal, karena kegagalan membuat kita semakin kuat dan tangguh.
(Penulis)

Memulai sesuatu itu dari nol, agar bisa merasakan indahnya perjuangan dan
kesuksesan.
(Penulis)

Keikhlasan adalah kunci kehidupan, karena dengan keikhlasan kita dapat menerima
dan mensyukuri apa yang telah ada.
(Penulis)

Orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang kiranya
bisa sampai kepada Allah dan berusahalah dengan tekun serta gigih dalam menuju
jalan Allah, supaya kamu menjadi orang yang sukses.
(QS. AL. Maidah : 35)

Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Q.S. AL. Mujadalah: 10)

Allah memberi hidayah kepada orang yang selalu mengikuti ridho-Nya dijalan
keselamatan, dan akan menuntun kita dari gelap ke yang terang dengan izin-Nya
dan akan menunjukkan kita ke jalan yang benar dan lurus.
(Q.S. AL. Maidah: 16)

Aku datang, aku belajar, aku ujian, aku revisi, dan aku menang!
(Penulis)

iv
PERSEMBAHAN

1. Allah SWT, pemilik alam semesta ini beserta isinya yang selalu melimpahkan
nikmat dan hidayah kepada saya.
2. Bapak dan Ibunda tercinta Suradi dan Suwarni yang tidak pernah lelah
mendidik dan mengajarkan arti kehidupan, serta yang telah berjuang keras
membiayaiku selama ini, mungkin hanya do’a dan ucapan terima kasih yang
saya berikan saat ini. I Love You..
3. Bapak Supardi yang telah membimbing dan membantu dalam mengerjakan
KTI ini, terima kasih telah sabar membimbing dan mengarahkan saya selama
ini.
4. Ibu Rita yang telah membimbing dan membantu dalam mengerjakan KTI ini,
terima kasih telah sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memotivasi
saya dalam pembuatan KTI.
5. Sahabatku dan teman-temanku terima kasih semangatnya.
6. Dosen STIKES Muhammadiyah Klaten yang telah mendidik dan
membimbing saya selama ini.

v
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan laporan ujian Komperehensif dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. P Dengan Efusi Pleura Dextra e/c Ca
Mammae Di Ruang Melati 4 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten”.
Laporan ujian komperehensif ini disusun dan diajukan guna
melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program Diploma III
Keperawatan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ujian
komperehensif ini dapat tersusun berkat bantuan berbagai pihak. Maka pada
kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Ibu Sri Sat Titi H, S.Kep, Ns., M.Kep. selaku ketua STIKES
Muhammadiyah Klaten yang telah mengizinkan penulis telah diterima di
Akademi Keperawatan STIKES Muhammadiyah Klaten hingga
penyelesaian pendidikan ini.
2. Ibu Direktur RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan pembinaan kasus dan pengelolaan
asuhan keperawatan kasus ini.
3. Bapak Supardi, S.Kep, Ns., M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan laporan ini.
4. Ibu Rita Suryandari, S.Kep, Ns. selaku pembimbing di RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten di ruang Melati 4 yang telah banyak memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan laporan ini.

vi
5. Kepala Bidang Diklat, Dokter, Perawat, dan Tenaga Kesehatan lainnya
yang telah memberikan bantuannya dalam melakukan asuhan
keperawatan.
6. Teman-teman satu kelompok UAP yang telah kompak selama ujian dan
bimbingan.
7. Bapak dan ibu tercinta, yang telah banyak memberikan motivasi dan
dorongan dalam pembuatan laporan ini
8. Semua pihak yang telah bersedia membantu terselesainya laporan ini.
Semoga jasa dan budi baik yang diberikan akan mendapat balasan dan
pahala dari Allah SWT.
Penulis menyadari penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya serta bagi semua pihak pada umumnya.
Wassalamualaikum wr. wb.

Klaten, 04 Juli 2014

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i


Lembar Persetujuan Pembimbing .................................................................... ii
Lembar Pengesahan Penguji ............................................................................ iii
Motto ............................................................................................................... iv
Persembahan .................................................................................................... v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Daftar Isi .......................................................................................................... viii
Daftar Tabel ..................................................................................................... x
Daftar Gambar ................................................................................................. xi
Daftar Lampiran .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
2. Tujuan .................................................................................................... 3
3. Manfaat .................................................................................................. 4
4. Metodologi ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar Medik
1. Pengertian .............................................................................................. 6
2. Anatomi Fisiologi .................................................................................. 7
3. Etiologi ................................................................................................... 16
4. Insiden .................................................................................................... 18
5. Patofisiologi ........................................................................................... 19
6. Manifestasi Klinik .................................................................................. 22
7. Test Diagnostik ...................................................................................... 22

viii
8. Komplikasi ............................................................................................. 23
9. Penatalaksanaan Medik .......................................................................... 23
10. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian .............................................................................................. 24
2. Dampak Terhadap Kebutuhan Manusia ................................................ 27
3. Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 28
4. Intervensi ............................................................................................... 29
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian .............................................................................................. 45
2. Analisa Data ........................................................................................... 59
3. Prioritas Masalah ................................................................................... 61
4. Rencana Keperawatan ............................................................................ 62
5. Implementasi .......................................................................................... 75
6. Evaluasi .................................................................................................. 83
BAB IV PEMBAHASAN
1. Pengkajian .............................................................................................. 88
2. Diagnosa ................................................................................................ 90
3. Implementasi .......................................................................................... 93
4. Evaluasi .................................................................................................. 96
BAB V PENUTUP
1. Simpulan ................................................................................................ 98
2. Saran ...................................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Katz Indeks ..................................................................................... 48


Tabel 3.2. Nilai standar IMT ........................................................................... 49
Tabel 3.3. Pemeriksaan Kimia Klinik ............................................................. 55
Tabel 3.4. Pemeriksaan Kimia Klinik ............................................................. 55
Tabel 3.5. Pemeriksaan Darah Rutin ............................................................... 56
Tabel 3.6. Terapi Obat ..................................................................................... 57
Tabel 3.7. Analisa Data ................................................................................... 58
Tabel 3.8. Rencana Keperawatan .................................................................... 61
Tabel 3.9. Implementasi .................................................................................. 73
Tabel 3.10. Evaluasi ........................................................................................ 81

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Pernafasan .................................................................... 8


Gambar 2.2. Anatomi Pleura ........................................................................... 13
Gambar 2.3. Efusi Pleura ................................................................................. 15
Gambar 2.4 Pathway Efusi Pleura ................................................................... 21
Gambar 3.1. Genogram ................................................................................... 46

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Rongen: Foto Thorax


Lampiran 2 : Curriculum Vitae
Lampiran 3 : Surat Permohonan Penguji
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi
Lampiran 5 : Power Point

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan,
misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hematoraks bila
rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), pilotoraks atau epiema
thoracis bila berisi nanah, pneumothoraks bila berisi udara.Penyebab dari
kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama karena
infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma dan lain-lain.
(Sudoyo, 2006)
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu proses
penyakityang mendasari penyakit yang dari paru, pleura, atau ektraparu dapat
bersifatakut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura luas, efusi
pleura paling sering disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia,
keganasan,atau emboli paru. (Rubins, 2012)
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini
terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara
yang sedang bekembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,
diperkirakan terdapat 320 kasusefusi pleura per 100.000 orang. Amerika
serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif adalah oleh penyakit gagal
jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi
pleura eksudatifdisebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae dan lymphoma merupakan 75% penyebab efusi pleura oleh karena
kanker), infeksi virus.

1
2

Menurut Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari


penyakit infeksi saluran napas lainya. Tingginya angka kejadian Efusi Pleura
disebabkan keterlambatan penderita akibat Efusi Pleura masih sering
ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak
bersih, sanitasiyang kurang, lingkungan yang pandat penduduk, kondisi sosial
ekonomi yangmenurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang
dan kurangnya pengetahuaan masyarakat tentang kesehatan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 memperkirakan jumlah kasus
efusi pluera di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ke tiga setelah
Ca paru sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi
pleura suatu disease entity dan merupakan suatu gejala penyakit yang serius
yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada efusi pleura
ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat
penekanan paru.
Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam
rongga pleura. Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak
10-20 ml yang berfungsi mempermudah pergerakan paru di rongga dada
selama bernapas. Jumlah cairan melebihi volum normal dapat disebabkan
oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal yang melebihi
kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darah mikropleura viseral. Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan
yang menumpuk tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru
sehingga pertukaran udara terganggu. Banyak penyakit yang mungkin
mendasari terjadinya efusi pleura. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di Rumah Sakit Persahabatan pada
tahun 2010-2011, efusi pleura kebanyakan disebabkan oleh keganasan
(42.8%) dan tuberkulosis (42%). Penyakit lain yang mungkin mendasari
terjadinya efusi pleura antara lain pneumonia, empiema toraks, gagal jantung
kongestif, sirosis hepatis (Khairani dkk., 2012).
3

Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada,


batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas
seperti bunyi redup pada perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan
penurunan bunyi napas pada auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi
300 ml. Foto toraks dapat digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi
pleura (Khairani dkk., 2012).
Data pasien Efusi Pleura yang diperoleh penulis dari rekam medik di
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada Januari – Mei 2014 sebanyak
43orang. Dari data tersebut penulis tertarik untuk mengambil Efusi Pleura
sebagai Karya Tulis Ilmiah agar penulis lebih memahami tentang proses
asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan: Efusi Pleura. Untuk lebih memahami proses keperawatan pada
Gangguan Sistem Pernafasan: Efusi Pleura penulis mengambil judul “Asuhan
Keperawatan pada Ny. P dengan Gangguan Sistem Pernafasan: Efusi Pleura
Dextra e/c Ca Mammae di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten”.

2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan efusi pleura secara komperehensif yang meliputi aspek
biologis, psikologis, sosiologi, dan spiritual. Serta mendapat
pengalaman nyata dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan
pada pasien dengan Efusi Pleura dengan menggunakan pendekatan
proses keperaawatan yang dilaksanakan di Ruang Melati 4 RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasiendengan
Efusi Pleura penulis diharapkan mampu :
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Efusi Pleura
4

2. Menentukan masalah keperawatan pada pasien dengan Efusi


Pleura
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi
Pleura
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan Efusi
Pleura
5. Melakukan evaluasi pada pasien dengan Efusi Pleura
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Efusi Pleura

3. Manfaat
1. Bagi Bidang Akademik
Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat memberikan
tambahan daftar kepustakaan yang bermanfaat dan dapat menjadi referensi
dari perbandingan dalam pembuatan laporan tugas akhir selanjutnya,
khususnya bagi intitusi dan mahasiswa Stikes Muhammadiyah Klaten.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit/ Bidang Pelayanan Masyarakat
Dapat dijadikan masukan dan informasi bagi seluruh praktisi kesehatan dalam
menentukan kebijakan atau dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan
untuk pemberian asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan
profesi keperawatan yang profesional.
4. Bagi Pasien
Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui proses keperawatan
yang dilaksanakan dan dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat
dalam upaya meningkatkan perilaku hidup sehat.
5. Bagi Penulis
Karta Tulis Ilmiah ini sebagai dasar melakukan asuhan keperawatan serta
menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai
5

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien khususnya


efusi pleura.

6. Metodologi
1. Tempat dan waktu pelaksanaan
Ruang lingkup laporan study kasus dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
mengacu pada masalah Asuhan Keperawatan pada sistem pernafasan:
Efusi Pleura pada Ny. P di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten, yang dilaksanakan pada tanggal 09 sampai dengan 11
Juni 2014 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
komperehensif yang meliputi pengkajian data, klasifikasi data, analisa
data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan, dan
evaluasi asuhan keperawatan.
2. Teknik pengumpulan data:
1. Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaaan
pada pasien dan keluarga tentang masalah yang dialami pasien.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada
pasien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
3. Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mencari sumber informasi yang
didapat dari status pasien dan hal yang berhubungan dengan masalah
pasien.
4. Studi literature (kepustakaan) yaitu dengan mempelajari buku, makalah
dan sumber-sumber lain untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang
berhubungan dengan Efusi Pleura sehingga dapat membandingkan
antara teori dengan pelaksanaan yang ada pada kasus nyata di Rumah
Sakit.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Medik


1. Pengertian
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti
ektravasasi cairan ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan
pleura yang berarti membran tipis pembungkus paru-paru yang terdiri
dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis dan pluera perietalis.Sehingga
dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah ekstravasasi cairan yang terjadi
di antara lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo, 2006)
Efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. (WHO, 2008)
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi
oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura. (Irman
Somantri, 2009)
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler
dan pleura viselaris. (Arif Muttaqin, 2008)
Efusi pleura adalah adanya cairan dalam rongga pleura yang
disebabkan oleh beberapa macam penyakit. (Arita Murwani, 2011)
Efusi pleura adalah adalah cairan yang terkumpuk dalam rongga
pleura . (Sylvia A.Price , 2006)
Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga
pleurayang dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau
penurunan penyerapan. (Rubins, 2012)
Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi
cairan, misalnya:
7

1. Pneumothoraks merupakan keadaaan penting yang terjadi bila udara


masuk rongga pleura dan tekanan dalam pleura meningkat sampai tekanan
atmosferik.
2. Kilotoraks disebabkan oleh akumulasi limfe kaya trigliserida dalam
rongga pleura, biasanya sebagai akibat kerisakan duktus torasikus
sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam rongga pleura, misalnya
akibat trauma atau karsinoma.
3. Epiema adalah akumulasi pus.
4. Pleuritis adalah istilah yang sering digunakan untuk menerangkan nyeri
tajam terlikalisir yang disebabkan oleh penyakit apapun dalam pleura.
Rasa nyeri memburuk pada inspirasi dalam dan batuk. (Jeremy, dkk. 2008)

5. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi,
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta
mengeluarkan gas karbondioksida (CO2)dari tubuh. Fungsi penyedian
O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang fital bagi kehidupan.
O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok terus
menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksin yang harus segera
dikeluarkan dari tubuh. Dalam sistem pernafasan ini terdari dari hidung,
paring, laring, trakea, bronkus dan paru-paru yang akan diuraikan
dibawah ini, yaitu :
8

Gambar 2.1. Anatomi Pernafasan


1. Hidung
Menurut Niluh dan Christante (2004) hidung merupakan pintu masuk
pertama udara yang kita hirup. Udara masuk dan keluar sistem
pernafasan melalui hidung, yang terbentuk dari 2 tulang hidung dan
beberapa kartilago. Terdapat 2 pintu pada dasar hidung-nostril
(lubang hidung), atau nares eksternal yang dipisahkan oleh septum
nasal dibagian tengahnya.
Fungsi hidung antara lain (Syaifuddin, 2006) :
1. Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.
2. Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung.
3. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.
4. Membunuh kuman yang masuk, besama udara pernafasan oleh leukosit
yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.
5. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Bila terjadi radang disebut faringitis. Faring terbagai
menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring.
(Setiadi, 2007).
9

1. Nasofaring
Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung, dibawah
dasar dari tengkorak disebelah belakang rongga hidung,
dibawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan vetebra
servikal ke 1 dan ke 2. Nasofaring bagian depan keluar ke
rongga hidung dan bagian bawah keluar ke orofaring.
Auditorius (tuba eutakhia) keluar kedinding lateral nasofaring
pada masing-masing sisinya. (Manurung, 2009)
2. Orofaring
Terletak dibelakang mulut, mukosa orofaring adalah
epitelskuamosa bertingkat, dilanjutkan dengan epitel yang
terdapat pada rongga mulut. Pada dinding lateralnya terdapat
tonsil palatin yang juga nodulus limfe. Tonsil adenoid dan
lingual pada dasar lidah, membentuk cincin jaringan limfatik
mengelilingi faring untuk menghancurkan patogen yang masuk
ke dalam mukosa. (Asih, 2004)
3. Laringofaring
Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang
untuk sistem respiratorik selanjutnya. (Setiadi, 2007)
4. Laring
Laring sering disebut kotak suara, nama yang menunjukkan salah satu
fungsinya, yaitu bebicara adalah saluran pendek yang
menghubungkan faring dengan trakea. Laring memungkinkan udara
mengalir didalam struktur ini, dan mencegah benda padat agar tidak
masuk kedalam trakea. Laring menjadi tempat pita suara, dengan
demikian laring menjadi sarana pembentukan suara. Dinding laring
terutama dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan dibagian
dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Kartiligo laring
terdiri atas sembilan buah yang tersusun sedemikian rupa sehingga
membentuk struktur seperti kotak dan satu sama lainya
10

dihubungkan oleh ligamen. Kartilago laring yang tersebar adalah


kartilago tiroid, yang teraba pada permukaananterior leher. (Asih,
2004)
5. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 12 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam
diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9 – 11 cm dan
di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan
trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. (Syaifuddin,
2006)
6. Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap broncus primer
bercabang 9 – 12 untuk membentuk bronchi sekunder dan tersier
dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-
paru adalah percabangan bronchial selanjutnya secara berurutan
adalah bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchus
respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus masih
disebut pernafasan extrapulmonal dan sampai memasuki paru-paru
disebut intra pulmonar. (Setiadi, 2007).
7. Paru-Paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan yang utama. Paru-paru
mengisi rongga dada, terletak diseblah kanan dan kiri dan ditengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan
struktur lainya yang terletak di dalam mediastinum. Paru-paru
adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apex (puncak) di atas
dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula di dalam dasar leher.
11

Pangkal paru-paru duduk di atas landai thorax, di atas diafragma.


Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang
yang menyentuh tulang belakang dan sisi depan yang menutupi
sebagian sisi depan jantung.(Yuliani Handoyo, 2006).
8. Pleura
Menurut Syaifuddin (2006) Pleura adalah suatu membran serosa yang
halus membentuk suatu kantong tempat paru-paru berada yang
jumlahnya ada dua buah, yaitu kiri dan kanan, masing-masing tidak
berhubungan.
Pleura mempunyai dua lapisan, yaitu permukaan parietalis dan pleura
viseralis.
1. Lapisan permukaan disebut permukaan parietalis. Lapisan pleura yang
langsung berhubungan dengan paru-paru serta memasiki fisura paru-paru
dan memisahkan lobus-lobus dari paru-paru.
2. Lapisan dalam disebut pleura viseralis. Pleura yang berhubungan dengan
fasia endotorakika dan merupakan permukaan dalam dinding toraks.
Sesuai dengan letaknya, pleura parietalis memiliki empat bagian sebagai
berikut :
1. Pleura kostalis, menghadap permukaan lengkung kosta dan otot-otot yang
terdapat diantaranya, bagian depan mencapai sternum, bagian belakang
melewati iga-iga di samping vertebra. Bagian ini merupakan bagian yang
paling tebal dan yang paling kuat dalam dinding toraks.
2. Pars servikalis, bagian pleura yang melewati apertura torakis superior
memasuki dasar lebar dan berbentuk seperti kubah, diperkuat oleh
membran suprapleura.
3. Pleura diagfragmatika, bagian pleura yang diatas diagfragma.
4. Pleura mediastinalis, bagian pleura yang menutup permukaan lateral
mediastinum serta susunan yang terletak di dalamnya.
12

Menurut Sherwood, (2011) dalam fisiologi respirasi memiliki


arti yang lebih luas. Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi
berkaitan : respirasi internal dan respirasi eksternal.
1. Respirasi Internal
Istilah respirasi internal atau repirasi sel merujuk kepada proses-proses
metabolik intrasel yang dilakukan dalam mitokondria, yang
menggunaka O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi
dari molekul nutrien.
2. Respirasi Eksternal
Istilah repirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian
dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel
tubuh. Respirasi eksternal mencakup 4 langkah diantaranya :
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru
sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal)
dan kantong udara (alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh
tindakan mekanis bernafas, atau ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk
menyesuaikan aliran udara antara atmosfir dan alveolus sesuai kebutuhan
metabolik tubuh akan akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2.
2. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah dalam
kapiler paru melalui proses difusi.
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses
difusi menembus kapiler sistemik (jaringan).
13

Gambar 2.2. Anatomi Pleura


Anatomi
Permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan
pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainnya. Dalam
keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong di antara kedua
pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang
merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur.
Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan
tersebut akan dipompa keluar 2oleh pembuluh limfatik (yang membuka
secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan
superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan
adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura
parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga
pleura disebut sebagai ruang potensial karena ruang ini normalnya
begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas
(Guyton dan Hall, 1997) (Arif Muttaqin, 2008).
Fisiologi
Pleura merupakan membran tipis yang terdiri atas dua lapisan
yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan
14

pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu sebagai berikut:
1. Pleura Viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm), diantara celah–celah
sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang
berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan
tengah memiliki jaringan kolagen den serat-serat elastik, sedangkan
lapisan terbawah terdapat jaringan interstisial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri
pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening. Keseluruhan
jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan
parenkim paru.
2. Pleura Parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan yang lebih
tebal dan terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan
kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat
pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mammaria
interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf sensorik
yang peka terhadap rasa nyeri dan perbedaan temperatur. Sistem
persyarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan
pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan
diabsobsi oleh pleura viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma
melalui endotel kapiler dan direabsobsi oleh pembuluh limfe dan
venula pleura.
15

Gambar 2.3. Efusi Pleura


Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong
antara kedua pleura tersebut, karena biasanya ditempat ini hanya
terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis
serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga memudahkan
kedua pleura tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan
patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan
beberapa liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui
pleura parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang
sama melalui membran pleura viseralis melalui sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis
dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatikdan
tekanan osmotik koloid plasma. Cairan terbanyak direabsorbsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang direabsorbsi oleh
sitem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili disekitar
sel-sel mesotelial.(Irman Somantri, 2009)
16

3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya Efusi Pleura menurut Wim de jong (2004)
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi
1. Tuberkulosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esofagus
5. Abses subfrenik
6. Non infeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung
6. Gagal hati
7. Gagal jantung
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru

Menurut Irman Somantri (2009) menyatakan bahwa kelainan


pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada 2 macam, yaitu:
1. Infeksi kuman primer intrapleura
2. Tumor primer intrapleura
Patogenesis
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi
seperti adanya gangguan dalam reabsorbsi cairan pleura (misalnya
karena ada tumor), peningkatan produksi cairan pleura (misalnya akibat
17

infeksi pada pleura). Sedangkan secara patologis, efusi pleura terjadi


dikarenakan keadaan-keadaan seperti:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung)
2. Menurunya tekanan osmotik koloid plasma (misalnya
hipoproteinemia)
3. Meningkatnya permeabilitias kapiler (misalnya infeksi bakteri)
4. Berkurangnya absorbsi limfatik
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkan
adalah sebagai berikut:
1. Transudat
1. Gagal jantung, sirosis hepatis dan asites, hipoproteinemia pada
nefrotik sindrom, obstruksi vena cava superior, pasca bedah
abdomen, dialisis peritoneal dan atelektasis akut.
2. Eksudat
1. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, abses)
2. Neoplasma (Ca. Paru, Metastasis, limfoma, leukemia)
3. Emboli atau infrak paru
4. Penyakit kalogen (SLE, reumatoid artritis)
5. Penyakit gastrointestinal (pangkreatitis, ruptur esofagus, abses
hati)
6. Trauma (hemotorak, khilotorak) (Irman Somantri, 2009).

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi


menjadi:
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif
(gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis
hepatis), sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom Meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark
paru, radiasi, dan penyakit kolagen.
18

3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark


paru, dan tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi
unilateral dan bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang
spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi efusi bilateral
ditemukan pada penyakit kegagalan jantung kongestif, sindrom
nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus, tumor dan tuberculosis
(Arif Muttaqin, 2008)

4. Insiden
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala
penyakit yangdapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis
penyakit ini terdapat di seluruhdunia, bahkan menjadi problema utama
di negara-negara yang sedang bekembang termasuk Indonesia. Di
negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasusefusi pleura
per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang
setiaptahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif dan pneumonia bakteri.Penyebab paling sering efusi
pleura transudatif adalah oleh penyakit gagal jantung kiri, emboli
paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura
eksudatifdisebebkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae dan lymphoma merupakan 75% penyebab efusi pleura oleh
karena kanker, infeksi virus).
Menurut Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7%
dari penyakit infeksi saluran napas lainya. Tingginya angka kejadian
Efusi Pleuradisebabkan keterlambatan penderita akibat Efusi Pleura
masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena
lingkungan yang tidak bersih, sanitasiyang kurang, lingkungan yang
pandat penduduk, kondisi sosial ekonomi yangmenurun, serta sarana
19

dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya pengetahuaan


masyarakat tentang kesehatan.
5. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada
keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam
keadaan normal cairan pleura di bentuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler, filtrasi ini terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial,
kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura, selain
itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip
plasma (eksudat), sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultraviltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan
dengan pleuritis di sebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parietalis sekunder terdapat peradangan atau neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika
terjadi payah atau gagal jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh maka akan
terjadi peningkatan tekanan cairan yang berada didalam pembuluh
darah pada area tersebut akan menjadi bocor dan masuk ke dalam
pleura, ditambah dengan adanya reabsorsi cairan tadi oleh kelenjar
limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal atau
berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom,
malabsorsi atau keadaan lain dengan asites) akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorsi yang
kurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan
onkotik intravaskuler yang diakibatkan cairan akan lebih mudah masuk
kedalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan
bergantung pada kekakuan relative paru dan dinding dada. Pada volume
20

paru dalam batas pernafasan normal, dinding dada cendrung recoil


keluar sementara paru-paru cendrung untuk recoil ke dalam (Irman
Somantri, 2009)
Efusi pleura akibat keganasan dipastikan dengan adanya sel-sel
kanker pada ruang pleura. Efusi pleura akibat keganasan metastatik
berasal dari penyebaran langsung sel-sel ganas dari tempat sekitar
(seperti pada keganasan paru, payudara, dan dinding dada), invasi dari
vaskularisasi paru dengan embolisasi dari sel-sel tumor ke pleura
viseralis, atau metastasis jauh hematogen dari tumor ke pleura
parietalis. Begitu didapatkan pada ruangan pleura, deposit tumor
menyebar di sepanjang membran pleura parietalis dan menyumbat
stomata limfatik yang akan mengalirkan cairan intraleural (Haas et al.,
2007)
Pasien dengan kanker juga dapat menyebabkan terjadinya efusi
pleura sebagai efek tidak langsung dari kanker, walaupun tanpa
ditemukannya sel-sel kanker pada ruangan pleura. Efusi jenis ini
dikenal dengan nama efusi paraneoplastik atau paramaligna, yang dapat
terjadi dari infiltrasi tumor kelenjar getah bening mediastinum, emboli
paru, sindrom vena cava superior, atau penurunan tekanan onkotik
(Porcel dan Light, 2006).
21

Pathway

1. Decompensasi cordis - asites infeksi neoplasma


2. Sindrom vena cava superior - sindrom meigi
- dislisis peritoneal reaksi radang penumpukan sel tumor

Peningkatan tekanan vena pembuluh vena dan


Sistemik dan tekanan kapiler asites peningkatan permeabilitas getah bening
Dinding dada membran pleuta terhadap tersumbat
Perpindahan cairan dari rongga air dan protein
pleura melalui celah jaringan otot
Penurunan kapasitas reabsorbsi diafragma dan getah bening pemindahan cairan
Pembuluh darah sub pleura dan dari rongga pleura
getah bening gagal

Peningkatan filtrasi cairan ke penumpukan cairan di


rongga pleura dan paru rongga pleura
Punksi Pleura Resiko tinggi
terjadinya
Bersihan jalan nafas infeksi
Peningkatan tekana hidrostatik Ronki (+)
tidak efektif
pada rongga dada
penurunan ekspansi paru peregangan dinding pleura

sesak nafas penurunan suplay O2 nyeri dada


Nyeri akut
peningkatan respirasi metabolisme anaerob
penimbunan asam laktat produksi ATP menurun kelemahan
Pola nafas Gangguan
Tidak istirahat Intoleransi aktivitas
efektif tidur Gambar 2.4. Pathway Efusi Pleura
(Sumber: Sudoyo, 2006 , Haas et al., 2007, Irman Somantri, 2009)
22

3. Manifestasi Klinik
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, timbul gejala
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi
sudah membesar dan menyebar, kemungkinan timbul dispnea dan
batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek.
Tanda fisik meliputi deviasi trakhea menjauhi sisi yang terkena,
dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang
terkena (Irman Soemantri, 2008).
4. Test Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik (sinar tembus dada), permukaan cairan
yang tedapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari
pada bagian medial. Bila permukaan horizontal dari lateral ke
medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang biasa
berasal dari luar atau dalam paru itu sendiri. Hal lain yang tedapat
terlihat dari foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan (Irman
Soemantri, 2009).
2. Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan
memeriksaan cairan pleura agar dapat menunjang intervensi
selanjutnya. Analisa cairan pleura dapat di nilai untuk mendeteksi
kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan
pleura hasil thorakosentesis secara macros kopis biasanya dapat
berupa cairan hemoragi, eksudat dan transudat (Arif Mutaqin,
2008)
3. Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana
untuk diagnostic maupun terapiutik. Torakosentesis sebaiknya
dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah bagian bawah
paru di sela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum
23

abboket nomor14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih


dari 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi,jika aspirasi dilakukan
sekaligus banyak, maka akan menimbulkan syok pleural atau
odema paru. Odema paru terjadi karena paru terlalu cepat
mengembang (Irman Somantri, 2009).
4. Biopsi pleura berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura
melalui biopsi. Biopsi ini di lakukan untuk mengetahui adanya
kuman-kuman penyakit seperti tuberkolosis (Arif Mutaqin,2008).
5. Komplikasi
1. Pneumothoraks
Keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura.
2. Hemothoraks
Keadaan dimana terdapat darah dalam rongga pleura.
3. Pneumoni
Peradangan dari parenkim paru yang disebabkan oelh mikroorganisme
(bakteri, virus, parasit).
4. Episema
Melebarnya gelembung paru.
(Wim De Jong, 2004)
5. Penatalaksanaan Medik
Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit
dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk
melakukan thorakosentesis adalah :
1. Menghilangkan sesak napas disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
2. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
3. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1.000
cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam
24

jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai


dengan batuk dan sesak.
Kerugian thorakosentesis adalah:
1. Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
2. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
3. Dapat terjadi pneumothoraks. (Arif Muttaqin, 2008).
4. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Ilmu keperawatan didasarkan pada suatu teori yang sangat luas.
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu
pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu, teknik, dan
keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
klien/ keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang
sequensial dan berhubungan : pengkajian, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi
intelektual problem-solving dapat didefinisikan suatu tindakan
perawatan (Nursalam, 2008).
Menurut Arif Muttaqin (2008), pengkajian pada klien dengan Efusi
Pleura, meliputi:
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya
pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak
25

napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernapas serta batuk non produktif.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali
dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak napas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya.
4. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breating)
1. Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang
disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan
pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada
yang tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian
batuk produktif dengan sputum purulen.
26

2. Palpasi
Pendorongan mediastinum kearah hemithoraks
kontralateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus
cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura
yang jumlah cairannya >300 cc. Disamping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
3. Perkusi : Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari
jumlah cairannya.
4. Auskultasi: Suara napas menurun sampai menghilang pada
sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas
semakin tipis.
5. B2 (Blood)
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak
ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio
claviculas kiri selebar 1 cm. pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung
(heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya detak jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya
thrill, yaitu Getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan
untuk menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi
pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
6. B3 (Brain)
27

Pada saat dilakukan inspeksi, tingakat kesadaran perlu


dikaji, setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk
menentukan apakah klien berada dalam keadaan composmentis,
somnolen atau koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
7. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam
hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria, karena itu merupakan tanda
awal syok.
8. B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah
apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada atau tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada
klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
9. B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah edema
peritibial, feel pada kedua ekstrimitas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer, serta dengan pemeriksaan capillary refill time.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk
kemudian dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.
10. Dampak terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
1. Kebutuhan Oksigenasi
Penumpukan cairan dalam rongga pleura mengakibatkan penurunan
ekspansi paru menyebabkan complience dan recoil paru menurun
sehingga pernapasan menjadi dangkal dan suplai oksigen berkurang.
28

2. Kebutuhan rasa aman


Penumpukan cairan dalam rongga pleura dan proses inflamasi
menstimulasi sel mast memproduksi mediator kimia : bradikinin,
prostaglandin, serotonin dan histamin mengakibatkan rasa nyeri dan
pireksia.
3. Kebutuhan nutrisi
Penekanan terhadap struktur abdomen sekunder akibat penumpukan
cairan dalam ronggga pleura mengakibatkan rasa penuh pada
abdomen dan mual, mengakibatkan intake nutisi menurun.
4. Kebutuhan aktifitas
Ekspansi paru menurun mengakibatkan supay O2 kejaringan menurun,
mengakibatkan metabolisme anaerob, penimbunan asam laktat,
produksi ATP menurun, terjadi kelemahan fisik (patique). (Sudoyo,
2006)
5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan atau membatasi, mencegah dan
menguubah (Nursalam, 2008).
Menurut Herdman T. Heather dalam NANDA Internasional 2012 diagnosa
yang lazim muncul yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan di rongga
pleura.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas.
29

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai O2dengan kebutuhan, dypsnea setelah beraktifitas.
6. Resiko infeksi.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan
nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen.
8. Defisit perawatan diri.
9. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan di rongga
pleura.(Amin Huda Nurarif, 2013)
Tujuan: jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dypsnea (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
Intervensi:
Airway Suction
1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning
Rasional : memastikan dilakukannya tindakan suction
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
Rasional : mengetahui suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
3. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang suction
30

Rasional : agar keluarga dan pasien mengerti tujuan dilakukannya


suction
4. Minta pasien nafas dalam sebelum suctioning dilakukan
Rasional : agar pasien rileks
5. Berikan O2 menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
Rasional : mencegah sesak nafas
6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Rasional : mencegah infeksi
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
Rasional : agar pasien rileks
8. Monitor ststus oksigen pasien
Rasional : mengetahui status oksigen
9. Ajarkan keluarga melakukan suction
Rasional : agar keluarga dapat mandiri melakukan suction
10. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Rasional : mencegah kontraindikasi yg muncul
Airway Management
1. Observasi TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trush bila
perlu
Rasional : memaksimalkan ventilasi
3. Posisikan semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : memaksimalkan ventilasi
4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu nafas
Rasional : status oksigen adekuat
5. Berikan O2 sesuai kebutuhan
31

Rasional : agar status oksigen adekuat


6. Anjurkan banyak istirahat
Rasional : memaksimalkan suplai oksigen
7. Ajarkan batuk efektif
Rasional : membuka jalan nafas yang tersumbat
8. Anjurkan banyak minum hangat
Rasional : mengencerkan sputum
9. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Rasional : mengeluarkan sputum
10. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional : mengetahui adanya suara nafas tambahan
11. Monitor status respirasi dan O2
Rasional : mengetahui status respirasi
12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
Rasional : mengoptimalkan keseimbangan cairan
13. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
Rasional : obat bronkodilator untuk mengeluarkan sputum
14. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru. (Amin Huda Nurarif, 2013)
Tujuan: pasien mampu mempertahankan pola nafas yang efektif.
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dypsnea (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
respirasi)
32

Intervensi:
Airway management
1. Observasi TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trush bila
perlu
Rasional : membuka jalan nafas
3. Kaji pola nafas pasien
Rasional : mengetahui pola nafas pasien
4. Posisikan semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : memaksimalkan ventilasi
5. Motivasi pasien untuk nafas dalam
Rasional : agar pasien rileks
6. Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan punksi pleura
pemberian obat
Rasional : agar cairan di rongga pleura keluar
Terapi oksigen
1. Berikan O2 sesuai kebutuhan
Rasional : agar status oksigen adekuat
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
Rasional : agar status aksigen adekuat
3. Atur peralatan oksigenasi
Rasional : agar status aksigen adekuat
4. Monitor aliran oksigen
Rasional : mengetahui aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
Rasional : memaksimalkan ventilasi
6. Observasi adanya tanda hipoventilasi
Rasional : mengetahui adanya tanda hipoventilasi
Vital sign monitoring
33

1. Monitor TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Catat adanya fluktasi tekanan darah
Rasional : mengetahui adanya fluktasi tekanan darah
3. Monitor TTV saat pasien berbaring, duduk.
Rasional : mengetahui TTV saat pasien berbaring, duduk
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Rasional : mengetahui TD pada kedua lengan
5. Monitor kualitas nadi
Rasional : mengetahui kualitas nadi
6. Monitor frekuensi dan irama nafas
Rasional : mengetahuifrekuensi dan irama nafas
7. Monitor suara paru
Rasional : mengetahui suara paru
8. Monitor pola pernafasan abnormal
Rasional : mengetahui pola pernafasan abnormal
9. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Rasional : mengetahuisuhu, warna, dan kelembaban kulit
10. Monitor adanya sianosis
Rasional : mengetahui adanya sianosis
11. Monitor adanya cushing triad (TD melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Rasional : mengetahuiadanya cushing triad (TD melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
12. Identifikasi penyebab dari perubahan TTV
Rasional : mengetahui penyebab dari perubahan TTV

13. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.(Amin Huda


Nurarif, 2013)
Tujuan: nyeri berkurang.
34

Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi:
Paint management
1. Observasi TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
Rasional : mengetahui tingkatan nyeri
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional : mengetahui reaksi terhadap nyeri
4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Rasional : membina hubungan saling percaya dengan pasien
5. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Rasional : mengetahui respon nyeri
6. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Rasional : mengetahui pengalaman nyeri masa lampau
7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Rasional : mengetahui ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
35

8. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan


dukungan
Rasional : memotivasi pasien
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Rasional : mencegah faktor penyebeb timbulnya nyeri
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Rasional : mengetahui tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
11. Anjurkan banyak istirahat
Rasional : membuat pasien rileks
12. Berikan O2 sesuai kebutuhan
Rasional : memaksimalkan ventilasi
13. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Rasional : membuat pasien rileks
14. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik/ antibiotik
Rasional : mengurangi rasa nyeri
15. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Rasional : mengetahui penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
Rasional : mengetahui lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
Rasional : meminimalisasi kesalahan pemberian obat
3. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik
ketika pemberian lebih dari satu
Rasional : meminimalisasi kesalahan pemberian obat
4. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
36

Rasional : meminimalisasi kesalahan pemberian obat


5. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mengetahui TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik
6. Berikan analgetik tepat waktu
Rasional : menguragi rasa nyeri
7. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
Rasional : mengetahui efektifitas analgetik, tanda dan gejala yang
ditimbulkan
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas. (Amin Huda
Nurarif, 2013)
Tujuan: kebutuhan istirahat tidur pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1. Pasien tidak mengalami keletihan dan kelemahan
2. Pasien dapat tidur nyenyak ±7-8 jam
3. Tidak terjaga saat tidur
4. Mampu mengidentifikasikan hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi:
1. Kaji pola tidur pasien
Rasional : mengetahui pola tidur pasien
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
Rasional : agar pasien mengetahui pentingnya tidur yang adekuat
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien dengan
membatasi pengunjung
Rasional : membuat lingkungan nyaman sehingga pasien dapat
beristirahat
4. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
Rasional : mencegah kelelahan
5. Motivasi pasien untuk banyak istirahat tidur
Rasional : mencegah kelelahan
37

6. Posisikan semi fowler


Rasional : memberikan posisi yang nyaman bagi pasien
7. Berikan O2 sesuai kebutuhan
Rasional : memaksimalkan ventilasi
8. Diskusikan dengan keluarga dan pasien tentang teknik tidur
pasien
Rasional : mengetahui teknik tidur pasien
9. Kolaborasi pemberian obat tidur
Rasional : agar pasien tidak mengalami kesulitan tidur
10. Intruksikan untuk memonitor tidur pasien
Rasional : motivasi pasien tidur
11. Monitor waktu makan dan minum dengan waktu tidur
Rasional : mengetahui waktu makan dan minum dengan waktu tidur
pasien
12. Monitor/ catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
Rasional : mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

13. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai O2dengan kebutuhan, dypsnea setelah beraktifitas.(Amin
Huda Nurarif, 2013)
Tujuan: suplai O2 terpenuhi dan pasien memenuhi ADL secara mandiri.
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
TTV
2. Mampu melakukan ADL secara mandiri
3. Level kelemahan menurun
4. Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan
5. Sirkulasi status baik
6. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
Intervensi:
38

Activity Therapy
1. Kaji kebiasaan pasien dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui kebiasaan pasien dalam beraktivitas untuk
menentukan intervensi
2. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat
Rasional : mengetahui program rencana terapi yang tepat
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
Rasional : mengetahui aktivitas yang mampu dilakukan pasien
4. Bantu pasien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi, sosial
Rasional : membuat pasien melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, sosial
5. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya mobilisasi
Rasional : pasien mengerti pentingnya mobilisasi
6. Bantu pasien memenuhi ADL
Rasional : kebutuhan ADL pasien terpenuhi
7. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Rasional : mengetahui aktivitas yang disukai
8. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui kekurangan dalam beraktivitas
9. Libatkan keluarga untuk perawatan pasien
Rasional : keluarga membantu ADL pasien secara mandiri
10. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Rasional : pasien mendapat motivasi
11. Bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Rasional : pasien dapat mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
39

12. Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual


Rasional : mengetahui respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual

13. Resiko infeksi.(Amin Huda Nurarif, 2013)


Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil:
1. Bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi:
Kontrol Infeksi
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Rasional : mencegah penularan penyakit
2. Pertahankan teknik isolasi
Rasional : mencegah penularan penyakit
3. Batasi pengunjung bila perlu
Rasional : mencegah penularan penyakit
4. Intruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Rasional : mencegah penularan penyakit
5. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
Rasional : mencegah penularan penyakit/ terjadinya INOS
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional : mencegah penularan penyakit/ terjadinya INOS
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Rasional : mencegah penularan penyakit/ terjadinya INOS
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Rasional : mencegah penularan penyakit/ terjadinya INOS
9. Ganti letak IV periver dan line central dan dresing sesuai dengan
petunjuk umum
40

Rasional : mencegah terjadinya infeksi


10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
Proteksi Terhadap Infeksi
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Rasional : mengetahui tanda dan gejala infeksi
2. Monitor hitung granulosit, WBC
Rasional : mengetahui status WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
Rasional : mengetahui kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
Rasional : mencegah penularan penyakit/ mencegah infeksi
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko
Rasional : mencegah penularan penyakit/ mencegah infeksi
6. Pertahankan teknik isolasi jika perlu
Rasional : mencegah penularan penyakit/ mencegah infeksi

7. Gunakan teknik aseptik untuk perawatan luka


Rasional : mencegah penularan penyakit/ mencegah infeksi
8. Inspeksi kulit dan membran mukosa
Rasional : mengetahui tanda infeksi
9. Inspeksi kondisi luka
Rasional : mengetahui tanda infeksi
10. Dorong masukan nutrisi yang cukup
Rasional : mencegah gejala infeksi
41

11. Dorong masukan cairan


Rasional : mencegah gejala infeksi
12. Dorong istirahat
Rasional : mencegah gejala infeksi
13. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Rasional : mencegah gejala infeksi
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional : pasien dan keluarga mengetahui tanda dan gejala infeksi
15. Ajarkan cara menghindari infeksi
Rasional : keluarga dan pasien mengetahui cara menghindari infeksi
16. Laporkan kecurigaan infeksi
Rasional : mencegah infeksi
17. Laporkan kultur positif
Rasional : mencegah infeksi

18. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan
nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen. (Amin Huda Nurarif, 2013)
Tujuan : keseimbangan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Adanya peningkatan berat badansesuai dengan tujuan.
2. Berat badan ideal sesuai dengan berat badaan.
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4. Tidak ada tanda mal nutrisi.
5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan.
Rasional : mengetahui riwayat alergi makanan
42

2. Kolaborasi dengan ahli giziuntuk menentukan jumlah kalori


yang dibutuhkan.
Rasional : mencukupi kebutuhan kalori pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
Rasional : Fe dalam batas normal
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C.
Rasional : pasien tidak kekurangan vit C
5. Berikan substansi gula.
Rasional : menambah energi
6. Yakinkan diit yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi.
Rasional : mencegah konstipasi
7. Ajarkann pasienbagaimana membuat catatan makanan harian.
Rasional : jadwal makan bisa dikontrol sehingga mencegah nutrisi
tidak seimbang
8. Monitor jumlah nutrisi dan kalori.
Rasional : mengetahui kecukupan jumlah nutrisi dan kalori
9. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
Rasional : memberi pengetahuan kepada pasien tentang nutrisi agar
kebutuhan nutrisi pasien tercukupi

10. Defisit perawatan diri (Amin Huda Nurarif, 2013)


Tujuan : mampu melakukan perawatan dirisecara mandiri
Kriteria hasil :
1. Perawatan diri ostomi : tindakan pribadi mempertahankan
ostomi untuk eliminasi.
2. Perawatan diri : Aktifitas kehidupan sehari hari (ADL) mampu
melakukan aktifitas perawatan fisik secara mandiri.
3. Mampu membersihkan tubuh secara mandiri.
4. Mampu merawat mulut dan kebersihannya secara mandiri.
43

5. Mampu melakukan mobilitas secara mandiri kekamar mandi dan


menyiapkan perlengkapan mandi.
6. Mampu membersihkan dan mengeringkan tubuh.
7. Mengungkabkan secara verbal tentang kebersihan tubuh dan
hygiene oral.
Intervensi :
1. Pertimbangkan pasien ketika mempromosikan aktifitas
perawatan diri.
Rasional : mengetahui tingkat perawatan diri pasien
2. Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan.
Rasional : mengetahui tingkat perawatan diri pasien dan untuk
melakukan rencana tindakan
3. Alat mandi mandi yang dibutuhkan klien didekatkan pada
jangkauan.
Rasional : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi
4. Menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
hangat, santai, pengalaman pribadi, dan personal.
Rasional : privasi pasien terjaga
5. Memfasilitasi pasien.
Rasional : perawatan diri pasien terpenuhi dengan bantuan
6. Memantau kebersihan kuku, menurut kemampuan perawatan
diri klien.
Rasional : perawatan diri pasien terpenuhi dengan bantuan
7. Memantau kebersihan kulit.
Rasional : mengetahui kebersihan kulit
44

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Senin, 09 Juni 2014
Jam : 10.00
Pengkaji : Desy Nugrahaningsih
Ruang : Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

1. IDENTITAS
1. Pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamain : Perempuan
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Gombang, Cawas, Klaten
No. CM : 677xxx
Diagnostik Medik : Efusi Pleura Dextra
Tgl masuk RS : 07 Juni 2014 jam 13:20

2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 54 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat :Gombang, Cawas, Klaten
45

3. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Kesehatan Pasien
1. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas.
2. Kronologi penyakit saat ini
Empat hari sebelum masuk RS pasien kontrol ke Klinik Bedah RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan keluhan sesak nafas,
batuk, dan nyeri dada. Selama beberapa hari sesak bertambah.
Tanggal 7 Juni 2014 pasien dibawa ke IGD RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Di IGD pasien diberi terapi O2 3ℓ/menit,
valsartan 80 mg, ambroxol 30 mg, injeksi furosemide 20 mg, dan
infus NaCl lini. Kemudian pasien disuruh opname di ruang Melati
4. Saat pengkajian pasien mengatakan sesak nafas dan dada terasa
ampek, sesak bertambah bila tidur telentang dan berkurang bila
tidur miring ke kanan, nyeri karena penumpukan cairan pleura,
nyeri seperti ditekan-tekan, nyeri dibagian dada, skala 5 dan
muncul saat pasien batuk, batuk non produktif, sputum keluar
sedikit berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit kental.
3. Pengaruh penyakit terhadap pasien
Karena penyakit ini pasien tidak dapat melakukan aktivitas/ kegiatan
seperti biasanya dan semua kebutuhan pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
4. Harapan pasien dari pelayanan kesehatan
Pasien ingin cepat sembuh dan berkumpul lagi dengan keluarganya,
pasien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya.
46

5. Riwayat Penyakit Masa Lalu


1. Penyakit masa anak-anak
Pada masa anak-anak belum pernah menderita sakit yang serius hanya
panas, batuk, dan pilek biasa.
2. Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap jenis obat ataupun
makanan.
3. Pengalaman sakit/ dirawat sebelumnya
Sebelumnya pasien pernah dirawat di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten akibat Ca Mamae yang dialaminya tahun 2010 dan sudah
menjalani operasi mastektomi pada tahun yang sama.
4. Pengobatan terakhir
Pasien menjalani kemoterapi sebanyak 6x dan radioterapi sebanyak
33x saat ini sudah selesai.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga


Genogram
Gambar 3.1. Genogram

Keterangan : : perempuan

: laki-laki

: pasien

/ : sudah meninggal

: tinggal serumah
47

1. Dirumah pasien tinggal dengan suaminya, kedua anak perempuannya


sudah berkeluarga dan ikut bersama suaminya masing-masing.
2. Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita/ memiliki penyakit
seperti pasien dan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat
penyakit menular.Efek yang terjadi pada keluarga ketika ada salah satu
anggota yang sakit, keluarga sangat sedih.

3. Pengkajian Biologis
1. Rasa Aman Dan Nyaman
1. Pasien menyatakan nyeri karena penumpukan cairan pleura, nyeri seperti
ditekan-tekan, nyeri dibagian dada kanan, skala 5 dan muncul saat pasien
batuk.Keadaan seperti ini mengganggu aktivitas pasien.
2. Untuk mengurangi rasa nyeri biasanya pasien tiduran dengan dua bantal
sambil miring ke kanan.Cara yang efektif digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri adalah dengan relaksasi, distraksi dan cara yang digunakan
pasien sudah benar.
3. Pasien mempunyai riwayat operasi mastektomi pada tahun 2010 akibat Ca
Mammae, pasien sudah kemoterapi 6x, radioterapi 33x, pasien rajin
kontrol dan patuh minum obat.
1. Aktivitas Istirahat-Tidur
Aktivitas
Sebelum sakit pasien jarang berolah raga sekalinya hanya
sekedar jalan-jalan di pagi hari saja, pasien tidak menggunakan alat
bantu dan tidak mempunyai gangguan aktivitas.
Selama sakit pasien tidak pernah berolah raga, aktivitas pasien
terganggu karena sesak nafas dan perlu bantuan orang lain.

Tabel 3.1. Katz Indeks


48

Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi 1.
Berpakaian/ berdandan 2.
Mobilisasi di tempat tidur 3.
Pindah 4.
Ambulasi 5.
Makan/ minum 6.
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : Perlu dibantu orang lain
3 : Perlu dibantu orang lain dan alat
1. : Tergantung

Istirahat
Sebelum sakit pasien meluangkan waktu untuk istirahat pada
siang hari selama 2-3 jam. Untuk mengisi waktu luang biasanya
pasien menonton televisi.Pasien selalu menyediakan waktu untuk
istirahat. Pasien mengisi waktu luang sesuai hoby yaitu suka
membuat kerajinan tangan.
Saat sakit sekarang ini pasien mempunyai banyak waktu untuk
beristirahat.
Tidur
Sebelum sakit pasien biasanya tidur selama ±8 jam pukul 21.00-
05.00 WIB, pasien tidur nyenyak, jarang terjaga dan tidak memiliki
gangguan tidur seperti insomnia.
Selama sakit pasien tidur selama ±5 jam, pasien sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan dadanya ampek.
Pasien tampak lesu dan mengantuk.Kondisi saat ini mengganggu
49

tidur pasien.Pasien tidak pernah menggunakan obat penenang


sebelum tidur. Biasanya pasien berdo’a sebelum tidur.
2. Cairan
Sebelum sakit pasien minum 7-8 gelas per hari sekitar 2.000
cc.Pasien suka minum teh dan susu, pasien lebih sering minum
teh.Pasien tidak minum alkohol.
Selama sakit pasien minum 5-6 gelas per hari sekitar 1.500
cc.Tidak ada minuman yang dipantang pasien.Pola pemenuhan cairan
per hari pasien normal 5-6 gelas per hari dan tidak ada pola
pembatasan cairan. Pasien mendapat infus D5% 20 tpm.
3. Nutrisi
1. Antopometri
Sebelum masuk rumah sakit
BB : 47 kg
Setelah dirawat tanggal 07 Juni 2014
BB : 47 kg TB : 153 cm = 1,53 m
Tidak ada penurunan berat badan.
47
𝐼𝑀𝑇 = = 20,077 (𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙)
(1,53𝑥1,53)
Tabel 3.2. Nilai standar IMT
IMT KATEGORI
<20 Underweight
20 – 25 Berat badan normal
25 – 30 Overweight
>30 Obesitas
Sumber: Centre for Obesity Researchand Education 2007

2. Biokimia tanggal
Hb : 10,5 g/dL
Albumin : 2,98 g/dL
50

3. Penampilan fisik/ clinis


Pasien tampak lemah, postur tubuh ideal, mukosa lembab, turgor kulit
elastis.
4. Diit
Sebelum sakit pasien makan 3x sehari, dimana 1x makan
pasien bisa menghabiskan satu piring nasi dengan sayur dan lauk.
Selama sakit pasien makan 3x sehari dengan nasi team
sebanyak 6-8 sendok dengan sayur dan lauk didalamnya.
Pasien suka makan sayur bayam dan tidak ada pantangan makanan.
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan, tidak ada
kesulitan menelan saat makan,tidak menggunakan alat bantu
dalam makan.
5. Eliminasi: Urine Dan Feses
Eliminasi Feses
Sebelum sakit biasanya pasien BAB 2 hari 1x setiap pagi.
Konsistensi feses semi padat, warna kuning kecoklatan, bau khas.
Selama sakit pasien BAB sudah 2x. Konsistensi feses semi padat,
warna kuning kecoklatan, bau khas dan tidak menggunakan pencahar.
Eliminasi Urine
Sebelum sakit pasien BAK sekitar 5–7x sehari ±1.350cc, warna
kuning jernih, bau khas.
Selama sakit pasien BAK sekitar 5–7x sehari ±1.250cc, warna
kuning jernih, bau khas.Pasien tidak menggunakan alat bantu dalam
miksi.
6. Kebutuhan Oksigensai Dan Karbondioksida
Pernafasan
Sebelum sakit pasien tidak mengalami kesulitan bernafas.
Selama sakit pasien mengalami kesulitan bernafas, bunyi nafas
ronchi (-/+) diparu-paru kanan suara nafas terdengar jauh, dypsnea
51

(+), terlihat retraksi intercosta. Untuk mengatasi masalah pernafasan


biasanya pasien duduk dan menghela nafas panjang. Pasien
menggunakan O2 canul3ℓ/menit. Posisi yang nyaman bagi pasien
adalah semi fowler miring ke kanan. Pasien tidak terbiasa merokok.
Sebelumnya pasien belum pernah dirawat dengan gangguan
pernafasan dan tidak menpunyai riwayat gangguan pernafasan.
7. Kardiovaskuler
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak cepat lelah.
Selama sakit pasien mengatakan cepat lelah saat beraktivitas.
Saat ini pasien tidak mendapatkan pengobatan untuk penyakit
jantung dan tidak menggunakan alat pacu jantung.
8. Personal Hygine
Sebelum sakit pasien mandi 3x sehari dengan menggunakan
sabun, sikat gigi 2x sehari menggunakan odol pada pagi dan sore
hari, pasien keramas 3x seminggu menggunakan shampoo.
Selama sakit pasien hanya sibin pagi dan sore dibantu keluarga,
gosok gigi 2x sehari.
9. Sex
Pasien berjenis kelamin perempuan dengan satu suami dan mempunyai
dua anak perempuan.
10. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1. Psikologi
Pasien mengatakan sangat sedih dengan keadaanya saat ini, tetapi
dengan dukungan keluarga pasien menjadi kuat dan optimis
untuk sembuh.

2. Hubungan Sosial
Untuk saat ini pasien sangat dekat dengan suaminya, pasien
menceritakan semua masalah yang dialaminya kepada
suaminya. Pasien juga aktif dalam kegiatan masyarakat.
52

3. Spiritual
Pasien menganut Agama Islam, saat kondisi sakit seperti saat ini
pasien mengalami gangguan dalam menjalankan ibadah, tetapi
pasien tetap melakukan sholat lima waktu dalam posisi setengah
duduk.
4. Pengetahuan
Pasien sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya, sudah
mengerti tentang penyebab dan dampak dari penyakitnya.

5. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
1. Kesadaran : CM (Compos Metis)
GCS : 15 E4 V5 M6
2. Kondisi secara umum : Cukup
3. Tanda-tanda vital :
TD : 120/70 mmHg S : 364 oC
N : 84x/menit RR : 30x/menit
4. Pertumbuhan fisik :
TB: 153 cm
BB: 47 kg
Postur tubuh ideal
5. Keadaan kulit : warna kulit sawo matang, turgor kulit
elastis, tidak ada kelainan kulit, terdapat luka bekas mastektomi dibagian
dada sebelah kanan

6. Pemerikasaan Cepalo Kaudal


1. Kepala
1. Bentuk : Mesosepal, keadaan kulit lembab,
pertumbuhan rambut tidak merata, rambut rontok dan sebagian beruban,
keadaan kulit kepala bersih.
53

2. Mata : Bersih, simetris, penglihatan jelas, pupil isokor


2mm, reflek cahaya baik, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
3. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, fungsi
pendengaran menurun, tidak ada nyeri telinga.
4. Hidung : Fungsi penciuman normal, tidak ada polip,
tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, terpasang O2 canul 3ℓ/menit, ada
pernafasan cuping hidung.
5. Mulut : Kemampuan bicara baik, mukosa lembab, gigi
sudah ada yang tanggal, kebersihan mulut kurang terjaga.
6. Leher
Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
peningkatan JVP, tidak ada gangguan menelan.
7. Dada
Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk dada seperti burung (dada menonjol ke
depan), gerakan dada asimetris dimana dada kanan
tertinggal saat bernafas,terlihat retraksi intercosta.
Palpasi : Vokal fremitus dada kanan menurun,ada nyeri tekan
pada dada sebelah kanan.
Perkusi : Suara sonor pada paru kiri dan dullnes pada paru
kanan.
Auskultasi : Ada suara ronchi (-/+) diparu-paru kanan suara nafas
terdengar jauh.
Jantung
Inspeksi : Tidak terlihat ictus cordis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : S1-S2 murni reguler
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, warna kulit merata
54

Auskultasi : Bising usus 10x/menit


Perkusi : Bunyi tympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, supel, tidak ada massa
9. Genetalia, Anus Dan Rektum
Inspeksi : Genetalia bersih, tidak terpasang alat bantu
DC, tidak ada kelainan genital.
Palpasi : Tidak teraba penumpukan urine
10. Ekstermitas
Atas : Anggota gerak atas lengkap, tidak ada kelainan
jari, tidak ada edema, gerakan tangan kanan
lemah, terpasang infus D5% 20 tpm di tangan
kiri sejak tanggal 07 Juni 2014 keadaan bersih,
tidak ada tanda plebitis, kekuatan otot 3/5.
Bawah : Anggota gerak bawak lengkap, tidak ada
kelainan jari, tidak ada edema, simetris,
pergerakan terkoordinasi, kekuatan otot5/5.
3 5
5 5

Keterangan:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Hanya ada kontraksi otot
2 : Hanya bisa bergerak pronasi dan supinasi
3 : Bisa melawan gravitasi dan tanpa tahanan minimal
4 : Bisa melawan gravitasi dengan tahanan minimal
5 : Bisa melawan gravitasi dengan tahanan maksimal
55

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 07 Juni 2014 jam 15:03
Tabel 3.3. Pemeriksaan Kimia Klinik
Chemistry Results Units Ref Range
Low Normal Hight
BUN 8,4 mg/dL
7,0 – 18,0
CREA 0,05 mg/dL
AST 26,3 UI/L 0,60 –1,30
ALT 7,5 UI/L
7,0 – 24,0
TP 6,64 g/dL
ALB 2,98 g/dL 7,0 – 32,0
6,40 – 8,30
3,50 – 5,00

Tabel 3.4. Pemeriksaan Kimia Klinik


Calculated Values Results Units Ref Remaks
Range
GLOBULIN 3,7 mg/dL 2,9 – 3,3 HIGHT
UREUM 18,0 mg/dL 17,0 –
43,0
56

Tanggal 07 Juni 2014 jam 15:13


Tabel 3.5. Pemeriksaan Darah Rutin
Result Unit Normal Range
WBC 7,5 103/µL 4,8 – 10,8
RBC 4,23 106/µL 4,2 – 5,4
HGB 10,5 – g/dL 12 – 16
HCT 33,2 – % 37 – 47
MCV 78,5 – fL 81 – 99
MCH 24,8 – fL 27 – 31
MCHC 31,6 – fL 33 – 37
PLT 507 + 103/µL 150 – 450
RDW 44,1 fL 35 – 47
PDW 8,7 – fL 9 – 13
MPV 7,9 fL 7,2 – 11,1
P-LCR 10,4 – % 15 – 25

Differential
LYM% 12,2 – % 19 – 48
MXD% 9,8 + % 0–8
NEUT% 78,0 + % 40 – 74
LYM% 0,9 – 103/µL 1 – 3,7
MXD# 0,7 103/µL 0 – 1,2
NEUT# 5,9 103/µL 1,5 – 7

Rongent Thorax tanggal 07 Juni 2014


Hasil :
1. Efusi pleuradextra masif.
2. Besar cor tak valid dinilai.
57

3. TERAPI YANG DIBERIKAN


Tabel 3.6. Terapi Obat
Hari/ Tanggal Terapi
Senin, 09 Juni 2014 1. Infus: D5% 20 tpm
2. Drip Etaphylline 5 ml dalam
D5% / 8 jam
3. Obat Oral : Ambroxol 30mg/ 8
jam

Selasa, 10 Juni 2014 4. Infus: D5% 20 tpm


5. Injeksi : Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
6. Drip Etaphylline 5 ml dalam
D5% / 8 jam
7. Obat Oral : Ambroxol 30mg/ 8
jam

Rabu, 11 Juni 2014 8. Infus : D5% 20 tpm


9. Injeksi : Ceftriaxone 1gr/ 12 jam
10. Drip Etaphylline 5 ml dalam
D5% / 8 jam
11. Obat Oral : Ambroxol 30mg/ 8
jam

Tindakan medis yang sudah dilakukan:


12. Punksi pleura tanggal 10 Juni 2014
13. Hasil : cairan pleura yang keluar ±2000cc, berwarna coklatkekuningan dan
jernih. Belum ada PA dari hasil punksi pleura.
58

14. ANALISA DATA


Tabel 3.7. Analisa Data
Hari/ MASALAH
N
Tg DATA ETIOLOGI KEPERAWATA
O
l N
1 Senin DS : Pasien mengatakan kadang Sekresi yang Ketidakefektifan
09 batuk dengan sputum keluar tertahan bersihan jalan
Juni sedikit berwarna putih nafas
2014 kekuningan dan konsistensi
sedikit kental.
DO : suara nafas ronchi (-/+),
dypsnea (+), pernafasan cepat
dan dangkal, TD : 120/70
mmHg, S : 364 oC, N :
84x/menit, RR : 30x/menit.
2 Senin DS : Pasien mengatakan sesak Gangguan Ketidakefektifan
09 nafas. pengemb pola nafas
Juni DO : Pernafasan cepat dan angan
2014 dangkal, terlihat retraksi paru
intercosta, dypsnea (+),ada
pernafasan cuping hidung,
menggunakan otot
aksesorius untuk bernafas,
posisi semi fowler miring
ke kanan, TD : 120/70
mmHg, S : 364 oC, N :
84x/menit, RR : 30x/menit.
Ro: Efusi pleura dextra
masif
3 Senin DS : Pasien mengatakan dadanya Agen cedera Nyeri akut
59

09 terasa nyeri karena biologis:


Juni penumpukan cairan pleura, Inflamasi
2014 nyeri seperti ditekan-tekan, pleura
nyeri dibagian dada, skala 5
dan muncul saat pasien
batuk.
DO: Pasien tampak menahan
nyeri, nafas cepat dan
dangkal, TD : 120/70 mmHg,
S : 364 oC, N : 84x/menit, RR
: 30x/menit. Ro: Efusi pleura
dextra masif
4 Senin DS : Pasien mengatakan tidur Dypsnea Deprivasi tidur
09 selama ±5 jam, pasien sering
Juni terbangun pada malam hari
2014 karena sesak nafas dan
dadanya ampek.
DO : Pasien tampak lesu dan
mengantuk, TD : 120/70
mmHg, S : 364 oC, N :
84x/menit, RR : 30x/menit.
5 Senin DS : Pasien mengatakan badannya Ketidakseimb Intoleransi
09 letih dan lemah, setiap angan aktivitas
Juni melakukan aktivitas dibantu antara
2014 oleh keluarga/ perawat suplai dan
seperti makan, minum, kebutuha
mandi, dan berpakaian, sesak n oksigen
nafas setelah beraktivitas.
DO : Pasien tampak lemah,
pasien terbaring di bempat
60

tidur dengan posisi semi


fowler, ADL dibantu
keluarga/ perawat, TD :
120/70 mmHg, S : 364 oC, N
: 84x/menit, RR :
30x/menit.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi v
Berpakaian/ v
berdandan
Mobilisasi di v
tempat tidur
Pindah v
Ambulasi v
Makan/ minum v
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : Perlu dibantu orang lain
3 : Perlu dibantu orang lain dan
alat
4 : Tergantung
6 Selasa DS : - Pertahanan Resiko infeksi
10 DO : Terdapat luka tusuk dibagian tubuh
Juni yang telah dilakukan punksi primer
2014 pleura. yang
tidak
adekuat

15. PRIORITAS MASALAH


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
61

2. Ketidakefektifan pola nafas tidak berhubungan dengan gangguan


pengembangan paru.
3. Nyeri akut berhubungan denganagen cedera biologis: Inflamasi pleura.
4. Deprivasi tidur berhubungan dengan dypsnea.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.

7. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 3.8. Rencana Keperawatan
N Tgl Dx NOC NIC
o
1 Seni Ketidakefektif Setelah dilakukan Airway Suction
n an bersihan tindakan 11. Pastikan
, jalan nafas keperawatan selama kebutuhan oral/
09/0 berhubung 3 x 24 jam tracheal suctioning
6 an dengan diharapkan jalan 12. Auskultasi suara
/ sekresi nafas kembali nafas sebelum dan
2 yang efektif. sesudah suctioning
0 tertahan Kriteria Hasil : 13. Informasikan
1 8. Mendemonstrasikan kepada pasien dan
4 batuk efektif dan keluarga tentang
suara nafas yang suction
bersih, tidak ada 14. Minta pasien
sianosis dan dypsnea nafas dalam sebelum
(mampu suctioning dilakukan
mengeluarkan 15. Berikan O2
sputum, mampu menggunakan nasal
bernafas dengan untuk memfasilitasi
62

mudah, tidak ada suction nasotrakeal


pursed lips) 16. Gunakan alat
9. Menunjukkan jalan yang steril setiap
nafas yang paten melakukan tindakan
(pasien tidak merasa 17. Anjurkan pasien
tercekik, irama untuk istirahat dan
nafas, frekuensi nafas dalam setelah
pernafasan dalam kateter dikeluarkan
rentang normal, dari nasotrakeal
tidak ada suara nafas 18. Monitor ststus
abnormal) oksigen pasien
10. Mampu 19. Ajarkan keluarga
mengidentifikasikan melakukan suction
dan mencegah faktor 20. Hentikan suction
yang dapat dan berikan oksigen
menghambat jalan apabila pasien
nafas. menunjukkan
bradikardi,
peningkatan saturasi
O2, dll.
Airway Management
21. Observasi TTV
22. Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin
lift atau jaw trush bila
perlu
23. Posisikan semi fowler
untuk
memaksimalkan
ventilasi
63

24. Identifikasi pasien


perlunya pemasangan
alat bantu nafas
25. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
26. Anjurkan banyak
istirahat
27. Ajarkan batuk efektif
28. Anjurkan banyak
minum hangat
29. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
30. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
31. Monitor status
respirasi dan O2
32. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
33. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian obat

2 Seni Ketidakefektif Setelah dilakukan Airway management


n an pola tindakan 37. Observasi TTV
, nafas tidak keperawatan selama 38. Buka jalan nafas,
09/0 berhubung 3 x 24 jam gunakan teknik chin
6 an dengan diharapkan pasien lift atau jaw trush bila
64

/ gangguan mampu perlu


2 pengemban mempertahankan 39. Kaji pola nafas
0 gan paru. pola nafas yang pasien
1 efektif. 40. Posisikan semi
4 Kriteria Hasil : fowler untuk
34. Mendemonstrasik memaksimalkan
an batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang 41. Motivasi pasien
bersih, tidak ada untuk nafas dalam
sianosis dan dypsnea 42. Kolaborasi
(mampu dengan dokter untuk
mengeluarkan tindakan punksi
sputum, mampu pleura pemberian obat
bernafas dengan Terapi oksigen
mudah, tidak ada 43. Berikan O2 sesuai
pursed lips) kebutuhan
35. Menunjukkan 44. Pertahankan jalan
jalan nafas yang nafas yang paten
paten (pasien tidak 45. Atur peralatan
merasa tercekik, oksigenasi
irama nafas, 46. Monitor aliran
frekuensi pernafasan oksigen
dalam rentang 47. Pertahankan
normal, tidak ada posisi pasien
suara nafas 48. Observasi adanya
abnormal) tanda hipoventilasi
36. Tanda-tanda vitalVital sign monitoring
dalam rentang 49. Monitor TTV
normal (tekanan 50. Catat adanya
darah, nadi, fluktasi tekanan darah
65

respirasi) 51. Monitor TTV saat


TD: 120/80 mmHg, S: pasien berbaring,
36-375 0C, N: 60- duduk.
100x/menit, RR: 16- 52. Auskultasi TD
24x/menit. pada kedua lengan
dan bandingkan
53. Monitor kualitas
nadi
54. Monitor frekuensi
dan irama nafas
55. Monitor suara
paru
56. Monitor pola
pernafasan abnormal
57. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
58. Monitor adanya
sianosis
59. Monitor adanya
cushing triad (TD
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
60. Identifikasi
penyebab dari
perubahan TTV

3 Seni Nyeri akut Setelah dilakukan Paint management


n berhubung tindakan 65. Observasi TTV
, an dengan keperawatan selama 66. Lakukan
66

09/0 agen 3 x 24 jam pengkajian nyeri


6 cedera diharapkan nyeri secara komperehensif
/ biologis: berkurang. termasuk lokasi,
2 Inflamasi Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
0 pleura. 61. Mampu frekuensi, kualitas,
1 mengontrol nyeri dan faktor presipitasi
4 (tahu penyebab 67. Observasi reaksi
nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi 68. Gunakan teknik
untuk mengurangi komunikasi terapeutik
nyeri, mencari untuk mengetahui
bantuan) pengalaman nyeri
62. Melaporkan pasien
bahwa nyeri 69. Kaji kultur yang
berkurang dengan mempengaruhi respon
menggunakan nyeri
manajemen nyeri 70. Evaluasi
63. Mampu pengalaman nyeri
mengenali nyeri masa lampau
(skala, intensitas, 71. Evaluasi bersama
frekuensi, dan tanda pasien dan tim
nyeri) kesehatan lain tentang
64. Menyatakan rasa ketidakefektifan
nyaman setelah kontrol nyeri masa
nyeri berkurang lampau
72. Batu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
67

dukungan
73. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
74. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
75. Anjurkan banyak
istirahat
76. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
77. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
78. Kolaborasi
dengan dokter
pemberian analgesik/
antibiotik
79. Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
80. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
81. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
68

dosis dan frekuensi


82. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgetik ketika
pemberian lebih dari
satu
83. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
84. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
85. Berikan analgetik
tepat waktu
86. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda gejala
4 Seni Deprivasi tidur Setelah dilakukan 91. Kaji pola tidur pasien
n berhubung tindakan 92. Jelaskan pentingnya
, an dengan keperawatan selama tidur yang adekuat
09/0 dypsnea. 3 x 24 jam 93. Ciptakan lingkungan
6 diharapkan yang nyaman bagi
/ kebutuhan istirahat pasien dengan
2 tidur pasien membatasi
0 terpenuhi. pengunjung
1 Kriteria Hasil : 94. Fasilitasi untuk
4 87. Pasien tidak mempertahankan
mengalami keletihan aktivitas sebelum
dan kelemahan tidur
69

88. Pasien dapat tidur 95. Motivasi pasien untuk


nyenyak ±7-8 jam banyak istirahat tidur
89. Tidak terjaga saat 96. Posisikan semi fowler
tidur 97. Berikan O2 sesuai
90. Mampu kebutuhan
mengidentifikasikan 98. Diskusikan dengan
hal-hal yang keluarga dan pasien
meningkatkan tidur tentang teknik tidur
pasien
99. Kolaborasi pemberian
obat tidur
100. Intruksikan untuk
memonitor tidur
pasien
101. Monitor waktu
makan dan minum
dengan waktu tidur
102. Monitor/ catat
kebutuhan tidur
pasien setiap hari dan
jam

5 Seni Intoleransi Setelah dilakukan Activity Therapy


n aktivitas tindakan 109. Kaji kebiasaan
, berhubung keperawatan selama pasien dalam
09/0 an dengan 3 x 24 jam beraktivitas
6 ketidaksei diharapkan suplai 110. Kolaborasikan
/ mbangan O2 terpenuhi dan dengan tenaga
2 antara pasien memenuhi rehabilitasi medik
0 suplai dan ADL secara dalam merencanakan
70

1 kebutuhan mandiri. program terapi yang


4 oksigen. Kriteria Hasil : tepat
103. Berpartisipasi 111. Bantu pasien
dalam aktivitas fisik untuk
tanpa disertai mengidentifikasi
peningkatan TTV aktivitas yang mampu
104. Mampu dilakukan
melakukan ADL 112. Bantu pasien
secara mandiri memilih aktivitas
105. Level kelemahan yang sesuai dengan
menurun kemampuan fisik,
106. Mampu psikologi, sosial
berpindah: dengan 113. Jelaskan pada
atau tanpa bantuan pasien tentang
107. Sirkulasi status pentingnya mobilisasi
baik 114. Bantu pasien
108. Status respirasi: memenuhi ADL
pertukaran gas dan 115. Bantu untuk
ventilasi adekuat mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
116. Bantu pasien/
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
117. Libatkan keluarga
untuk perawatan
pasien
118. Sediakan
penguatan positif bagi
71

yang aktif beraktivitas


119. Bantu pasien
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
120. Monitor respon
fisik, emosi, sosial,
dan spiritual

6 Sela Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol Infeksi


s berhubung tindakan 124. Bersihkan
a an dengan keperawatan selama lingkungan setelah
10/0 pertahanan 3 x 24 jam dipakai pasien
6 tubuh diharapkan tidak 125. Pertahankan
/ primer ada tanda-tanda teknik isolasi
2 yang tidak infeksi. 126. Batasi
0 adekuat. Kriteria Hasil: pengunjung bila perlu
1 121. Bebas dari tanda dan 127. Intruksikan
4 gejala infeksi pengunjung untuk
122. Menunjukkan mencuci tangan saat
kemampuan untuk berkunjung dan
mencegah timbulnya setelah berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
123. Menunjukkan 128. Gunakan sabun
perilaku hidup sehat antimikroba untuk
cuci tangan
129. Cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
130. Gunakan baju,
72

sarung tangan sebagai


alat pelindung
131. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
132. Ganti letak IV
periver dan line
central dan dresing
sesuai dengan
petunjuk umum
133. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
134. Tingkatkan intake
nutrisi
135. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Proteksi Terhadap Infeksi
136. Monitor tanda
dan gejala infeksi
137. Monitor hitung
granulosit, WBC
138. Monitor
kerentanan terhadap
infeksi
139. Batasi
pengunjung
140. Pertahankan
73

teknik aseptik pada


pasien beresiko
141. Pertahankan
teknik isolasi jika
perlu
142. Gunakan teknik
aseptik untuk
perawatan luka
143. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
144. Inspeksi kondisi
luka
145. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
146. Dorong masukan
cairan
147. Dorong istirahat
148. Instruksikan
pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
149. Ajarkan pasien
dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
150. Ajarkan cara
menghindari infeksi
151. Laporkan
kecurigaan infeksi
152. Laporkan kultur
positif
74

153. IMPLEMENTASI
Tabel 3.9. Implementasi
Hari/ No. Implementasi Respon TTD
Tgl/ DP
Jam
Senin, 1/2/ Mencuci tangan Untuk pencegahan
09-06- 3 Memperkenalkan diri INOS
14 / Menjelaskan tujuan Pasien kooperatif
08.00 4 Melakukan kontrak Pasien kooperatif
/ Melakukan verbeden Pasien kooperatif
5 Melakukan pengkajian Pasien kooperatif
Pasien kooperatif
Mengobservasi KU pasien
Mengkaji TTV KU : baik
TD:120/70 mmHg
S : 364 oC
1/2/ N : 84x/menit
3 RR : 30x/menit
/ Mengkaji pola nafas pasien
4 Pola nafas dypsnea
/ Mengkaji karakteristik nyeri
5 P : karena penumpukan
cairan di pleura
Q : seperti ditekan-
tekan
R : dada sebelah kanan
1/2 S : skala 5
T : muncul saat batuk
3
75

08.30 1/2 Menganjurkan pasien posisi Pasien mengikuti


semi fowler anjuran perawat

4 Mengkaji pola tidur pasien Pasien tidur ±5 jam tiap


malam, selalu
terbangun karena
sesak nafas
2 Melakukan kolaborasi
dengan dokter untuk Punksi pleura akan
dilakukan punksi pleura dilakukan hari
Selasa, 10 Juni 2014
jam 10.00
10.00 1/2 Memberikan O2 3ℓ/menit Pasien kooperatif
/
3 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
1/2 D5% 20 tpm terjadi alergi
11.15 1/2 Memonitor frekuensi dan RR : 30x/menit
/ kedalaman nafas N : 84x/menit
3
Menciptakan lingkungan Lingkungan aman dan
yang aman dan nyaman nyaman
4 bagi pasien
12.30 2/3 Mengajarkan teknik Pasien kooperatif
relaksasi nafas dalam
14.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg
14.30 4 Memotivasi pasien untuk Pasien kooperatif
tidur
15.30 5 Menyiapkan peralatan untuk Baskom, air hangat,
76

membantu pasien mandi sabun, handuk


Menjaga privasi pasien sudah siap
dengan menutup tirai Tirai dalam keadaan
tertutup untuk
Membantu pasien menjaga privasi
memenuhi ADL; pasien
memandikan ditempat Pasien mau dibantu
tidur, berpakaian, dalam ADL
menyisir rambut
17.50 1/2/ Memonitor TTV (*) TD: 120/80mmHg
3 S : 364 0C
/ N : 84x/menit
4 RR : 26x/menit
/
5
18.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
D5% 20 tpm (*) terjadi alergi
21.00 4 Memotivasi pasien untuk Pasien kooperatif
tidur (*)
22.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk oer oral
30 mg (*)
02.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
D5% 20 tpm (*) terjadi alergi
05.00 5 Menganjurkan keluarga Keluarga kooperatif
untuk membantu pasien
mandi (*)
05.30 1/2/ Memonitor TTV (*) TD: 110/80mmHg
3 S : 361 0C
77

/ N : 84x/menit
4 RR : 28x/menit
/
5
06.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg (*)
Selasa, 1/2/ Mencuci tangan Untuk pencegahan
10-06- 3 Mengobservasi KU pasien INOS
14 / Mengukur TTV KU : baik
08.00 4 TD:110/80 mmHg
/ S : 363 0C
5 N : 88x/menit
RR : 32x/menit
Melakukan verbeden
Pasien kooperatif

5
08.15 1/2 Mempertahankan pasien Pasien kooperatif
dalam posisi semi
fowler
1 Pola nafas dypsnea
Memonitor pola nafas
1/2 pasien Pasien kooperatif
/
3 Memonitor pemakaian
O2canul 3ℓ/menit
10.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus
D5% 20 tpm dan tidak terjadi alergi
78

1/2
/ Memberikan injeksi Obat masuk IV dan
6 ceftriaxone 1 gr tidak terjadi alergi

Memberikan edukasi untuk Pasien mengerti dan


2 dilakukan punksi pleura paham tentang
tujuan dilakukannya
punksi pleura
10.15 2 Membantu dalam tindakan Cairan pleura yang
punksi pleura oleh keluar ±2000cc,
dokter berwarna coklat
kekuningan dan
jernih
6
Merawat bekas tusukan Pasien kooperatif dan
punksi dengan teknik luka tertutup kasa
2 steril. steril

Mengevaluasi TTV setelah TD:120/80 mmHg


dilakukan punksi pleura S : 362 0C
N : 88x/menit
RR : 22x/menit
12.30 2/3 Mengajarkan teknik Pasien kooperatif
relaksasi nafas dalam

1 Mengajarkan pasien untuk Pasien kooperatif


batuk efektif

1 Melakukan kolaborasi Sputum keluar sedikit


dengan rehab medik berwarna putih
79

untuk dilakukan kekuningan


fisioterapi dada konsistensi sedikit
kental
1
Menganjurkan pasien untuk Pasien kooperatif
minum hangat
14.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg
14.15 5 Menjelaskan pentingnya Pasien mengerti tentang
mobilisasi pentingnya
mobilisasi
4 Menganjurkan pasien untuk
tidur Pasien kooperatif
15.30 5 Membantu pasien Pasien mau dibantu
memenuhi ADL; dalam ADL
memandikan ditempat
tidur, berpakaian (*)
17.50 1/2/ Memonitor TTV (*) TD: 110/70mmHg
3 S : 362 0C
/ N : 86x/menit
4 RR : 22x/menit
/
5
/
6
18.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
D5% 20 tpm (*) terjadi alergi
21.00 4 Memotivasi pasien untuk Pasien kooperatif
tidur (*)
80

22.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk oer oral


30 mg (*)
1/2/ Memberikan injeksi Obat masuk IV dan
6 ceftriaxone 1 gr (*) tidak terjadi alergi
02.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
D5% 20 tpm (*) terjadi alergi
05.00 5 Menganjurkan keluarga Keluarga kooperatif
untuk membantu pasien
mandi (*)
05.30 1/2/ Memonitor TTV (*) TD: 100/70mmHg
3 S : 361 0C
/ N : 88x/menit
4 RR : 24x/menit
/
5
/
6
06.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk oer oral
30 mg (*)
Rabu, 1/2/ Mencuci tangan Untuk pencegahan
11-06- 3 Mengobservasi KU pasien INOS
14 / Mengukur TTV KU : baik
08.00 4 TD:110/70 mmHg
/ S : 363 0C
5 N: 84x/menit
/ RR : 22x/menit
6 Melakukan verbeden
Pasien kooperatif
81

5
08.15 1/2 Mempertahankan pasien Pasien mengikuti
dalam posisi semi anjuran perawat
fowler
1 Pola nafas dypsnea
Memonitor pola nafas
pasien
10.00 1/2 Memonitor status O2 Pasien kooperatif
/ 3ℓ/menit
3
Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
1/2 D5% 20 tpm terjadi alergi

Memberikan injeksi Obat masuk IV dan


1/2 ceftriaxone 1 gr tidak terjadi alergi
/
6
Mengobservasi bekas luka Tidak ada tanda infeksi
pada tusukan punksi

6 Melakukan perawatan luka Pasien kooperatif,


bekas tusukan punksi keadaan luka bersih,
pleura tidak ada tanda
6 infeksi

Melakukan kolaborasi Sputum keluar sedikit


82

dengan rehab medik berwarna putih


1 untuk dilakukan kekuningan
fisioterapi dada konsistensi sedikit
kental
12.30 2/3 Menganjurkan pasien untuk Pasien kooperatif
teknik relaksasi nafas
dalam
1 Pasien kooperatif
Menganjurkan pasien untuk
batuk efektif
1 Pasien kooperatif
Menganjurkan pasien untuk
minum hangat
14.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg
14.30 5 Memotivasi keluarga untuk Keluarga kooperatif
selalu membantu ADL
pasien
4 Pasien kooperatif
Menganjurkan pasien cukup
istirahat dan tidur
17.50 1/2/ Memonitor TTV (*) TD: 110/80mmHg
3 S : 362 0C
/ N : 84x/menit
4 RR : 22x/menit
/
5
/
6
18.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
83

etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak


D5% 20 tpm (*) terjadi alergi
21.00 4 Memotivasi pasien untuk Pasien kooperatif
tidur (*)
22.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg (*)

1/2/ Memberikan injeksi Obat masuk IV dan


6 ceftriaxone 1 gr (*) tidak terjadi alergi
02.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
D5% 20 tpm (*) terjadi alergi
05.00 5 Menganjurkan keluarga Keluarga kooperatif
untuk membantu pasien
mandi (*)
05.30 1/2/ Memonitor TTV (*) TD: 100/70mmHg
3 S : 361 0C
/ N : 88x/menit
4 RR : 24x/menit
/
5
/
6
06.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg (*)
Keterangan: (*) dilakukan oleh mitra kerja
84

154. EVALUASI
Tabel 3.10. Evaluasi
Hari/ No. Evaluasi TTD
Tgl/Jam DP
Senin, 1 S : Pasien mengatakan masih sesak nafas dan batuk-
09-06- batuk.
14 O : Pasien nampak batuk-batuk, terpasang O2, sputum
14.00 keluar sedikit berwarna putih kekuningan dan
konsistensi sedikit kental.3ℓ/menit, ronchi (-/+),
dypsnea (+), TD : 110/80 mmHg, S : 365 oC, N :
82x/menit, RR : 28x/menit
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
155. Kolaborasi dengan rehab medik untuk fisioterapi
dada
Senin, 2 S : Pasien mengatakan dadanya sesek dan ampek.
09-06- O : Terpasang O2 3ℓ/menit, pernafasan cepat dan
14 dangkal, terlihat retraksi intercosta, dypsnea (+), TD
14.00 : 110/80 mmHg, S : 365 oC, N : 82x/menit, RR :
28x/menit
A : Ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
156. Menganjurkan pasien untuk melakukan nafas
dalam
157. Kolaborasi dokter ahli paru untuk melakukan
punksi pleura
Senin, 3 S : Pasien mengatakan dada masih nyeri.
09-06- O : Pasien tampak lemah, ekspresi wajah tampak
14 menahan nyeri, skala nyeri 5, terpasang O2 3ℓ/menit,
14.00 TD : 110/80 mmHg, S : 365 oC, N : 82x/menit, RR :
85

28x/menit
A : Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
158. Anjurkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi yang telah diajarkan
Senin, 4 S : Pasien mengatakan tidur selama ±5 jam, sering
09-06- terbangun pada malam hari karena sesak nafas,
14 selama diberi asuhan keperawatan selama jam 07.00-
14.00 14.00 pasien mau menuruti anjuran perawat.
O : Pasien tampak ngantuk, mata sedikit merah, TD :
110/80 mmHg, S : 365 oC, N : 82x/menit, RR :
28x/menit
A : Deprivasi tidur belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
159. Ciptakan lingkungan yang nyaman
160. Motivasi pasien banyak istirahat
161. Pertahankan posisi semi fowler
Senin, 5 S : Pasien mengatakan badannya lemah
09- O : Pasien bedrest, posisi semi fowler miring ke kanan,
06- aktivitas dibantu, RR : 28x/menit, N : 82x/menit
14 A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
14.00 P : Lanjutkan intervensi
162. Libatkan keluarga dalam ADL
Selasa, 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk sedikit
10-06- berkurang.
14 O : Pasien nampak sedikit rileks, sputum sedikit
14.00 berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit
kental, terpasang O2 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg,
S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 22x/menit
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
86

163. Monitor suara nafas


Selasa, 2 S : Pasien mengatakan sesek dan ampek sedikit
10-06- berkurang setelah dilakukan punksi.
14 O : Terpasang O2 3ℓ/menit, pernafasan cepat dan
14.00 dangkal, pasien tampak sedikit rileks, hasil punksi:
cairan pleura yang keluar ±2000cc, berwarna coklat
kekuningan dan jernih, TD : 110/70 mmHg, S : 364
o
C, N : 84x/menit, RR : 22x/menit
A : ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
164. Pertahankan posisi semi fowler
165. Anjurkan pasien tetap menggunakan O2
3ℓ/menit
Selasa, 3 S : Pasien mengatakan nyeri sedikit berkurang
10- O : Pasien tampak rileks, skala nyeri 4, terpasang O2
06- 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg, S : 364 oC, N :
14 84x/menit, RR : 22x/menit
14.00 A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
166. Edukasi pasien mengatasi nyeri dengan teknik
non farmakologis selain relaksasi nafas dalam
Selasa, 4 S : Pasien mengatakan tidurnya semalam sudah sedikit
10-06- nyenyak walaupun masih sering terbangun, tidur ±5-
14 6jam.
14.00 O : Pasien tampak lebih segar, TD : 110/70 mmHg, S :
364 oC, N : 84x/menit, RR : 22x/menit
A : Deprivasi tidur teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
167. Ciptakan lingkungan yang nyaman
168. Motivasi pasien banyak istirahat
169. Pertahankan posisi semi fowler
Selasa, 5 S : Pasien mengatakan lemah sedikit berkurang
10- O : Pasien bedrest, posisi semi fowler miring ke kanan,
87

06- aktivitas dibantu sebagian, sudah bisa makan sendiri,


14 RR : 22x/menit, N : 84x/menit
14.00 A : Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
170. Libatkan keluarga dalam ADL
Selasa, 6 S:-
10- O : Tidak ada tanda-tanda infeksi, luka bersih, TD :
06- 110/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR :
14 22x/menit
14.00 A : Resiko infeksi teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
171. Monitor tanda-tanda infeksi
172. Lakukan perawatan luka setiap 2 hari sekali
173. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rabu, 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk berkurang
11-06- O : Pasien nampak lebih rileks, sputum sedikit
14 berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit
14.00 kental, terpasang O2 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg,
S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
174. Monitor suara nafas
Rabu, 2 S : Pasien mengatakan sesek dan ampek berkurang.
11- O : Terpasang O2 3ℓ/menit, pasien tampak lebih rileks,
06- belum ada PA dari hasil punksi pleura karena reagen
14 tidak bisa diuji, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N :
14.00 82x/menit, RR : 22x/menit
A : Ketidakefektifan pola nafas teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
175. Pertahankan posisi semi fowler
176. Anjurkan pasien tetap menggunakan O2
88

3ℓ/menit
Rabu, 3 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
11- O : Pasien tampak rileks, skala nyeri 2, terpasang O2
06- 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N :
14 82x/menit, RR : 22x/menit
14.00 A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
177. Edukasi pasien mengatasi nyeri dengan teknik
non farmakologis selain relaksasi nafas dalam
Rabu, 4 S : Pasien mengatakan tidurnya semalam sudah sedikit
11- nyenyak walaupun masih sering terbangun, tidur ±6
06- jam.
14 O : Pasien tampak lebih segar, TD : 110/70 mmHg, S :
14.00 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit
A : Deprivasi tidur teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
178. Ciptakan lingkungan yang nyaman
179. Motivasi pasien banyak istirahat
180. Pertahankan posisi semi fowler

Rabu, 5 S : Pasien mengatakan lemah sudah berkurang


11- O : Aktivitas dibantu, pasien sudah bisa makan sendiri,
06- memakai baju sendiri, pasien sudah sering duduk,
14 RR : 22x/menit, N : 82x/menit
14.00 A : Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
181. Libatkan keluarga dalam ADL
Rabu, 6 S:-
11- O : Tidak ada tanda-tanda infeksi, luka bersih, keadaan
06- luka kering, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N :
14 82x/menit, RR : 22x/menit
14.00 A : Resiko infeksi teratasi
89

P : Lanjutkan intervensi
182. Monitor tanda-tanda infeksi
183. Cek AL
90

BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan dari kasus yang diambil dari bab III
tentang asuhan keperawatan pada Ny. P dengan Efusi Pleura Dextra e/c Ca
Mammae di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada
tanggal 09 Juni – 11 Juni 2014.
Pada pembahasan ini, penulis membandingkan antara teori pada BAB
II dengan asuhan keperawatan pada Ny. P umur 51 tahun dengan diagnosa
medis Efusi Pleura Dextra yang dilaksanakan selama 3 hari, mulai dari
tanggal 09 Juni 2014 sampai 11 Juni 2014 di Ruang Melati 4 RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan asuhan
keperawatan sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi:
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi serta dilengkapi
pembahasan dokumentasi keperawatan.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam berfikir kritis dan pengambilan
keputusan yang menghasilkan diagnosa keperawatan. (Judith M. Wilkinson,
Nancy R. Ahren, 2011)
Proses pengkajian menganalisis pola perubahan perilaku klien tentang
ketidakefektifan respons atau respons adaptif yang memerlukan dukungan
perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respons (maladaptif), perawat
melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat
mengumpulkan data tentang stimulus fokal, konstekstual, dan residual yang
berdampak pada klien. Proses ini bertujuan untuk mengklarifikasi penyebab
dari masalah dan mengidentifikasi faktorkontekstual dan residual yang sesuai
(Nursalam, 2008).
Pada saat pengkajian tanggal 09 Juni 2014, penulis menemukan data-
data yang didapat dari Ny. P. Pasien mengeluh sesak nafas dan dada terasa
91

ampek, sesak bertambah bila tidur telentang dan berkurang bila tidur miring
ke kanan, dada terasa nyeri karena penumpukan cairan, nyeri seperti ditekan-
tekan, nyeri dibagian dada, skala 5 dan muncul saat pasien batuk, batuk non
produktif, sputum keluar sedikit berwarna putih kekuningan dan konsistensi
sedikit kental.
Pengkajian biopsikososial didapatkan data, pasien mengatakan
badannya letih dan dalam melakukan aktivitas dibantu oleh keluarga. Pasien
mengatakan tidur selama ±5 jam, pasien sering terbangun pada malam hari
karena sesak nafas dan dadanya ampek. Pada hari kedua pasien dilakukan
tindakan punksi pleura.
Data obyektif yang ditemukan yaitu pernafasan dangkal dan cepat,
terlihat retraksi intercosta, ronchi (-/+), ada pernafasan cuping hidung , TD :
120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit. Hasil rontgen efusi
pleura dextra masif. Pasien tampak lesu, pasien terbaring di bempat tidur
dengan posisi semi fowler miring ke kanan. Kebutuhan sehari-hari dibantu
keluarga. Setelah dilakukan punksi, terdapat luka bekas tusukan tindakan
punksi.
Pada fokus pengkajian efusi pleura untuk dada obyektifnya sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk non
produktif. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada pemeriksaan fisik didapat adanya penggunaan otot bantu
pernafasan, gerakan dada asimetris dimana dada yang sakit tertinggal saat
bernafas, vokal fremitus dada yang sakit menurun, suara dullnes pada paru
yang terkena efusi, suara ronchi terdengar menjauh pada paru yang terkena
efusi. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada pemeriksaan subyektif didapat data dari pasien meliputi nafas
dangkal dan cepat, nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada pada pasien terjadi
karena cairan di rongga pleura dapat menyebabkan sesak nafas. (Arif
Muttaqin, 2008)
92

2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan
yang timbul dari diri sendiri maupun luar (lingkugan). Sifat diagnosis
keperawatan adalah berorientasi pada kebutuhan dasar manusia,
menggambarkan respons individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit,
berubah jika respons individu juga berubah (Nursalam, 2008).
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan nafas. (Amin Huda Nurarif, 2013).
Masalah ini diangkat sebagai prioritas pertama karena jika tidak
ditangani dapat mengkibatkan aspirasi karena adanya sputum yang
menghambat jalan nafas dan apabila tidak ditangani bisa mengakibatkan
kematian.Adapun data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien
mengatakan mengatakan kadang batuk dengan sputum keluar sedikit
berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit kental. Dari data obyektif
didapat suara nafas ronchi (-/+), dypsnea (+), pernafasan cepat dan dangkal,
TD : 120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit. Sesuai
batasan karakteristik menurut Amin Huda Nurarif, 2013 dalam Aplikasi
NANDA NIC-NOC untuk masalah bersihan jalan nafas tidak efektif adalah
sekresi yang tertahan. Ditandai dengan suara nafas ronchi (-/+), dypsnea (+),
pernafasan cepat dan dangkal, produksi sputum. Bersihan jalan nafas menjadi
tidak efektif karena adanya sputum yang tertahan dijalan nafas dan apabila
tidak segera dikeluarkan akan mengakibatkan pernafasan menjadi tidak
adekuat.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pengembangan
paru.Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat. (Herdman T. Heather, 2012).
93

Masalah ini diangkat sebagai prioritas kedua karena jika tidak ditangani
dapat mengkibatkan gangguan pada fungsi pernafasan yaitu suplai O2
berkurang sehingga pernafasan menjadi tidak adekuat.Menurut Abraham
Maslow oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama.Adapun
data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien mengatakan sesak nafas.
Dari data obyektif didapat pernafasan dangkal dan cepat, terlihat retraksi
intercosta, ronchi (-/+), ada pernafasan cuping hidung, penggunaan otot
aksesorius untuk bernafas, posisi semi fowler miring ke kanan, TD : 120/70
mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit. Ro: Efusi pleura dextra
masif.Sesuai batasan karakteristik menurut Herdman T. Heather dalam
NANDA 2012 untuk masalah pola nafas tidak efektif adalah gangguan
pengembangan paru. Ditandai dengan ada pernafasan cuping hidung,
pernafasan dangkal dan cepat, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas,
posisi semi fowler miring ke kanan. Pola nafas menjadi tidak efektif karena
adanya efusi di pleura yang mengakibatkan pengembangan paru tidak
adekuat.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: Inflamasi pleura.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association
for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung <6 bulan. (Herdman T. Heather, 2012).
Masalah ini diangkat sebagai prioritas ketiga karenajika tidak ditangani
pasien akan berhati-hati dalam bernafas karena pengembangan paru yang
tidak maksimal. Adapun data yang mendukung pada masalah ini pasien
mengatakan dadanya terasa nyeri karena penumpukan cairan pleura, nyeri
seperti ditekan-tekan, nyeri dibagian dada kanan, skala 5 dan muncul saat
pasien batuk. Dari data obyektif didapat tampak menahan nyeri, nafas
dangkal dan cepat, TD : 120/70 mmHg, S : 36 4 oC, N : 84x/menit, RR :
94

30x/menit, Ro: Efusi pleura dextra masif. Sesuai dengan batasan karakteristik
menurut Herdman T. Heather dalam NANDA 2012 untuk masalah nyeri akut
adalah agen cedera biologis: Inflamasi pleura. Ditandai dengan frekuensi
nafas meningkat, pasien dalam posisi semi fowler miring ke kanan. Nyeri
timbul karena adanya inflamasi pleura sehingga menyebabkan perbatasan
pengembangan dada.
Deprivasi tidur berhubungan dengan dypsnea.Deprivasi tidur adalah
periode panjang tanpa tidur (“tidur ayam” yang periodik dan alami secara
terus-menerus. (Herdman T. Heather, 2012).
Masalah ini diangkat sebagai prioritas keempat karena jika tidak segera
ditangani akan mengakibatkan kecemasan yang akan mempengaruhi status
pernafasan. Adapun data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien
mengatakan tidur selama ±5 jam, pasien sering terbangun pada malam hari
karena sesak nafas dan dadanya ampek. Dari data obyektif didapat pasien
tampak lesu, TD : 120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit.
Sesuai dengan batasan karakteristik menurut Herdman T. Heather dalam
NANDA 2012 untuk masalah deprivasi tidur adalah dypsnea, karena pada
posisi berbaring pasien selalu mengalami sesak nafas.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi
psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. (Herdman T.
Heather, 2012)
Masalah ini diangkat sebagai prioritas kelima karena pasien tampak
lesu, pasien hanya beraktivitas ditempat tidur, dan dalam aktivitas pasien
dibantu keluarga/ perawat. Jika tidak segera diatasi maka pasien akan
mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas sehingga kebutuhan pasien
harus dibantu. Adapun data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien
mengatakan badannya letih dan setiap melakukan aktivitas dibantu oleh
keluarga/ perawat seperti makan, minum, mandi, dan berpakaian. Dari data
95

obyektif didapat pasien tampak lesu, pasien terbaring di bempat tidur dengan
posisi semi fowler miring ke kanan, nilai ADL 2 (perlu dibantu orang lain),
TD : 120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit, dypsnea (+) .
Sesuai dengan batasan karakteristik menurut Herdman T. Heather dalam
NANDA 2012 untuk masalah intoleransi aktivitas adalah ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2, karena pasien mengalami dypsnea, pasien
tampak lesu.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.Resiko infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patogenik. (Herdman T. Heather, 2012)
Masalah ini diangkat sebagai prioritas keenam karena masalah masih
potensial belum aktual dan apabila luka daerah tusukan punksi tidak
dilakukan perawatan luka yang benar akan menimbulkan infeksi. Adapun
data yang mendukung pada masalah ini yaitu terdapat luka tusuk akibat
punksi pleura. Dari data obyektif didapat terdapat luka tusuk dibagian yang
telah dilakukan punksi pleura.

3. Implementasi
Dengan melakukan berbagai tindakan keperawatan yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dilakukan
dengan berkesinambungan memperhatikan resiko bahaya, teknik komunikasi
yang tepat, pemahaman hak dan tingkat perkembangan pasien serta
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Karena dalam pelaksanaan
implementasi terdapat dua jenis tindakan yaitu mandiri dan kolaborasi.
(Hidayat. A, 2004)

Implementasi yang sesuai diagnosa meliputi:


Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.Implementasi tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan
adalah mengobservasi tanda-tanda vital karena tubuh berespon terhadap
96

rangsangan yang ada. Memposisikan semi fowler miring ke kanan,


memudahkan gerak pengembangan paru dan mengurangi nyeri pada dada
sebelah kanan. Memberikan O2 3ℓ/menit umtuk memenuhi kebutuhan O2.
Mengajarkan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum agar jalan nafas
bersih. Menganjurkan minum hangat agar sputum encer.
Dari hasil pengelolaan 3 x 24 jam dapat disimpulkan bahwa pasien
mengatakan sesak nafas dan batuk berkurang, pasien nampak lebih rileks,
pasien sudah bisa melakukan batuk efektif, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N
: 82x/menit, RR : 22x/menit.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pengembangan
paru.Implementasi tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan adalah
mengobservasi tanda-tanda vital karena tubuh berespon terhadap rangsangan
yang ada. Mengkaji pola nafas, pernafasan dangkal terjadi karena
ketidakmampuan gerakan dinding dada akibat adanya cairan di paru.
Memposisikan semi fowler miring ke kanan, memudahkan gerak
pengembangan paru dan mengurangi nyeri pada dada sebelah kanan.
Memberikan O2 3ℓ/menit umtuk memenuhi kebutuhan O2. Kolaborasi
tindakan punksi pleura dengan hasil ±2000cc berwarna coklat kekuningan
dan jernih, dikeluarkannya cairan bertujuan untuk pengembangan paru yang
maksimal. Memberikan drip etaphylline 5 ml dalam D5%, obat ini untuk
gangguan pernafasan.
Dari hasil pengelolaan 3 x 24 jam dapat disimpulkan bahwa pasien
mengatakan sesek dan ampek berkurang, pasien tampak lebih rileks, TD :
110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit.

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis:Inflamasi


pleura.Implementasi tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan adalah
mengobservasi tanda-tanda vital karena tubuh berespon terhadap rangsangan
yang ada. Mengkaji intensitas nyeri untuk mempermudah menentukan
tindakan keperawatan. Menganjurkan pasien untuk beristirahat untuk
97

meminimalkan stimulasi atau rangsangan peningkatan relaksasi. Ajarkan


teknik reklaksasi nafas dalam agar rasa nyeri berkurang akibat akumulasi
cairan di rongga pleura. Memberikan analgesik dan antibiotik (cefrtiaxone
1gr), obat ini dapat menekan batuk non produktif dan meningkatkan
kenyamanan. Memberikan O2 3ℓ/menit umtuk memenuhi kebutuhan O2.
Dari hasil pengelolaan 3 x 24 jam dapat disimpulkan bahwa pasien
mengatakan nyeri berkurang, pasien tampak rileks, skala nyeri 2, pasien
sudah bisa melakukan teknik kontrol nyeri, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N
: 82x/menit, RR : 22x/menit
Deprivasi tidur berhubungan dengan dypsnea.Implementasi tindakan
keperawatan yang telah penulis lakukan adalah mengkaji pola tidur pasien
untuk mengetahui adanya gangguan tidur dan bagaimana pola tidur pasien.
Menciptakan lingkungan yang nyaman dan membatasi pengunjung untuk
mengurangi stressor. Memotivasi paisen untuk tidur untuk mempertahankan
kestabilan dan memoercepat penyembuhan. Memposisikan semi fowler
miring ke kanan, memudahkan gerak pengembangan paru dan mengurangi
nyeri pada dada sebelah kanan. Memberikan O2 3ℓ/menit umtuk memenuhi
kebutuhan O2.
Dari hasil pengelolaan 3 x 24 jam dapat disimpulkan bahwa pasien
mengatakan tidurnya semalam sudah sedikit nyenyak walaupun masih sering
terbangun, tidur ±6 jam.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.Implementasi tindakan keperawatan yang telah
penulis lakukan adalah mengkaji kebiasaan sehari-hari pasien dalam
beraktivitas untuk menetapkan kemampuan atau memudahkan intervensi.
Melibatkan keluarga untuk perawatan pasien agar dapat memotivasi
penyembuhan dan menurunkan resiko kelelahan. Membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan agar kebutuhan terpenuhi. Anjurkan pasien untuk
membatasi aktivitas yang dapat menyebabkan kelelahan untuk meminimalkan
kelelahan dan memaksimalkan suplai oksigen.
98

Dari hasil pengelolaan 3 x 24 jam dapat disimpulkan bahwa Pasien


mengatakan lemah sudah berkurang, aktivitas dibantu, pasien sudah bisa
makan sendiri, memakai baju sendiri, pasien sudah sering duduk, RR :
22x/menit, N : 82x/menit
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.Implementasi tindakan keperawatan yang telah penulis lakukan
adalah memonitor adanya tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka dan
ganti balut.
Dari hasil pengelolaan 3 x 24 jam dapat disimpulkan bahwa tidak ada
tanda-tanda infeksi, luka bersih, keadaan luka kering, TD : 110/70 mmHg, S :
366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit

4. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dari proses keperawatandengan cara
melakukan identifikasi sejauh manakeberhasilan pencapaiantujuan dan
rencana keperawatan. (Hidayat. A, 2004)
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan, penulis melakukan
evaluasi untuk mengetahui masalah pada pasien yang teratasi.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi sebagian
karena sesak nafas dan batuk berkurang, pasien nampak lebih rileks, masih
terpasang O2 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR :
22x/menit. Faktor pendukungnya adalah dalam setiap tindakan keperawatan
pasien kooperatif dan pasien mau mengaplikasikan cara batuk efektif yang
sudah diajarkan. Faktor penghambatnya karena penyebab dari banyaknya
sputum adalah dari penyakit sebelumnnya yaitu kanker.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pengembangan
paru.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi sebagian
karena sesak nafas berkurang, masih terpasang O2 3ℓ/menit, pasien tampak
lebih rileks, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit.
Faktor pendukungnya adalah dalam setiap tindakan keperawatan pasien
kooperatif, segera dilakukannya punksi oleh dokter ahli paru dengan hasil
99

±2.000cc. Faktor penghambatnya adalah pasien masih sedikit sesak nafas,


akan timbul lagi efusi pleura karena penyebab utamanya penyakitnya adalah
karsinoma.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis:Inflamasi
pleura.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi sebagian
karena nyeri berkurang, pasien tampak rileks, skala nyeri 2, masih terpasang
O2 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit.
Faktor pendukungnya adalah dalam setiap tindakan keperawatan pasien
kooperatif dan mampu melakukan teknik relaksasi yang sudah diajarkan.
Faktor penghambatnya adalah pasien masih batuk sehingga menyebabkan
nyeri timbul.
Deprivasi tidur berhubungan dengan dypsnea.Setelah dilakukan
tindakan keperawatan masalah teratasi karena sebagian tidurnya sudah sedikit
nyenyak walaupun masih sering terbangun, pasien tampak lebih segar, TD :
110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit. Faktor
pendukungnya adalah pasien sudah tau posisi yang nyaman untuk tidur
sehingga sesak nafas berkurang dan pasien dapat tidur. Faktor
penghambatnya adalah sesak nafas masih terasa sehingga pasien masih sering
terbangun.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
teratasi sebagian karena lemah sudah berkurang, aktivitas dibantu sebagian,
pasien sudah bisa makan sendiri, RR : 22x/menit, N : 82x/menit. Faktor
pendukungnya adalah pasien melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi
sehingga dapat meminimalkan energi. Faktor penghambatnya adalah saat
pasien beraktivitas yang berlebih pasien masih merasakan sesak nafas.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi karena
tidak ada tanda-tanda infeksi di bekas tusukan punksi pleura, TD : 110/70
mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit. Faktor pendukungnya
adalah pasien kooperatif saat dilakukan perawatan luka dan pasien merawat
keadaan daerah luka.
100
101

BAB V
PENUTUP

1. Simpulan
Berdasarkan hasil keperawatan yang dilakukan pada Ny. P dengan
Efusi Pleura Dextra e/c Ca Mammae di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten pada tanggal 09 Juni 2014 – 11 Juni 2014. Penulis sudah
melakukan tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan
rencana keperawatan , melaksanakan tindakan keperawatan, serta evaluasi
tindakan keperawatan sehingga penulis mendapat pengalaman nyata dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien Efusi Pleura Dextra e/c
Ca Mammae. Asuhan keperawatan ini diberikan secara komprehensif
meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang optimal secara
berkesinambungan.
Pengkajian dilakukan berdasarkan pendekatan pada pasien, keluarga
dan tim kesehatan secara langsung melalui metode observasi, pemeriksaan
fisik, wawancara dan studi dokumentasi untuk memperoleh data berdasarkan
keadaan dan perkembangan pasien kemudian penulis mengumpulkan dan
menganalisa masalah kemudian untuk menegakkan diagnosa dan
perencanaan asuhan keperawatan.
Perencanaan dan tindakan pada kasus ini dilakukan untuk mengatasi
atau mengurangi masalah yang terjadi pada pasien dan disesuaikan dengan
teori, situasi dan kondisi pasien. Tindakan keperawatan telah dilakukan sesuai
teori dan disesuaikan dengan teori yang sudah dibuat dan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien dibutuhkan kerjasama antara
perawat, pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
Asuhan keperawatan pada diagnosa yang muncul dapat
dikatakanteratasi karena sebagaian tujuan dan kriteria hasil tindakan
keperawatan sesuai dengan evaluasi serta perkembangan pasien membaik.
Pada diagnosapertamaketidakefektifan bersihan nafas pasien mengatakan
102

batuk sudah sedikit berkurang. Diagnosakedua ketidakefektifan pola nafas


pasien mengatakan sesak nafas sudah sedikit berkurang RR: 22x/menit.
Diagnosaketiganyeri berkurang menjadi skala 2. Diagnosakeempatkebutuhan
tidurnya terganggu karena sesak nafas,pengkajian terakhir bisa tidur, sekitar
±6 jam. Diagnosa kelima pasien sudah bisa mandiri melakukan aktivitas yaitu
makan dan memakai baju sendiri. Diagnosakeenamteratasi karena tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi.
Dalam pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan,
tindakan dilakukan dicatat dalam catatan keperawatan dan diberi nama serta
tandatangan.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. P dengan Efusi Pleura
Dextra e/c Ca Mammae di Ruang Melati4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten pada tanggal 09 Juni 2014 – 11 Juni 2014 penulis sudah mendapatkan
pengalaman nyata saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien Efusi
Pleura dengan menggunakan teori yang sudah didapatkan dari pendidikan.
Terbukti ada satu diagnosa yang teratasi dan lima diagnosa teratasi
sebagaian.

2. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. P dengan
efusi pleura dextra selama tiga hari, penulis menyarankan kepada tim
kesehatan dalam merawat pasien efusi pleura lebih berhati-hati dan sesuai
dengan standar operasional.
Pada pemberian asuhan pada pasien Efusi Pleurahal-hal yang masih
perlu ditingkatkan dari pengalaman penulis melakukan asuhan keperawatan
pada Ny. P dengan Efusi Pleura Dextra e/c Ca Mammae saran dari penulis
sebagai berikut :
Bagi Instansi Rumah Sakit, diharapakan rumah sakit dapat
mempertahankan mutu pelayanan baik bidang medis maupun asuhan
keperawatan pada pasien yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan
103

dengan didukung oleh kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan,


hasil observasi dan penyuluhan kesehatan pada pasien serta memisahkan
pasien kanker yang mengalami penurunan imunodefiensi dengan pasien
penyakit menular agar tidak terjadi penularan penyakit.
Bagi Institusi pendidikan, diharapkan agar Stikes Muhammadiyah
Klaten lebih memperbanyak waktu kegiatan praktek lapangan dan
pembelajaran kasus-kasus penyakit yang ada di Rumah Sakit sehingga
mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan professional karena
mahasiswa sudah diberikan teori kasus pada sistem pembelajaran.
Bagi profesi keperawatan, diharapkan perawat dapat memberikan
perawatan yang semaksimal mungkin dan sebaik mungkin pada pasien Efusi
Pleura agar pasien dapat memperoleh kesembuhan secara maksimal. Perawat
juga diharapkan tetap mempelajari cara perawatan pasien Efusi Pleura Dextra
e/c Ca Mammae agar proses keperawatan yang diberikan lebih berkuaalitas
dan bermutu.
Pemberian pendidikan kesehatan sangat penting bagi pasien dan
keluarga, sebagai perawat atau tim kesehatan hendaknya dapat menjadi
pendidik yang dapat menjelaskan pengertian, faktor penyebab, tanda gejala,
dan pencegahannya kepada keluarga sehingga setelah pasien pulang dari
rumah sakit keluarga dapat melanjutkan asuhan keperawatan mandiri di
rumah dan pasien mendapat hasil optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.
Arif Muttaqin. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Jakarta : Salemba Medika; 2008.
Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
Bahar A. 2008. Penyakit-Penyakit Pleura. In: Soeparman, Sukaton , Waspadji S,
Editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Jeremy P.T, dkk. At a Glance Sistem Respirasi Edisi 2. Jakarta: Erlangga; 2006.
Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 2006. h.
1056-1060.
R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakatra: EGC;
2004. h. 414-418.
Arita Murwani, Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Gosyen
Publishing; 2011. h. 18-19.
Hertman, T. Heather. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC; 2012.
Hood Alsagaff, H. Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press; 2006.
Lampiran 1

Hasil Rongen: Foto Thorax Ny. P


Lampiran 2

CURRICULUM VITAE

Nama : Desy Nugrahaningsih


NIM : 111013
Tempat/ Tanggal Lahir : Klaten, 31 Desember 1992
Alamat : Ngemplak RT: 01/RW: 03, Kel. Gergunung, Kec.
Klaten Utara, Kab. Klaten.
Institusi : Diploma III STIKES Muhammadiyah Klaten
Angkatan : 2011/2012
Biografi : - TK ABA GERGUNUNG 2 Tahun Lulus 1999.
1. SDN BARENG LOR 3 Tahun Lulus 2005.
2. SMPN 3 KLATEN Tahun Lulus 2008.
3. SMAN 3 KLATEN Tahun Lulus 2011.
Lampiran 3

Surat Permohonan Penguji


Lampiran 4

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

Nama Mahasiswa : Desy Nugrahaningsih


NIM : 111013
Nama Pembimbing : Bapak Supardi, S. Kep, Ns., M. Sc.
Judul KTI : Asuhan Keperawatan pada Ny. P dengan Gangguan
Sistem Pernafasan: Efusi Pleura Dextra e/c Ca Mammae di
Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
HARI/ TTD
MATERI YANG
NO. TANG PEMBIMB
DIKONSULKAN
GAL ING
Lampiran 4

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH

Nama Mahasiswa : Desy Nugrahaningsih


NIM : 111013
Nama Pembimbing : Ibu Rita Suryandari, S. Kep, Ns.
Judul KTI : Asuhan Keperawatan pada Ny. P dengan Gangguan
Sistem Pernafasan: Efusi Pleura Dextra e/c Ca Mammae di
Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
HARI/ TTD
MATERI YANG
NO. TANG PEMBIMB
DIKONSULKAN
GAL ING
Lampiran 5

Power Point

You might also like