Professional Documents
Culture Documents
P DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : EFUSI PLEURA DEXTRA
E/C CA MAMMAE DI RUANG MELATI 4
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Disusun oleh:
DESY NUGRAHANINGSIH
NIM : 111013
i
PERSETUJUAN
Hari : Selasa
Tanggal : 08 Juli 2014
Pembimbing I Pembimbing II
ii
PENGESAHAN
Hari : Jum’at
Tanggal : 18 Juli 2014
Saifudin Z, S. Kp., M. Kes. Supardi, S. Kep, Ns., M. Sc. Rita S, S. Kep, Ns.
NPP. 129. 103 NPP. 129.116 NIP. 197703051999032003
Mengetahui:
Ka. Prodi D III Keperawatan
iii
MOTTO
Jangan takut gagal, karena kegagalan membuat kita semakin kuat dan tangguh.
(Penulis)
Memulai sesuatu itu dari nol, agar bisa merasakan indahnya perjuangan dan
kesuksesan.
(Penulis)
Keikhlasan adalah kunci kehidupan, karena dengan keikhlasan kita dapat menerima
dan mensyukuri apa yang telah ada.
(Penulis)
Orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang kiranya
bisa sampai kepada Allah dan berusahalah dengan tekun serta gigih dalam menuju
jalan Allah, supaya kamu menjadi orang yang sukses.
(QS. AL. Maidah : 35)
Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Q.S. AL. Mujadalah: 10)
Allah memberi hidayah kepada orang yang selalu mengikuti ridho-Nya dijalan
keselamatan, dan akan menuntun kita dari gelap ke yang terang dengan izin-Nya
dan akan menunjukkan kita ke jalan yang benar dan lurus.
(Q.S. AL. Maidah: 16)
Aku datang, aku belajar, aku ujian, aku revisi, dan aku menang!
(Penulis)
iv
PERSEMBAHAN
1. Allah SWT, pemilik alam semesta ini beserta isinya yang selalu melimpahkan
nikmat dan hidayah kepada saya.
2. Bapak dan Ibunda tercinta Suradi dan Suwarni yang tidak pernah lelah
mendidik dan mengajarkan arti kehidupan, serta yang telah berjuang keras
membiayaiku selama ini, mungkin hanya do’a dan ucapan terima kasih yang
saya berikan saat ini. I Love You..
3. Bapak Supardi yang telah membimbing dan membantu dalam mengerjakan
KTI ini, terima kasih telah sabar membimbing dan mengarahkan saya selama
ini.
4. Ibu Rita yang telah membimbing dan membantu dalam mengerjakan KTI ini,
terima kasih telah sabar dalam membimbing, mengarahkan, dan memotivasi
saya dalam pembuatan KTI.
5. Sahabatku dan teman-temanku terima kasih semangatnya.
6. Dosen STIKES Muhammadiyah Klaten yang telah mendidik dan
membimbing saya selama ini.
v
KATA PENGANTAR
vi
5. Kepala Bidang Diklat, Dokter, Perawat, dan Tenaga Kesehatan lainnya
yang telah memberikan bantuannya dalam melakukan asuhan
keperawatan.
6. Teman-teman satu kelompok UAP yang telah kompak selama ujian dan
bimbingan.
7. Bapak dan ibu tercinta, yang telah banyak memberikan motivasi dan
dorongan dalam pembuatan laporan ini
8. Semua pihak yang telah bersedia membantu terselesainya laporan ini.
Semoga jasa dan budi baik yang diberikan akan mendapat balasan dan
pahala dari Allah SWT.
Penulis menyadari penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena
itu segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya serta bagi semua pihak pada umumnya.
Wassalamualaikum wr. wb.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
8. Komplikasi ............................................................................................. 23
9. Penatalaksanaan Medik .......................................................................... 23
10. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian .............................................................................................. 24
2. Dampak Terhadap Kebutuhan Manusia ................................................ 27
3. Diagnosa Keperawatan .......................................................................... 28
4. Intervensi ............................................................................................... 29
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian .............................................................................................. 45
2. Analisa Data ........................................................................................... 59
3. Prioritas Masalah ................................................................................... 61
4. Rencana Keperawatan ............................................................................ 62
5. Implementasi .......................................................................................... 75
6. Evaluasi .................................................................................................. 83
BAB IV PEMBAHASAN
1. Pengkajian .............................................................................................. 88
2. Diagnosa ................................................................................................ 90
3. Implementasi .......................................................................................... 93
4. Evaluasi .................................................................................................. 96
BAB V PENUTUP
1. Simpulan ................................................................................................ 98
2. Saran ...................................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan,
misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hematoraks bila
rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), pilotoraks atau epiema
thoracis bila berisi nanah, pneumothoraks bila berisi udara.Penyebab dari
kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama karena
infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma dan lain-lain.
(Sudoyo, 2006)
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu proses
penyakityang mendasari penyakit yang dari paru, pleura, atau ektraparu dapat
bersifatakut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura luas, efusi
pleura paling sering disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia,
keganasan,atau emboli paru. (Rubins, 2012)
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini
terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara
yang sedang bekembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,
diperkirakan terdapat 320 kasusefusi pleura per 100.000 orang. Amerika
serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif adalah oleh penyakit gagal
jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi
pleura eksudatifdisebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae dan lymphoma merupakan 75% penyebab efusi pleura oleh karena
kanker), infeksi virus.
1
2
2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan efusi pleura secara komperehensif yang meliputi aspek
biologis, psikologis, sosiologi, dan spiritual. Serta mendapat
pengalaman nyata dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan
pada pasien dengan Efusi Pleura dengan menggunakan pendekatan
proses keperaawatan yang dilaksanakan di Ruang Melati 4 RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada pasiendengan
Efusi Pleura penulis diharapkan mampu :
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Efusi Pleura
4
3. Manfaat
1. Bagi Bidang Akademik
Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat memberikan
tambahan daftar kepustakaan yang bermanfaat dan dapat menjadi referensi
dari perbandingan dalam pembuatan laporan tugas akhir selanjutnya,
khususnya bagi intitusi dan mahasiswa Stikes Muhammadiyah Klaten.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit/ Bidang Pelayanan Masyarakat
Dapat dijadikan masukan dan informasi bagi seluruh praktisi kesehatan dalam
menentukan kebijakan atau dapat dijadikan dalam pengambilan keputusan
untuk pemberian asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan
profesi keperawatan yang profesional.
4. Bagi Pasien
Dapat meningkatkan derajat kesehatan penderita melalui proses keperawatan
yang dilaksanakan dan dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat
dalam upaya meningkatkan perilaku hidup sehat.
5. Bagi Penulis
Karta Tulis Ilmiah ini sebagai dasar melakukan asuhan keperawatan serta
menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai
5
6. Metodologi
1. Tempat dan waktu pelaksanaan
Ruang lingkup laporan study kasus dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini
mengacu pada masalah Asuhan Keperawatan pada sistem pernafasan:
Efusi Pleura pada Ny. P di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten, yang dilaksanakan pada tanggal 09 sampai dengan 11
Juni 2014 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
komperehensif yang meliputi pengkajian data, klasifikasi data, analisa
data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan, dan
evaluasi asuhan keperawatan.
2. Teknik pengumpulan data:
1. Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaaan
pada pasien dan keluarga tentang masalah yang dialami pasien.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada
pasien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
3. Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mencari sumber informasi yang
didapat dari status pasien dan hal yang berhubungan dengan masalah
pasien.
4. Studi literature (kepustakaan) yaitu dengan mempelajari buku, makalah
dan sumber-sumber lain untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang
berhubungan dengan Efusi Pleura sehingga dapat membandingkan
antara teori dengan pelaksanaan yang ada pada kasus nyata di Rumah
Sakit.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi,
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta
mengeluarkan gas karbondioksida (CO2)dari tubuh. Fungsi penyedian
O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang fital bagi kehidupan.
O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus dipasok terus
menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksin yang harus segera
dikeluarkan dari tubuh. Dalam sistem pernafasan ini terdari dari hidung,
paring, laring, trakea, bronkus dan paru-paru yang akan diuraikan
dibawah ini, yaitu :
8
1. Nasofaring
Nasofaring terletak disebelah belakang rongga hidung, dibawah
dasar dari tengkorak disebelah belakang rongga hidung,
dibawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan vetebra
servikal ke 1 dan ke 2. Nasofaring bagian depan keluar ke
rongga hidung dan bagian bawah keluar ke orofaring.
Auditorius (tuba eutakhia) keluar kedinding lateral nasofaring
pada masing-masing sisinya. (Manurung, 2009)
2. Orofaring
Terletak dibelakang mulut, mukosa orofaring adalah
epitelskuamosa bertingkat, dilanjutkan dengan epitel yang
terdapat pada rongga mulut. Pada dinding lateralnya terdapat
tonsil palatin yang juga nodulus limfe. Tonsil adenoid dan
lingual pada dasar lidah, membentuk cincin jaringan limfatik
mengelilingi faring untuk menghancurkan patogen yang masuk
ke dalam mukosa. (Asih, 2004)
3. Laringofaring
Mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang
untuk sistem respiratorik selanjutnya. (Setiadi, 2007)
4. Laring
Laring sering disebut kotak suara, nama yang menunjukkan salah satu
fungsinya, yaitu bebicara adalah saluran pendek yang
menghubungkan faring dengan trakea. Laring memungkinkan udara
mengalir didalam struktur ini, dan mencegah benda padat agar tidak
masuk kedalam trakea. Laring menjadi tempat pita suara, dengan
demikian laring menjadi sarana pembentukan suara. Dinding laring
terutama dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan dibagian
dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Kartiligo laring
terdiri atas sembilan buah yang tersusun sedemikian rupa sehingga
membentuk struktur seperti kotak dan satu sama lainya
10
pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu sebagai berikut:
1. Pleura Viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm), diantara celah–celah
sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang
berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan
tengah memiliki jaringan kolagen den serat-serat elastik, sedangkan
lapisan terbawah terdapat jaringan interstisial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri
pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening. Keseluruhan
jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan
parenkim paru.
2. Pleura Parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan yang lebih
tebal dan terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan
kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat
pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mammaria
interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf sensorik
yang peka terhadap rasa nyeri dan perbedaan temperatur. Sistem
persyarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan
pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah
dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan
diabsobsi oleh pleura viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma
melalui endotel kapiler dan direabsobsi oleh pembuluh limfe dan
venula pleura.
15
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya Efusi Pleura menurut Wim de jong (2004)
dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi
1. Tuberkulosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esofagus
5. Abses subfrenik
6. Non infeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung
6. Gagal hati
7. Gagal jantung
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru
4. Insiden
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala
penyakit yangdapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis
penyakit ini terdapat di seluruhdunia, bahkan menjadi problema utama
di negara-negara yang sedang bekembang termasuk Indonesia. Di
negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasusefusi pleura
per 100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang
setiaptahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif dan pneumonia bakteri.Penyebab paling sering efusi
pleura transudatif adalah oleh penyakit gagal jantung kiri, emboli
paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura
eksudatifdisebebkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae dan lymphoma merupakan 75% penyebab efusi pleura oleh
karena kanker, infeksi virus).
Menurut Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7%
dari penyakit infeksi saluran napas lainya. Tingginya angka kejadian
Efusi Pleuradisebabkan keterlambatan penderita akibat Efusi Pleura
masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena
lingkungan yang tidak bersih, sanitasiyang kurang, lingkungan yang
pandat penduduk, kondisi sosial ekonomi yangmenurun, serta sarana
19
Pathway
3. Manifestasi Klinik
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimtomatik, timbul gejala
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Ketika efusi
sudah membesar dan menyebar, kemungkinan timbul dispnea dan
batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek.
Tanda fisik meliputi deviasi trakhea menjauhi sisi yang terkena,
dullness pada perkusi dan penurunan bunyi pernafasan pada sisi yang
terkena (Irman Soemantri, 2008).
4. Test Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik (sinar tembus dada), permukaan cairan
yang tedapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi dari
pada bagian medial. Bila permukaan horizontal dari lateral ke
medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang biasa
berasal dari luar atau dalam paru itu sendiri. Hal lain yang tedapat
terlihat dari foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan (Irman
Soemantri, 2009).
2. Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan
memeriksaan cairan pleura agar dapat menunjang intervensi
selanjutnya. Analisa cairan pleura dapat di nilai untuk mendeteksi
kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan
pleura hasil thorakosentesis secara macros kopis biasanya dapat
berupa cairan hemoragi, eksudat dan transudat (Arif Mutaqin,
2008)
3. Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana
untuk diagnostic maupun terapiutik. Torakosentesis sebaiknya
dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah bagian bawah
paru di sela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum
23
napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernapas serta batuk non produktif.
3. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali
dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak napas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya.
4. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breating)
1. Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang
disertai penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan
pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada
yang tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian
batuk produktif dengan sputum purulen.
26
2. Palpasi
Pendorongan mediastinum kearah hemithoraks
kontralateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus
cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura
yang jumlah cairannya >300 cc. Disamping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
3. Perkusi : Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari
jumlah cairannya.
4. Auskultasi: Suara napas menurun sampai menghilang pada
sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas
semakin tipis.
5. B2 (Blood)
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak
ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio
claviculas kiri selebar 1 cm. pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung
(heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya detak jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya
thrill, yaitu Getaran ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan
untuk menentukan batas jantung daerah mana yang terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi
pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
6. B3 (Brain)
27
Intervensi:
Airway management
1. Observasi TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw trush bila
perlu
Rasional : membuka jalan nafas
3. Kaji pola nafas pasien
Rasional : mengetahui pola nafas pasien
4. Posisikan semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : memaksimalkan ventilasi
5. Motivasi pasien untuk nafas dalam
Rasional : agar pasien rileks
6. Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan punksi pleura
pemberian obat
Rasional : agar cairan di rongga pleura keluar
Terapi oksigen
1. Berikan O2 sesuai kebutuhan
Rasional : agar status oksigen adekuat
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
Rasional : agar status aksigen adekuat
3. Atur peralatan oksigenasi
Rasional : agar status aksigen adekuat
4. Monitor aliran oksigen
Rasional : mengetahui aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
Rasional : memaksimalkan ventilasi
6. Observasi adanya tanda hipoventilasi
Rasional : mengetahui adanya tanda hipoventilasi
Vital sign monitoring
33
1. Monitor TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Catat adanya fluktasi tekanan darah
Rasional : mengetahui adanya fluktasi tekanan darah
3. Monitor TTV saat pasien berbaring, duduk.
Rasional : mengetahui TTV saat pasien berbaring, duduk
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Rasional : mengetahui TD pada kedua lengan
5. Monitor kualitas nadi
Rasional : mengetahui kualitas nadi
6. Monitor frekuensi dan irama nafas
Rasional : mengetahuifrekuensi dan irama nafas
7. Monitor suara paru
Rasional : mengetahui suara paru
8. Monitor pola pernafasan abnormal
Rasional : mengetahui pola pernafasan abnormal
9. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Rasional : mengetahuisuhu, warna, dan kelembaban kulit
10. Monitor adanya sianosis
Rasional : mengetahui adanya sianosis
11. Monitor adanya cushing triad (TD melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
Rasional : mengetahuiadanya cushing triad (TD melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
12. Identifikasi penyebab dari perubahan TTV
Rasional : mengetahui penyebab dari perubahan TTV
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi:
Paint management
1. Observasi TTV
Rasional : mengetahui TTV pasien
2. Lakukan pengkajian nyeri secara komperehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi
Rasional : mengetahui tingkatan nyeri
3. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Rasional : mengetahui reaksi terhadap nyeri
4. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Rasional : membina hubungan saling percaya dengan pasien
5. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Rasional : mengetahui respon nyeri
6. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Rasional : mengetahui pengalaman nyeri masa lampau
7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
Rasional : mengetahui ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
35
Activity Therapy
1. Kaji kebiasaan pasien dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui kebiasaan pasien dalam beraktivitas untuk
menentukan intervensi
2. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat
Rasional : mengetahui program rencana terapi yang tepat
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
Rasional : mengetahui aktivitas yang mampu dilakukan pasien
4. Bantu pasien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi, sosial
Rasional : membuat pasien melakukan aktivitas yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, sosial
5. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya mobilisasi
Rasional : pasien mengerti pentingnya mobilisasi
6. Bantu pasien memenuhi ADL
Rasional : kebutuhan ADL pasien terpenuhi
7. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Rasional : mengetahui aktivitas yang disukai
8. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Rasional : mengetahui kekurangan dalam beraktivitas
9. Libatkan keluarga untuk perawatan pasien
Rasional : keluarga membantu ADL pasien secara mandiri
10. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Rasional : pasien mendapat motivasi
11. Bantu pasien mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Rasional : pasien dapat mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
39
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Senin, 09 Juni 2014
Jam : 10.00
Pengkaji : Desy Nugrahaningsih
Ruang : Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
1. IDENTITAS
1. Pasien
Nama : Ny. P
Jenis Kelamain : Perempuan
Umur : 51 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Gombang, Cawas, Klaten
No. CM : 677xxx
Diagnostik Medik : Efusi Pleura Dextra
Tgl masuk RS : 07 Juni 2014 jam 13:20
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 54 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat :Gombang, Cawas, Klaten
45
3. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Kesehatan Pasien
1. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak nafas.
2. Kronologi penyakit saat ini
Empat hari sebelum masuk RS pasien kontrol ke Klinik Bedah RSUP
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan keluhan sesak nafas,
batuk, dan nyeri dada. Selama beberapa hari sesak bertambah.
Tanggal 7 Juni 2014 pasien dibawa ke IGD RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Di IGD pasien diberi terapi O2 3ℓ/menit,
valsartan 80 mg, ambroxol 30 mg, injeksi furosemide 20 mg, dan
infus NaCl lini. Kemudian pasien disuruh opname di ruang Melati
4. Saat pengkajian pasien mengatakan sesak nafas dan dada terasa
ampek, sesak bertambah bila tidur telentang dan berkurang bila
tidur miring ke kanan, nyeri karena penumpukan cairan pleura,
nyeri seperti ditekan-tekan, nyeri dibagian dada, skala 5 dan
muncul saat pasien batuk, batuk non produktif, sputum keluar
sedikit berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit kental.
3. Pengaruh penyakit terhadap pasien
Karena penyakit ini pasien tidak dapat melakukan aktivitas/ kegiatan
seperti biasanya dan semua kebutuhan pasien dibantu oleh
keluarga dan perawat.
4. Harapan pasien dari pelayanan kesehatan
Pasien ingin cepat sembuh dan berkumpul lagi dengan keluarganya,
pasien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dan dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya.
46
Keterangan : : perempuan
: laki-laki
: pasien
/ : sudah meninggal
: tinggal serumah
47
3. Pengkajian Biologis
1. Rasa Aman Dan Nyaman
1. Pasien menyatakan nyeri karena penumpukan cairan pleura, nyeri seperti
ditekan-tekan, nyeri dibagian dada kanan, skala 5 dan muncul saat pasien
batuk.Keadaan seperti ini mengganggu aktivitas pasien.
2. Untuk mengurangi rasa nyeri biasanya pasien tiduran dengan dua bantal
sambil miring ke kanan.Cara yang efektif digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri adalah dengan relaksasi, distraksi dan cara yang digunakan
pasien sudah benar.
3. Pasien mempunyai riwayat operasi mastektomi pada tahun 2010 akibat Ca
Mammae, pasien sudah kemoterapi 6x, radioterapi 33x, pasien rajin
kontrol dan patuh minum obat.
1. Aktivitas Istirahat-Tidur
Aktivitas
Sebelum sakit pasien jarang berolah raga sekalinya hanya
sekedar jalan-jalan di pagi hari saja, pasien tidak menggunakan alat
bantu dan tidak mempunyai gangguan aktivitas.
Selama sakit pasien tidak pernah berolah raga, aktivitas pasien
terganggu karena sesak nafas dan perlu bantuan orang lain.
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi 1.
Berpakaian/ berdandan 2.
Mobilisasi di tempat tidur 3.
Pindah 4.
Ambulasi 5.
Makan/ minum 6.
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : Perlu dibantu orang lain
3 : Perlu dibantu orang lain dan alat
1. : Tergantung
Istirahat
Sebelum sakit pasien meluangkan waktu untuk istirahat pada
siang hari selama 2-3 jam. Untuk mengisi waktu luang biasanya
pasien menonton televisi.Pasien selalu menyediakan waktu untuk
istirahat. Pasien mengisi waktu luang sesuai hoby yaitu suka
membuat kerajinan tangan.
Saat sakit sekarang ini pasien mempunyai banyak waktu untuk
beristirahat.
Tidur
Sebelum sakit pasien biasanya tidur selama ±8 jam pukul 21.00-
05.00 WIB, pasien tidur nyenyak, jarang terjaga dan tidak memiliki
gangguan tidur seperti insomnia.
Selama sakit pasien tidur selama ±5 jam, pasien sering
terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan dadanya ampek.
Pasien tampak lesu dan mengantuk.Kondisi saat ini mengganggu
49
2. Biokimia tanggal
Hb : 10,5 g/dL
Albumin : 2,98 g/dL
50
2. Hubungan Sosial
Untuk saat ini pasien sangat dekat dengan suaminya, pasien
menceritakan semua masalah yang dialaminya kepada
suaminya. Pasien juga aktif dalam kegiatan masyarakat.
52
3. Spiritual
Pasien menganut Agama Islam, saat kondisi sakit seperti saat ini
pasien mengalami gangguan dalam menjalankan ibadah, tetapi
pasien tetap melakukan sholat lima waktu dalam posisi setengah
duduk.
4. Pengetahuan
Pasien sudah mengerti tentang penyakit yang dideritanya, sudah
mengerti tentang penyebab dan dampak dari penyakitnya.
5. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
1. Kesadaran : CM (Compos Metis)
GCS : 15 E4 V5 M6
2. Kondisi secara umum : Cukup
3. Tanda-tanda vital :
TD : 120/70 mmHg S : 364 oC
N : 84x/menit RR : 30x/menit
4. Pertumbuhan fisik :
TB: 153 cm
BB: 47 kg
Postur tubuh ideal
5. Keadaan kulit : warna kulit sawo matang, turgor kulit
elastis, tidak ada kelainan kulit, terdapat luka bekas mastektomi dibagian
dada sebelah kanan
Keterangan:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Hanya ada kontraksi otot
2 : Hanya bisa bergerak pronasi dan supinasi
3 : Bisa melawan gravitasi dan tanpa tahanan minimal
4 : Bisa melawan gravitasi dengan tahanan minimal
5 : Bisa melawan gravitasi dengan tahanan maksimal
55
Differential
LYM% 12,2 – % 19 – 48
MXD% 9,8 + % 0–8
NEUT% 78,0 + % 40 – 74
LYM% 0,9 – 103/µL 1 – 3,7
MXD# 0,7 103/µL 0 – 1,2
NEUT# 5,9 103/µL 1,5 – 7
7. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 3.8. Rencana Keperawatan
N Tgl Dx NOC NIC
o
1 Seni Ketidakefektif Setelah dilakukan Airway Suction
n an bersihan tindakan 11. Pastikan
, jalan nafas keperawatan selama kebutuhan oral/
09/0 berhubung 3 x 24 jam tracheal suctioning
6 an dengan diharapkan jalan 12. Auskultasi suara
/ sekresi nafas kembali nafas sebelum dan
2 yang efektif. sesudah suctioning
0 tertahan Kriteria Hasil : 13. Informasikan
1 8. Mendemonstrasikan kepada pasien dan
4 batuk efektif dan keluarga tentang
suara nafas yang suction
bersih, tidak ada 14. Minta pasien
sianosis dan dypsnea nafas dalam sebelum
(mampu suctioning dilakukan
mengeluarkan 15. Berikan O2
sputum, mampu menggunakan nasal
bernafas dengan untuk memfasilitasi
62
dukungan
73. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
74. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
75. Anjurkan banyak
istirahat
76. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
77. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
78. Kolaborasi
dengan dokter
pemberian analgesik/
antibiotik
79. Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
80. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
81. Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
68
153. IMPLEMENTASI
Tabel 3.9. Implementasi
Hari/ No. Implementasi Respon TTD
Tgl/ DP
Jam
Senin, 1/2/ Mencuci tangan Untuk pencegahan
09-06- 3 Memperkenalkan diri INOS
14 / Menjelaskan tujuan Pasien kooperatif
08.00 4 Melakukan kontrak Pasien kooperatif
/ Melakukan verbeden Pasien kooperatif
5 Melakukan pengkajian Pasien kooperatif
Pasien kooperatif
Mengobservasi KU pasien
Mengkaji TTV KU : baik
TD:120/70 mmHg
S : 364 oC
1/2/ N : 84x/menit
3 RR : 30x/menit
/ Mengkaji pola nafas pasien
4 Pola nafas dypsnea
/ Mengkaji karakteristik nyeri
5 P : karena penumpukan
cairan di pleura
Q : seperti ditekan-
tekan
R : dada sebelah kanan
1/2 S : skala 5
T : muncul saat batuk
3
75
/ N : 84x/menit
4 RR : 28x/menit
/
5
06.00 1/2 Memberikan obat ambroxol Obat masuk per oral
30 mg (*)
Selasa, 1/2/ Mencuci tangan Untuk pencegahan
10-06- 3 Mengobservasi KU pasien INOS
14 / Mengukur TTV KU : baik
08.00 4 TD:110/80 mmHg
/ S : 363 0C
5 N : 88x/menit
RR : 32x/menit
Melakukan verbeden
Pasien kooperatif
5
08.15 1/2 Mempertahankan pasien Pasien kooperatif
dalam posisi semi
fowler
1 Pola nafas dypsnea
Memonitor pola nafas
1/2 pasien Pasien kooperatif
/
3 Memonitor pemakaian
O2canul 3ℓ/menit
10.00 1/2 Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus
D5% 20 tpm dan tidak terjadi alergi
78
1/2
/ Memberikan injeksi Obat masuk IV dan
6 ceftriaxone 1 gr tidak terjadi alergi
5
08.15 1/2 Mempertahankan pasien Pasien mengikuti
dalam posisi semi anjuran perawat
fowler
1 Pola nafas dypsnea
Memonitor pola nafas
pasien
10.00 1/2 Memonitor status O2 Pasien kooperatif
/ 3ℓ/menit
3
Memberikan drip Obat masuk melalui
etaphylline 5 ml dalam infus dan tidak
1/2 D5% 20 tpm terjadi alergi
154. EVALUASI
Tabel 3.10. Evaluasi
Hari/ No. Evaluasi TTD
Tgl/Jam DP
Senin, 1 S : Pasien mengatakan masih sesak nafas dan batuk-
09-06- batuk.
14 O : Pasien nampak batuk-batuk, terpasang O2, sputum
14.00 keluar sedikit berwarna putih kekuningan dan
konsistensi sedikit kental.3ℓ/menit, ronchi (-/+),
dypsnea (+), TD : 110/80 mmHg, S : 365 oC, N :
82x/menit, RR : 28x/menit
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
155. Kolaborasi dengan rehab medik untuk fisioterapi
dada
Senin, 2 S : Pasien mengatakan dadanya sesek dan ampek.
09-06- O : Terpasang O2 3ℓ/menit, pernafasan cepat dan
14 dangkal, terlihat retraksi intercosta, dypsnea (+), TD
14.00 : 110/80 mmHg, S : 365 oC, N : 82x/menit, RR :
28x/menit
A : Ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
156. Menganjurkan pasien untuk melakukan nafas
dalam
157. Kolaborasi dokter ahli paru untuk melakukan
punksi pleura
Senin, 3 S : Pasien mengatakan dada masih nyeri.
09-06- O : Pasien tampak lemah, ekspresi wajah tampak
14 menahan nyeri, skala nyeri 5, terpasang O2 3ℓ/menit,
14.00 TD : 110/80 mmHg, S : 365 oC, N : 82x/menit, RR :
85
28x/menit
A : Nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
158. Anjurkan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi yang telah diajarkan
Senin, 4 S : Pasien mengatakan tidur selama ±5 jam, sering
09-06- terbangun pada malam hari karena sesak nafas,
14 selama diberi asuhan keperawatan selama jam 07.00-
14.00 14.00 pasien mau menuruti anjuran perawat.
O : Pasien tampak ngantuk, mata sedikit merah, TD :
110/80 mmHg, S : 365 oC, N : 82x/menit, RR :
28x/menit
A : Deprivasi tidur belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
159. Ciptakan lingkungan yang nyaman
160. Motivasi pasien banyak istirahat
161. Pertahankan posisi semi fowler
Senin, 5 S : Pasien mengatakan badannya lemah
09- O : Pasien bedrest, posisi semi fowler miring ke kanan,
06- aktivitas dibantu, RR : 28x/menit, N : 82x/menit
14 A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
14.00 P : Lanjutkan intervensi
162. Libatkan keluarga dalam ADL
Selasa, 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk sedikit
10-06- berkurang.
14 O : Pasien nampak sedikit rileks, sputum sedikit
14.00 berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit
kental, terpasang O2 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg,
S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 22x/menit
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
86
3ℓ/menit
Rabu, 3 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
11- O : Pasien tampak rileks, skala nyeri 2, terpasang O2
06- 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N :
14 82x/menit, RR : 22x/menit
14.00 A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
177. Edukasi pasien mengatasi nyeri dengan teknik
non farmakologis selain relaksasi nafas dalam
Rabu, 4 S : Pasien mengatakan tidurnya semalam sudah sedikit
11- nyenyak walaupun masih sering terbangun, tidur ±6
06- jam.
14 O : Pasien tampak lebih segar, TD : 110/70 mmHg, S :
14.00 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit
A : Deprivasi tidur teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
178. Ciptakan lingkungan yang nyaman
179. Motivasi pasien banyak istirahat
180. Pertahankan posisi semi fowler
P : Lanjutkan intervensi
182. Monitor tanda-tanda infeksi
183. Cek AL
90
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab ini merupakan pembahasan dari kasus yang diambil dari bab III
tentang asuhan keperawatan pada Ny. P dengan Efusi Pleura Dextra e/c Ca
Mammae di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada
tanggal 09 Juni – 11 Juni 2014.
Pada pembahasan ini, penulis membandingkan antara teori pada BAB
II dengan asuhan keperawatan pada Ny. P umur 51 tahun dengan diagnosa
medis Efusi Pleura Dextra yang dilaksanakan selama 3 hari, mulai dari
tanggal 09 Juni 2014 sampai 11 Juni 2014 di Ruang Melati 4 RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Berikut ini akan diuraikan pelaksanaan asuhan
keperawatan sesuai tiap fase dalam proses keperawatan yang meliputi:
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, evaluasi serta dilengkapi
pembahasan dokumentasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam berfikir kritis dan pengambilan
keputusan yang menghasilkan diagnosa keperawatan. (Judith M. Wilkinson,
Nancy R. Ahren, 2011)
Proses pengkajian menganalisis pola perubahan perilaku klien tentang
ketidakefektifan respons atau respons adaptif yang memerlukan dukungan
perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respons (maladaptif), perawat
melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat
mengumpulkan data tentang stimulus fokal, konstekstual, dan residual yang
berdampak pada klien. Proses ini bertujuan untuk mengklarifikasi penyebab
dari masalah dan mengidentifikasi faktorkontekstual dan residual yang sesuai
(Nursalam, 2008).
Pada saat pengkajian tanggal 09 Juni 2014, penulis menemukan data-
data yang didapat dari Ny. P. Pasien mengeluh sesak nafas dan dada terasa
91
ampek, sesak bertambah bila tidur telentang dan berkurang bila tidur miring
ke kanan, dada terasa nyeri karena penumpukan cairan, nyeri seperti ditekan-
tekan, nyeri dibagian dada, skala 5 dan muncul saat pasien batuk, batuk non
produktif, sputum keluar sedikit berwarna putih kekuningan dan konsistensi
sedikit kental.
Pengkajian biopsikososial didapatkan data, pasien mengatakan
badannya letih dan dalam melakukan aktivitas dibantu oleh keluarga. Pasien
mengatakan tidur selama ±5 jam, pasien sering terbangun pada malam hari
karena sesak nafas dan dadanya ampek. Pada hari kedua pasien dilakukan
tindakan punksi pleura.
Data obyektif yang ditemukan yaitu pernafasan dangkal dan cepat,
terlihat retraksi intercosta, ronchi (-/+), ada pernafasan cuping hidung , TD :
120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit. Hasil rontgen efusi
pleura dextra masif. Pasien tampak lesu, pasien terbaring di bempat tidur
dengan posisi semi fowler miring ke kanan. Kebutuhan sehari-hari dibantu
keluarga. Setelah dilakukan punksi, terdapat luka bekas tusukan tindakan
punksi.
Pada fokus pengkajian efusi pleura untuk dada obyektifnya sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk non
produktif. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada pemeriksaan fisik didapat adanya penggunaan otot bantu
pernafasan, gerakan dada asimetris dimana dada yang sakit tertinggal saat
bernafas, vokal fremitus dada yang sakit menurun, suara dullnes pada paru
yang terkena efusi, suara ronchi terdengar menjauh pada paru yang terkena
efusi. (Arif Muttaqin, 2008)
Pada pemeriksaan subyektif didapat data dari pasien meliputi nafas
dangkal dan cepat, nyeri dada sebelah kanan. Nyeri dada pada pasien terjadi
karena cairan di rongga pleura dapat menyebabkan sesak nafas. (Arif
Muttaqin, 2008)
92
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan
yang timbul dari diri sendiri maupun luar (lingkugan). Sifat diagnosis
keperawatan adalah berorientasi pada kebutuhan dasar manusia,
menggambarkan respons individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit,
berubah jika respons individu juga berubah (Nursalam, 2008).
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan nafas. (Amin Huda Nurarif, 2013).
Masalah ini diangkat sebagai prioritas pertama karena jika tidak
ditangani dapat mengkibatkan aspirasi karena adanya sputum yang
menghambat jalan nafas dan apabila tidak ditangani bisa mengakibatkan
kematian.Adapun data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien
mengatakan mengatakan kadang batuk dengan sputum keluar sedikit
berwarna putih kekuningan dan konsistensi sedikit kental. Dari data obyektif
didapat suara nafas ronchi (-/+), dypsnea (+), pernafasan cepat dan dangkal,
TD : 120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit. Sesuai
batasan karakteristik menurut Amin Huda Nurarif, 2013 dalam Aplikasi
NANDA NIC-NOC untuk masalah bersihan jalan nafas tidak efektif adalah
sekresi yang tertahan. Ditandai dengan suara nafas ronchi (-/+), dypsnea (+),
pernafasan cepat dan dangkal, produksi sputum. Bersihan jalan nafas menjadi
tidak efektif karena adanya sputum yang tertahan dijalan nafas dan apabila
tidak segera dikeluarkan akan mengakibatkan pernafasan menjadi tidak
adekuat.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pengembangan
paru.Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat. (Herdman T. Heather, 2012).
93
Masalah ini diangkat sebagai prioritas kedua karena jika tidak ditangani
dapat mengkibatkan gangguan pada fungsi pernafasan yaitu suplai O2
berkurang sehingga pernafasan menjadi tidak adekuat.Menurut Abraham
Maslow oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama.Adapun
data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien mengatakan sesak nafas.
Dari data obyektif didapat pernafasan dangkal dan cepat, terlihat retraksi
intercosta, ronchi (-/+), ada pernafasan cuping hidung, penggunaan otot
aksesorius untuk bernafas, posisi semi fowler miring ke kanan, TD : 120/70
mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit. Ro: Efusi pleura dextra
masif.Sesuai batasan karakteristik menurut Herdman T. Heather dalam
NANDA 2012 untuk masalah pola nafas tidak efektif adalah gangguan
pengembangan paru. Ditandai dengan ada pernafasan cuping hidung,
pernafasan dangkal dan cepat, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas,
posisi semi fowler miring ke kanan. Pola nafas menjadi tidak efektif karena
adanya efusi di pleura yang mengakibatkan pengembangan paru tidak
adekuat.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: Inflamasi pleura.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association
for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung <6 bulan. (Herdman T. Heather, 2012).
Masalah ini diangkat sebagai prioritas ketiga karenajika tidak ditangani
pasien akan berhati-hati dalam bernafas karena pengembangan paru yang
tidak maksimal. Adapun data yang mendukung pada masalah ini pasien
mengatakan dadanya terasa nyeri karena penumpukan cairan pleura, nyeri
seperti ditekan-tekan, nyeri dibagian dada kanan, skala 5 dan muncul saat
pasien batuk. Dari data obyektif didapat tampak menahan nyeri, nafas
dangkal dan cepat, TD : 120/70 mmHg, S : 36 4 oC, N : 84x/menit, RR :
94
30x/menit, Ro: Efusi pleura dextra masif. Sesuai dengan batasan karakteristik
menurut Herdman T. Heather dalam NANDA 2012 untuk masalah nyeri akut
adalah agen cedera biologis: Inflamasi pleura. Ditandai dengan frekuensi
nafas meningkat, pasien dalam posisi semi fowler miring ke kanan. Nyeri
timbul karena adanya inflamasi pleura sehingga menyebabkan perbatasan
pengembangan dada.
Deprivasi tidur berhubungan dengan dypsnea.Deprivasi tidur adalah
periode panjang tanpa tidur (“tidur ayam” yang periodik dan alami secara
terus-menerus. (Herdman T. Heather, 2012).
Masalah ini diangkat sebagai prioritas keempat karena jika tidak segera
ditangani akan mengakibatkan kecemasan yang akan mempengaruhi status
pernafasan. Adapun data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien
mengatakan tidur selama ±5 jam, pasien sering terbangun pada malam hari
karena sesak nafas dan dadanya ampek. Dari data obyektif didapat pasien
tampak lesu, TD : 120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit.
Sesuai dengan batasan karakteristik menurut Herdman T. Heather dalam
NANDA 2012 untuk masalah deprivasi tidur adalah dypsnea, karena pada
posisi berbaring pasien selalu mengalami sesak nafas.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2.Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi
psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan. (Herdman T.
Heather, 2012)
Masalah ini diangkat sebagai prioritas kelima karena pasien tampak
lesu, pasien hanya beraktivitas ditempat tidur, dan dalam aktivitas pasien
dibantu keluarga/ perawat. Jika tidak segera diatasi maka pasien akan
mengalami gangguan dalam melakukan aktivitas sehingga kebutuhan pasien
harus dibantu. Adapun data yang mendukung pada masalah ini yaitu pasien
mengatakan badannya letih dan setiap melakukan aktivitas dibantu oleh
keluarga/ perawat seperti makan, minum, mandi, dan berpakaian. Dari data
95
obyektif didapat pasien tampak lesu, pasien terbaring di bempat tidur dengan
posisi semi fowler miring ke kanan, nilai ADL 2 (perlu dibantu orang lain),
TD : 120/70 mmHg, S : 364 oC, N : 84x/menit, RR : 30x/menit, dypsnea (+) .
Sesuai dengan batasan karakteristik menurut Herdman T. Heather dalam
NANDA 2012 untuk masalah intoleransi aktivitas adalah ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2, karena pasien mengalami dypsnea, pasien
tampak lesu.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak
adekuat.Resiko infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patogenik. (Herdman T. Heather, 2012)
Masalah ini diangkat sebagai prioritas keenam karena masalah masih
potensial belum aktual dan apabila luka daerah tusukan punksi tidak
dilakukan perawatan luka yang benar akan menimbulkan infeksi. Adapun
data yang mendukung pada masalah ini yaitu terdapat luka tusuk akibat
punksi pleura. Dari data obyektif didapat terdapat luka tusuk dibagian yang
telah dilakukan punksi pleura.
3. Implementasi
Dengan melakukan berbagai tindakan keperawatan yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dilakukan
dengan berkesinambungan memperhatikan resiko bahaya, teknik komunikasi
yang tepat, pemahaman hak dan tingkat perkembangan pasien serta
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Karena dalam pelaksanaan
implementasi terdapat dua jenis tindakan yaitu mandiri dan kolaborasi.
(Hidayat. A, 2004)
4. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dari proses keperawatandengan cara
melakukan identifikasi sejauh manakeberhasilan pencapaiantujuan dan
rencana keperawatan. (Hidayat. A, 2004)
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan, penulis melakukan
evaluasi untuk mengetahui masalah pada pasien yang teratasi.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi sebagian
karena sesak nafas dan batuk berkurang, pasien nampak lebih rileks, masih
terpasang O2 3ℓ/menit, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR :
22x/menit. Faktor pendukungnya adalah dalam setiap tindakan keperawatan
pasien kooperatif dan pasien mau mengaplikasikan cara batuk efektif yang
sudah diajarkan. Faktor penghambatnya karena penyebab dari banyaknya
sputum adalah dari penyakit sebelumnnya yaitu kanker.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pengembangan
paru.Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah teratasi sebagian
karena sesak nafas berkurang, masih terpasang O2 3ℓ/menit, pasien tampak
lebih rileks, TD : 110/70 mmHg, S : 366 oC, N : 82x/menit, RR : 22x/menit.
Faktor pendukungnya adalah dalam setiap tindakan keperawatan pasien
kooperatif, segera dilakukannya punksi oleh dokter ahli paru dengan hasil
99
BAB V
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil keperawatan yang dilakukan pada Ny. P dengan
Efusi Pleura Dextra e/c Ca Mammae di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten pada tanggal 09 Juni 2014 – 11 Juni 2014. Penulis sudah
melakukan tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan
rencana keperawatan , melaksanakan tindakan keperawatan, serta evaluasi
tindakan keperawatan sehingga penulis mendapat pengalaman nyata dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien Efusi Pleura Dextra e/c
Ca Mammae. Asuhan keperawatan ini diberikan secara komprehensif
meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang optimal secara
berkesinambungan.
Pengkajian dilakukan berdasarkan pendekatan pada pasien, keluarga
dan tim kesehatan secara langsung melalui metode observasi, pemeriksaan
fisik, wawancara dan studi dokumentasi untuk memperoleh data berdasarkan
keadaan dan perkembangan pasien kemudian penulis mengumpulkan dan
menganalisa masalah kemudian untuk menegakkan diagnosa dan
perencanaan asuhan keperawatan.
Perencanaan dan tindakan pada kasus ini dilakukan untuk mengatasi
atau mengurangi masalah yang terjadi pada pasien dan disesuaikan dengan
teori, situasi dan kondisi pasien. Tindakan keperawatan telah dilakukan sesuai
teori dan disesuaikan dengan teori yang sudah dibuat dan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien dibutuhkan kerjasama antara
perawat, pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
Asuhan keperawatan pada diagnosa yang muncul dapat
dikatakanteratasi karena sebagaian tujuan dan kriteria hasil tindakan
keperawatan sesuai dengan evaluasi serta perkembangan pasien membaik.
Pada diagnosapertamaketidakefektifan bersihan nafas pasien mengatakan
102
2. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. P dengan
efusi pleura dextra selama tiga hari, penulis menyarankan kepada tim
kesehatan dalam merawat pasien efusi pleura lebih berhati-hati dan sesuai
dengan standar operasional.
Pada pemberian asuhan pada pasien Efusi Pleurahal-hal yang masih
perlu ditingkatkan dari pengalaman penulis melakukan asuhan keperawatan
pada Ny. P dengan Efusi Pleura Dextra e/c Ca Mammae saran dari penulis
sebagai berikut :
Bagi Instansi Rumah Sakit, diharapakan rumah sakit dapat
mempertahankan mutu pelayanan baik bidang medis maupun asuhan
keperawatan pada pasien yang menjalani rawat inap maupun rawat jalan
103
CURRICULUM VITAE
Power Point