Professional Documents
Culture Documents
Vulvovaginal Candidiasis
Disusun Oleh:
Dokter Pembimbing :
dr. Nurhasanah, Sp. DV
I. IDENTITAS
Nama : Ny. SA
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Raman Nuju, Citangkil
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara: Autoanamnesa pada tanggal 5 Februari 2018
Keluhan utama :
Pasien mengatakan keputihan sejak 2 minggu SMRS.
Keluhan tambahan:
Keluhan keputihan juga disertai dengan rasa gatal, panas dan terasa nyeri pada alat
kelaminnya.
2
Pasien mengatakan pernah menggunakan alat pembersih kewanitaan. Pasien
menyangkal penggunaan pantyliner sehari-hari, kegiatan berenang. Pasien
mengatakan terkadang ia penggunaan celana ketat. Pasien mengatakan selama ini
tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Pasien Pasangan
Alkohol - Ya
3
Piercing - -
Tatto - -
IVDU - -
Terima Transfusi Darah - -
B. Status Dermatologis
4
- Distribusi : Lokal
- Lokasi I :
Pada labium mayora, minora, klitoris, vestibulum dan ostium vagina.
- Efloresensi :
5
Tampak makula eritema multiple disertai dengan edema batas tegas pada labia
mayora dan minora. Terdapat duh vaginal discharge yang menempel pada
vestibulum vagina, ostium vagina, berwarna putih, kental dan tersebar merata.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien
VII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Sistemik/Oral
1. Anti histamin : Cetirizin tablet 1x10 mg
2. Antimikotik : Fluconazol tablet 1x150mg
B. Non Medikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
- Memeriksakan pasangannnya
- Anjuran abstinensia sampai terbukti sembuh secara laboratorium
- Diajurkan untuk pemakaian kondom
- Menjaga kebersihan genitalia, mengganti celana dalam, tidak memakai celana
yang ketat dan tidak menggunakan pantyliner untuk sehari-hari.
- Tidak dianjurkan untuk terlalu sering penggunaan alat pembersih kewanitaan.
VIII. RESUME
Seorang wanita datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kota Cilegon
dengan keluhan keluar keputihan dari alat kelaminnya sejak 2 minggu sebelum pasien
6
berobat ke Poliklinik. Keputihan berwarna putih seperti susu dan kental. Pasien
mengatakan keputihan berbau amis, tidak berbau busuk. Keputihan tersebut disertai
dengan rasa gatal. Rasa gatal sendiri diperparah ketika pasien mulai berkeringat.
Pasien juga mengatakan bahwa terasa nyeri dan panas pada alat kelaminnya. Pasien
mengatakan pernah menggunakan alat pembersih kewanitaan. Pasien mengatakan
terkadang ia penggunaan celana ketat.
X. PROGNOSIS
- Ad Vitam : ad bonam
- Ad Sanationam : ad bonam
- Ad Fungtionam : ad bonam
7
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Informasi mengenai insiden KVV tidak lengkap, sejak KVV tidak dilaporkan.
Pengumpulan data pada KVV terhambat oleh ketidaktelitian diagnosis dan
menggunakan studi populasi yang bersifat tidak mewakili. Banyak studi menyatakan
5-15% prevalensi KVV, tergantung pada studi populasi. Sekitar 3-4 dari semua wanita
akan mengalami episode KVV seumur hidupnya. KVV mempengaruhi banyak wanita
paling sedikit satu kali selama hidupnya, paling sering pada usia mampu melahirkan,
diperkirakan 70-75%, 3-5 dari 40-50% akan mengalami kekambuhan. Subpopulasi
kecil yang mungkin kurang dari 5% semua wanita dewasa mengalami episode KVV
berulang diartikan sebagai ≥4 episode per tahun. Setiap wanita dengan gejala
vulvovaginitis, 29,8% telah diambil isolasi ragi, yang memperkuat diagnosis KVV.
Banyak studi mengindikasikan KVV merupakan diagnosis paling banyak diantara
wanita muda, mempengaruhi sebanyak 15-30% wanita yang bersifat simptomatik
yang mengunjungi dokter. Pada Amerika serikat, KVV merupakan penyebab infeksi
vagina tersering kedua setelah vaginosis bakteri.3
III. Etiologi
8
Selain itu, KVV sering berulang pada wanita tanpa adanya kultur dubur yang positif.
1,3
b. Penularan seksual
Kolonisasi kandida pada genital laki-laki yang bersifat asimptomatik adalah
empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dimana pasangan seksualnya merupakan
wanita yang terinfeksi. Sekitar 20% kandida pada penis berasal dari wanita dengan
KVV berulang. Kandida paling sering ditemukan pada laki-laki yang disunat,
biasanya asimptomatik. Patner yang terinfeksi biasanya membawa keturunan yang
identik, namun kontribusi penularan seksual hingga patogenesis infeksi masih belum
diketahui. 1,3
c. Kekambuhan
Sejumlah kecil dari mikroorganisme bertahan dalam lumen vagina, umumnya
dalam jumlah yang terlalu kecil yang dideteksi oleh kultur vagina yang konvensional.
Hal ini juga dibayangkan bahwa jumlah kecil kandida mungkin tinggal sementara di
dalam serviks superfisial atau sel epitel vagina yang hanya muncul kembali beberapa
minggu atau bulan kemudian.1,3
9
pejamu. Jika terdapat pertumbuhan yang invasif dari pseudohifa multiseluler
menyebabkan infeksi jamur kandidiasis.5
IV. Patogenesis
Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda dari
masing-masing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke simptomatik
vaginitis.4 Faktor pemicu dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan eksogen.3
10
Gambar 2. Patogenesis Vulvovaginal Candidiasis.3
V. Diagnosis
11
yang mengalami kandidiasis vagina, kejadian yang lebih sering terjadi adalah ruam
sementara, eritema, dan pruritus atau sensasi terbakar pada penis yang timbul
beberapa menit atau jam setelah hubungan seksual tanpa pelindung. Gejala tersebut
sembuh sendiri dan sering menghilang setelah mandi.1,3,5
12
dekstrose Sabouraud dan modifikasi agar Sabouraud. Pada modifikasi agar
Sabouraud, komposisinya ditambahkan antibiotik kloramfenikol yang digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri. Media ini merupakan media selektif untuk
mengisolasi kandida. Kandida umumnya mudah tumbuh pada suhu kamar 25-30°C,
dan pertumbuhan dapat terjadi 2-5 hari setelah biakan. Koloni tampak berwarna krem
atau putih kekuningan, permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan berkeriput dan
berbau ragi. Biakan dinyatakan negatif bila dalam waktu 4 minggu tidak tumbuh.
Untuk melakukan identifikasi spesies perlu dilakukan subkultur untuk mendapatkan
koloni yang murni, kemudian koloni baru dapat diidentifikasi. Gambaran
histopatologik dapat menyerupai reaksi radang akut, terdapat mikroabses yang berisi
sel mononuklear dengan infiltrasi limfosit pada dermis bagian atas. Tes fermentasi
dilakukan untuk menentukan spesies kandida, menggunakan tes gula-gula yang
mengandung indikator warna glukosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa , dikatakan
positif bila dapat disertai atau tanpa pembentukan gas. 1,3
13
Gejala Tidak ada Rasa gatal pada Keputihan, bau Keputihan,
vagina, iritasi, seperti pruritus pada
keputihan ikan,dispanuria, vulva
nyeri abdomen
bagian bawah
14
pengobatan topikal. Derivat azole dinyatakan lebih efektif daripada nistatin, namun
hargannya jauh lebih mahal. Pengobatan dengan golongan azole dapat menghilangkan
gejala dan kultur negatif pada 80-90% kasus. 6,7
Tabel 2. Macam obat antijamur yang digunakan untuk terapi KVV tanpa
komplikasi6,7
Nama Obat Formulasi Dosis
Ketokonazole 200 mg oral tablet 2x1 tab, 5 hari
Itrakonazole 100 mg oral kapsul 2x1 cap, 2 hari
2x2 cap, 1 hari selang 8 jam
Flukonazole 150 mg oral tablet Dosis tunggal
50 mg oral tablet 1x1 tab, 7 hari
Klotrimazole 1% krim intravagina 5 g, 7-14 hari
2% krim intravagina 5 g, 3 hari
100 mg tab vag 2x1 tab vag, 3 hari
500 mg tab vag 1 tab vag, 1 hari
Mikonazole 2% krim 5 g, 1-7 hari
200 mg tab vag 1 tab vag, 1-7 hari
Nistatin 100000 U tab vag 1x1 tab, 12-14 hari
Amphoterisin B+ 50 mg tab vag 1x1 tab, 7-12 hari
Tetrasiklin 100 mg cap 1x1 tab, 7-12 hari
KVV dengan komplikasi seperti infeksi rekuren, KVV berat, KVV dengan
penyebab Candida non-albicans, KVV pada penderita imunokompromis, KVV pada
wanita hamil, dan KVV pada penderita HIV. Untuk infeksi rekuren perlu dilakukan
biakan jamur untuk mencari spesies penyebab. Dapat diberikan flukonazole 150 mg
selama 3 hari atau topikal golongan azole selama 7-14 hari. Untuk pengobatan dosis
pemeliharaan diberikan tablet ketokonazole 100 mg/hari, kapsul flukonazole 100-150
mg/minggu atau itrakonazole 400 mg/bulan atau 100 mg/hari atau topikal tablet
vagina klotrimazole 500 mg. Pengobatan dosis pemeliharaan ini diberikan selama 6
bulan. KVV berat ditanda dengan vulva eritem, edema,ekskoriasi dan fisura. Terapi
dapat diberikan flukonazole 150 mg dengan 2 dosis selang waktu pemberian 72 jam
atau obat topikal golongan azole selama 7-14 hari. Pada KVV dengan penyebab -
Candida non-albicans, dengan pemberian obat golongan azole tetap dianjurkan
15
selama 7-14 hari, kecuali flukonazole karena banyak Candida non-albicans yang
resisten. Jika terjadi kekambuhan dapat diberikan asam borak 600 mg dalam kapsul
gelatin sekali sehari selama 2 minggu. Jika masih terjadi kekambuhan dianjurkan
pemberian nistatin tablet vagina 100000 U per hari sebagai pengobatan dosis
pemeliharaan. KVV pada penderita imunokompromis diberikan obat antijamur
konvensional selama 7-14 hari. KVV pada wanita hamil, dianjurkan pengobatan
dengan preparat azole topikal, yakni mikonazole krim 2%, 5 g intravagina selama 7
hari atau 100 mg tabet vagina tiap malam selama 7 hari atau mikonazol 200 mg tablet
vagina selama 3 hari. Dan juga klotrimazole krim 1 % sebanyak 5 g tiap malam
selama 7-14 hari atau 200 mg tablet vagina tiap malam selama 3 hari atau 500 mg
tablet vagina selama 1 hari. Pengobatan KVV simtomatis pada wanita dengan HIV
positif sama dengan pada wanita dengan HIV negatif. KVV tanpa komplikasi dapat
diterapi dengan flukonazole 150 mg dosis tunggal jangka pendek, atau topikal azole
jangka pendek. Terapi pada KVV komplikata, sebaiknya diberikan obat sistemik oral
atau topikal salam jangka lama dan dilanjutkan terapi dosis pemeliharaan dengan
flukonazole dosis mingguan untuk kasus KVVR atau ketokonazole dosis 100 mg/hari
selama 6 bulan. Pengobatan untuk penderita kandidiasis asimtomatik masih
kontroversi. Pada wanita dengan HIV negatif tidak dianjurkan pemberian terapi
antijamur. 6,7
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan KVV yang
dianjurkan adalah klotrimazole 200 mg intravagina setiap hari selama 3 hari atau
klotrimazole 500 mg intravagina dalam dosis tunggal atau flukoazole 150 mg/oral
dalam dosis tunggal atau itrakonazole 200 mg/oral 2 kali sehari dosis tunggal atau
nistatin 100000 IU intravagina setiap hari selama 14 hari. 6,7
VII. Prognosis
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection: candidiasis and tinea (pityriasis)
versicolor. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies, 2008; p.1822-8.
2. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths,
editors. Rook’s textbook of dermatology. 7th ed. Massachusets: Blackwell
Publishing; 2004; p. 31.60-75.
3. Sobel JD. Vulvovaginal candidiasis . In : Holmes KK, Sparling PF, Stamm
WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, editors. Sexually
Transmitted Disease. 4th ed. United State of America:Mc Graw Hill;2008;p 823-35
4. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika, 2005.
5. Anonim. Pedoman Nasional Tatalaksana IMS 2015. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015.
6. Daill SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi keempat.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.
7. Workowshi KA, Berman SM. Sexually Transmitted Diseases Treatment
guidelines 2015. US Department of Health and Human Services. Centers For
Disease Control and Prevention (CDC). Morbidity and Mortality Weekly Report;
2015. 55 : p. 54-6.
17