You are on page 1of 17

Case Report

Vulvovaginal Candidiasis

Disusun Oleh:

Fitriana Dyah Lestari


1102012093

Dokter Pembimbing :
dr. Nurhasanah, Sp. DV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 29 JANUARI – 3 MARET 2018
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. SA
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Raman Nuju, Citangkil
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara: Autoanamnesa pada tanggal 5 Februari 2018

Keluhan utama :
Pasien mengatakan keputihan sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan tambahan:
Keluhan keputihan juga disertai dengan rasa gatal, panas dan terasa nyeri pada alat
kelaminnya.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kota Cilegon dengan
keluhan keluar keputihan dari alat kelaminnya sejak 2 minggu sebelum pasien berobat
ke Poliklinik. Keputihan berwarna putih seperti susu dan kental. Pasien mengatakan
keputihan berbau amis, tidak berbau busuk. Keputihan tersebut disertai dengan rasa
gatal yang mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Rasa gatal sendiri diperparah
ketika pasien mulai berkeringat. Pasien juga mengatakan bahwa terasa nyeri dan
panas pada alat kelaminnya. Pasien menyangkal adanya nyeri saat Buang Air Kecil,
luka lecet pada kelamin dan demam.

2
Pasien mengatakan pernah menggunakan alat pembersih kewanitaan. Pasien
menyangkal penggunaan pantyliner sehari-hari, kegiatan berenang. Pasien
mengatakan terkadang ia penggunaan celana ketat. Pasien mengatakan selama ini
tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Pengobatan yang pernah didapat:

Pasien telah membeli obat Metronidazol dengan dosis minum 3x500mg.

Riwayat penyakit dahulu:

- Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya


- Riwayat herpes genital berobat di RSUD Cilegon tahun 2017
- Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
- Riwayat penggunaan KB IUD disangkal

Riwayata penyakit pasangan :

- Pasangan pasien tidak memiliki keluhan


Menarche tahun : saat usia 14 tahun
Saat ini sedang hamil : Tidak
Sedang menyusui : Tidak
KB saat ini : Tidak ada
Golongan darah : AB
Hubungan seks 1 kali : usia 20 tahun
Hubungan seks terakhir : 3 bulan yang lalu
Jumlah patner seks :1
Patner seks terakhir dengan : Suami
Orientasi seks : Laki-laki
Penggunaan kondom : Ya
Patner sakit serupa : Tidak
Panter sakit IMS lain : Tidak
Patner multipatner : Tidak

Pasien Pasangan
Alkohol - Ya

3
Piercing - -
Tatto - -
IVDU - -
Terima Transfusi Darah - -

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Respirasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Berat badan : 48 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Kesan gizi : Berat badan cukup
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Kepala : Normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata
hitam, tidak ada madarosis
Telinga : tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : tidak dilakukan pemeriksaan
Mulut : tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Trakea di tengah, KGB tidak membesar, tidak ada kelainan
kulit
Thoraks : tidak ditemukan kelainan kulit
Abdomen : tidak ditemukan kelainan kulit
Genital : terdapat kelainan kulit (lihat status dermatologis)
Ekstremitas atas : tidak ditemukan kelainan kulit
Ekstremitas bawah : tidak ditemukan kelainan kulit

B. Status Dermatologis

4
- Distribusi : Lokal
- Lokasi I :
Pada labium mayora, minora, klitoris, vestibulum dan ostium vagina.
- Efloresensi :

5
Tampak makula eritema multiple disertai dengan edema batas tegas pada labia
mayora dan minora. Terdapat duh vaginal discharge yang menempel pada
vestibulum vagina, ostium vagina, berwarna putih, kental dan tersebar merata.

IV. DIAGNOSIS BANDING


- Bacterial Vaginitis
- Tricomoniasis

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien

VI. DIAGNOSIS KERJA


Vulvovaginal candidiasis

VII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
- Sistemik/Oral
1. Anti histamin : Cetirizin tablet 1x10 mg
2. Antimikotik : Fluconazol tablet 1x150mg

B. Non Medikamentosa
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara penularannya
- Memeriksakan pasangannnya
- Anjuran abstinensia sampai terbukti sembuh secara laboratorium
- Diajurkan untuk pemakaian kondom
- Menjaga kebersihan genitalia, mengganti celana dalam, tidak memakai celana
yang ketat dan tidak menggunakan pantyliner untuk sehari-hari.
- Tidak dianjurkan untuk terlalu sering penggunaan alat pembersih kewanitaan.

VIII. RESUME

Seorang wanita datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kota Cilegon
dengan keluhan keluar keputihan dari alat kelaminnya sejak 2 minggu sebelum pasien

6
berobat ke Poliklinik. Keputihan berwarna putih seperti susu dan kental. Pasien
mengatakan keputihan berbau amis, tidak berbau busuk. Keputihan tersebut disertai
dengan rasa gatal. Rasa gatal sendiri diperparah ketika pasien mulai berkeringat.
Pasien juga mengatakan bahwa terasa nyeri dan panas pada alat kelaminnya. Pasien
mengatakan pernah menggunakan alat pembersih kewanitaan. Pasien mengatakan
terkadang ia penggunaan celana ketat.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal.


Pada pemeriksaan dermatologis Tampak makula eritema multiple disertai dengan
edema batas tegas pada labia mayora dan minora. Terdapat duh vaginal discharge
yang menempel pada vestibulum vagina, ostium vagina, berwarna putih, kental dan
tersebar merata.

IX. USULAN PEMERIKSAAN


1. Pemeriksan mikroskopik (KOH 10%)
2. Tes pH

X. PROGNOSIS
- Ad Vitam : ad bonam
- Ad Sanationam : ad bonam
- Ad Fungtionam : ad bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Kandidiasis (atau kandidosis, monoliasis, trush) merupakan berbagai macam


penyakit infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans dan anggota genus kandida
lainnya.1
II. Epidemiologi

Informasi mengenai insiden KVV tidak lengkap, sejak KVV tidak dilaporkan.
Pengumpulan data pada KVV terhambat oleh ketidaktelitian diagnosis dan
menggunakan studi populasi yang bersifat tidak mewakili. Banyak studi menyatakan
5-15% prevalensi KVV, tergantung pada studi populasi. Sekitar 3-4 dari semua wanita
akan mengalami episode KVV seumur hidupnya. KVV mempengaruhi banyak wanita
paling sedikit satu kali selama hidupnya, paling sering pada usia mampu melahirkan,
diperkirakan 70-75%, 3-5 dari 40-50% akan mengalami kekambuhan. Subpopulasi
kecil yang mungkin kurang dari 5% semua wanita dewasa mengalami episode KVV
berulang diartikan sebagai ≥4 episode per tahun. Setiap wanita dengan gejala
vulvovaginitis, 29,8% telah diambil isolasi ragi, yang memperkuat diagnosis KVV.
Banyak studi mengindikasikan KVV merupakan diagnosis paling banyak diantara
wanita muda, mempengaruhi sebanyak 15-30% wanita yang bersifat simptomatik
yang mengunjungi dokter. Pada Amerika serikat, KVV merupakan penyebab infeksi
vagina tersering kedua setelah vaginosis bakteri.3

III. Etiologi

Tiga sumber infeksi yang menyebabkan terjadinya KVV, meliputi reservoir,


penularan seksual dan kekambuhan.1,3
a. Reservoir
Meskipun saluran gastrointestinal menjadi sumber kolonisasi awal kandida
pada vagina, kontroversi terus berlanjut mengenai peran usus sebagai sumber
reinfeksi pada wanita dengan KVV berulang. Beberapa penulis, telah menemukan
kesesuaian yang jauh lebih rendah diantara kultur dubur dan vagina pada pasien
dengan KVV berulang. Tingginya angka kultur anorektal dalam beberapa studi
mungkin menyatakan adanya kontaminasi perineum dan perianal dari keputihan.

8
Selain itu, KVV sering berulang pada wanita tanpa adanya kultur dubur yang positif.
1,3

b. Penularan seksual
Kolonisasi kandida pada genital laki-laki yang bersifat asimptomatik adalah
empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dimana pasangan seksualnya merupakan
wanita yang terinfeksi. Sekitar 20% kandida pada penis berasal dari wanita dengan
KVV berulang. Kandida paling sering ditemukan pada laki-laki yang disunat,
biasanya asimptomatik. Patner yang terinfeksi biasanya membawa keturunan yang
identik, namun kontribusi penularan seksual hingga patogenesis infeksi masih belum
diketahui. 1,3
c. Kekambuhan
Sejumlah kecil dari mikroorganisme bertahan dalam lumen vagina, umumnya
dalam jumlah yang terlalu kecil yang dideteksi oleh kultur vagina yang konvensional.
Hal ini juga dibayangkan bahwa jumlah kecil kandida mungkin tinggal sementara di
dalam serviks superfisial atau sel epitel vagina yang hanya muncul kembali beberapa
minggu atau bulan kemudian.1,3

Candida albicans merupakan penyebab 80-90% KVV, dan Candida glabrata


merupakan spesies yang paling sering terlibat selanjutnya.1 Pada biakan jaringan,
kandida tumbuh sebagai sel ragi bertunas dan oval yang berukuran 3-6 µm. Kandida
membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri
sehingga menghasilkan rantai sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada
septa di antara sel. Candida albicans bersifat dismorfik (ada juga yang menyebutnya
polimorfik); selain ragi dan pseudohifa, Candida albicans juga bisa menghasilkan
hifa sejati. Dalam media agar atau dalam 24 jam pada suhu 37ºC atau pada suhu
ruangan, spesies kandida menghasilkan koloni halus, berwarna krem dengan aroma
ragi. Pseudohifa jelas terlihat sebagai pertumbuhan yang terbenam di bawah
permukaan agar.2,5 Pembentukan pseudohifa terjadi karena pembelahan sel yang
terpolarisasi ketika sel jamur tumbuh dengan tunas yang memanjang tanpa
melepaskan diri dari sel yang berdekatan, sehingga sel-sel tersebut bergabung menjadi
satu. Klamidiospora dibentuk pada pseudomiselium dimana bentuknya bulat dan
terdapat spora refraktil dengan dinding sel yang tebal. Perubahan dari komensal ke
patogen dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan dan penyebaran pada tubuh

9
pejamu. Jika terdapat pertumbuhan yang invasif dari pseudohifa multiseluler
menyebabkan infeksi jamur kandidiasis.5

Gambar 1. Berbagai bentuk morfologi Candida albicans3

IV. Patogenesis

Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda dari
masing-masing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke simptomatik
vaginitis.4 Faktor pemicu dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan eksogen.3

Faktor endogen 1,2,3


a. Kehamilan, karena perubahan pH vagina
b. Diabetes Mellitus, HIV/AIDS
c. Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora bakteri normal)
d. Terapi progesterone, kontrasepsi
e. Terapi kortikosteroid
f. Immunodefisiensi

Faktor eksogen 1,2,3


g. Kebersihan diri
h. Kontak dengan penderita, yang punya aktifitas seksual tinggi maupun yang tidak
punya, baik muda maupun tua.

10
Gambar 2. Patogenesis Vulvovaginal Candidiasis.3

V. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, gambaran klinis, dan


pemeriksaan penunjang (pemeriksaan KOH, pemeriksaan sediaan basah, pemeriksaan
pH, biakan, histopatologi, dan tes fermentasi).
Gambaran Klinis

Candida albicans merupakan penghuni yang lazim pada traktus vagina.


Pertumbuhan yang berlebihan dapat menyebabkan rasa gatal yang berat, rasa terbakar,
dan keputihan.1,3,5 Pruritus akut dan keputihan adalah keluhan yang biasanya ada,
tetapi bukan gejala khusus untuk KVV. Keputihan tidak selalu ada dan sering sedikit.
Meskipun digambarkan seperti keju lembut, keputihan dapat bervariasi dari berair
sampai tebal secara homogen.5 Nyeri pada vaginal, iritasi, rasa terbakar, dispareunia,
dan disuria eksternal biasanya ada. Bau, jika ada, sedikit dan tidak mengganggu. Pada
pemeriksaan menunjukkan plak keputih-putihan pada dinding vagina dengan dasar
eritema dan dikelilingi edema yang dapat menyebar ke labia dan perineum.1 Labia
menjadi eritematosa, basah dan maserasi, dan hiperemis, bengkak dan erosi pada
serviks, vesikel kecil pada permukaannya. Secara karakteristik, gejaladiperburuk pada
minggu sebelum onset menstruasi. Beberapa survei menunjukkan diagnosis pasien
yang tidak dapat dipercaya. Meskipun adakalanya kandida menyebabkan
balanopostitis yang bersifat ekstensif pada laki-laki yang memiliki pasangan wanita

11
yang mengalami kandidiasis vagina, kejadian yang lebih sering terjadi adalah ruam
sementara, eritema, dan pruritus atau sensasi terbakar pada penis yang timbul
beberapa menit atau jam setelah hubungan seksual tanpa pelindung. Gejala tersebut
sembuh sendiri dan sering menghilang setelah mandi.1,3,5

Gambar 3. Kandidiasis vulvovaginalis3

Pemeriksaan Penunjang Kandidiasis Vulvovaginalis


Adapun pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis KVV, adalah
seperti pemeriksaan miroskopik langsung, pewarnaan Gram, pemeriksaan sediaan
basah, pemeriksaan pH, biakan, pemeriksaan histopatologi, dan tes fermentasi. 1,3
Diagnosis laboratorium pada penderita mudah ditegakkan karena pemeriksaan
miroskopik langsung mempunyai sensitivitas yang tinggi. Dengan menggunakan
KOH 10-20%, tampak adanya sel ragi yang polimorfik, berbentuk lonjong, atau bulat
berukuran 2-6 x 4-9 µm, blastospora (sel ragi yang sedang bertunas), sel budding yang
khas, hifa bersekat atau pseudohifa, kadang-kadang ditemukan klamidiospora. Elemen
jamur (budding yeast cell/ blastospora/ blastokonidia/ pseudohifa/ hifa) tampak
sebagai Gram positif dan sporanya lebih besar dari bakteri yang dapat diamati dengan
pewarnaan Gram. Pemeriksaan sediaan basah juga dapat melihat bentuk hifa dan
budding yeast dari kandida, dengan cara sediaan cairan vagina diletakkan pada objek
glas kemudian ditetesi 1-2 tetes larutan 0,9% isotonik sodium klorida dan diamati
dibawah mikroskop dengan pembesaran 400 x. pH kandidiasis vaginal kurang dari 4,5
dapat dibuktikan dengan menggunakan kertas lakmus. Biakan memiliki nilai
sensitivitas yang tinggi sampai 90%. Medium biakan yang dipakai adalah agar

12
dekstrose Sabouraud dan modifikasi agar Sabouraud. Pada modifikasi agar
Sabouraud, komposisinya ditambahkan antibiotik kloramfenikol yang digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri. Media ini merupakan media selektif untuk
mengisolasi kandida. Kandida umumnya mudah tumbuh pada suhu kamar 25-30°C,
dan pertumbuhan dapat terjadi 2-5 hari setelah biakan. Koloni tampak berwarna krem
atau putih kekuningan, permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan berkeriput dan
berbau ragi. Biakan dinyatakan negatif bila dalam waktu 4 minggu tidak tumbuh.
Untuk melakukan identifikasi spesies perlu dilakukan subkultur untuk mendapatkan
koloni yang murni, kemudian koloni baru dapat diidentifikasi. Gambaran
histopatologik dapat menyerupai reaksi radang akut, terdapat mikroabses yang berisi
sel mononuklear dengan infiltrasi limfosit pada dermis bagian atas. Tes fermentasi
dilakukan untuk menentukan spesies kandida, menggunakan tes gula-gula yang
mengandung indikator warna glukosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa , dikatakan
positif bila dapat disertai atau tanpa pembentukan gas. 1,3

Diagnosis Banding Kandidiasis vulvovaginalis


Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginal adalah termasuk trikomoniasis
dan vaginosis bakterial, yang dapat dibedakan dengan mudah melalui gejala klinis,
pemeriksaan pH dan secara mikroskopis.6

Tabel 1. Diagnosis banding6


Nor Kandidias Vaginos Trikom
mal is is Bakteri oniasis
pH <4,5 Variase ; normal >4,5 4,5
Keputihan Putih, jelas, Seperti keju Homogen, Berbusa,
jumlah sedikit banyak, putih banyak, kuning
keabu-abuan kehijauan
Mikroskopis Sel epitel Budding pada Clue cell, Gram Sel darah putih
dengan batas pewarnaan Gram negatif pada banyak, adanya
jelas, atau kerokan KOH, pewarnaan motile
lactobasilus sel darah putih Gram, jumlah trikomonad
Gram (+) banyak, sel epitel bakteri banyak
dengan batas jelas
KOH “Whiff” - - + Variasi

13
Gejala Tidak ada Rasa gatal pada Keputihan, bau Keputihan,
vagina, iritasi, seperti pruritus pada
keputihan ikan,dispanuria, vulva
nyeri abdomen
bagian bawah

Gambar 4. Strawberry appearance pada trichomoniasis

Gambar 5. Sekret pada bakterial vaginosis


VI. Penatalaksanaan

Antimikotik untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk


sediaan misalnya krim, lotion, tablet vagina dan supositoria. Tidak ada inidikasi
khusus dalam pemilihan bentuk obat topikal. 6,7
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengobatan KVV/KVVR adalah eliminasi
faktor predisposisi sebagai penyebab KVV/KVVR, pemilihan regimen antijamur yang
tepat hingga keluhan menghilang dan pemeriksaan mikroskopik dan kultur negatif,
serta untuk KVVR sebaiknya selalu dilakukan kultur dan uji sensitivitas antijamur. 6,7
Penatalaksanaan KVV dilakukan berdasarkan klasifikasiya yaitu KVV tanpa
komplikasi dan KVV dengan komplikasi . Untuk KVV tanpa komplikasi dipilih

14
pengobatan topikal. Derivat azole dinyatakan lebih efektif daripada nistatin, namun
hargannya jauh lebih mahal. Pengobatan dengan golongan azole dapat menghilangkan
gejala dan kultur negatif pada 80-90% kasus. 6,7
Tabel 2. Macam obat antijamur yang digunakan untuk terapi KVV tanpa
komplikasi6,7
Nama Obat Formulasi Dosis
Ketokonazole 200 mg oral tablet 2x1 tab, 5 hari
Itrakonazole 100 mg oral kapsul 2x1 cap, 2 hari
2x2 cap, 1 hari selang 8 jam
Flukonazole 150 mg oral tablet Dosis tunggal
50 mg oral tablet 1x1 tab, 7 hari
Klotrimazole 1% krim intravagina 5 g, 7-14 hari
2% krim intravagina 5 g, 3 hari
100 mg tab vag 2x1 tab vag, 3 hari
500 mg tab vag 1 tab vag, 1 hari
Mikonazole 2% krim 5 g, 1-7 hari
200 mg tab vag 1 tab vag, 1-7 hari
Nistatin 100000 U tab vag 1x1 tab, 12-14 hari
Amphoterisin B+ 50 mg tab vag 1x1 tab, 7-12 hari
Tetrasiklin 100 mg cap 1x1 tab, 7-12 hari

KVV dengan komplikasi seperti infeksi rekuren, KVV berat, KVV dengan
penyebab Candida non-albicans, KVV pada penderita imunokompromis, KVV pada
wanita hamil, dan KVV pada penderita HIV. Untuk infeksi rekuren perlu dilakukan
biakan jamur untuk mencari spesies penyebab. Dapat diberikan flukonazole 150 mg
selama 3 hari atau topikal golongan azole selama 7-14 hari. Untuk pengobatan dosis
pemeliharaan diberikan tablet ketokonazole 100 mg/hari, kapsul flukonazole 100-150
mg/minggu atau itrakonazole 400 mg/bulan atau 100 mg/hari atau topikal tablet
vagina klotrimazole 500 mg. Pengobatan dosis pemeliharaan ini diberikan selama 6
bulan. KVV berat ditanda dengan vulva eritem, edema,ekskoriasi dan fisura. Terapi
dapat diberikan flukonazole 150 mg dengan 2 dosis selang waktu pemberian 72 jam
atau obat topikal golongan azole selama 7-14 hari. Pada KVV dengan penyebab -
Candida non-albicans, dengan pemberian obat golongan azole tetap dianjurkan

15
selama 7-14 hari, kecuali flukonazole karena banyak Candida non-albicans yang
resisten. Jika terjadi kekambuhan dapat diberikan asam borak 600 mg dalam kapsul
gelatin sekali sehari selama 2 minggu. Jika masih terjadi kekambuhan dianjurkan
pemberian nistatin tablet vagina 100000 U per hari sebagai pengobatan dosis
pemeliharaan. KVV pada penderita imunokompromis diberikan obat antijamur
konvensional selama 7-14 hari. KVV pada wanita hamil, dianjurkan pengobatan
dengan preparat azole topikal, yakni mikonazole krim 2%, 5 g intravagina selama 7
hari atau 100 mg tabet vagina tiap malam selama 7 hari atau mikonazol 200 mg tablet
vagina selama 3 hari. Dan juga klotrimazole krim 1 % sebanyak 5 g tiap malam
selama 7-14 hari atau 200 mg tablet vagina tiap malam selama 3 hari atau 500 mg
tablet vagina selama 1 hari. Pengobatan KVV simtomatis pada wanita dengan HIV
positif sama dengan pada wanita dengan HIV negatif. KVV tanpa komplikasi dapat
diterapi dengan flukonazole 150 mg dosis tunggal jangka pendek, atau topikal azole
jangka pendek. Terapi pada KVV komplikata, sebaiknya diberikan obat sistemik oral
atau topikal salam jangka lama dan dilanjutkan terapi dosis pemeliharaan dengan
flukonazole dosis mingguan untuk kasus KVVR atau ketokonazole dosis 100 mg/hari
selama 6 bulan. Pengobatan untuk penderita kandidiasis asimtomatik masih
kontroversi. Pada wanita dengan HIV negatif tidak dianjurkan pemberian terapi
antijamur. 6,7
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan KVV yang
dianjurkan adalah klotrimazole 200 mg intravagina setiap hari selama 3 hari atau
klotrimazole 500 mg intravagina dalam dosis tunggal atau flukoazole 150 mg/oral
dalam dosis tunggal atau itrakonazole 200 mg/oral 2 kali sehari dosis tunggal atau
nistatin 100000 IU intravagina setiap hari selama 14 hari. 6,7

VII. Prognosis

Prognosis baik bila faktor predisposisi dapat diminimalkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Janik MP, Heffernan MP. Yeast infection: candidiasis and tinea (pityriasis)
versicolor. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies, 2008; p.1822-8.
2. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths,
editors. Rook’s textbook of dermatology. 7th ed. Massachusets: Blackwell
Publishing; 2004; p. 31.60-75.
3. Sobel JD. Vulvovaginal candidiasis . In : Holmes KK, Sparling PF, Stamm
WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, editors. Sexually
Transmitted Disease. 4th ed. United State of America:Mc Graw Hill;2008;p 823-35
4. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 1. Jakarta:
Salemba Medika, 2005.
5. Anonim. Pedoman Nasional Tatalaksana IMS 2015. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015.
6. Daill SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual. Edisi keempat.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011.
7. Workowshi KA, Berman SM. Sexually Transmitted Diseases Treatment
guidelines 2015. US Department of Health and Human Services. Centers For
Disease Control and Prevention (CDC). Morbidity and Mortality Weekly Report;
2015. 55 : p. 54-6.

17

You might also like