You are on page 1of 5

1 dari 22 Orang Indonesia Sakit Asma

Di Indonesia, salah satu penyakit yang cukup tinggi prevalensinya adalah asma. Apalagi, cukup
banyak kantong-kantong wilayah asap dan polusi di Tanah Air yang menjadi salah satu pemicu
utama penyebab asma.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 2014,
asma menjadi penyebab kematian terbesar ke-13 di Indonesia. Secara global, Indonesia
menempati peringkat ke-20 sebagai negara dengan tingkat kematian akibat asma terbanyak.

Sementara itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, satu
dari 22 orang di Indonesia menderita asma. Namun, hanya 54% yang didiagnosis dengan hanya
30% kasus terkontrol dengan baik.

Asma sendiri merupakan kondisi kronis umum yang memengaruhi saluran udara di paru-paru.
Gejalanya berupa peradangan dan penyempitan saluran udara yang dapat menyebabkan suara
mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk.

Prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5% atau setara dengan 11,8 juta pasien. Sementara itu,
prevalensi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) mencapai 3,7% setara dengan 9,7 juta jiwa.
Hanya 29% dari populasi penderita dewasa penyakit asma yang dirawat, sisanya tidak terawat
atau terawat sebagian.

Posisi ke-5

Berdasarkan data AstraZeneca pada 2017, Indonesia menempati posisi ke-5 di antara negara-
negara Asia untuk tingkat kematian tertinggi akibat asma. Karena asma pula, 3,1—5,5 hari
kerja/sekolah hilang per kapita setiap tahun akibat adanya korelasi antara polusi udara dan biaya
penyakit pernapasan.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Lily S. Sulistyowati
mengatakan saat ini ditemui fakta banyak orang yang tidak sadar mereka telah terjangkit asma
dan PPOK. Itulah yang menyebabkan keterlambatan diagnosis di Indonesia.

“Hal ini menyebabkan tingginya angka rujukan dan pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Beberapa penanganan Penyakit Tidak Menular [PTM] telah dilakukan di Kemenkes, tetapi
tentunya upaya ini akan semakin efektif dengan dukungan pihak swasta dan lapisan masyarakat,”
ujarnya.

Sementara itu, AVP Asia Area AstraZeneca Joris Silon mengatakan penyakit pernapasan
meningkat pesat di Indonesia. Hal tersebut merupakan tantangan bagi sistem kesehatan di Tanah
Air, yang secara historis lebih fokus pada perawatan akut dan jangka pendek.
“Mengobati penyakit pernapasan secara efektif memerlukan penanganan panjang dan fokus
dalam penanganan seumur hidup,” ujarnya. Oleh karena itu, pihaknya menggandeng Kemenkes
untuk menggelar program bertajuk Healthy Lung.

Tujuannya adalah untuk memastikan lebih banyak pasien di Indonesia mendapatkan akses
perawatan dini serta perawatan yang tepat. Sebab, semakin terlambat didiagnosis, perawatan
terhadap penyakit pernapasan seperti asma akan membebani perekonomian. Seseorang yang
menderita asma akut berpotensi menjad beban bagi sumber daya kesehatan, dengan 10% pasien
berpeluang mengakibatkan 50% beban ekonomi.

“Beban ekonomi asma sangat tinggi karena biaya kesehatan langsung dan tidak langsung, akibat
menurunnya produktivitas karena absen dari pekerjaan, atau kurang efektif saat bekerja,” ujar
Joris.

Indonesia Duduki Peringkat ke-5 Kematian Karena Asma di Asia

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia alias WHO, Indonesia duduk sebagai peringkat ke-5
untuk kematian yang disebabkan oleh asma di antara negara-negara Asia. Sementara dalam
tingkat global, Indonesia menempati urutan ke-13.

“Kebanyakan orang tak sadar menyandang asma. Hal ini menyebabkan tingginya angka rujukan
dan pengobatan di fasilitas kesehatan masyarakat,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, Lily S Sulistyowati dalam peluncuran program
Helathy Lung di Jakarta, Selasa (26/9/2017) sebagaimana dilansir dari ANTARA.

Padahal, sejumlah gejala menunjukkan pertanda-pertanda asma. Di antaranya batuk dan mengi
berkepanjangan (lebih dari dua minggu) dan biasanya kondisi ini lebih parah terjadi pada malam
atau dini hari. Selain itu, napas terengah-engah, lesu dan tidur terganggu menjadi tanda lainnya
seseorang menderita asma.

Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan, sekitar satu dari 22 orang menderita asma.
Namun, hanya 54% yang didiagnosis. Dari jumlah itu hanya 30% kasus yang terkontrol baik.

Program Healthy Lung sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penanganan serta
memperbaiki manajemen penyakit pernapasan di puskesmas dan rumah sakit. Memberikan
edukasi pada sekitar 5.000 tenaga kesehatan yang diprediksi akan menyasar kurang lebih 10 juta
pasien.
Sepelekan Sesak Napas, Banyak Remaja
Terdiagnosis Asma Akut

Penyakit asma masih sering diremehkan. Padahal, menurut data World Life Expectancy, di
Indonesia penyakit asma menempati 20 besar dalam peringkat penyakit mematikan, tepatnya
berada di peringkat ke 13.

Dr Karen J Atkin, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, juga memaparkan, di Indonesia


sedikitnya ada 11 juta masyarakat yang terkena asma. Hal yang lebih memprihatinkan ialah
bahwa hampir setengahnya yang mampu terdiagnosis dengan baik.

Asma dapat timbul pada berbagai usia, terjadi pada laki- laki dan
wanita. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 300 juta penduduk dunia
menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000
orang setiap tahun (WHO, 2009). Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan
baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi
pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan
kualitas hidup pasien (Depkes, 2009). Prevalensi morbiditas dan mortalitas karena

asma akhir-akhir ini juga dilaporkan meningkat di seluruh dunia (PDPI, 2006)

Saat ini penyakit asma telah menjadi masalah kesehatan global yang mengenai seluruh kelompok
usia, terutama pada anak-anak (GINA, 2015). Prevalensi asma saat ini masih tinggi. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 235 juta orang di seluruh dunia menderita asma dan pada
tahun 2025 mencapai 400 juta orang ( WHO, 2013). Di Amerika Serikat lebih dari 25 juta orang
menderita asma, 7 juta diantaranya adalah anak-anak. Prevalensi asma akan terus meningkat
mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed dan under-treated. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya
penderita asma (Infodatin Kemenkes RI).
Saat ini penyakit asma telah menjadi masalah kesehatan global yang mengenai seluruh kelompok
usia, terutama pada anak-anak (GINA, 2015). Prevalensi asma saat ini masih tinggi. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 235 juta orang di seluruh dunia menderita asma dan pada
tahun 2025 mencapai 400 juta orang ( WHO, 2013). Di Amerika Serikat lebih dari 25 juta orang
menderita asma, 7 juta diantaranya adalah anak-anak. Prevalensi asma akan terus meningkat
mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed dan under-treated. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya
penderita asma (Infodatin Kemenkes RI).

Asma dapat timbul pada berbagai usia, terjadi pada laki- laki dan
wanita. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 300 juta penduduk dunia
menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000
orang setiap tahun (WHO, 2009). Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan
baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi
pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh kembang anak dan
kualitas hidup pasien (Depkes, 2009). Prevalensi morbiditas dan mortalitas karena

asma akhir-akhir ini juga dilaporkan meningkat di seluruh dunia (PDPI, 2006)

Penyakit asma masih sering diremehkan. Padahal, menurut data World Life Expectancy, di
Indonesia penyakit asma menempati 20 besar dalam peringkat penyakit mematikan, tepatnya
berada di peringkat ke 13.

Dr Karen J Atkin, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, juga memaparkan, di Indonesia


sedikitnya ada 11 juta masyarakat yang terkena asma. Hal yang lebih memprihatinkan ialah
bahwa hampir setengahnya yang mampu terdiagnosis dengan baik.

Di Indonesia, salah satu penyakit yang cukup tinggi prevalensinya adalah asma. Apalagi, cukup
banyak kantong-kantong wilayah asap dan polusi di Tanah Air yang menjadi salah satu pemicu
utama penyebab asma.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 2014,
asma menjadi penyebab kematian terbesar ke-13 di Indonesia. Secara global, Indonesia
menempati peringkat ke-20 sebagai negara dengan tingkat kematian akibat asma terbanyak.

Sementara itu, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, satu
dari 22 orang di Indonesia menderita asma. Namun, hanya 54% yang didiagnosis dengan hanya
30% kasus terkontrol dengan baik.

Asma sendiri merupakan kondisi kronis umum yang memengaruhi saluran udara di paru-paru.
Gejalanya berupa peradangan dan penyempitan saluran udara yang dapat menyebabkan suara
mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk.
Prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5% atau setara dengan 11,8 juta pasien. Sementara itu,
prevalensi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) mencapai 3,7% setara dengan 9,7 juta jiwa.
Hanya 29% dari populasi penderita dewasa penyakit asma yang dirawat, sisanya tidak terawat
atau terawat sebagian.

You might also like