You are on page 1of 10

ASUHAN KEPERAWATAN

MYASTHENIA GRAVIS

Kelompok 1 : Kelas II B D4 Keperawatan


 ANGGRIANI ABD LATIF
 DANDRI OINTU
 FEMI IBRAHIM
 ILHAM SETIAWAN BAU
 IRENDAWATI DOE
 MOHAMAD FADIL LAMATO
 SERLIYANTI TANGAHU

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


GORONTALO
T.A 2018
MYASTHENIA GRAVIS
A. Definisi
Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuscular pada
otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial, serangan dapat terjadi pada
beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai
40 tahun.

B. Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung
akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah
dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada
Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan
ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang
paling banyak berperanan

C. Insiden
Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau
penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.

D. Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan
kekuatan otot-otot lain normal

Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat
kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya.


Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.

Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot
lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang

Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan

Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial,
atau keduanya dalam derajat ringan.

Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat
yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam
berbagai derajat

Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-
otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan

Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara


predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota
tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita
menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :


1. Ocular miastenia

terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada
kematian
2. Generalized myiasthenia

a) Mild generalized myiasthenia

Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan
bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.

b) Moderate generalized myasthenia

Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.

3. Severe generalized myasthenia

 Acute fulmating myasthenia

Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit


biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas
penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma

 Late severe myasthenia

Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia
gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi.
Respon terhadap obat dan prognosis jelek

4. Myasthenia crisis

 Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan :


 pekerjaan fisik yang berlebihan
 emosi
 infeksi
 melahirkan anak
 progresif dari penyakit
 obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.
 Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

Secara sederhana, Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan seperti dibawah ini :

 Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.


 Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk
mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuh pun dapat ikut menjadi
lemah. Pernapasan tidak terganggu.
 Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot
oculobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada
waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak
lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun

E. Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi
impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal
membran post sinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya
penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap
individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap
lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.

F. Komplikasi
 Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
 Pneumonia
 Bullous death

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase
dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi

 Obat anti kolinestrase


- piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin
bromide (Prostigmin).
- diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan
meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
 Terapi imunosupresif
- ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan
antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
- kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat
- pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer
antibodi
- Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi
subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
 Keluhan utama : Kelemahan otot
 Riwayat kesehatan : Diagnosa miastenia didasarkan pada riwayat dan presentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial
setelah istirahat sangatlah menunjukkan myastenia gravis, pasien mungkin mengeluh
kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti
tentang kelemahan otot.
 B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
 B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
 B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata
atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
 B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
 B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic
usus turun.
 B6 (Bone)
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal
berikut :

 Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan


 Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.

C. Intervensi dokumentasi

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

Tujuan :

Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat:

 Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternatif jika klien menggunakan
ventilator
 Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktivitas
 Ukur parameter pernafasan dengan teratur
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antikolinergik
 Sucktion sesuai kebutuhan obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi bronkial)

2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum

Tujuan ;

Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias

 Buat jadwal perawatan diri dengan interval


 Berikan waktu istirahat di antara aktivitas
 Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan
atau sertakan keluarga
 Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia,
intubasi, atau paralisis otot.

Tujuan :

Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik

 Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral
 Hentikan pemberian makan per oral jika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral
atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan
 Pasang selang makan kecil dan berikan makan per-selang jika terdapat dysfagia.
 Catat intake dan output
 Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
 Timbang pasien setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC,


Jakarta.

Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.

Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.

Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page: 519-
534.2005

You might also like