You are on page 1of 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh

secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Bila

ginjal tidak bekerja sebagai mana mestinya, maka akan timbul masalah yang

berkaitan dengan penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK). Bila seseorang

mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium lima, atau dikenal dengan

gagal ginjal terminal, di mana laju filtrasi glomerolus <15 ml/menit, ginjal telah

tidak mampu lagi menjalani seluruh fungsinya dengan baik. Hingga saat ini terapi

yang dibutuhkan untuk mengatasi gagal ginjal terminal tersebut di antaranya

dialisis dan transplantasi ginjal (Cahayaningsih, 2008).

Penyakit GGK menjadi masalah besar di dunia karena sulit disembuhkan, serta

membutuhkan biaya perawatan yang lama dan mahal. Hemodialisa merupakan salah satu

terapi untuk mengatasi fungsi ginjal yang rusak (Supriyadi, Wagiyo, & Widowati, 2011).

Terapi hemodialisa yang harus dilakukan pada pasien GGK biasanya berlangsung rutin

sampai mendapatkan donor ginjal melalui operasi pencangkokan. Terapi hemodialisa

dilakukan secara periodik guna mempertahankan kelangsungan hidup pasien dan

mengendalikan uremia yang terjadi (Cecilia, 2011).

Menurut data dunia World Health Organization (WHO) dalam Ratnawati (2014),

secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit GGK. Artinya, sekitar 1,5

juta orang harus menjalani hidup bergantung pada terapi pengganti ginjal atau

hemodialisa (HD), dengan insidensi sebesar 8% dan terus bertambah setiap tahunnya.
2

Menurut Suhardjono di Indonesia, berdasarkan Pusat Data dan Informasi

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI, 2000) penderita GGK

diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Angka ini tidak

mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Di Indonesia saat ini tercatat sekitar 70

ribu penderita GGK memerlukan cuci darah. Data Perhimpunan Nefrologi

Indonesia (Pernefri) menyebutkan, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit

dengan perawatan dialisis (cuci darah) sekarang ini berkisar antara 4.000 sampai

5.000 orang setiap tahun. Data statistik rumah sakit tahun 2003 menyebutkan

jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan sekitar 49.203 orang yang sebagian

besar memerlukan hemodialisis (PDPERSI, 2006).

Sedangkan untuk di Kota Sukabumi, Chronic Kidney Disease (CKD) on

Hemodialisa merupakan termasuk kedalam sepuluh penyakit terbanyak yang

masuk dalam penyakit tidak menular berada di posisi terakhir dengan prevalensi

0,01% (sumber dalkit, Depkes. 2014).

Berdasarkan statistik dari rekam medic ruangan kopri melati di RSUD

R.Syamsyudin S.H sukabumi bulan desember 2016- Febuari 201

Tabel 1.1
Distribusi pasien rawat inap diruang kopri melati RSUD R.syamsyudin S.H kota
sukabumi periode desember 2016- febuari 2017
No Diagnosa Jumlah Presentasi
1. GEA 18 13,1%
2. CKD 16 11,7%
3. DHF 16 11,7%
4. Obs febris 15 11%
5. Gastritis 15 11%
6. Anemia 13 9,5%
7. Of 12 8,8%
8. Melena 12 8,8%
9. CkD on HD 10 7,2%
3

10. Chf 10 7,2%


Jumlah 137 100%
Sumber: rekam medik ruangan korpri melati di RSUD R. Syamsdin SH
kota Sukabumi
Berdasarkan tabel diatas penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)

menempati urutan ke 9 dari 10 kasus penyakit yang terdapat diruangan kopri

melati RSUD R.Syamsyudin S.H kota sukabumi periode desember 2016- febuari

2017 yaitu dengan jumlah kasus 10 (7,2%).

Pasien yang menjalani hemodialisa mengalami berbagai masalah yang timbul

akibat tidak berfungsinya ginjal. Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual,

muntah, nyeri, lemah otot, oedema adalah sebagian dari manisfestasi klinik dari

pasien yang menjalani hemodialisis (Stuart dan Sundeen, 1998). Oleh karena itu

pasien yang menjalani hemodialysis harus menjaga berat badan idealnya agar

tidak terjadi kelebihan cairan dan mengakibatkan oedema. Berat badan ideal dan

manajemen cairan bila dialisis pasien adekuat, maka pasien harus dapat mencapai

berat badan ideal tanpa gejala, tidak ada tanda-tanda oedema dan pertambahan

berat badannya masih rasional. Berat badan ideal adalah berat badan kering di

mana kondisi pasien normotensif, tidak mengalami oedema atau dehidrasi. Berat

badan ideal ini adalah berat badan yang harus dicapai pasien di akhir dialisis.

Berat badan di bawah berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi dan atau

deplesi volume misalnya hipotensi, kram, hipotensi postural atau pusing. Berat

badan dia atas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan cairan

misalnya hipertensi, oedema, sesak nafas. Tanda-tanda ini harusnya tidak muncul

bila berat badan pasien hanya naik satu sampai dua kilogram di atas berat badan

idealnya. Dengan berat badan ideal bila pasien mengalami akumulasi cairan 1–2
4

kg selama periode intradialistik, pasien tidak akan mengalami kelebihan cairan

yang berlebihan (Cahayaningsih, 2008).

Salah satu intervensi yang diberikan kepada penderita hemodialisa adalah

pembatasan asupan cairan. Tanpa adanya pembatasan asupan cairan, akan mengakibatkan

cairan menumpuk dan akan menimbulkan edema di sekitar tubuh. Kondisi ini akan

membuat tekanan darah meningkat dan memperberat kerja jantung. Penumpukan cairan

juga akan masuk ke paru-paru sehingga membuat pasien mengalami sesak nafas. Secara

tidak langsung berat badan pasien juga akan mengalami peningkatan berat badan yang

cukup tajam, mencapai lebih dari berat badan normal (0,5 kg /24 jam) (Brunner &

Suddart, 2002; Hudak & Gallo, 2006).

Oleh karena itu, pasien GGK perlu mengontrol dan membatasi jumlah asupan

cairan yang masuk dalam tubuh. Pembatasan asupan cairan penting agar pasien yang

menderita GGK tetap merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi

hemodialisa. Pembatasan cairan sering kali sulit dilakukan oleh pasien, terutama jika

mereka mengkonsumsi obat-obatan yang membuat membran mukosa kering seperti

diuretik. Karena obat tersebut akan menyebabkan rasa haus yang berakibat adanya respon

untuk minum (Potter & Perry, 2008). Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering

merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan. Perubahan gaya

hidup dan pembatasan asupan makanan dan cairan pada pasien GGK, sering

menghilangkan semangat hidup pasien sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan pasien

dalam pembatasan asupan cairan (Brunner & Suddart, 2002)..

Menurut Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat

profesional salah satu nya yaitu peran perawat sebagai pemberi asuhan

keperewatan. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat

memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada


5

klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan keperawatan. Peran sebagai

pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan

keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan

diagnosis keperwatannya agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang

sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi

tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang

sederhana sampai dengan kompleks.

Mengingat banyaknya permasalahan yang ditimbulkan pada klien Chronic

Kidney Disease (CKD) dalam hal ini perawat sebagai petugas kesehatan harus

dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dari aspek bio, psiko,

social, spritual, dan kultural. Untuk melaksanakan pelayanan keperawatan,

perawat harus memiliki pengetahuan keterampilan sehingga dapat membantu

proses pencapaian dengan memberikan asuhan keperawatan melalui proses

kepeawatan yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Peran perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan khususnya aspek

promotif dan oreventif sangat diperlukan terutama dalam membantu pemenuhan

kebutuhan dasar manusia klien yang terganggu, sehingga klien mendapatkan

perawatan yang benar-benar dibutuhkan klien. Perawat diharapkan dapat

menjalankan perannya sebagai salah satu tenaga kesehatan yang paling dekat

dengan klien dimana peran perawat yang pertama sebagai peran pelaksana atau

care giver yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien

dengan memberikan kenyamanan dan rasa aman pada klien dan mengawasi dalam
6

status cairan dan mengidentifikasi sumber potensial yang mengakibatkan

ketidakseimbangan cairan tersebut, mengimplementasikan program diet untuk

menjamin masukan nutrisi yang sesuai, meningkatkan rasa positif dengan

mendorong peningkatan perawatan diri dan mandiri. Selain itu perawat juga

sebagai pendidik atau health educator dituntut untuk dapat meningkatkan

pengetahuan klien dan masyarakat dengan memberikan pendidikan kesehatan

dalam mengenal penyakit Chronic Kidney Disease (CKD), serta sebagai

pengelola perawat berpean dalam menjamin kualitas .

Dengan melihat fenomena diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat

kasus dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Edukasi

Pembatasan Cairan Terhadap Kepatuhan pada Pasien dengan Chronic

Kidney Disease (CKD) on Hemodialisa dalam Pembatasan Cairan di Ruang

Hemodialisa RSUD R. Syamsyudin S.H Kota Sukabumi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

untuk karya ilmiah ini adalah bagaimana melaksanakan "Penerapan Edukasi

Pembatasan Cairan pada Pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) on

Hemodialisa diruang Hemodialisa RSUD R. Syamsyudin S.H kota sukabumi".

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum
7

Tujuan umum dari karya tulis ilmiah ini adalah penulis mampu

melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi

aspek bio, psiko, sosial, spiritual, pada klien dengan gangguan sistem perkemihan

akibat gagal ginjal kronik dengan menggunakan proses keperawatan.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

ganghua sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronik diharapkan.

A. Mampu melakukan pengkajian keperawatan secara komphrehensif serta

menganalisis data dari hasil pengkajian.

B. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronik.

C. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronik.

D. Mampu melaksanakan perencanaan yang sudah ditentukan pada asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan akibat gagal

ginjal kronik.

E. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

sistem perkemihan akibat gagal ginjal kronik.

F. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.

G. Mampu mengidentifikasi kesenjangan antra teori dengan kenyataan yang

ada dilapangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien

dengan Chronic Kidney Disease (CKD).

1.4 Manfaat
8

Karya tulis ilmiah ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Bagi penulis

Karya tulis ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan informasi penulis

tentang Chronic Kidney Disease (CKD) secara teori maupun praktek dan juga

menambah kemampuan penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada

klien dengan Chronic Kidney Disease (CKD).

2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah keilmuan keperawatan ilmu

medikal bedah terutama berhubungan dengan pemberian asuhan keperawatan

pada pasien dengan gangguan perkemihan akibat Chronic Kidney Disease (CKD)

terutama untuk institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi sehingga dapat

menambah referensi mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi.

3. Bagi RSUD R. Syamsyudin S.H Kota Sukabumi

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi tentang

bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

perkemihan akibat Chronic Kidney Disease (CKD) terutama bagi RSUD

R.Syamsudin S.H kota sukabumi sehingga dapat menjadi bahan dalam

perencanaan awal asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

perkemihan akibat Chronic Kidney Disease (CKD).

You might also like